You are on page 1of 10

REKOMBINASI

Oleh: Kelompok 7 /Offering C


Ariadna Safitri (150341607210)
Umdatul Muftin (150341600407)

BAB 13
KONJUGASI PADA BAKTERI
Konjugasi adalah proses transfer informasi genetik satu arah yang terjadi melalui kontak
sel langsung antara sel bakteri donor dengan sel bakteri resipien. Konjugasi merupakan satu
peristiwa selain transformasi dan transduksi yg menyebabkn terjadinya rekombinasi pada bakteri.
Table 13.1 persamaan dan perbedaan rekombinasi yg terjadi melalui transformasi,
transduksi, dan konjugasi pada bakteri (Snustad, 2012)

Konjugasi pertama ditemukan oleh J.


Lederbeg dan E.L. Tatum melalui percobaan
dengan strain E. coli A dan B yang berbeda
kebutuhan nutrisinya. Strain A bergenotip met bio
thr+ leu+thi+ dan B bergenotip met+ bio+ thr leu
thi. Strain mutan membutuhkan nutrisi untuk

pertumbuhannya sedangkan wild type tidak


membutuhkan nutrisi. Jelaslah bahwa strain A dan B
membutuhkan nutrisi agar dapat hidup sehingga
disebut auxotroph dan wild type disebut prototroph
(bakteri semacam ini dapat hidup pada medium
minimal).
Pada percobaan J. Lederbeg dan E.L. Tatum,
menumbuhkan strain A, strain B, dan campuran strain
A-B ke dalam medium minimal. Hasilnya ialah pada
medium yang dikultur strain A ataupun strain B tidak
tumbuh koloni bakteri, sedangkan pada medium yang
dikultur strain campran A-B tumbuh koloni. Hal ini
terjadi karena bakteri tersebut dapat mensintesis
sendiri nutrisi yang tidak tersedia dalam medium.
Sintesis tersebut dapat terjadi karena adanya
pertukaran genetik antara strain A dan strain B,
peristiwa ini disebut dengan rekombinasi.
Peristiwa rekombinasi tsb terjadi karena peristiwa konjugasi, hal itu dibuktikn oleh Bernard
menggunakan perangkat tabung U. terdapat medium cari yg terpisah oleh filter berpori sangat
halus yg hanya bias dilewati oleh medium cair bukan sel bakteri. Setelah beberapa jan dibiarkan,
sel itu ditumbuhkan paa suatu medium minimal, dn terbukti tdk ada satu koloni yg tumbuh. Hal
tsb membuktikan bahwa tdk ada koloni prototrofik yg terbentuk, dpt disimpulkan bahwa kontak
sel sangat dibutuhkan agar terjadi perubahan genetic. Disimpulkan lebih lanjut bahwa E.coli
mempunyai tipe perkawinan yg disebut konjugasi yg memungkinkan transfer materi genetic antar
bakteri. Sehingga rekombinasi dpt terjadi karena konjugasi yg terjadi.
Selama konjugasi berlangsung terjadi
transfer DNA dr suatu donor ke resipien melewati
tabung konjugasi yg terbentuk antar sel bakteri.
Sel bkteri yg menjadi pendonor memiliki juluran
khusus serupa rambut dipermukaan sel yang
disebut F pili atau sex pili. Pembentukan F pili
dikontrol oleh beberapa gen yg terletak pd suatu
molekul DNA sikuler kecil yg disebut kromosom
mini (F factor, sex factor, plasmid F)

Didalam sel bakteri factor F dpt


terintegrasi dg kromosom inang atau bebas
tidak terintegrasi. Jika terintegrasi dg
kromosom inang maka factor F bereplikasi bersama dg bagian kromosom. Jika bebas tidak
terintegrasi maka factor F bereplikasi secara otonom tdk bergabung kpd replikasi kromosom inang,
factor F mirip dg episom.
Bakteri F+, F-, dan Hfr

