Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
11 2015 354
Pendahuluan
2
Kenyataan di lapangan menunukan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis
(marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit
infeksi seperti diare, ISPA, tuberculosis, serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO
menunjukan bahwa 54% angka kesakitan pada anak Balita disebabkan karena gizi buruk,
19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32% penyebab
lainnya.1
1.2 Tujuan
1.3 Sasaran
Semua anak Balita berusia 12-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tirtajaya,
Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang periode Agustus 2016 sampai dengan
Juli 2017.
3
Bab II
Metode dan Materi
2.1 Metode
Metode yang digunakan adalah penemuan penderita pasif (Passive case finding).
Penemuan penderita pasif adalah kegiatan mendatangi pasien ke rumahnya dengan
berdasarkan data yang didapat dari puskesmas, atau dari pasien yang sedang berobat ke
Puskesmas.
2.2 Materi
Materi yang disampaikan pada saat kunjungan adalah:
4
Bab III
Kerangka Teori
3.1 Definisi
Gizi buruk adalah keadaan dimana seseorang anak tampak sangat kurus, ditandai
dengan BB/PB< - 3 SD dari median WHO child growth standard, atau didapatkan edema
nutrisional, dan pada anak umur 5-59 bulan Lingkar Lengan Atas (LILA) < 110 mm.2 Gizi
buruk dibagi atas tiga bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor.
Kwashiorkor atau malnutrisi edematosa adalah keadaan gizi buruk yang disebabkan oleh
asupan protein yang tidak cukup meskipun asupan kalori cukup sampai baik. Marasmus
merupakan malnutrisi non-edematous dengan wasting berat yang disebabkan terutama oleh
kurangnya asupan energi dan asupan protein. Marasmik-kwashiorkor merupakan campuran
dari tanda dan gejala klinis marasmus, dan kwashiorkor secara bersamaan.3
Diagnosis Gizi buruk ditegakan berdasarkan kriteria berikut yaitu anak terlihat sangat
kurus, Edema nutrisional, BB/TB < -3 SD, LILA < 115 mm.4 WHO dan
UNICEFmenggunakan cut-off BB/PB < -3SD median standard rujukan WHO (WHO child
growth standard), dengan alasan bahwa anak di bawah cut-off tersebut mempunyai risiko lebih
tinggi dibanding anak yang berada di atasnya, jika anak tersebut mendapat terapi diet, akan
mengalami peningkatan BB yang lebih cepat, sehingga akan mempercepat penyembuhan, dan
tidak ada risiko atau pengaruh negatif pemberian terapi makan pada kelompok anak ini.5
3.2. Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Prevalensi gizi
kurang pada periode 1989-1999 menurun dari 29.5% menjadi 27.5% atau rata-rata terjadi
penurunan 0.40% per tahun, namun pada periode 2000-2005 terjadi peningkatan prevalensi
gizi kurang dari 24.6% menjadi 28.0% . Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005
terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan
prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah
kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005, Pemerintah Propinsi
Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk yang terjadi di NTT sebagai KLB,
dan Menteri Kesehatan telah mengeluarkan edaran tanggal 27 Mei tahun 2005.1
5
3.3. Etiologi
Ada 2 faktor penyebab yang mempengaruhi gizi buruk diantaranya penyebab langsung
dan tidak langsung. Penyebab langsung dapat dikarenakan kurangnya jumlah dan kualitas
makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit
kanker. Sedangkan penyebab tidak langsung dapat berupa ketersediaan pangan rumah tangga,
perilaku, pelayanan kesehatan.4
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang kurang atau
anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup mendapat
makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti
layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. 4
1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak di
posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan
jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat
(media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif (operasi
timbang anak). 6
2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang
berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari
posyandu (2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis,
semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak
diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau
makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut. 6
6
3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak
sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau
BB/TB < -3 SD, LiLA< 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka
anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara
rawat jalan. 6
4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat
kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA< 11,5 cm (untuk
anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis
sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam
sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan
komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap. 6
5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -3
SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada komplikasi
medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT Pemulihan. 6
6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda komplikasi
medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki), dan nafsu
makan membaik maka penangan anak tersebut dilaukan melalui rawat jalan. 6
7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tanda- tanda komplikasi medis,
tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan anak
dengan pemberian PMT pemulihan. 6
8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT
pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda
komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat badan
tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu makan
maka anak perlu penanganan secara rawat inap. 6
7
Alur Pemeriksaan diambil dari :
Marasmus adalah bentuk KEP primer tersering dan disebabkan oleh kehilangan kalori
berat. Banyak bentuk KEP marasmik sekunder disebabkan oleh penyakit-penyakit, seperti
fibrosis kistik, tuberkulosis, kanker, AIDS, atau penyakit seliak. Manifestasi klinis utama pada
anak dengan malnutrisi berat adalah tubuh yang sangat kurus dan lemah dengan berat badan di
bawah 70% dari berat badan ideal menurut tinggi badan dan habisnya simpanan lemak tubuh.
