You are on page 1of 76

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN OBSTRUKSI INTESTINAL

MAKALAH

oleh
Kelompok 7

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN OBSTRUKSI INTESTINAL

MAKALAH

disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Bedah


dosen pengampu Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB

oleh
Luthfi Fadlilatun Nisa (NIM 152310101047)
Pungki Wahyuningtyas (NIM 152310101195)
Nurul Azmiyah (NIM 152310101202)
Praditya Vian Dodi (NIM 152310101256)
Ardhia Christie FS (NIM 152310101264)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Makalah Asuhan Keperawatan dengan Obstruksi Instestinal

Judul:

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Obstruksi Instestinal

yang disusun oleh:


Kelompok 7

telah disetujui untuk dikumpulkan pada:


Hari/ tanggal: Rabu/ 3 Mei 2017

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan,


atau reproduksi ulang makalah yang telah ada

Penyusun,

Kelompok 7

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB


NIP 19810319 201404 1 001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah analisis jurnal yang berjudul Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Obstruksi Intestinal. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Bedah pada Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah
Keperawatan Bedah sekaligus dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktu,
pikiran, dan perhatian selama perkuliahan;
2. teman-temanku yang telah memberi dorongan/ bantuan.
3. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Jember, 1 Mei 2017

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN SAMPUL ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii
PRAKATA ............................................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................. 2
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................ 2
1.4 Manfaat .............................................................................. 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 3
2.1 Definisi ................................................................................ 3
2.2 Epidemiologi ...................................................................... 3
2.3 Etiologi ................................................................................ 4
2.4 Klasifikasi ........................................................................... 5
2.5 Patofisiologi ........................................................................ 6
2.6 Manifestasi Klinis .............................................................. 7
2.7 Pathway .............................................................................. 9
2.7.1 Pathway Preoperasi .................................................... 9
2.7.2 Pathway Pascaoperasi ................................................ 10
2.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................... 11
2.8 Penatalaksanaan Medis .................................................... 11
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN................................... 12
3.1 Pengkajian .......................................................................... 12
3.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................... 17
3.3 Intervensi Keperawatan ................................................... 18
3.3.1 Intervensi Keperawatan Preoperasi ........................... 18
3.3.2 Intervensi Keperawatan Pascaoperasi ........................ 23
3.4 Implementasi Keperawatan ............................................. 26

v
3.4.1 Implementasi Keperawatan Preoperasi ...................... 26
3.4.2 Implementasi Keperawatan Pascaoperasi .................. 26
3.5 Evaluasi Keperawatan ...................................................... 31
3.5.1 Evaluasi Keperawatan Preoperasi .............................. 31
3.5.2 Evaluasi Keperawatan Pascaoperasi .......................... 32
BAB 4. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN ............................... 33
4.1 Ilustrasi Kasus .................................................................... 33
4.2 Pengkajian........................................................................... 34
4.3 Diagnosa Keperawatan ..................................................... 40
4.3.1 Analisa Data Preoperasi ............................................. 40
4.3.2 Analisa Data Pascaoperasi ......................................... 43
4.3.3 Diagnosa Keperawatan Preoperasi ............................. 45
4.3.4 Diagnosa Keperawatan Pascaoperasi ......................... 46
4.4 Intervensi Keperawatan ................................................... 46
4.4.1 Intervensi Keperawatan Preoperasi ............................ 46
4.4.2 Intervensi Keperawatan Pascaoperasi ........................ 52
4.5 Implementasi Keperawatan ............................................. 55
4.5.1 Implementasi Keperawatan Preoperasi ...................... 55
4.5.2 Implementasi Keperawatan Pascaoperasi .................. 57
4.6 Evaluasi Keperawatan ...................................................... 63
4.6.1 Evaluasi Keperawatan Preoperasi .............................. 63
4.6.2 Evaluasi Keperawatan Pascaoperasi .......................... 65
BAB 5. PENUTUP .................................................................................. 67
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 67
5.2 Saran ................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 68

vi
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Obstruksi Intestinal (ileus) merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang


sering dijumpai. Sekitar 20% pasien datang kerumah sakit datang dengan keluhan nyeri
abdomen karena obstruksi pada saluran cerna, 80% terjadi pada usus halus.Obstruksi
ileus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana menghambat proses
pencernaan secara normal (Sjamsuhidayat, 2005).

Penyakit ini sering terjadi pada individu yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang rendah serat, dari kebiasaan tersebut akan muncul permasalahan pada
kurangnya membentuk massa feses yang menyambung pada rangsangan peristaltik
usus, kemudian saat kemampuan peristaltik usus menurun maka akan terjadi konstipasi
yang mengarah pada feses yang mengeras dan mampu menyumbat lumen usus sehingga
menyebabkan terjadinya osbtruksi (Mansjoer, 2001).

Salah satu pelayanan kesehatan yang di lakukan di rumah sakit adalah pelayanan
pembedahan. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, prosedur
tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan pesat. Salah satu cara penanganan pada
pasien dengan obstruksi ileus adalah dengan pembedahan laparotomi, penyayatan pada
dinding abdomen. Obstruksi ileus dapat terjadi pada setiap usia. Namun penyakit ini
sering dijumpai pada orang dewasa (Smeltzer, 2002).

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari obstruksi intestinal?
2. Obstruksi apa saja yang dapat terjadi pada sistem pencernaan?
3. Apa penyebab dan manifestasi klinis dari berbagai macam obstruksi yang terjadi
pada sistem pencernaan?
4. Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi?

1
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum


Penulis dapat mempelajari asuhan keperawatan pada pasien obstruksi ileus

1.3.2 Tujuan Khusus


1) Mengetahui yang dimaksud dengan Intestinal Obstruktif.
2) Mengetahui etiologi Intestinal Obstruktif
3) Mengetahui patofisiologi Intestinal Obstruktif
4) Mengetahui manifestasi klinis Intestinal Obstruktif
5) Mengetahui apa saja yang termasuk komplikasi Intestinal Obstruktif
6) Mengetahui pemeriksaan Intestinal Obstruktif

1.4 Manfaat penulisan

Memberikan wawasan dan pemahaman pada penulis dalam memberikan dan


menyusun penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien obstruksi intestinal

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Obstruksi usus adalah penyumbatan yang terjadi di dalam usus. Kondisi ini dapat
menyebabkan peredaran makanan atau cairan di dalam saluran pencernaan menjadi
terganggu. Obstruksi usus bisa terjadi di dalam usus halus atau besar dan sifatnya bisa
parsial (sebagian) atau total. Pada kasus obstruksi usus parsial, sedikit makanan atau
cairan masih bisa melewati usus. Sedangkan pada kasus obstruksi usus total, tidak ada
apa pun yang bisa melewati usus.

Obstruksi usus terjadi ketika aliran normal isi intraluminal terganggu. Obstruksi
dapat fungsional (karena fisiologi usus yang abnormal) atau karena obstruksi mekanik,
yang dapat bersifat akut atau kronis. Obstruksi usus kecil yang mengarah pada dilatasi
usus dan retensi cairan dalam obstruksi lumen proksimal, obstruksi distal sementara,
karena isinya luminal, sehingga usus terdekompresi. Jika usus dilatasi berlebihan, atau
terjadi pencekikan, perfusi ke usus dapat dikompromikan terkemuka nekrosis atau
perforasi, komplikasi yang meningkatkan kematian terkait dengan obstruksi usus kecil.

2.2 Epidemiologi

Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia adalah hernia, baik sebagai


penyakit obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%). Adhesi
pasca operasi timbul setelah terjadi cedera permukaan jaringan sebagai akibat insisi,
kauterisasi, jahitan, atau mekanisme trauma lainnya.

Dalam menjalani sedikitnya sekali operasi intra abdomen, akan berkembang


adhesi 1 kali hingga >10 kali. Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinis
yang penting. Di negara maju, adhesi intra abdomen merupakan penyebab terbanyak
terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digesif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-
40% disebabkan obstruksi usus akibat adhesi. Pada obstruksi usus halus, proporsi ini
meningkat hingga 65-75 %.

3
2.3 Etiologi

Berikut ini adalah penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus.

1. Hernia inkarserata, yaitu usus masuk dan terjepit di dalam pintu


hernia. Pada anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur
Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu
8 jam, harus diadakan herniotomi segera.

2. Non hernia inkarserata, antara lain :

a. Adhesi atau perlekatan usus, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat
menjepit usus. Dapat berupa perlengketan dalam bentuk tunggal maupun
multiple, bisa setempat ataupun luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum
akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai
strangulasi.

b. Invaginasi atau disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan
agak jarang pada dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang
masuk kekolon asenden dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini
dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan
komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas
pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan
pemberian enema barium.

c. Askariasis, yaitu cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum,


biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-
mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen
paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat
terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati
akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko
tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.

d. Volvulus, yaitu suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari

4
segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis
radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus
agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di
bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa
gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.

e. Tumor tergolong jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika


menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma
ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama
disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan
usus.

f. Batu empedu yang masuk ke ileus dapat berupa inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus
yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu
empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstruktif dibedakan menjadi:

a. Ileus obstruktif letak tinggi, yaitu obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai
ileumterminal).
b. Ileus obstruktif letak rendah, yaitu obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampai rektum).

Selain itu, ileus obstruktif dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara lain:

a. Obstruksi sebagian (partial obstruction), yaitu obstruksi yang terjadi sebagian,


sehingga makanan masih bisa lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
b. Obstruksi sederhana (simple obstruction), yaitu obstruksi/ sumbatan yang tidak
disertai terjadinya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).

5
c. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction), yaitu obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah, sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan
nekrosis atau gangren.

2.5 Patifisiologi/ Patogenesis

Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi.


Usus yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas. Distensi yang
menyeluruh menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah berkurang
(iskemik), dapat terjadi perforasi. Dilatasi dan dilatasi usus oleh karena obstruksi
menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan sehingga potensial untuk
terjadi translokasi kuman. Gangguan vaskularisasi menyebabkan mortalitas yang tinggi,
air dan elektrolit dapat hilang dari tubuh karena muntah. Dapat terjadi syok
hipovolemik, absorbsi dari toksin pada usus yang mengalami strangulasi.

Normalnya, fungsi utama dari usus kecil adalah untuk mencerna dan menyerap
nutrisi. Mikrovili dan lipatan melingkar (yaitu, valvula conniventes, circulares plika
atau katup dari Kerkring) meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk
penyerapan dan menyebabkan isi usus untuk memutar sementara mengalir melalui usus
kecil. Lipatan ini melingkar dan dapat dilihat dalam studi radiografi. Usus kecil relatif
bebas dari mikroba, sedangkan usus besar diisi dengan bakteri komensal yang
membantu pencernaan, mensintesis sejumlah vitamin, dan memecah bilirubin.