Sel donor mengandung factor F yang otonom tidak terintegrasi disebut sbg sel F+ yang
memiliki kemampuan membentuk F pili maupun tabung konjugasi untuk transfer materi genetik,
sebaliknya yg tidak mengandung factor F disebut sel F- (resipien) dan tidak memiliki kemampuan
sperti sel donor. Bakteri Hfr (High frequency recombinaton) merupakan bakteri yang memiliki F
factor, dimana F factor tersebut telah berintegrasi dengan kromosom inang. Strain Hfr juga disebut
dengan strain F+ khusus. Integrasi antara F factor dengan kromosom induk dapat terjadi melalui
pindah silang tunggal. Factor F tidak bereplikai secara bebas, tetapi bereplikasi bersama bagian
kromosom inang. Oleh karena gen factor F yg terintegrasi masih fungsional, maka sel Hfr juga
dapat berkonjugasi dg sel-sel F-.
Proses rekombinasi yg terjadi, berlangsung melalui peristiwa pindah silang ganda antara
DNA donor unting ganda dan DNA resipien unting ganda pula. Kromosom rekombinan sel
resipien diwariskan kpd sel turunan melalui replikasi sedangkan fragmen DNA linear yg tersisa
mengalami degradasi. Perbedaan lain antara strain Hfr dan strain F+ adalah bahwa setelah
rekombinasi sel F- hampir tidak pernah berubah menjadi sel F+ ataupun Hfr. Di lain pihak setelah
konjugasi yg menyebabkan terjadinya rekombinasi antara F+ dan F-, sel resipien itu selalu menjadi
sel F+.

Faktor F1
Faktor F1 merupakan faktor F yang
mengandung sebagian kromosom bakteri atau
mengandung gen-gen bakteri. Hal ini dapat terjadi
karena saat pelepasan F faktor dari kromosom inang
kurang sempurna. Kromosom E.coli telah di insersi
oleh factor F pd tapak yg berlangsung berbatasan
dengan daerah lac+ . daerah lac+ mengandung gen gen
yg dibuuhkan pd metabolism pembongkaran lactose.
Jika pd proses
pemisahan factor F
kromosom bakteri itu
melipat dan
melengkung keluar
tidak tepat, maka gen
di daerah lac yg
berdekatan letaknya
tidak ikut tercakup dm
lengkung itu.
Pada konjugasi antara F1 dengan F- maka sel resipen tersebut
akan berubah menjadi F+, hal ini dikarenakan sel resipien
menerima faktor F secara utuh, hanya saja factor F tersebut
membawa potongan gen bakteri. Fenomena transfer gen-gen
kromosom (bukan gen pada plasmid, episom, faktor F) dari sel
donor ke sel resipien dinamakan dengan sex duction.
Percobaan Konjugasi yang Terputus dari E. Wollman dan
F.Jacob
Di akhir tahun 1950, E. Wollman dan F.Jacob mempelajari
proses transfer gen melalui konjugasi antara strain E.coli Hfr H dan
F-. Gen thr dan leu masing-masing bertanggung jawab terhadap sintesis asam amino threonin dan
leusin. Pasangan alela azis/azir, tons/tonr dan strs/strr masing-masing mengontrol sensitivitas atau
resistensi terhadap sodium azida, fag T1 serta antibiotik streptomisin. Pasangan alela lac+lac dan
gal+/gal masing-masing bertanggung jawab terhadap pemanfaatan laktosa dan galaktosa sebagai
sumber karbon.
Kedua macam strain dicampur dalam medium pertumbuhan pada suhu 37oC dan mulai
melakukan konjugasi. Kemudian dilakukan pemutusan tabung konjugasi serta pemisahan sel-sel
dengan cara mengambil sampel dan diaduk kuat dalam blender. Tujuannya yaitu untuk
menentukan waktu relatif yang dibutuhkan gen-gen sel donor memasuki sel resipien serta
menghasilkan rekombinan-rekombinan genetik.
Sel-sel yang telah terpisah diletakkan pada medium yang mengandung antibiotik
streptomisin tetapi tidak mengandung asam amino threonin dan leusin. Dalam hal ini, sel-sel strain
induk Hfr H akan mati terbunuh oleh antibiotik streptomisin, sedangkan sel-sel strain induk F-tidak
dapat hidup karena tidak ada asam amino threonin dan leusin; dan yang dapat tumbuh hanyalah
sel-sel rekombinan. Hasil percobaan menunjukkan, jika sel-sel yang berkonjugasi dipisahkan pada
8 menit pertama setelah pencampuran, belum ada
ekspresi rekombinan (belum ada gen penanda yang
ditransfer masuk ke sel resipien). Gen-gen thr+dan
leu+ yang pertama kali ditransfer memasuki sel
resipien sekitar 8,5 menit setelah pencampuran sel
Hfr H dan F-.