Meskipun pertumbuhan kerdil dapat diamati pada malnutrisi yang berjangka lebih lama, rasio
berat badan per tinggi badan yang diamati terhadap yang di harapkan menunjukan terjadinya
penurunan massa tubuh melebihi penykit lainnyayang terkain pertumbuhan kerdil. Kehilangan
massa otot dan simpanan lemak subkutan dikonfirmasi melalui inspeksi atau palpasi dan diukur
dengan pengukuran antropometrik. Kepala tampak besar, tetapi biasanya sebanding dengan
panjang tubuhnya. Edema biasanya tidak ada. Kulit kering dan tipis, dan rambut mungkin tipis,
jarang, dan mudah dicabut. Anak marasmik biasanya apatis dan lemah. Bradikardi dan
hipotermia menandari malnutrisi berat dan mengancam jiwa. Biasanya terjadi atrofi papila
filiformis lidah, dan stomatitis monilia jug cukup sering terjadi. 7
Malnutrisi sering disertai dengan diare kronik akibat penaruh malnutrisi pada saluran
pencernaan (atrofi mukosa dan malarbsorbsi sekunder) dan peningkatan kerentanan terhadap
virus, bakteri, protozoa, dan infeksi parasit yang terkin dengan imunodefisiensi sel-T dan Sel-
B. Episode diare berulang yang diobati dengan periode puasa yang lama atau larutan elektrolit
9
oral akan mengurangi asupan kalori dan turut menyebabkan malnutrisi. Diare dapat memburuk
selama rehabilitasi sebagai akibat pemberian makan berlebihan atau intoleransi susu formula
(malarbsorbsi laktosa atau monosakarida sementara atau intolerasi protein susu). Meskipun
demikian, merehabilitasi anak kurang gizi, dengan hasil yang baik. Pada kasus diare berat,
malarbsorbsi, dan malnutrisi, pemberian makan intravema mungkin diperlukan. 7
Kwashiorkor ditandai dengan edema pitting yang dimulai pada tungkai bawah dan naik
dengan bertambahnya keparahan, disebabkan asupan protein yang tidak cukup meskipun
asupan kalori cukup sampai baik. Penyakit ini biasa terjadi di negara berkembang jika anak
disapih dengan makana rendah protein, tetapi dapat juga merupakan komplikasi penyakit kritis
eperti luka bakar, kanker, infeksi akut dan kronis, kegagalan multiorgan, penyakit radang usus,
anoreksia nervisa, serta pasca bedah. 7
Manifestasi klinis utama kwashiorkor adalah berat badan anak berkisar antara 60-80%
dari berat badan yang dibaharpakan menurut usia, berat badan mungkin tidak mewakili status
nutrisi karea adanya edema. Pemeriksaan fisik menunjukan jaringan adiposa subkutan relatif
terpelihara dan atrofi massa otot uang mencolok. Edema bervariasi dari pitting minor di
punggung kaki sampai edema menyeluruh dengan termasuk kelopak mata dan skrotum.