Obstruksi menyebabkan pelebaran sumbatan progresif pada usus proksimal,


sementara sumbatan pada usus distal akan dekompresi isinya sebagai luminal. Udara
yang tertelan dan gas dari fermentasi bakteri dapat menumpuk, menambah distensi usus.
Sebagai proses yang terus menerus, dinding usus menjadi edema, fungsi serap normal
akan hilang, dan cairan diasingkan ke dalam lumen usus. Mungkin juga ada kerugian
transudative cairan dari lumen usus ke dalam rongga peritoneum. Dengan obstruksi
usus proksimal, emesis berkelanjutan menyebabkan hilangnya tambahan cairan yang
mengandung Na, K, H, dan Cl, dan alkalosis metabolik. Kehilangan cairan ini dapat
menyebabkan hipovolemia. pertumbuhan bakteri yang berlebihan juga dapat terjadi di
usus kecil proksimal, yang biasanya hampir steril, dan emesis dapat menjadi keruh.

6
Jika usus dilatasi berlebihan, pembuluh intramural dari usus kecil menjadi
terganggu dan perfusi ke dinding usus berkurang. Jika perfusi ke segmen usus tidak
memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan, iskemia akan terjadi, yang
pada akhirnya akan menyebabkan nekrosis dan perforasi.

2.6 Manifestasi Klinis

1. Obstruksi sederhana

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral
dari obstruksi,maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada
perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah
yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama.
Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan
tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan
semakin fekulen.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi
akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi
abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada
sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan metallic sound dapat
didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.

2. Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat.Hal
yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda- tanda
strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak
menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.

3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan - lahan dengan nyeri

Nyeri biasanya akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang


hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus
dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran

7
umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar.
Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah
refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak
gangguan pada usus halus.

Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering
mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi
dandindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan
distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan
akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya
massa menunjukkan adanya strangulasi.

8
2.7 Pathway

2.7.1 Pathway Preoperasi

Benda asing (biji, batu empedu, Volvulus sigmoid/ sekum, tumor,


cacing) atresia, stenosis, invaginasi.

Prosedur Pembedahan Merangsang nosiseptor


Obstruksi Intestinal

Tidak ada pengalaman pembedahan, Medulla Spinalis (Talamus,


Cairan dan gas menumpuk Hipotalamus, sistem limbik)
takut dibedah

Peristaltik meningkat sebagai upaya Otak (Persepsi Nyeri)


Ansietas mendorong sumbatan

Nyeri Kronis
Penyempitan Kolon Distensi abdomen

Konstipasi Aliran darah ke usus terhambat

Isi usus mengalir balik ke lambung Ketidakmampuan absorbsi usus Risiko Ketidakseimbangan
(Natrium, air, kalium) Elektrolit

Distensi lambung Dehidrasi Kekurangan Volume Cairan

Tekanan intratorakal meningkat Hipovolemia


Prosedur Invasif (Pemasangan infus
IV)
Muntah Syok

Risiko Infeksi
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan Tubuh 9
2.7.2 Pathway Pascaoperasi

Pasca Prosedur Peningkatan risiko infeksi


Pembedahan Obstruksi oleh kuman
Intestinal

Gangguan Mekanisme Luka Pasca Bedah port de Risiko Infeksi


Pertahanan Primer entree

Merangsang Nosiseptor
Risiko Injuri (reseptor nyeri)

Dihantarkan ke Medulla
Spinalis

Otak (Talamus,
Hipotalamus, Sistem
Limbik)

Persepsi Nyeri

Nyeri Akut

10
2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat jenis bisa
meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik.
Leukosit normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi, kemungkinan
sudah terjadi peritonitis. Kimia darah sering terjadi adanya gangguan elektrolit.

Foto polos abdomen sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosa ileus


obstruksi. Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi
datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat
batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi
sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.

Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan level udara
yang banyak, distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi
usus halus. Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi usus yang terbatas dengan
gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran
radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti bingkai dari
dinding abdomen. Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan
pemeriksaan barium kontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk
mendiagnosis neoplasma dan bahkan bisa langsung dilakukan biopsi.

2.9 Penatalaksanaan Medis

Pada umumnya, penderita obstruksi usus parsial tidak perlu menjalani operasi.
Dokter biasanya hanya akan merekomendasikan makanan-makanan khusus berserat
rendah agar bisa dicerna dengan mudah oleh penderita. Penderita diharuskan untuk terus
mengonsumsi makanan tersebut sampai obstruksi usus parsial sembuh dengan
sendirinya. Jika kondisi ini tidak kunjung membaik, maka dokter kemungkinan akan
menyarankan operasi. Operasi juga akan disarankan bagi penderita obstruksi usus total.
Beberapa jenis operasi yang dilakukan kasus obstruksi usus adalah:

a. Laparoskopi, yaitu prosedur yang biasanya diterapkan pada penderita adhesi usus
atau pada penyumbatan yang belum terlalu besar. Dokter akan memasukkan alat
khusus yang disebut laparoskop melalui sebuah irisan kecil di perut.

11
b. Laparotomi, yaitu prosedur yang dilakukan oleh dokter dengan membuat irisan di
perut untuk mencari tahu penyebab penyumbatan usus, kemudian mulai melakukan
penanganan.

c. Kolonoskopi, yaitu prosedur yang biasanya diterapkan pada kasus obstruksi usus
akibat usus yang terpelintir. Dokter akan memasukkan selang khusus yang
dilengkapi kamera dan lampu di ujungnya bersamaan dengan selang karet panjang
(flatus tube) untuk mengurangi tekanan di dalam usus dan menguraikan organ
tersebut.

d. Pemasangan stent endoskopik, yaitu prosedur yang dilakukan dengan metode


pengobatan obstruksi usus ini biasanya diterapkan pada penderita yang sudah lanjut
usia atau pada pasien sakit kanker yang menjalani perawatan paliatif. Stent
digunakan untuk menyangga usus agar tetap terbuka. Pemasangan alat ini dilakukan
melalui endoskopi.

e. Kolostomi, yaitu prosedur yang biasa diterapkan pada kasus obstruksi usus parah.
Dokter akan membuat stoma atau lubang alternatif untuk mengalirkan kotoran keluar
dari tubuh ke dalam kantung plastik.

12
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
OBSTRUKSI INTESTINAL

3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama: -
Umur: Sekitar 50% obstruksi mekanik terjadi pada kelompok usia pertengahan dan
tua. Volvulus (usus yang terpelintir) sebagai penyebab obstruksi paling sering
terjadi pada pria usia tua. Penyebab obstruksi akibat intususepsi (invaginasi salah
satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya) hampir selalu ditemukan pada bayi
dan balita.
Jenis Kelamin: Rata-rata rasio perbandingan perempuan lebih banyak daripada laki-
laki (rasio perbandingan 3:2).
Alamat: -
Agama: -
Pendidikan: -
Pekerjaan: -
Diagnosa medis: Obstruksi Intestinal
b. Pengkajian anamnesis
1) Keluhan utama : yang didapatkan sesuai dengan kondisi klinik area
obstruksi, tidak dapat flatus atau buang air besar, mual.
Contoh : Obstruksi pada proksimal maka keluhan utama adalah muntah ;
Obstruksi pada bagian distal maka keluhan utama adalah nyeri kolik
abdomen.
2) Riwayat penyakit
a) Obstruksi Usus Halus
Riwayat pembedahan abdominal, trauma abdomen, infeksi abdominal
khususnya peritonitis, riwayat tumor, dan keganasan utama pada
ovarium dan kolon.
b) Obstruksi Usus Besar
Riwayat penyakit sekarang (penurunan kemampuan flatus atau BAB
secara progresif atau tiba-tiba). Pada kondisi tumor atau keganasan,
penyakit divertikulum, maka keluhan terjadi secara perlahan-lahan.

13
Namun, setelah terjadi obstruksi komplet, keluhan nyeri dan distensi
abdomen bersifat mendadak. Pada obstruksi usus besar perforasi,
ditemukan keluhan awal ketidaknyamanan abdominal yang berlanjut
dengan nyeri hebat pada abdomen (kolik) dan disertai dengan keluhan
demam (Dite, 2003).
c) Riwayat penyakit dahulu : adanya konstipasi secara kronis dan
perubahan warna feses yang bisa bercampur dengan darah.
c. Pola Kesehatan Fungsional
1) Pola persepsi sehat
Pemahaman klien tentang masalah kesehatan, meliputi pengalaman, fungsi
kognitif, dan nilai yang dianut. Klien harus mengerti kondisi yang dialami
dan dapat mengambil keputusan atas tindakan selanjutnya
2) Manajemen Kesehatan
Dilakukan sebelum prosedur pembedahan, meliputi pertanyaan mengenai
sesuatu hal yang dilakukan klien ketika terjadi masalah kesehatan terutama
yang berkaitan dengan obstruksi intestinal. Pengkajian meliputi pengelolaan
sumberdaya, akses fasilitas kesehatan, transportasi, dan sumber
pembiayaan.
3) Pola nutrisi metabolik
Untuk mengukur keberhasilan tindakan, maka diperlukan pengukuran
status nutrisi dan dilakukan sebelum dan sesudah tindakan pembedahan.
Pada pasien dengan obstruksi intestinal kronis maka terjadi penurunan berat
badan bermakna. Status nutrisi yang baik akan mempercepat proses
penyembuhan luka pasca pembedahan. Jika pasien mengalami kekurangan
nutrisi, maka proses rehabilitasi akan berlangsung lama.
4) Pola Eliminasi
Pola eliminasi terutama BAB pasien obstruksi intestinal mengalami
gangguan, seringkali terjadi konstipasi akibat distensi abdomen yang
menyebabkan penyempitan kolon. Pengkajian pola eliminasi
prapembedahan dan pascapembedahan harus dilakukan untuk menilai
keberhasilan prosedur. Selain itu, pengkajian urin output harus dilakukan
karena erat kaitannya dengan keseimbangan cairan.