Uji selanjutnya yaitu menggunakan medium


yang mengandung sodium azida, fag T1, laktose
dan galaktose. Hasilnya menunjukkan bahwa
sekitar 9 menit setelah pencampuran, gen azi ditransfer ke sel resipien. Gen tonrditransfer ke sel
r

resipien sekitar 10 menit setelah pencampuran; gen lac+dan gal+ masing-masing ditransfer sekitar
17 menit dan 25 menit setelah pencampuran. Setelah bukti pentransferan pertama terdeteksi,
memang terjadi peningkatan frekuensi (persentase) rekombinan yang terkait dengan tiap penanda
atas dasar seluruh rekombinan yang terdeteksi. Peningkatan frekuensi rekombinan yang terkait
dengan tiap penanda memperlihatkan kecenderungan linear.
Pengkajian lebih lanjut terhadap konjugasi
menggunakan Hfr maupun F- memperlihatkan urut
urutan transfer yg seupa, sekalipun tiap strain Hfr
memulai transfer dr tapak berlainan. Diketahui
bahwa faktor F dapat berintegrasi di berbagai tapak
pada kromosom sirkuler E.coli. Tapak integrasi
menentukan asal usul karakter transfer suatu strain
Hfr dan orientasi integrasi faktor F menentukan
apakah urutan penanda kromosom yang ditransfer
searah atau berlawanan dengan arah jarum jam dalam
hubungannya dengan peta kromosom E.coli.
Pemetaan Kromosom E.coli atas Dasar Hasil
Percobaan Konjugasi Terputus
Transfer kromosom Hfr ke dalam sel F-
berlangsung dalam pola linear. Tiap gen penanda dalam wujud tipe-tipe rekombinan terdeteksi
pada waktu yang berlainan susul-menyusul setelah proses konjugasi berlangsung. Transfer sebuah
kromosom lengkap dari suatu sel Hfr ke satu sel F- berlangsung dalam waktu 90-100 menit
tergantung pada macam strain yang digunakan sebagai strain Hfr maupun F-. Interval waktu
kemunculan tipe rekombinan dapat digunakan sebagai suatu ukuran jarak genetik. Transfer
kromosom berlangsung dalam laju yang konstan.
Suatu jarak peta seukuran satu menit berhubungan dengan panjang segmen kromosom yang
ditransfer dalam satu menit selama konjugasi. Strandar peta kromosom E.coli terbagi dalam
interval menit dari 0 (secara arbitrer ditetapkan pada gen thr A) hingga ke 100 menit (atas dasar
hasil percobaan konjugasi terputus). Satuan menit pada pemetaan bakteri ekivalen dengan unit
peta di kalangan makhluk hidup eukariotik. Meskipun gen-gen selalu ditransfer secara linier, gen-
gen mana yang masuk ke sel resipien lebih dahulu dan mana yang kemudian tampaknya berbeda-
beda sesuai dengan strain
Hfr yang digunakan.
Perbedaan besar antara tiap
strain adalah berkenaan
dengan titik awal serta arah
masuknya gen-gen dilihat
dari titik awal tersebut.
Diduga pada berbagai
strain Hfr faktor F
berintegrasi ke dalam
kromosom pada titik-titik
yang berbeda dan posisi titik itu menentukan tapak O. Selama konjugasi antara sel Hfr dan sel F-,
posisi faktor F menentukan titik awal transfer. Gen-gen yang letaknya dekat dengan tapak O
pertama kali ditansfer dan faktor F ditansfer paling akhir. Inilah alasannya bahwa setiap kali sel
Hfr berkonjugasi dengan sel F-,
sel resipien tetap tergolong sel
F-.
Pemetaan kromosom E.
coli atas dasar percobaan
konjugasi yang tidak
terputus. Konjugasi yang tidak
terputus juga dapat digunakakn
untuk melakukan pemetaan
kromosom E.coli. contoh: suatu
persilangan E. coli antara strain
Hfr dan strain F- yang
konjugasinya dibiarkan
berlangsung selama 1-2 jam
tanpa terputus. Dalam hal ini
frekuensi rekombinan menurun
sebagai suatu fungsi jraknya
dari penanda rekombinan
patokan thr+ leu+; semakin
jauh jaraknya dari penanda
patokan thr+ leu+, frekuensi
tiap penanda rekombinan lain juga berkurang. Hal itu berkaitan dengan 1) putusnya tabung
konjugasi maupun kromosom per satuan waktu mempunyai peluang yang hampir tetap, dan 2) tiap
dua penanda donor diintegrasikan ke dalam kromosom resipien melalui sepasang kejadian
rekombinasi mempunyai peluang yang rendah, karena integrasi suatu fragmen donor ke dalam
sebuah kromosom resipien selalu membutuhkan dua kejadian rekombinasi.
BAB 14
REKOMBINASI PADA FAG BAKTERI