Rambut jarang, mudah dicabut, dan tampak cokelat, merah, atau kuning kusam. Asupan protein
yang cukup akan megembalikan warna rambut (flag sign), menyebabkan terdaat bagian rambut
dengan peribahan pigmenasi yang diikuti oeh bagian rambut dengan pigmentasi normal.
Perubahan kulit biasanya terjadi dan berkisar dari hiperkeratosis hiperpigmentasi sampai ruam
makular eritematosus pada batang tubuh dan ekstremitas. Pada bentuk kwashiorkor yang paling
berat, terjadi deskuamasi superfisial pda permukaan yang tertekan. Umumnya terjadi keilosis
angular dan atrofi dari papila filiformis lidah. Stomatitis monilia sering terjadi. Pemeriksaan
perut dapat menunjukan hati yang membesar, lunak dengan tepi tidak jelas. Jaringan limfatik
biasanya atrofi. Pemeriksaan dada mungkin menunjukan ronkhi di basal. Perut kembung dan
suasa usus cenderung hipoaktif. 7
Jika skrining yang digunakan hanya dengan LILA dan atau BB/RB maka yang
terhjaring hanyalah penderita marasmus, sementara penderita kwashiorkor hanyasedikit
terjaring. Oleh karena itu penerita gizi buruk sebaiknya mengguakan tanda klinis yaitu sangat
kurus (marasmus) dan edema (kwashiorkor) serta pemeriksaan LILA dan atau BB/TB. Untuk
itu diperlukan tenaga yang terampil dan petugas kesehatan yang kompeten. 7
10
3.7. Tatalaksana Malnutrisi
Kriteria atau indikasi seperti yang dijelaskan pada bagan Departeman Kesehatan diatas
bukanlah harga mati. Pada Departemen Kesehatan pada tahun 2009 menambahkan beberapa
hal diantaranya :6
Sering muntah
Infeksi yang ekstensif / berat
Semua keadaan yang memerlukan pemasangan infus atau pipa nasograstrik (NGT)
Mereka dirawat di rumah sakit atau puskesmas untuk tatalaksana gizi buruk fase stabilisasi
sesuai buku panduan WHO 1999. Dalam panduan tersebut tatalaksanan penderita gizi buruk
yang dirawat di RS dibagi menjadi 2 tahap yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilitasi dengan
tindakan atau kegiatan yang terdiri atas 10 langkah utama yaitu : 6
Pada saat anak gizi buruk tiba di RS, eringkali terdapat komplikasi berat yang mengancam jiwa
seperti hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dll. Sehingga memerlukan tindaka segera. Pada
penderita gizi buruk seluruh rgan tubuhnya mengalami atrofi (otot, usus, liver, pankreas, dll),
lemak subkutan sebagai cadangan energi sanat tipis . kemampuan memproduksi enzim sanat
terbatas, kekebaan sangat terganggu dan reaksi ubuh sanat kacar dan didapatkan gangguan
elektrolit. Oleh karena itu pada fase stabilisasi, penderita dianjurkan dirawat di ruang khusus
non infeksi dengan suhu ruangan yang cukup (tidak dingin). Segera beri makanan berupa
formula 75 (F75) setiap 2-3 jam sekali dan pada 2 jam pertamaF75 diberikan dari jumlah
yang dibutuhkan setiap 30 menit. Dilakukan pemantauan akseptabilitas, suhu tubuh, frekuensi
nadi, kadar gula darahm dan waspadai kemungkinan kelebihan cairan. Tindakan pada fase
11
stabilisasi bertujuan untuk mengatasi kedaruratan medis dan menstabilkan kondisi klinis anak,
sedangkan tujuan fase rehabilitasi adalah pemulihan serta tumbuh kejar memerlukan waktu
lebih lama. Walaupun secara klinis terdapat perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor,
prosedur tatalaksana terapi pada marasmus maupun kwashiorkor sama. 6
Semua anak gizi buruk berisiko untuk terjadi hipoglikemia (kadar gula darah <3 mmol/dL atau
<54 mg/dL) yang sering kali merupakan penyebab kematian pada 2 hari pertama perawatan.