14
5) Pola Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik sehari-hari pasien tidak mengalami banyak permasalahan,
hanya saja karena adanya nyeri tekan abdomen, pasien akan mengalami
gangguan atau ketidaknyamanan ketika melakukan aktivitas fisik. Aktivitas
fisik harus dibatasi setelah prosedur pembedahan untuk mengurangi risiko
cedera dan untuk mempercepat proses pemulihan.
6) Pola Tidur/ Istirahat
Pada pasien dengan obstruksi intestinal akan mengalami masalah tidur yang
berkaitan dengan nyeri yang ditimbulkan akibat obstruksi. Jika nyeri hilang,
maka kualitas tidur pasien akan baik. Pasien yang telah melakukan prosedur
pembedahan akan diberikan analgesik sampai nyeri hilang.
7) Pola Persepsi-Kognitif
Pengkajian ini meliputi kemampuan pasien dalam mengambil keputusan
atas tindakan selanjutnya terkait dengan penyakit yang diderita.
8) Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Fokus pengkajian pola persepsi diri dan konsep diri pasien dengan obstruksi
intestinal adalah terkait dengan peran diri. Pasien dengan obstruksi
intestinal biasanya merasa kehilangan fungsi dalam keluarganya.
9) Pola Hubungan
Sebelum dilakukan prosedur pembedahan, pasien mengalami
ketidakmampuan untuk berhubungan dengan lingkungannya secara normal
akibat ketidaknyamanan dalam melakukan aktivitas fisik. Masalah ini akan
terselesaikan jika ketidaknyamanan dalam melakukan aktivitas fisik teratasi.
10) Pola Aktivitas Seksual
Sebelum melakukan prosedur pembedahan, pasien mengalami
ketidaknyamanan dalam beraktivitas yang menyebabkan hambatan aktivitas
seksual secara normal.
11) Pola Stress dan Koping
Sebelum dilakukan prosedur pembedahan, akan muncul stressor dalam diri
pasien terkait dengan prosedur-prosedur pembedahan. Pasien akan
mengalami stress terutama kecemasan dikarenakan menderita penyakit
obstruksi intestinal yang belum pernah dialami sebelumnya.

15
12) Pola Keyakinan
Pengkajian berfokus pada nilai-nilai keyakinan yang dianut oleh pasien
yang bertentangan dengan nilai-nilai keperawatan. Jika nilai-nilai keyakinan
yang dianut pasien merugikan, maka perawat harus memberikan penjelasan
agar tidak memperburuk kondisi pasien. Jika nilai-nilai keyakinan pasien
tidak merugikan kesehatan, maka perawat harus mampu mempertahankan
nilai keyakinan tersebut.
d. Pemeriksaan fisik
1) Sistem Respirasi
Dilakukan sebelum proses pembedahan, meliputi:
a) Pola pernapasan, irama, kedalaman, penggunaan otot tambahan.
b) Riwayat batuk yang lama.
c) Pemeriksaan taktil fremitus untuk mengetahui adanya penumpukan
cairan dan kesimetrisan pengembangan paru.
d) Pengkajian oksigenasi, meliputi sianosis, pucat, napas pendek, tanda
hipoksia, dan kesulitan bernapas.
2) Sistem Urinaria
Pemeriksaan difokuskan pada tanda-tanda penyakit ginjal kronis yang
berhubungan dengan adanya proses infeksi dan pengobatan.
3) Sistem Persyarafan
Fokus pemeriksaan yaitu gangguan pada sistem persayarafan. Pasien
dengan gangguan sistem persyarafan akan mengalami kelambatan dalam
proses penyembuhan.
4) Sistem Imunologi
Pemeriksaan fokus pada kelenjar limfe, bila ada infeksi maka terjadi
pembengkakan kelenjar linfe.
5) Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan sistem ini penting dilakukan. Biasanya masalah yang muncul
adalah akibat dari rasa nyeri dan pengobatan yang diberikan.
6) Sistem Integumen
Pemeriksaan fisik sistem integumen pada pasien dengan obstruksi intestinal
penting dilakukan. Hal ini erat kaitannya dengan keseimbangan cairan.

16
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui status hidrasi pasien. Pada pasien
dengan obstruksi intestinal sering mengalami gangguan pada sistem ini.
7) Sistem Muskuloskeletal
Pasien obstruksi usus tidak mengalami keluhan pada sistem ini, sedangkan
pasien post laparotomi dapat ditemukan penurunan aktivitas fisik karena
nyeri.
8) Sistem Gastrointestinal
Pemeriksaan sistem ini paling penting dilakukan, meliputi inspeksi usus
halus dan usus besar didapatkan adanya distensi abdominal. Tanda adanya
hernia inkarserata. Pemeriksaan rektum dan feses akan didapatkan adanya
perubahan warna feses. Auskultasi usus halus pada fase awal didapatkan
peningkatan bising usus sebagai usaha untuk mengatasi obtsruksi dan bila
tidak didapatkan bising usus dicurigai adanya kondisi perforasi, sedangkan
auskultasi usus besar pada fase awal didapatkan penurunan bising usus dan
berlanjut dengan hilangnya bising usus. Perkusi timpani akibat abdominal
mengalami kembung. Pemeriksaan palpasi didapatkan teraba massa pada
abdominal, lebih sering didapatkan pada kuadran kanan bawah.
e. Evaluasi diagnostik/ Pengkajian diagnostik/ Pemeriksaan Penunjang
(Hryhorczuk, 2009)
1) Laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit atau metabolik.
2) Foto polos abdomen dengan dua posisi, yaitu posisi tegak dan posisi
berbaring untuk mendeteksi obstruksi intestinal pola gas usus
3) USG untuk mendeteksi kelainan intraabdominal.
4) Pemeriksaan dengan kontras tidak dilakukan apabila kondisi klinis sudah
mengarah pada peritonitis.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


3.2.1 Diagnosa Keperawatan preoperasi pasien dengan obstruksi ileus sebagai
berikut.
a. Nyeri kronis berhubungan dengan distensi abdomen.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang adekuat.

17
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
e. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan ketidakmampuan usus
mereabsorbsi cairan elektrolit.
f. Konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon.
g. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.
3.2.2 Diagnosa Keperawatan pascaoperasi pasien dengan obstruksi ileus sebagai
berikut.
a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan.
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entre luka
pasca bedah laparoskopi atau laparotomi.
c. Risiko injuri b.d. pascaprosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus halus.

3.3 Intervensi Keperawatan


Rencana keperawatan atau intervensi adalah tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk mengurangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan
tujuan atau kriteria hasil.
3.3.1 Intervensi Keperawatan Preoperasi
a. Diagnosa 1: Nyeri kronis berhubungan dengan distensi abdomen.
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional tidak
menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau
digambarkan sebagai suatu kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau lambat
dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga
(>3) bulan.
Kriteria hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri).

18
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi:

1) Lakukan manajemen nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,


karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/ beratnya nyeri
dan faktor pencetus.
2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti, biofeedback, TENS,
hypnosis, relaksasi, relaksasi, terapi musik, akupressur, aplikasi panas/
dingin dan pijatan).
4) Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan.
5) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya, mengenai efektifitas
tindakan tindakan pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan sebelumnya.
6) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (sushu ruangan, pencahayaan, kebisingan).
7) Dukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri.
8) Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik.

b. Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh: asupan


nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Kriteria Hasil:
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan.
2) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
3) Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi:
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
2) Berikan makanan yang terpilih.

19
3) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
4) Monitor adanya penurunan berat badan.
5) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
6) Monitor turgor kulit.
7) Monitor mual muntah.
8) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan konjungtiva.

c. Diagnosa 3: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan


cairan aktif.
Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan intravaskuler,
interstisial, dan/ atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan
cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.
Kriteria Hasil:
1) Keseimbangan elektrolit dan asam basa, keseimbangan cairan, hidrasi
yang adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan yang
adekuat.
2) Keseimbangan elektrolit dan asam basa akan dicapai.
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
4) Turgor kulit baik, membran mukosa lembab.
5) Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
6) Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam.
Intervensi:
1) Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
2) Observasi khususna terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
3) Pantau perdarahan
4) Identifikasi factor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi
5) Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
6) Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural
7) Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
8) Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada
pasien sakit terminal tepat dilakukan
9) Manajemen cairan.

20
10) Pantau status hidrasi
11) Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya.
12) Pertaruhkan keakuratan catatan asupan dan haluaran

d. Diagnosa 4: Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Risiko infeksi adalah rentan mengalami invasi dan multiplikasi
organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan.
Kriteria Hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
b. Jumlah leukosit dalam batas normal.
c. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanannya.
Intervensi:
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
2) Batasi pengunjung bila perlu.
3) Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.
4) Gunakan sabun antimikorba untuk cuci tangan.
5) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
6) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.
7) Tingkatkan intake nutrisi.
8) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
9) Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah.
10) Instruksikan kepada pasien untuk minum antibiotik sesuai resep.

e. Diagnosa 5: Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan


ketidakmampuan usus dalam reabsorrbsi cairan elektrolit.
Risiko ketidakseimbangan elektrolit adalah kerentanan mengalami
perubahan kadar elektrolit serum, yang dapat mengganggu kesehatan.
Kriteria Hasil:
a. Turgor kulit elastis (skala 5)
b. Intake dan output cairan seimbang (skala 5).

21
c. Membran mukus lembab (skala 5)
d. Vital signs klien dalam rentang normal.
e. Natrium serum, kalium serum, klorida serum, kalsium serum, magnesium
serum, dan pH darah serum dalam batas normal.

Intervensi:

1) Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit.


2) Monitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit.
3) Monitor adanya mual, muntah dan diare.
4) Monitor status hidrasi (membran mukus, tekanan ortostatik, keadekuatan
denyut nadi).
5) Monitor keakuratan intake dan output cairan.
6) Monitor pemberian terapi IV.
7) Monitor tanda-tanda vital pasien.

f. Diagnosa 6: Konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon.


Konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai
kesulitan atau pengeluaran feses tidak tuntas dan/ atau feses yang keras,
kering, dan banyak.
Kriteria Hasil:
a Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari.
b Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi.
c Mengidentifikasi indikator untuk mencegah infeksi.
d Feses lunak dan berbentuk.

Intervensi:

1) Monitor tanda dan gejala konstipasi.


2) Monitor bising usus.
3) Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan volume.
4) Identifikasi faktor penyebab dan konstribusi konstipasi.
5) Pantau tanda dan gejala konstipasi.

22
6) Ajarkan pasien/ keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi, dan
konsistensi feses.
7) Anjurkan pasien/ keluarga pada penggunaan yang tepat dari obat
pencahar.

g. Diagnosa 7: Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.


Ansietas adalah Ansietas: perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran
yang samar disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu
untuk bertindak menghadapi ancaman.
Kriteria Hasil:
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
4) Potur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya ansietas.

Intervensi:

1) Gunakan pendekatan yang menenangkan.


2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien.
3) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dilakukan secara prosedur.
4) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut.
5) Dengarkan dengan penuh perhatian.
6) Identifikasi tingkat kesemasan.
7) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
8) Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
3.3.2 Intervensi Keperawatan Pascaoperasi
a. Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.

23
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
atau yang digambarkan sebagai kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi.
Kriteria Hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri).
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi:

1) Lakukan manajemen nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,


karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/ beratnya nyeri
dan faktor pencetus.
2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti, biofeedback, TENS,
hypnosis, relaksasi, relaksasi, terapi musik, akupressur, aplikasi panas/
dingin dan pijatan).
4) Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan.
5) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya, mengenai efektifitas
tindakan tindakan pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan sebelumnya.
6) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan).
7) Dukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri.
8) Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik.

b. Diagnosa 2: Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entre


luka pasca bedah laparoskopi atau laparotomi.