Rekombinasi intergenik dan pemetaan fag


bakteri. Suatu contoh percobaan menggunakan
sistem E. coil T2. Fag induk yang digunakan
bergenotip h+r dan hr+. pada percobaan itu, jumlah
fag yang diintroduksi cukup untuk menginfeksi
tiap bakteri dengan jumlah sekitar lima buah.
Setelah satu jam, sebagian besar atau seluruh
bakteri sudah pecah dan sampel turunan fag yang
berasal dari sekitar 40.000 bakteri di tiap
persilangan selannjutnya dibiakkan dalam cawan
petri yang telah mengandung suatu campuran E.
coli strain B dan B/2. Jika pada percobaan tersebut
tidak terjadi rekombinasi maka kedua genotip
induk inilah yang dijumpai pada genotip turunan.
Namun ternyata pada percobaan tersebut
ditemukan genotip rekombinan hr+, dan hr,
disamping genotip-genotip induk.

Data frekuensi genotip hasil percobaan tersebut


dihitung persentase rekombinan berdasarkan
rumus (h+ r+) + (hr) / plak total 100 = frekuensi
rekombinan. Nilai frekuensi rekombinan itu
merefleksikan jarak antar gen. pada percobaan tersebut
(Sumber: Klug et al., 2012)
memperlihatkan bahwa atiap persilangan, kedua kelompok tipe
rekombinan mempunyai frekuensi yang hampir sama, itulah
alasan bahwa tampaknya rekombinasi yang terjadi itu resiprok.
Ada kelompok pautan tertentu yang frekuensi rekombinan pada persilangan h-r13 sebesar
antara 25-30% di satu pihak, dan pada persilangan h-r1 sebesar 1-2% di pihak lain. Atas dasar
percobaan yang telah dilakukan, Hershey, dan Rotman menemukan bahwa, mengacu pada
frekuensi rekombinasi yang kecil, banyak gen yang terangkai baersama (berdekatan) sebagai satu
kelompok, selalu menunjukkan jarak kelompok pautan yang sebesar 30%. Maka dibuat suatu
hipotesis yang menyatakan bahwa ada tiga kelompok pautan pada fag T2, dinyatakan pula bahwa
proses penggabungan (kombinasi) secara bebas (independent assortment) antara kelompok-
kelompok pautan itu ditandai oleh frekuensi rekombinan sebesar 30%. Dari hasil percobaan,
terungkap bahwa sekalipun ditemukan berbagai jarak pautan (frekuensi rekombinan), tidak ada
satupun yang pernah melampaui 30%.
Percobaan rekombinasi yang memanfaatkan infeksi simultan dilakukan dengan menggabungkan
sejumlah gen mutan berbagai bakteri yaitu tiga strain yang melibatkan tiga gen (gen h, m, dan r),
hasilnya digunakan untuk pemetaan fag. Rekombinasi ini terjadi akibat adanya pertukaran genetik
dari ketiga strain melalui dua alternatif 1) terjadi dua rekombinasi berurutan dalam sel yang sama,
rekombinasi pertama berlangsung antara kromosom dua strain, sedangkan rekombinasi kedua
berlangsung antara strain rekombinan yang terbentuk dengan strain ke tiga; 2) terjadi perkawinan
serempak antara ketiga kromosom dai ketiga strain pada waktu yang sama.
Kejadian unik yang terjadi pada rekombinasi fag juga berdampak pada nilai interferensi
genetik, yang berkaitan dengan perhitungan frekuensi rekombinasi pada daerah kromosom fag
yang berdekatan. Pada banyak persilangan antar fag, di lain pihak, nilai interferensi genetiknya
negatif, akibat nilai koefisien koinsidensi yang lebih besar dari 1. Hal itu berarti bahwa pindah
silang pada suatu daerah kromosom akan meningatkan kejadian pindah silang pada daerah
kromosom di dekatnya. Nilai interferensi genetic yang negatif itu juga berkaitan dengan dua
keunikan reproduksi kromosom fag. Salah satu alasannya adalah karena lebih dari satu putaran
perkawinan dapat terjadi antara kromosom-kromosom fag atau dalam artian kromosom yang
telah mengalami rekombinasi dapat kawiin lagi dan mengalami rekombinasi kembali pada
daerah kromosom yang berdekatan. Contohnya, kromosom a b+ c+ dapat kawin dengan kroosom
a b c atau a+bc sehingga terbentuk rekkombinan ganda ab+c.
Sehubungan dengan peningkatan frekuensi rekombinasi ganda pada fag, ada fenomena
yang disebut sebagai interferensi negative tinggi atau High negative interference dimana frekuensi
rekombinasi ganda dapat meningkatkan mencapai nilai yang 30 kali lebih tinggi daripada frekunsi
harapan. Data pesilangan antara berbagai mutan r pada fag T4, yang dialukan ole Chase dan
Daermann memperlihatkan bahwa frekuensi rekombinasi pada dua interval kromosom berdekatan
menjadi lebh kecil maka terjadi peningkatan interferensi negative yang menyolok.