Hipoglikemia dapat terjadi karena adanya infeki berat atau anak tidak mendapat makanan
selama 4-6 jam. Hipoglikema dan hipotermia seringkali terjadi bersamaan dan biasanya
merupakan pertanda adanya infeksi. Carilah tanda hipoglikemia bila menemukan tanda
hipotermia (suhu aksila <350C dan rektal <35,50C). Pemberian makanan frekuensi sering setiap
2-3 jam sangat penting dalam mencegah dia kondisi tersebut. 6
Bolus 50 ml larutan Glukosa 10% atau sukrosa 10% ( 1 sendok the penuh gula dengan
50 ml air), baik per oral maupun dengan pipa nasograstrik. Kemudian mulai pemberian
F75 setiap 2 jam, untuk 2 jam pertama berikan dari dosis makanan setiap 30 menit.
Antibiotik spektrum luas
Pemberian makan per 2 jam, siang, dan malam.
Glukosa 10% intravena (5mg/ml) diikuti dengan 50 ml glukosa 10% atau sukrosa lewat
pipa NGT. Kemudian mulai pemberian F75 setiap 2 jam, untuk 2 jam pertama berikan
dari dosis makanan setiap 30 menit.
Antibiotik spektrum luas
Pemberian makanan per 2 jam, siang dan malam.
Monitor : 6
Kadar gula darah : setelah 2 jam, ulangi pemeriksaan kadar gula darah (menggunakan
darah jari atau tumit). Selama terapi , umumya anak akan stabil dalam 30 menit. Bila
kadar gula darah masih rendah ulangi pemerian 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan
sukrosa, kemudian lanjutkan pemberian makanan F75 setiap 2 jam hingga anak stabil.
12
Suhu rektal : jika turun hingga <35,50C, ulang pengukuran kadar gula darah.
Tingkat kesadaran : bila belum pulih, ulang pengukuran kadar gula darah sambil
mencari penyebabnya.
Pencegahan : 6
Berikan makanan F75 setiap 2 jam, mulai secara langsung atau bila perlu lakukan
rehidrasi terlebih dahulu.
Selalu berikan makanan pada malam hari.
Jika suhu aksila <35,00C, lakukan pemeriksaan suhu rektal menggunakan termometer air raksa.
Jika suhu rektal <35,50C: 6
Monitor : 6
Pencegahan : 6
13
Jaga agar anak tetap kering, segera ganti popok, pakaian dan alas tempat tidur anak bila
basah.
Hindari paparan langsung dengan udara.
Biarkan anak tidur dengan ibu/pengasuh pada malam hari agar kehangatan tetap terjaga.
6
Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak gizi buruk karena tanda dan gejala
dehidrasi seperti tugor kulit dan mata cekung sering didapati pada gzi buruk walaupun tidak
dehidrasi. Di sisi lain, pada anak gizi buruk keadaan dehidrasi walau ringan dapat menimbulkan
komplikasi lain (hipoglikemia, letargi) sehingga memperberat kondisi klinis. Karenanya prlu
antisiasi terjadinya dehidrasi pada anak gizi buruk dengan riwayat diare atau muntah dan
melakukan tindakan pencegahan. Diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah dengan pengukuran
berat jenis urin (>1.030) selain tanda dan gejala klinis khas bila ada, antara lain rasa halus dan
mukosa mulut kering. 6
Terapi :
Larutan gula-garam standar untuk rehidrasi oral (75 mmol Na/L) mengandung terlalu banyak
natrium dan terlalu sedikit kalium bagi anak malnutrisi berat. Oleh karena itu diberikan laruan
rehidrasi khusus yaitu rehydration salution for malnutrition (ReSoMal).Sulit untuk
memperkirakan status dehidrasi dengan melihat klinis saja pada anak malnutrisi berat. Maka
diasumsikan bahwa setiap anak dengan diare cair dapat mengalami dehidrasi dan berikan : 6
ReSoMal 5ml/kg setiap 30 menit selama 2 jam, baik per oral maupun lewat NGT.