24
Risiko infeksi adalah rentan mengalami invasi dan multiplikasi
organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan.
Kriteria Hasil:
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2) Jumlah leukosit dalam batas normal.
3) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanannya.

Intervensi:

1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.


2) Batasi pengunjung bila perlu.
3) Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.
4) Gunakan sabun antimikorba untuk cuci tangan.
5) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
6) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.
7) Tingkatkan intake nutrisi.
8) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
9) Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah.
10) Instruksikan kepada pasien untuk minum antibiotik sesuai resep.

c. Diagnosa 3: Risiko injuri berhubungan dengan pascaprosedur bedah.


Risiko injuri adalah rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi
lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumbe defensif
individu, yang dapat mengganggu kesehatan.
Kriteria Hasil:
a. Klien terbebas dari cedera
b. Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injuri/cedera
c. Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/ perilaku personal
d. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
f. Mampu mengenali perubahan status kesehatan.

25
Intervensi:
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.
2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3) Hindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
4) Pasang side rail tempat tidur.
5) Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih.
6) Tempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
7) Batasi pengunjung.
8) Berikan penerangan yang cukup.
9) Anjurkan keluarga untuk menemani pasien.
10) Kontrol lingkungan dari kebisingan.
11) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

3.4 Implementasi
3.4.1 Implementasi Keperawatan Preoperasi
Diagnosa 1: Nyeri Kronis
a. Melakukan manajemen nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/ beratnya nyeri
dan faktor pencetus.
b. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
c. Mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti, biofeedback,
TENS, hypnosis, relaksasi, relaksasi, terapi musik, akupressur, aplikasi
panas/ dingin dan pijatan).
d. Membantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan.
e. Mengevaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya, mengenai
efektifitas tindakan tindakan pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
sebelumnya.

26
f. Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (sushu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
g. Mendukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk membantu penurunan
nyeri.
h. Memberikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan
analgesik.

Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
b. Memberikan makanan yang terpilih.
c. Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
d. Memonitor adanya penurunan berat badan.
e. Memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.
f. Memonitor turgor kulit.
g. Memonitor mual muntah.

Diagnosa 3: Kekurangan Volume Cairan


a. Memantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
b. Mengobservasi khususna terhadap kehilangan cairan yang tinggi
elektrolit.
c. Memantau perdarahan
d. Mengidentifikasi factor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi
e. Memantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
f. Mengkaji adanya vertigo atau hipotensi postural
g. Mengkaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
h. Mengecek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian
cairan pada pasien sakit terminal tepat dilakukan
i. Manajemen cairan
j. Memantau status hidrasi
k. Menimbang berat badan setiap hari dan memantau kecenderungannya.

27
Diagnosa 4: Risiko infeksi
a. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
b. Membatasi pengunjung bila perlu.
c. Menginstruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.
d. Menggunakan sabun antimikorba untuk cuci tangan.
e. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
f. Mempertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.
g. Meningkatkan intake nutrisi.
h. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
i. Meginspeksi kondisi luka/ insisi bedah.
j. Menginstruksikan kepada pasien untuk minum antibiotik sesuai resep.

Diagnosa 5: Risiko ketidaksimbangan elektrolit


a. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit.
b. Memonitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit.
c. Memonitor adanya mual, muntah dan diare.
d. Memonitor status hidrasi (membran mukus, tekanan ortostatik,
keadekuatan denyut nadi).
e. Memonitor keakuratan intake dan output cairan.
f. Memonitor pemberian terapi IV.
g. Memonitor tanda-tanda vital pasien.

Diagnosa 6: Konstipasi

a. Memonitor tanda dan gejala konstipasi.


b. Memonitor bising usus.
c. Memonitor feses: frekuensi, konsistensi dan volume.
d. Mengidentifikasi faktor penyebab dan konstribusi konstipasi.
e. Memantau tanda dan gejala konstipasi.
f. Mengajarkan pasien/ keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi,
dan konsistensi feses.

28
g. Menganjurkan pasien/ keluarga pada penggunaan yang tepat dari obat
pencahar.

Diagnosa 7: Ansietas

a. Menggunakan pendekatan yang menenangkan.


b. Menyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien.
c. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dilakukan secara prosedur.
d. Menemani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut.
e. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
f. Mengidentifikasi tingkat kesemasan.
g. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
h. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.

3.4.2 Implementasi Keperawatan Pascaoperasi


Diagnosa 1: nyeri akut
a. Melakukan manajemen nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/ beratnya nyeri
dan faktor pencetus.
b. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
c. Mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti, biofeedback,
TENS, hypnosis, relaksasi, relaksasi, terapi musik, akupressur, aplikasi
panas/ dingin dan pijatan).
d. Membantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan.
e. Mengevaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya, mengenai
efektifitas tindakan tindakan pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
sebelumnya.
f. Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (sushu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
g. Mendukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk membantu penurunan
nyeri.

29
h. Memberikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan
analgesic.

Diagnosa 2: Risiko Infeksi


a. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
b. Membatasi pengunjung bila perlu.
c. Menginstruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.
d. Menggunakan sabun antimikorba untuk cuci tangan.
e. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
f. Mempertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.
g. Meningkatkan intake nutrisi.
h. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
i. Meginspeksi kondisi luka/ insisi bedah.
j. Menginstruksikan kepada pasien untuk minum antibiotik sesuai resep.

Diagnosa 3: Risiko injuri


a. Menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien.
b. Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
d. Memasang side rail tempat tidur.
e. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih.
f. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
g. Membatasi pengunjung.
h. Memberikan penerangan yang cukup.
i. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
j. Mengontrol lingkungan dari kebisingan.
k. Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

30
3.5 Evaluasi
3.5.1 Evaluasi Keperawatan preoperasi

Diagnosa 1: Nyeri kronis

S: Pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 3.


O: Pasien telah tidak terlihat meringis.
A: Masalah nyeri kronis teratasi sebagian, pasien terkadang masih merasakan nyeri.
P: Lanjutkan intervensi untuk mengatasi nyeri.

Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

S: Pasien mengatakan sudah tidak merasa lemas.


O: Mukosa bibir pasien tampak lembab.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Pantau intake dan output, pantau berat badan.

Diagnosa 3: Kekurangan Volume cairan


S: Pasien mengatakan sudah tidak dehidrasi lagi
O: Turgor kulit pasien baik, < 2 detik.
A: Masalah dehidrasi teratasi.
P: Pantau kembali pemberian cairan infus.

Diagnosa 4: Risiko infeksi


S: -
O: Tanda infeksi tidak ada, luka bersih
A: Masalah teratasi sebagain
P: Lanjutkan intervensi

Diagnosa 5: Risiko ketidakseimbangan elektrolit


S: Pasien mengatakan tidak merasakan mual
O: Turgor kulit baik (< 2 detik), tanda-tanda vital normal
A: Masalah teratasi sebagian, intake dan output tidak adekuat
P: Monitor intake dan output cairan dan monitor tanda-tanda vital

31
Diagnosa 6: Konstipasi
S: Pasien mengatakan tidak merasakan sakit saat BAB.
O: Konsistensi feses lunak agak lembek
A: Masalah teratasi sebagian
P: Pantau kembali intake makanan dan cairan

Diagnosa 7: Ansietas
S: Pasien mengatakan lebih tenang dan tidak takut.
O: Pasien nampak tenang.
A: Masalah ansietas teratasi
P: Pantau rutin apakah terjadi ansietas kembali atau tidak.

3.5.2 Evaluasi Keperawatan pascaoperasi

Diagnosa 1: Nyeri akut

S: Pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 3.


O: Pasien tidak tampak meringis.
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian, pasien terkadang masih merasakan nyeri.
P: Lanjutkan intervensi untuk mengatasi nyeri akut.

Diagnosa 2: Risiko infeksi


S: -
O: Tanda infeksi tidak ada, luka bersih
A: Masalah teratasi sebagain.
P: Lanjutkan intervensi.

Diagnosa 3: Risiko Injuri


S: Pasien mengatakan mampu menjelaskan cara mencegah injuri.
O: Pasien nampak menggunakan fasilitas kesehatan yang ada (side rail).
A: Masalah teratasi
P: Pantau kembali faktor risiko injuri.

32
BAB 4. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
OBSTRUKSI INTESTINAL

4.1 Ilustrasi Kasus

Seorang pasien bernama Ny. S datang ke RSUD Dr. Soebandi pada tanggal 11
April 2017 pada pukul 20.30 WIB dengan keluhan tidak bisa BAB dan kentut, pasien
mengatakan keluhannya sudah dirasakan selama kurang lebih 2 hari yang lalu. Pasien
mengatakan muntah tiap makan dan minum, oleh keluarga dibawa ke RS Dr. Imam
Bonjol karena dokter bedah tidak ditempat maka dirujuk ke RSUD Dr Soebandi dengan
diagnosa obstruksi ileus. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dan alergi
terhadap apapun baik makanan maupun obat. Untuk pola eliminasi buang air besar
belum bisa dilakukan pasien, diperberat dengan pasien juga tidak bisa kentut. Buang air
besar terakhir 2 hari yang lalu dengan warna kuning kecoklatan, terasa susah saat keluar
dan perih pada area anus.

Keadaan umum pasien: baik dengan tanda-tanda vital: Tekanan Darah:


110/60mmHg, nadi 96 x/menit, suhu 36,5 C, respirasi 24x/menit, SPO2 98%, akral
dingin, pasien terpasang dower cateter ukuran 24. Pemeriksaan head to toe diperoleh
beberapa hasil pemeriksaan fokus di antaranya: pemeriksaan paru inspeksi:
pengembangan dada kanan kiri sama, tidak ada bekas luka, tidak nampak penggunaan
otot bantu nafas dan retraksi, palpasi: fremitus vokal kanan kiri sama, pengembangan
dada kanan kiri sama, perkusi: sonor lapang paru, auskultasi: bunyi paru vesikuler tanpa
ada bunyi paru tambahan. Pemeriksaan jantung inspeksi: ictus cordis tidak nampak,
palpasi: ictus cordis teraba lemah di line mid clavikula sinistra intercosta ke V, perkusi:
pekak seluruh lapang jantung, auskultasi: bunyi jantung reguler S1 dan S2 tanpa bunyi
jantung tambahan. Pemeriksaan abdomen inspeksi: perut datar, tidak ada luka bekas
operasi, auskultasi: 5 x/ menit, perkusi: tympani, palpasi: teraba keras, supel, dan tidak
ada pembesaran organ di abdomen. Eliminasi: anus memerah, terasa perih tidak ada
hemoroid.