Rekombinasi Intragenik. Benzer melakukan pengamatan dan pengkajian dengan rinci terhadap
lokus rII fag T4. Benzer mengungkap keberadaan rekombinan-rekombinan genetic yang sangat
jarang yang terjadi akibat pertukaran yang berlangsung dalam gen, bukan antar gen. juga bahwa
peristiwa rekombinasi semacam itu terjadi antar DNA fag-fag bakteri selama infeksi simultan
terhadap E. coli. Hasil akhirnya adalah terungkapnya peta rinci lokus rII. Dalam proses kerjanya,
upaya yang dilakukan Benzer adalah melakukan isolasi atau sejumlah mutan yang ada di lokus rII
fag T4. Ternyata mutan-mutan dalam lokus rII tersebut menghasilkan plak-plak yang berlainan
jika dibiakkan pada cawan yang mengandung E. coli strain B. kunci analisis ini terletak pada
kenyataan bahwa mutan-mutan rII tidak dapat melakukan lisis secara brhasil terhadap suatu strain
E. coli yang lain yaitu K12 () yang telah mengalami lisogenesis oleh fag , meskipun mutan-
mutan itu mampu menginfeksi dan melakukan lisis terhadap E. coli B. Benzer memanfaatkan
teknik pengenceran serial untuk menentukan mutan rII yang dihasilkan pada E. coli B maupun
jumlah total rekombinan wild-type yang melakukan lisis terhadap E. coli K12 (). Selain itu benzer
juga melakukan uji komplementasi karena selama melakukan kontrol terhadap percobaannya
terutama saat E. coli K12 () secara simultan diinfeksi oleh pasangan strain mutan yang berbeda,
ia kadang-kadang menemukan bahwa E. coli K12 () ternyata juga mengalami lisis padahal
seharusnya hanya strain rII wild-type yang menyebabkan E. coli K12 () mengalami lisis.
Pasangan mutan uji yang tidak melakukan komepelementasi satu sama lain dikelompokkan
kedalam kelompok-kelompok komplementasi yang sama. Tiap kelompok komplementasi disebut
cistron. Cistron A dan B pada lokus rII fag T4 diketahui sebagai dua buah gen yang berlainan.
Melaui uji komplementasi akhirnya seluruh mutn dibagi menjadi dua, yaitu merupakan bagian dari
cistron A dan B. pada tahap inilah rekombinasi intragenik dilaksanakan, dalam artian mengungkap
rekombinasi-rekombinasi intragenik dalam cistron A dan B.
Tiap peristiwa rekombinan menghasilkan dua produk yang resiprok, hanya satu
diantaranya wild-type yang dideteksi. Permasalahan lain yang muncul saat pelaksanaan percobaan
rekombinasi intragenik pada cistron A dan B lokus rII fag T4 adalah tidak dimunculkannya
rekombinan wild-type yang ternyata berkaitan dengan mutan dalam daerah cistron A atau B yang
disebabkan adanya delesi. Rekombinasi intragenik yang memunculkan rekombinan wild-type
hanya terjadi antara mutan yang mempunyai latar belakang mutasi titik. Jika suatu mutan
berlatarbelakang mutasi titik yang sjustru teretak dalam daerah cistron itu yang mengalami delesi,
maka rekombian wild-type tidak akan pernah muncul. Maka selanjutnya dilakukan uji delesi untuk
memastikan suatu mutan itu berlatarbelakang mutasi titik atau delesi. Benzer berhasil menemukan
gambaran peta genetic kedua cistron itu. Terlihat bahwa ada tapak-tapak yang mengalami banyak
mutasi (sehingga mempunyai banyak mutan). Tapak-tapak semacam itu disebut titik panas atau
hot spots, da nada pula tapak-tapak yang tidak pernah mengalami mutasi.