Kemudian 5-10 ml/jam selama 4-10 jam berikutnya: jumlah yang seharusnya diberikan
pada anak ditentukan oleh berapa banyak anak mau minum, dan jumlah diare dan
muntah, ganti dosis ReSoMal pada jam ke 4,6,8 dan 10 dengan F75 bila rehidrasi masih
dibutuhkan.
Selanjutnya bila sudah rehidrasi, hentikan pemberian ReSoMal dan lanjutkan F75
setiap 2 jam.
Bila masih diare, beri ReSoMal setiap anak diare : anak <2 tahun : 50-100 ml dan anak
> 2 tahun : 100-200 ml.3
14
Monitor kemajuan dehidrasi tiap 30 menit selama 2 jam pertama kemudian tiap 1 jam untuk 6-
12 jam selanjutnya dengan memeriksan denyut jantung, frekuensi napas, frekuensi miksi, dan
frekuensi defekasi/muntah. Adanya air mata, mukosa kulit yang lembab, mata dan fontanella
yang sudah tidak cekung dan perbaikan turgor kulit, merupakan tanda-tanda keberhasilam
rehidrasi. Harus diperhatikan bahwa banyak anak dengan malnutrisi berat tidak menunjukan
tanda-tanda tersebut walaupun sudah tercapai rehidrasi. Frekuensi napas dan nadi yang cepat
selama rehidrasi mengindikasikan adanya infeksi atau over hidrasi. Tanda-tanda kelebihan
cairan antara lain meningkatnya frekuensi napas, nadi, timbul / bertambahnya edema dan
papebra bengkak. Jika tanda-tanda tersebut muncul, maka entukan pemberian cairan
secepatnya dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam. 6
Pencegahan untuk mencegah dehidrasi saat anak masih mengalami diare cair :
Semua anak dengan malnutrisi berat mengalami kelebihan natrium. Defisiensi kalim dan
magnesium juga terjadi dan membbutukkan waktu minimal dua minggu untuk melakukan
koreksi. Oedem yangmuncul bisa disebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Jangan memerikan
diuretik sebagai terapi edema. Berikan : 6
Pada malnutrisi berat, tanda umum adanya infeksi, seperti demam, sering tidak dijumpai dan
infeksi sering terembunyi. Oleh karena itu beri secara rutin saat rawat inap adalah antibiotik
15
spektrum luas dan vaksin campak jika anak > 6 bulan dan belum mendapat imunisasi (tunda
jika kondisi klinis syok). Pilihan antibiotika spektrum luas : 6
Jika anak tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, berikan kotrimoksasol 5
ml larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari (2,5 ml jika berat <6kg).
Jika anak terlihat sangat sakit (apatis,letargi) atau terdapat komplikasi (hipoglikemia,
gipotermia, dermatosis, infeksi traktur respiratorius atau urinarius) berikan ampisilin
50 mg/kg IM/IV per 6 jam untuk 2 hari, kmudian dilanjutkan dengan amoksisilin per
oral 15 mg/kg per 8 jam untuk 5 hari, atau jika amoksisilin tidak tersedia lanjutkan
dengan ampisilin per oral 50 mg/kg per 6 jam.