Hasil pemeriksaan labolatorium pada tanggal 12 April 2017 jam 09.00 WIB
diperoleh hasil: nilai Hemoglobin 14,7 gr/dl (13-16), Leokosit 6,2 ribu/ul (4-12 ribu/ul),
Eritrosit 5,15 juta/ul, Hematokrit 43 % (36-47 %), Trombosit 217 ribu/ul (150-400

33
ribu/ul), Albumin 3,6 g/dl, Kreatinin 0,8 mg/dl, Ureum 39 mg/dl, Natrium: 838 mmol/L,
Kalium: 4,0 mmol/L, Klorida: 103 mmol/L, HbsAg: negatif (-). Hasil pemeriksaan USG
pada tanggal 12 April 2017 diperoleh hasil: gambaran dilatasi udara usus preperitonial,
tidak nampak kelainan. Terapi yang diperoleh pada tanggal 12 April 2017: Infus RL 20
tpm, injeksi ceftriaxon 2 gr/24 jam, injeksi ranitidin 50 mg/12 jam, injeksi ondansetron
50 mg/12 jam, injeksi ketorolac 30 mg/8 jam di berikan pada pukul 12.00.

4.2 Pengkajian
4.2.1 Identitas Pasien
a. Nama : Ny. S
b. Umur/ tanggal lahir : 48 Tahun/ 20 Februari 1969
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan :-
e. Pendidikan :-
f. Tanggal Masuk Rumah Sakit : 11 April 2017
g. Tanggal Pengkajian : 11 April 2017
h. No. Register : 01139330
i. Diagnosa Medis : Obstruksi Ileus
4.2.2 Riwayat Keperawatan Pasien
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan tidak bisa BAB dan kentut selama kurang lebih 2 hari yang
lalu.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh tidak bisa BAB dan kentut, pasien mengatakan keluhannya
sudah dirasakan selama kurang lebih 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan
muntah tiap makan dan minum, oleh keluarga dibawa ke rumah sakit dengan
diagnosa obstruksi ileus. Untuk pola eliminasi buang air besar belum bisa
dilakukan pasien, diperberat dengan pasien juga tidak bisa kentut. Buang air
besar terakhir 2 hari yang lalu dengan warna kuning kecoklatan, terasa susah
saat keluar dan perih pada area anus.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi dan alergi terhadap apapun
baik makanan maupun obat.

34
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak pernah ada yang menderita obstruksi intestinal.
4.2.3 Pengkajian Keperawatan NANDA
a. Pola Kesehatan Fungsional
1) Pola persepsi sehat
Pasien mengatakan bahwa jika kondisi yang dialami semakin memburuk,
maka keluarga membawa pasien ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan
selanjutnya agar pasien dapat pulih kembali.
2) Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan ia tidak dapat melakukan aktivitas dengan baik selama
menderita penyakit tersebut. Pasien dan keluarga mengatakan baru akan
memeriksakan keadaannya ketika pasien merasakan ketidaknyamanan
dalam beraktivitas dan kondisi pasien semakin memburuk.
3) Pola nutrisi metabolik
a) Antropometri
Berat Badan sebelum sakit: 63 kg
Berat Badan saat ini: 60 kg
Tinggi Badan: 158 cm
IMT= BB/ (TB (m)2)
= 60/ (1,58)2= 24, 035
Interpretasi:
IMT pasien dalam rentang normal (18,5-24,9)
b) Biomedical sign
Hb: 14, 7 gr/ dl normal: 13,5-17,5 gr/dl
Gula Darah Hb: -
Interpretasi
Nilai Hb pasien dalam rentang normal
c) Clinical sign
Pasien terlihat lemah, mukosa bibir kering, konjungtiva berwarna pink,
turgor kulit kering.
Interpretasi
Pasien memiliki hambatan dalam pemenuhan nutrisinya.

35
d) Diet Pattern (intake makanan dan cairan)
Pasien mengatakan muntah tiap makan dan minum.
Kebutuhan nutrisi per hari
BMR: 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x tinggi badan) (4,7 x usia)
655 + (9,6 x 60) + (1,8 x 158) (4,7 x 48)
1.280,8
Kebutuhan Kalori
= BMR x Tingkat aktivitas (jarang olahraga= 1,375)
= 1.280,8 x 1,375
= 1.761, 1 kkal
4) Pola Eliminasi
a) Pola eliminasi BAB sebelum masuk rumah sakit
Frekuensi : 1x sehari
Karakter feses :-
Warna : kuning kecoklatan
Riwayat perdarahan :-
Bau : bau khas feses
BAB terakhir : 2 hari yang lalu
Diare :-
Penggunaan laksatif :-
Lain-lain : terasa susah dan perih saat keluar
b) Pola eliminasi BAB setelah masuk rumah sakit
Frekuensi : belum BAB
Karakter feses :-
Warna :-
Riwayat perdarahan :-
Bau :-
BAB terakhir :-
Diare :-
Penggunaan laksatif :-
Interpretasi:
Pasien mengalami gangguan pola eliminasi BAB.

36
5) Pola Aktivitas Fisik
Sebelum masuk rumah sakit pasien bisa memenuhi kebutuhan ADL
mandiri, namun mengalami ketidaknyamanan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari dikarenakan nyeri yang dialami. Setelah masuk rumah sakit
pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL dibantu oleh perawat dan
keluarga.
6) Pola Tidur/ Istirahat
Pada pasien mengalami masalah tidur yang berkaitan dengan nyeri yang
ditimbulkan akibat obstruksi. Jika nyeri hilang, maka kualitas tidur pasien
baik. Menurut keluarga pasien memiliki lama waktu tidur selama 7 jam.
Bila siang hari dan malam hari pasien dapat tidur dengan nyenyak, sering
terbangun karena respon nyeri.
7) Pola Persepsi-Kognitif
Fungsi kognitif dan memori pasien normal, yaitu mampu mengingat
kronologi riwayat penyakit yang dialami. Fungsi dan keadaan indera pasien
normal, pasien tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dan fungsi indera.
8) Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Pasien sebagai ibu rumah tangga, setelah masuk rumah sakit pasien tidak
bisa mengurus anak dan keluarganya seperti biasanya. Peran sebagai ibu
rumah tangga terganggu.
9) Pola Hubungan
Sebelum masuk rumah sakit, Ny. S merupakan seorang ibu rumah tangga
yang setiap hari mengurus anak dan suaminya. Sejak Ny. S mengalami
gangguan pada pencernaan, pasien merasa tidak mampu berhubungan
dengan lingkungannya secara normal..
10) Pola Aktivitas Seksual
Fungsi reproduksi mengalami sedikit gangguan, pasien mengalami
ketidaknyamanan dalam beraktivitas yang menyebabkan hambatan aktivitas
seksual secara normal.
11) Pola Stress dan Koping

37
Sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengeluh kepada keluarganya
dan mengatakan ingin segera sembuh. Saat masuk rumah sakit pasien hanya
terbaring di tempat tidur tetapi terlihat cemas saat akan dilakukan operasi.
12) Pola Keyakinan
Tidak terkaji
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak lemah dan
kesadaran kompos mentis.
a) Tanda-tanda vital
Suhu: 36,50 C; Nadi: 96x/ menit; Tekanan Darah: 110/ 60 mmHg;
Pernapasan: 24x/ menit.
b) Ciri-ciri tubuh
Tinggi badan: 158 cm
Berat Badan: 60 Kg
Tingkat kesadaran: kompos mentis
c) Wajah
- Mata: simetris kanan dan kiri, tampak cowong, konjungtiva anemis,
tidak ada kelainan pupil, sclera putih, tidak ditemukan nyeri dan
benjolan.
- Hidung: simetris, tidak ada secret, tidak ada perdarahan/ peradangan,
tidak ada polip, fungsi penciuman baik. Tidak ditemukan nyeri
tekan.
- Telinga: simetris kanan dan kiri, tidak ada peradangan, fungsi
pendengaran baik, tidak ada laserasi, edema, dan nyeri tekan.
- Mulut dan gigi: rongga mulut tampak kotor, gigi kotor, tidak ada
sariawan, mukosa bibir kering.
2) Sistem Respirasi
a) Inspeksi: pergerakan dada simetris, tidak ada benjolan pengembangan
dada kanan kiri sama, tidak ada bekas luka, tidak nampak penggunaan
otot bantu nafas dan retraksi.

38
b) Palpasi: fremitus vokal kanan kiri sama, pengembangan dada kanan kiri
sama, perkusi: sonor lapang paru.
c) Auskultasi: bunyi paru vesikuler tanpa ada bunyi paru tambahan.
3) Sistem Urinaria
Tidak terkaji.
4) Sistem Persyarafan
Tidak terkaji.
5) Sistem Imunologi
Pemeriksaan pada kelenjar limfe, tidak terjadi pembengkakan kelenjar linfe.
6) Sistem Kardiovaskuler
a) Inspeksi: ictus cordis tidak nampak, palpasi: ictus cordis teraba lemah di
line mid clavikula sinistra intercosta ke V.
b) Perkusi: pekak seluruh lapang jantung.
c) Auskultasi: bunyi jantung reguler S1 dan S2 tanpa bunyi jantung
tambahan.
7) Sistem Integumen
Turgor kulit menurun, mukosa bibir pasien kering.
8) Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi: simetris, terpasang infuse, tidak ada edema, tidak ada bekas luka
ekstremitas atas dan bawah, tidak ada kelumpuhan. Pasien obstruksi usus
tidak mengalami keluhan pada sistem ini.
9) Sistem Gastrointestinal
a) Inspeksi: perut datar, tidak ada luka bekas operasi.
b) Auskultasi: 5x /menit.
c) Perkusi: tympani.
d) Palpasi: teraba keras, supel, dan tidak ada pembesaran organ di
abdomen.
e) Eliminasi: anus memerah, terasa perih tidak ada hemoroid.
4.2.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan labolatorium pada tanggal 12 April 2017 jam 09.00 WIB
diperoleh hasil:
a. Hemoglobin 14,7 gr/dl (13-16)

39
b. Leokosit 6,2 ribu/ul (4-12 ribu/ul)
c. Eritrosit 5,15 juta/ul
d. Hematokrit 43 % (36-47 %)
e. Trombosit 217 ribu/ul (150-400 ribu/ul)
f. Albumin 3,6 g/dl
g. Kreatinin 0,8 mg/dl
h. Ureum 39 mg/dl
i. Natrium: 838 mmol/L
j. Kalium: 4,0 mmol/L
k. Klorida: 103 mmol/L
l. HbsAg: negatif (-).

Hasil pemeriksaan USG pada tanggal 12 April 2017 diperoleh hasil: gambaran
dilatasi udara usus preperitonial, tidak nampak kelainan.

4.3 Diagnosa Keperawatan

4.3.1 Analisa Data Preoperasi

NO. DATA PENYEBAB MASALAH


KESEHATAN
1. DS: Nyeri Kronis Nyeri kronis
- Pasien mengatakan berhubungan dengan
nyeri kram pada Distensi Abdomen distensi abdomen yang
perut. ditandai dengan pasien
DO: Penumpukan gas dan mengatakan nyeri dan
- Perkusi perut pasien: cairan kram pada perut. Dan
timpani. perkusi perut pasien:
Dilatasi Usus timpani.