(Sumber: Klug et al., 2012)


Pertanyaan:

1. Bagamana konjugasi antara F1 dengan F-?

Jawab: Faktor F1 merupakan faktor F yang mengandung sebagian kromosom bakteri atau
mengandung gen-gen bakteri. Hal ini dapat terjadi karena saat pelepasan F faktor dari
kromosom inang kurang sempurna. Kromosom E.coli telah di insersi oleh factor F pd tapak
yg berlangsung berbatasan dengan daerah lac+ . daerah lac+ mengandung gen gen yg
dibuuhkan pd metabolism pembongkaran lactose. Jika pd proses pemisahan factor F
kromosom bakteri itu melipat dan melengkung keluar tidak tepat, maka gen di daerah lac yg
berdekatan letaknya tidak ikut tercakup dm lengkung itu. Pada konjugasi antara F1 dengan F-
maka sel resipen tersebut akan berubah menjadi F+, hal ini dikarenakan sel resipien menerima
faktor F secara utuh, hanya saja factor F tersebut membawa potongan gen bakteri. Fenomena
transfer gen-gen kromosom (bukan gen pada plasmid, episom, faktor F) dari sel donor ke sel
resipien dinamakan dengan sex duction.
2. Bagaimana konversi sel F+ menjadi Hfr?
Jawab: konversi sel F+ menjadi Hfr terjadi melalui integrase factor F ke dalam kromosom
inang. Titik integrase menentukan tapak awal transfer (o). selama konjugasi factor F yg
terintegrasi pada kromosom inang terpotong oleh sutu enzim yg berakibat transfer kromosom
bermula pada titik itu. Konjugasi biasanya terputus/terhenti sebelum seluruh kromosom
ditransfer.
3. Bagaimana prinsip uji delesi yang dilakukan oleh Blezer?
Jawab: Benzer dapat menentukan
tingkat penghapusan secara genetis
dengan memasang silang
berpasangan dengan mutan rII lain
yang diketahui yang telah dipetakan.
Kemudian, ia mengeksploitasi
mereka untuk menetapkan titik
pengikat yang tidak dipetakan di rII
ke daerah tertentu yang tercakup
dalam penghapusan. Jika
(Sumber: Jayaraman, 2008)
penghapusan D1 dan mutasi titik M1
di dalam lokus rII tidak tumpang tindih, rekombinasi di antara keduanya dapat menimbulkan
fag wild-type (A). Jika dua mutasi tumpang tindih, tidak ada rekombinasi di antara keduanya
yang dapat menimbulkan fag wild-type (B). (Gambar 1.)

You might also like