Gentamisin 7,5 mg/kg IM/IV ditamabahkan sekali sehari selama 7 hari. jika anak tidak ada
perbaikan klinis dalam 48 jam tambahkan kloramfenikol 25 mg/kg IM/IV per 8 jam selama 5
hari. jika infeksi spesifik teridentifikasi tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai dan terapi
antimalaria jika pemeriksaan parasit malaria pada darah perifer menunjukan hasil positif. Jika
anoreksi tetap ada seteah 5 hari pemberian antibiotika, lanjutkan sampai 10 hari. selain itu
evaluasi ulang anak seutuhnya perika fokal infeksi dan organisme yang potensial untuk resisten
dan pastikan bahwa suplemen vitamin dan mineral telah diberika secara benar. 6
Semua anak malnutrisi berat juga mengalami defieisnei vitamin dan mineral.
Meskipin anemia sering tejadi, pada periode awal tidak boleh diberikan preparat besi tetapi
ditunggu sampai anak memiliki nafsu makan yang baik dan dimulai saat berat badan
bertambah. Pemberian preparat besi dapat memperburuk keadaan infeksi serta terjadinya reaksi
oksidatif oleh besi bebas yang akan merusak membran sel dan berakibat fatal. 6
Pemberian pada hari pertama adalah Vitamin A per oral (dosis untuk >12 buan
200.000 SI, untuk 6-12 bulan 100.000 SI, untuk 0-5 bulan 50.000SI) ditunda bila klinis buruk
dan asam folat 5 mg oral. Pemberian harian selama 2 minggu setelahnya adalah suplemen
multivitamin, asam folat 1 mg/hari, zink 2 mg/kgbb/hari, copper 0,3 mg/kgbb/hari dan preparat
besi 3 mg/kgbb/hari pada fase rehabilitasi. 6
Pada fase stabilisasi diperlukan pendakatan yang hati-hati karena kondisi fisiologis anak yang
rapuh dan berkurangnya kapasitas homeostatis. Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera
16
mungkin setelah passien masuk dan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi dan
protein secukupnya untuk mempertaahankan proses fisiologis dasar. Hal-hal penting dalam
pemberian makan pada fase stabilisasi adalah sebagai berikut : 6
Peberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas rendah dan rendah
laktosa
Pemberian makan secara oral atau lwat pipa nasogastrik
Energi : 80-100 kcal/kgbb/hari
Protein : 1-1,5 g/kgbb/hari
Cairan : 130 ml/kgbb/hari cairan (100 cc/kgbb/hari bila anak edema berat)
Apabia anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi setelah formula dihabiskan.
Pemberian susu formula awal (F75) dan jadwal pemberian makanan yang
disarankan dibuat untuk memenuhi target diatas. F75 mengandung 75 kcal/100 ml dan 0,9 gram
protein /100 ml cukup memenuhi kebutuhan bagi sebagin besar anak. Berikan dengan
menggunakan cangkir atau sendok. Anak yang sangat lemah, mungkin perlu diberikan dengan
sendok atau secara drop atau dengan spuit. Jadwal yang diberikan dimana volume secara
bertahap ditingkatkan dan frekuensi secara bertahap dikurangi adalah sebagai berikut :
Perubahan frekuesi makan dari tiap 2 jam menjadi tiap 3 jam dan 4 jam dilakukan bila
anak mampi menghabiskan porsinya. Untuk anak dengan nafsu makan yang baik dan tanpa
edema, jadwal ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari. gunakan perhitungan berat badan harian
untuk menghitung berapa banyak yang harus diberikan, karena anak mengalami penurunan
berat badan atau mengalami peningkatan berat badan pada fase ini. Jika karena sesuatu sebab
(muntah, diare, dan letargi) asupan tidak mencapai 80 kkal/kgbb/hari (jumlah yang harus
17
dicapai), makanan harus diberikan melalui NGT untuk mencukupi jumlah asupan. Jangan
melebihi 100kcal/kg/hari pada fase ini. Monitor dan catat : 6