2. DS: Penurunan berat badan Ketidakseimbangan


- Pasien mengatakan nutrisi kurang dari
mual dan muntah saat Ketidakseimbangan nutrisi kebutuhan tubuh
makan dan minum. kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

40
- Pasien mengatakan tubuh intake makanan yang
nyeri dan kram kurang adekuat yang
abdomen Mual muntah ditandai dengan pasien
DO: mengatakan mual dan
- Mukosa bibir kering Penumpukan gas dan muntah saat makan dan
- Bising usus menurun cairan minum, pasien
- Penurunan berat badan mengatakan nyeri dan
Dilatasi Usus kram abdomen, mukosa
bibir kering, bising
usus menurun,
penurunan berat badan.
3. DS: Kekurangan volume cairan Kekurangan volume
- Pasien mengatakan cairan berhubungan
mual dan muntah saat Dehidrasi dengan dehidrasi yang
makan dan minum. ditandai dengan Pasien
DO: Penumpukan cairan usus mengatakan mual dan
- Membran mukosa (tanpa reabsorbsi usus) muntah saat makan dan
kering. minum, membran
- Kulit pasien kering. Distensi abdomen mukosa kering, kulit
- Pasien nampak lemah. pasien kering, pasien
- Turgor kulit > dari 2 Obstruksi nampak lemah, dan
detik. turgor kulit > dari 2
detik.
4. DS: Risiko infeksi Risiko infeksi
- berhubungan dengan
DO: Prosedur Invasif prosedur invasif yang
- Pasien terpasang infus ditandai dengan Pasien
IV RL 20 terpasang infus IV RL
- Pasien terpasang 20 dan terpasang dower
dower cateter cateter.
5. DS: Risiko ketidakseimbangan Risiko
- Pasien mengatakan elektrolit ketidakseimbangan

41
mual dan muntah saat elektrolit berhubungan
makan dan minum Fungsi absorbsi usus ketidakmampuan usus
DO: terhambat mereabsorbsi cairan
- Mukosa bibir kering elektrolit yang ditandai
- Turgor kulit > 2 detik Pembuluh darah tertekan, dengan pasien
- Terpasang infuse RL suplai darah berkurang mengatakan mual dan
20 tpm muntah saat makan dan
- Pasien tampak lemas Distensi menyeluruh minum, mukosa bibir
kering, turgor kulit > 2
detik, pasien terpasang
infuse RL 20 tpm, dan
pasien tampak lemas.
6. DS: Konstipasi Konstipasi
- Pasien mengatakan berhubungan dengan
tidak bisa buang air Penyempitan Kolon penyempitan kolon
besar sejak 2 hari yang yang ditandai dengan
lalu dan nyeri pada Distensi abdomen pasien mengatakan
saat BAB tidak bisa buang air
- Pasien mengatakan Penumpukan cairan besar sejak 2 hari yang
mual dan muntah saat lalu dan nyeri pada saat
makan dan minum Obstruksi Ilius BAB, pasien
DO: mengatakan mual dan
- Bising usus menurun muntah saat makan dan
- Pasien terlihat letih minum, bising usus
menurun, pasien
terlihat letih.
7. DS: Ansietas Ansietas berhubungan
- Pasien mengatakan dengan rencana
takut operasi karena Pengalaman pertama pembedahan yang
baru pertama kali. tindakan pembedahan ditandai dengan pasien
DO: mengatakan takut
- Pasien berkeringat Rencana Pembedahan operasi karena baru

42
- Pasien terlihat gelisah pertama kali, pasien
dan gugup berkeringat, pasien
- Kontak mata pasien terlihat gelisah dan
buruk gugup, kontak mata
pasien buruk.

4.3.2 Analisa Data Pascaoperasi


NO. DATA PENYEBAB MASALAH
KESEHATAN
1. DS: Nyeri Akut Nyeri akut
- Pasien mengatakan berhubungan dengan
nyeri perut pada area Pasca prosedur Bedah pasca prosedur
pembedahan. pembedahan yang
DO: Obstruksi Ileus ditandai dengan pasien
- Pasien tampak mengatakan nyeri perut
meringis. pada area pembedahan,
dan pasien tampak
meringis.
2. DS: Risiko tinggi infeksi Risiko tinggi infeksi
- berhubungan dengan
DO: Port de entree adanya port de entre
- Luka pascabedah luka pasca bedah
- Intake nutrisi tidak Bedah laparoskopi atau laparoskopi atau
adekuat laparotomi laparotomi yang
ditandai dengan luka
Obstruksi Intestinal pascabedah dan intake
nutrisi tidak adekuat.
3. DS: Risiko Injuri Risiko injuri
- berhubungan dengan
DO: Gangguan Mekanisme pascaprosedur bedah
- Luka pascaoperasi Pertahanan Primer yang ditandai dengan
- Pasien banyak adanya luka

43
bergerak Pascaprosedur bedah pascaoperasi dan
pasien banyak
bergerak.

4.3.3 Diagnosa Keperawatan Pre Operasi


Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan untuk pasien dengan obstruksi
intestinal pre operasi sebagai berikut.
NO. HARI/ TANGGAL/ DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF PERAWAT
JAM
1. Rabu/ 12 April 2017/ Nyeri kronis berhubungan
Jam 07.00 dengan distensi abdomen yang
ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri dan kram pada
perut. Dan perkusi perut pasien
timpani.
Ns. S
2. Rabu/ 12 April 2017/ Ketidakseimbangan nutrisi
Jam 07.00 kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake
makanan yang kurang adekuat
yang ditandai dengan pasien
Ns. S
mengatakan mual dan muntah
saat makan dan minum, pasien
mengatakan nyeri dan kram
abdomen, mukosa bibir kering,
bising usus menurun, penurunan
berat badan.
3. Rabu/ 12 April 2017/ Kekurangan volume cairan
Jam 07.00 berhubungan dengan dehidrasi
yang ditandai dengan Pasien
mengatakan mual dan muntah
saat makan dan minum, membran
mukosa kering, kulit pasien
Ns. S

44
kering, pasien nampak lemah,
dan turgor kulit > 2 detik.
4. Rabu/ 12 April 2017/ Risiko infeksi berhubungan
Jam 07.00 dengan prosedur invasif yang
ditandai dengan Pasien terpasang
infus IV RL 20 dan terpasang
dower cateter.

Ns. S
5. Rabu/ 12 April 2017/ Risiko ketidakseimbangan
Jam 07.00 elektrolit berhubungan
ketidakmampuan usus
mereabsorbsi cairan elektrolit
yang ditandai dengan pasien
mengatakan mual dan muntah
Ns. S
saat makan dan minum, mukosa
bibir kering, turgor kulit > 2
detik, pasien terpasang infuse RL
20 tpm, dan pasien tampak
lemas.
6. Rabu/ 12 April 2017/ Konstipasi berhubungan dengan
Jam 07.00 penyempitan kolon yang ditandai
dengan pasien mengatakan tidak
bisa buang air besar sejak 2 hari
yang lalu dan nyeri pada saat
BAB, pasien mengatakan mual
Ns. S
dan muntah saat makan dan
minum, bising usus menurun,
pasien terlihat letih.

45
7. Rabu/ 12 April 2017/ Ansietas berhubungan dengan
Jam 07.00 rencana pembedahan yang
ditandai dengan pasien
mengatakan takut operasi karena
baru pertama kali, pasien
berkeringat, pasien terlihat
Ns. S
gelisah dan gugup, kontak mata
pasien buruk.

4.3.4 Diagnosa Keperawatan Pascaoperasi


Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan untuk pasien dengan obstruksi
intestinal pascaoperasi sebagai berikut.

NO. HARI/ TANGGAL/ DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF PERAWAT


JAM
1. Rabu/ 12 April 2017/ Nyeri akut berhubungan dengan
Jam 07.00 pasca prosedur pembedahan yang
ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri perut pada area
pembedahan, dan pasien tampak
meringis.
Ns. S
2. Rabu/ 12 April 2017/ Risiko tinggi infeksi
Jam 07.00 berhubungan dengan adanya port
de entre luka pasca bedah
laparoskopi atau laparotomi yang
ditandai dengan luka pascabedah
Ns. S
dan intake nutrisi tidak adekuat.

46
3. Rabu/ 12 April 2017/ Risiko injuri berhubungan
Jam 07.00 dengan pascaprosedur bedah
yang ditandai dengan adanya
luka pascaoperasi dan pasien
banyak bergerak.

Ns. S

4.4 Intervensi Keperawatan


4.4.1 Intervensi Keperawatan Preoperasi
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi
Hasil
1. Setelah dilakukan 1) Lakukan manajemen nyeri
Nyeri Kronis
perawatan selama 1 x 24 komprehensif yang
jam, pasien menunjukkan meliputi lokasi,
control nyeri dengan karakteristik, onset/ durasi,
kriteria hasil sebagai frekuensi, kualitas,
berikut. intensitas/ beratnya nyeri
dan faktor pencetus.
a. Mampu mengontrol
2) Observasi adanya petunjuk
nyeri (tahu penyebab
nonverbal mengenai
nyeri, mampu
ketidaknyamanan terutama
menggunakan teknik
pada mereka yang tidak
nonfarmakologi untuk
dapat berkomunikasi secara
mengurangi nyeri,
efektif.
mencari bantuan).
3) Ajarkan penggunaan teknik
b. Melaporkan bahwa
nonfarmakologi (seperti,
nyeri berkurang
biofeedback, TENS,
dengan menggunakan
hypnosis, relaksasi,
manajemen nyeri.
relaksasi, terapi musik,
c. Mampu mengenali
akupressur, aplikasi panas/
nyeri (skala, intensitas,
dingin dan pijatan).
frekuensi, dan tanda

47
nyeri). 4) Bantu keluarga dalam
d. Menyatakan rasa mencari dan menyediakan
nyaman setelah nyeri dukungan.
berkurang. 5) Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lainnya,
mengenai efektifitas
tindakan tindakan
pengontrolan nyeri yang
pernah dilakukan
sebelumnya.
6) Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan (sushu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
7) Dukung istirahat/ tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri.
8) Berikan individu penurun
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik.

Setelah dilakukan 1) Kolaborasi dengan ahli gizi


2. Ketidakseimbangan
perawatan selama 2 x 24 untuk menentukan jumlah
nutrisi kurang dari
jam, pasien menunjukkan kalori dan nutrisi yang
kebutuhan tubuh
berat badan meningkat dibutuhkan pasien.
dengan kriteria hasil 2) Berikan makanan yang
sebagai berikut. terpilih.
3) Berikan informasi tentang
a. Adanya peningkatan
kebutuhan nutrisi.
berat badan sesuai

48
tujuan. 4) Monitor adanya penurunan
b. Mampu berat badan.
mengidentifikasi 5) Monitor kulit kering dan
kebutuhan nutrisi. perubahan pigmentasi.
c. Tidak ada tanda-tanda 6) Monitor turgor kulit.
mal nutrisi. 7) Monitor mual muntah.
d. Tidak terjadi 8) Monitor pucat, kemerahan,
penurunan berat badan dan kekeringan konjungtiva.
yang berarti
3. Setelah dilakukan 1) Pantau warna, jumlah dan
Kekurangan
perawatan selama 2 x 24 frekuensi kehilangan cairan
volume cairan
jam, kekurangan volume 2) Observasi khususna terhadap
cairan akan teratasi, kehilangan cairan yang
dengan kriteria hasil tinggi elektrolit
sebagai berikut. 3) Pantau perdarahan
a. Keseimbangan 4) Identifikasi factor pengaruh
elektrolit dan asam terhadap bertambah
basa, keseimbangan buruknya dehidrasi
cairan, hidrasi yang 5) Pantau hasil laboratorium
adekuat, dan status yang relevan dengan
nutrisi: asupan keseimbangan cairan
makanan dan cairan 6) Kaji adanya vertigo atau
yang adekuat. hipotensi postural
b. Keseimbangan 7) Kaji orientasi terhadap
elektrolit dan asam orang, tempat dan waktu
basa akan dicapai. 8) Cek arahan lanjut klien
c. Tidak ada tanda-tanda untuk menentukan apakah
dehidrasi. penggantian cairan pada
d. Turgor kulit baik, pasien sakit terminal tepat
membran mukosa dilakukan
lembab. 9) Manajemen cairan (NIC):
e. Tekanan darah dan 10) Pantau status hidrasi

49
nadi dalam batas 11) Timbang berat badan
normal. setiap hari dan pantau
f. Keseimbangan intake kecenderungannya
dan output dalam 24 12) Pertaruhkan keakuratan
jam catatan asupan dan haluaran.
Setelah dilakukan 1) Bersihkan lingkungan
4. Risiko infeksi
perawatan selama 2 x 24 setelah dipakai pasien lain.
jam pasien menunjukkan 2) Batasi pengunjung bila
terbebas dari tanda dan perlu.
gejala infeksi dengan 3) Instruksikan kepada
kriteria hasil sebagai pengunjung untuk mencuci
berikut. tangan pada saat berkunjung
dan setelah berkunjung
a. Klien bebas dari tanda
meninggalkan pasien.
dan gejala infeksi.
4) Gunakan sabun antimikorba
b. Jumlah leukosit dalam
untuk cuci tangan.
batas normal.
5) Cuci tangan sebelum dan
c. Mendeskripsikan
sesudah tindakan
proses penularan
keperawatan.
penyakit, faktor yang
6) Pertahankan lingkungan
mempengaruhi
aseptik selama pemasangan
penularan serta
alat.
penatalaksanannya.
7) Tingkatkan intake nutrisi.
8) Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
9) Inspeksi kondisi luka/ insisi
bedah.
10) Instruksikan kepada
pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep.

Risiko Setelah diberikan asuhan 1) Identifikasi kemungkinan


5.

50
ketidakseimbangan keperawatan selama 2 x penyebab ketidakseimbangan
elektrolit. 24 jam diharapkan cairan elektrolit.
dan elektrolit klien 2) Monitor adanya kehilangan
seimbang dengan kriteria cairan dan elektrolit.
hasil sebagai berikut. 3) Monitor adanya mual,
muntah dan diare.
a. Turgor kulit elastis
4) Monitor status hidrasi
(skala 5)
(membran mukus, tekanan
b. Intake dan output
ortostatik, keadekuatan
cairan seimbang (skala
denyut nadi).
5).
5) Monitor keakuratan intake
c. Membran mukus
dan output cairan.
lembab (skala 5)
6) Monitor pemberian terapi
d. Vital signs klien dalam
IV.
rentang normal.
7) Monitor tanda-tanda vital
e. Natrium serum,
pasien.
kalium serum, klorida
serum, kalsium serum,
magnesium serum, dan
pH darah serum dalam
batas normal.
Setelah dilakukan 1) Monitor tanda dan gejala
6. Konstipasi
perawatan selama 3 x 24 konstipasi.
jam, pasien menunjukkan 2) Monitor bising usus.
feses dengan konsistensi 3) Monitor feses: frekuensi,
lunak dengan kriteria hasil konsistensi dan volume.
sebagai berikut. 4) Identifikasi faktor penyebab
dan konstribusi konstipasi.
a Mempertahankan
5) Pantau tanda dan gejala
bentuk feses lunak
konstipasi.
setiap 1-3 hari.
6) Ajarkan pasien/ keluarga
b Bebas dari
untuk mencatat warna,
ketidaknyamanan dan

51
konstipasi. volume, frekuensi, dan
c Mengidentifikasi konsistensi feses.
indikator untuk 7) Anjurkan pasien/ keluarga
mencegah infeksi. pada penggunaan yang tepat
d Feses lunak dan dari obat pencahar.
berbentuk.

1) Gunakan pendekatan yang


7. Ansietas Setelah dilakukan
menenangkan.
perawatan selama 1 x 24
2) Nyatakan dengan jelas
jam, pasien dapat
harapan terhadap pelaku
mengontrol kecemasan,
pasien.
dengan keriteria hasil
3) Jelaskan semua prosedur dan
sebagai berikut.
apa yang dilakukan secara

a. Klien mampu prosedur.

mengidentifikasidan 4) Temani pasien untuk

mengungkapkan gejala memberikan keamanan dan

cemas. mengurangi takut.

b. Mengidentifikasi, 5) Dengarkan dengan penuh

mengungkapkan, dan perhatian.

menunjukkan teknik 6) Identifikasi tingkat


untuk mengontrol kesemasan.

cemas. 7) Dorong pasien untuk

c. Tanda-tanda vital mengungkapkan perasaan,

dalam batas normal. ketakutan, persepsi.

d. Potur tubuh, ekspresi 8) Instruksikan pasien untuk


wajah, bahasa tubuh, menggunakan teknik

dan tingkat aktivitas relaksasi.

menunjukkan
berkurangnya ansietas.

4.4.2 Intervensi Keperawatan Pascaoperasi

52
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi
Hasil
1. Setelah dilakukan 1) Lakukan manajemen nyeri
Nyeri Akut
perawatan selama 1 x 24 komprehensif yang meliputi
jam, pasien menunjukkan lokasi, karakteristik, onset/
control nyeri dengan durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil sebagai intensitas/ beratnya nyeri dan
berikut. faktor pencetus.
2) Observasi adanya petunjuk
a. Mampu mengontrol
nonverbal mengenai
nyeri (tahu penyebab
ketidaknyamanan terutama
nyeri, mampu
pada mereka yang tidak
menggunakan teknik
dapat berkomunikasi secara
nonfarmakologi untuk
efektif.
mengurangi nyeri,
3) Ajarkan penggunaan teknik
mencari bantuan).
nonfarmakologi (seperti,
b. Melaporkan bahwa
biofeedback, TENS,
nyeri berkurang
hypnosis, relaksasi,
dengan menggunakan
relaksasi, terapi musik,
manajemen nyeri.
akupressur, aplikasi panas/
c. Mampu mengenali
dingin dan pijatan).
nyeri (skala, intensitas,
4) Bantu keluarga dalam
frekuensi, dan tanda
mencari dan menyediakan
nyeri).
dukungan.
d. Menyatakan rasa
5) Evaluasi bersama pasien dan
nyaman setelah nyeri
tim kesehatan lainnya,
berkurang.
mengenai efektifitas
tindakan tindakan
pengontrolan nyeri yang
pernah dilakukan
sebelumnya.
6) Kendalikan faktor

53
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan (suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
7) Dukung istirahat/ tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri.
8) Berikan individu penurun
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik.

Setelah dilakukan 1) Bersihkan lingkungan


2. Risiko infeksi
perawatan selama 2 x 24 setelah dipakai pasien lain.
jam pasien menunjukkan 2) Batasi pengunjung bila
terbebas dari tanda dan perlu.
gejala infeksi dengan 3) Instruksikan kepada
kriteria hasil sebagai pengunjung untuk mencuci
berikut. tangan pada saat
berkunjung dan setelah
a. Klien bebas dari tanda
berkunjung meninggalkan
dan gejala infeksi
pasien.
b. Jumlah leukosit dalam
4) Gunakan sabun
batas normal.
antimikorba untuk cuci
c. Mendeskripsikan
tangan.
proses penularan
5) Cuci tangan sebelum dan
penyakit, faktor yang
sesudah tindakan
mempengaruhi
keperawatan.
penularan serta
6) Pertahankan lingkungan
penatalaksanannya.
aseptik selama pemasangan
alat.

54
7) Tingkatkan intake nutrisi.
8) Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
9) Inspeksi kondisi luka/ insisi
bedah.
10) Instruksikan kepada pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep.

Setelah dilakukan 1) Sediakan lingkungan yang


3. Risiko Injuri
perawatan selama 2 x 24 aman untuk pasien.
jam, pasien mampu 2) Identifikasi kebutuhan
terbebas dari cidera keamanan pasien, sesuai
dengan krtiteria hasil dengan kondisi fisik dan
sebagai berikut. fungsi kognitif pasien dan
a. Klien terbebas dari riwayat penyakit terdahulu
cedera pasien
b. Klien mampu 3) Hindarkan lingkungan yang
menjelaskan berbahaya (misalnya
cara/metode memindahkan perabotan)
untukmencegah 4) Pasang side rail tempat tidur.
injuri/cedera 5) Sediakan tempat tidur yang
c. Klien mampu nyaman dan bersih.
menjelaskan faktor 6) Tempatkan saklar lampu
resiko dari lingkungan/ ditempat yang mudah
perilaku personal dijangkau pasien.
d. Mampu memodifikasi 7) Batasi pengunjung.
gaya hidup untuk 8) Berikan penerangan yang
mencegah injuri cukup.
e. Menggunakan fasilitas 9) Anjurkan keluarga untuk
kesehatan yang ada menemani pasien.
f. Mampu mengenali 10) Kontrol lingkungan dari

55
perubahan status kebisingan.
kesehatan. 11) Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.

4.5 Implementasi Keperawatan


4.5.1 Implementasi Keperawatan Praoperasi
Tanggal/
Diagnosa Implementasi Paraf
Jam
12 April Nyeri kronis a. Melakukan manajemen nyeri
2017 komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/ durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/
beratnya nyeri dan faktor pencetus.
b. Mengobservasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada
mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
c. Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (seperti,
biofeedback, TENS, hypnosis,
relaksasi, relaksasi, terapi musik,
akupressur, aplikasi panas/ dingin
dan pijatan).
d. Membantu keluarga dalam
mencari dan menyediakan
dukungan.
e. Mengevaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lainnya, mengenai

56
efektifitas tindakan tindakan
pengontrolan nyeri yang pernah
dilakukan sebelumnya.
f. Mengendalikan faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
(sushu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
g. Mendukung istirahat/ tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri.
h. Memberikan individu penurun
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik.
Ketidakseimbangan a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
nutrisi kurang dari menentukan jumlah kalori dan
kebutuhan tubuh nutrisi yang dibutuhkan pasien.
b. Memberikan makanan yang
terpilih.
c. Memberikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
d. Memonitor adanya penurunan
berat badan.
e. Memonitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi.
f. Memonitor turgor kulit.
g. Memonitor mual muntah.

h. Memonitor pucat, kemerahan, dan


kekeringan konjungtiva.
Kekurangan a. Memantau warna, jumlah dan
Volume Cairan frekuensi kehilangan cairan

57
b. Mengobservasi khususna terhadap
kehilangan cairan yang tinggi
elektrolit
c. Memantau perdarahan
d. Mengidentifikasi factor pengaruh
terhadap bertambah buruknya
dehidrasi
e. Memantau hasil laboratorium yang
relevan dengan keseimbangan
cairan
f. Mengkaji adanya vertigo atau
hipotensi postural
g. Mengkaji orientasi terhadap orang,
tempat dan waktu
h. Mengecek arahan lanjut klien
untuk menentukan apakah
penggantian cairan pada pasien
sakit terminal tepat dilakukan
i. Manajemen cairan

j. Memantau status hidrasi

k. Menimbang berat badan setiap hari


dan memantau kecenderungannya
Risiko infeksi a. Membersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain.
b. Membatasi pengunjung bila perlu.
c. Menginstruksikan kepada
pengunjung untuk mencuci tangan
pada saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien.

58
d. Menggunakan sabun antimikorba
untuk cuci tangan.
e. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
f. Mempertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan alat.
g. Meningkatkan intake nutrisi.
h. Memonitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
i. Meginspeksi kondisi luka/ insisi
bedah.
j. Menginstruksikan kepada pasien
untuk minum antibiotik sesuai
resep.
Risiko a. Mengidentifikasi kemungkinan
ketidaksimbangan penyebab ketidakseimbangan
elektrolit elektrolit.
b. Memonitor adanya kehilangan
cairan dan elektrolit.
c. Memonitor adanya mual, muntah
dan diare.
d. Memonitor status hidrasi
(membran mukus, tekanan
ortostatik, keadekuatan denyut
nadi).
e. Memonitor keakuratan intake dan
output cairan.
f. Memonitor pemberian terapi IV.

g. Memonitor tanda-tanda vital


pasien.

59
Konstipasi a. Memonitor tanda dan gejala
konstipasi.
b. Memonitor bising usus.
c. Memonitor feses: frekuensi,
konsistensi dan volume.
d. Mengidentifikasi faktor penyebab
dan konstribusi konstipasi.
e. Memantau tanda dan gejala
konstipasi.
f. Mengajarkan pasien/ keluarga
untuk mencatat warna, volume,
frekuensi, dan konsistensi feses.
g. Menganjurkan pasien/ keluarga
pada penggunaan yang tepat dari
obat pencahar.
Ansietas
a. Menggunakan pendekatan yang
menenangkan.
b. Menyatakan dengan jelas harapan
terhadap pelaku pasien.
c. Menjelaskan semua prosedur dan
apa yang dilakukan secara
prosedur.
d. Menemani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut.
e. Mendengarkan dengan penuh
perhatian.
f. Mengidentifikasi tingkat
kesemasan.
g. Mendorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,

60
ketakutan, persepsi.
h. Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi.

4.5.1 Implementasi Keperawatan Pascaoperasi


Tanggal/
Diagnosa Implementasi Paraf
Jam
12 April Nyeri akut a. Melakukan manajemen nyeri
2017 komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/ durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/
beratnya nyeri dan faktor
pencetus.
b. Mengobservasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada
mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
c. Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (seperti,
biofeedback, TENS, hypnosis,
relaksasi, relaksasi, terapi musik,
akupressur, aplikasi panas/ dingin
dan pijatan).
d. Membantu keluarga dalam
mencari dan menyediakan
dukungan.
e. Mengevaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lainnya, mengenai
efektifitas tindakan tindakan
pengontrolan nyeri yang pernah
dilakukan sebelumnya.
f. Mengendalikan faktor lingkungan

61
yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
(sushu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
g. Mendukung istirahat/ tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri.
h. Memberikan individu penurun
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik.
Risiko infeksi a. Membersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain.
b. Membatasi pengunjung bila perlu.
c. Menginstruksikan kepada
pengunjung untuk mencuci tangan
pada saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien.
d. Menggunakan sabun antimikorba
untuk cuci tangan.
e. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
f. Mempertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan alat.
g. Meningkatkan intake nutrisi.
h. Memonitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
i. Meginspeksi kondisi luka/ insisi
bedah.
j. Menginstruksikan kepada pasien
untuk minum antibiotik sesuai
resep.

62
Risiko Injuri a. Menyediakan lingkungan yang
aman untuk pasien.
b. Mengidentifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi kognitif
pasien dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
c. Menghindarkan lingkungan yang
berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
d. Memasang side rail tempat tidur.
e. Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih.
f. Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
g. Membatasi pengunjung.

h. Memberikan penerangan yang


cukup.
i. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
j. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan.
k. Memberikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab
penyakit.

4.6 Evaluasi Keperawatan

4.6.1 Evaluasi Keperawatan Preoperasi

63
Tanggal/ Jam Diagnosa Evaluasi Paraf
S: Pasien mengatakan nyeri
berkurang, skala nyeri 3.
O: Telah dilakukan tindakan
pembedahan
A: Masalah nyeri kronis
12 April 2017 Nyeri kronis
teratasi sebagian, pasien
terkadang masih merasakan
Ns. S
nyeri.
P: Lanjutkan intervensi
untuk mengatasi nyeri.
S: Pasien mengatakan sudah
tidak merasa lemas.
O: Mukosa bibir pasien
Ketidakseimbangan
tampak lembab
12 April 2017 nutrisi kurang dari
A: Masalah teratasi
kebutuhan tubuh
sebagian Ns. S
P: Pantau intake dan output,
pantau berat badan
S: Pasien mengatakan sudah
tidak dehidrasi lagi
O: Turgor kulit pasien
elastis < 2 detik.
Kekurangan
12 April 2017
A: Masalah dehidrasi
volume cairan
teratasi
P: Pantau kembali Ns. S
pemberian cairan infus
S: -
O: Tanda infeksi tidak ada,

12 April 2017 Risiko infeksi luka bersih


A: Masalah teratasi
sebagain Ns. S

64
P: Lanjutkan intervensi
S: Pasien mengatakan tidak
merasakan mual
O: Turgor kulit elastis < 2
detik, tanda-tanda vital
normal.
Risiko
12 April 2017 ketidakseimbangan A: Masalah teratasi
elektrolit sebagian, intake dan
output tidak adekuat
Ns. S
P: Monitor intake dan
output cairan dan
monitor tanda-tanda vital
S: Pasien mengatakan tidak
merasakan sakit saat
BAB.
O: Konsistensi feses lunak

12 April 2017 Konstipasi agak lembek


A: Masalah teratasi
sebagian Ns. S

P: Pantau kembali intake


makanan dan cairan
S: Pasien mengatakan lebih
tenang dan tidak takut.
O: Pasien nampak tenang.

12 April 2017 Ansietas A: Masalah ansietas teratasi


P: Pantau rutin apakah
terjadi ansietas kembali Ns. S

atau tidak.

4.6.2 Evaluasi Keperawatan Pascaoperasi


Tanggal/ Jam Diagnosa Evaluasi Paraf

65
S: Pasien mengatakan nyeri
berkurang, skala nyeri 3.
O: Pasien tidak tampak
meringis.
A: Masalah nyeri akut
12 April 2017 Nyeri akut
teratasi sebagian, pasien
terkadang masih merasakan Ns. S
nyeri.
P: Lanjutkan intervensi
untuk mengatasi nyeri akut.
S: -
O: Tanda infeksi tidak ada,
luka bersih
12 April 2017 Risiko infeksi
A: Masalah teratasi
sebagain Ns. S
P: Lanjutkan intervensi
S: Pasien mengatakan
mampu menjelaskan cara
mencegah injuri.
O: Pasien nampak
menggunakan fasilitas
12 April 2017 Risiko Injuri kesehatan yang ada (side
rail).
A: Masalah teratasi Ns. S
P: Pantau kembali faktor
risiko injuri

66
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Obstruksi Intestinal (ileus)merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang


sering dijumpai gangguan pasase dari isi usus akibat sumbatan sehingga terjadi
penumpukkan cairan dan udara di bagian proksimal dari sumbatan tersebut. Penyakit ini
sering terjadi pada individu yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang
rendah serat, dari kebiasaan tersebut akan muncul permasalahan pada kurangnya
membentuk massa feses yang menyambung pada rangsangan peristaltik usus, kemudian
saat kemampuan peristaltik usus menurun maka akan terjadi konstipasi yang mengarah
pada feses yang mengeras dan mampu menyumbat lumen usus sehingga menyebabkan
terjadinya osbtruksi. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.
Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.

5.2 Saran

Sebaiknya gaya hidup yang dijalani adalah dengan gaya hidup yang sehat
mengkonsumsi makanan kaya serat seperti buah dan sayur. Menjaga kebersihan
makanan untuk mengurangi bakteri yang bisa masuk ke tubuh. Bagi perawat, dianjurkan
untuk meningkatkan kinerjanya pada setiap tindakan operasi baik saat pre, intra dan
post operasi serta diharapkan lebih teliti dalam pelaksaan pengakajian pada setiap
pasien serta mendokumentasi tindakan yang dikerjakan.

67
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran 1. Jakarta: EGC.

Bordeianou, L., Dante, D. 2017. Epidemiology, Clinical Features, and Diagnosis of


Mechanical Small Bowel Obstruction in Adults. Diakses dari
https://www.uptodate.com/contents/epidemiology-clinical-features-and-diagnosis-
of-mechanical-small-bowel-obstruction-in-adults pada tanggal 04 April 2017

Healthline. (n.d). Intestinal Obstruction. Diakses tanggal 4 April 2017, dari


http://www.healthline.com/health/intestinal-obstruction?m=2#causes3

Indrayani, Novi. 21 Maret 2017. Diagnosis dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Diakses
tanggal 6 Maret 2017, dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82529&val=970

Medlineplus. (2016). Intestinal Obstruction. Diakses tanggal 4 April 2017, dari


https://medlineplus.gov/ency/article/000260.htm
Muttaqin .A. & Sari .K. (2001). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Sjamsuhidayat. (2005). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk. Jakarta:
EGC

68
69
70

You might also like