Pada fase rehabilitasi perlu pendekatan y ang baik untuk pemberian makan dalam pencapaian
asupan yang tinggi dan kenaikan berat badan yang cepat ( > 10 g/kg/hari).formula yang
dianjurkan pada fase ini adalah F100 yang mengandung 100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein/100
ml. kesiapan untuk memasuki fase rehabilitasi ditandai dengan kembalinya nafsu makan
biasanya sekitar satu setelah perawatan. Transisi yang bertahap direkomendasikan untuk
mencegah resiko gagal jantung yang dapat muncul bila anak mengkonsumsi makanan langsung
dalam jumlah banyak. Untuk mengubah dari pemberian makanan awal ke makanan kejar
tumbuh (transisi) dilakukan : 6
Ganti formula F75 dengan F100 dalam jumlah yang sama selama 48 jam
Kemudian volume dapat ditambah bertahap sebanyak 10-15 ml per kali, kenaikan
volume ini dapat dilakukan per hari hingga mencapat 150 kkal/kgbb/hari
Energi : 100-150 kkal/kgbb/hari
Protein : 2-3 g/kgbb/hari
Bila anak masih mendapat ASI, tetap diberikan diantara pemberian formula
Lanjutkan menambah volume pemberian F100 hingga ada makaan sisa yang tidak
termakan oleh anak. Tahapan ini biasanya terjadi pada saa tpemberian makanan
mencapai 30 ml/kgbb/makan (200 ml/kgbb/hari)
Pemberian makanan yang sering dari jumlah formula tumbuh kejar
Energi : 150-220 kcal/kg/hari
Protein : 4-6 gram protein/kg/hari
Bila anak masih mendapat ASI tetap berikan di antara pemberian formula
18
Monitor kemajuan setelah transisi dengan menilai peningkatan berat badan : 6
Timbang berat badan tiap pagi sebelum makan, plot pada formulir pematauan berat
badan
Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan gram/kgbb/hari
Pada malnutrisi berat didapatkan perkembanga mental dan perilaku yang terlambat,
menyediakan : 6
Bilaanak sudah mencapat persentil 90% BB/TB (setara -1SD) maka anak sudah pulih dari
keadaan malnutrisi, walaupun mungkin BB/U masih rendah karena umumnya anak pendek
(TB/U). pola maka yang baik dan stimulasi fisik dan sensorik dapat dilanjukan di rumah.
Tunjukan kepada orang tua atau pengasuh bagaimana : 6
Pemberian makan secara sering dengan kadungan energi dan nutrient memadai
Berikan terapi bermain yang terstruktur
Membawa anak secara terkontrol
Memberikan imunisasi booster
Memberikan vitamin A setiap 6 bulan.
19
3.8. Posyandu
Posyandu memiliki beberapa sasaran yaitu balita, ibu hamil dan menyusui, pasangan
usia subur (PUS). Kegiatan posyandu dilaukan satu kali dalam sebulan, di tempat yang mudah
dijangkau masyarakat. Sistem pelayanan posyandu ini dilakukan secara sistem lima meja.
Meja pertama adalah meja pencatatan dan pelaporan, kemudian dilakukan penimbanngan di
meja kedua, selanjutnya di meja ketiga dilakukan penerangan dan pendidikan. Lalu di meja
keempat dilakukan peningkatan tentang gizi/ASI. Meja kelima berupa pelayanan kesehatan
(Pemeriksaan kehamilan, imunisasi balita, anak dan ibu hamil, program keluarga berencana
dan oemberian tablet besi dan vitamin A). Meja pertama sampai keempat dilayani oleh kader
desa, sedangkan meja kelima oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang terkait adalah
bidan swasata, bidan desa, tenaga kesehatan puskesmas, dan dokter swasta. Posyandu sendiri
melaksanakan sistem Kader Desa. 9
Dalam tahap yang dilakukan posyandu, hasil penimbangan berat bedan akan dicatat di
Kartu Menuju Sehat (KMS). KMS adalah kartu yang memuat data pertumbuhan dan
perkembangan anak sejak lahir hingga berusia lima tahun. Juga memuat informasi mengenai
jadwal imunisasi, pemberian ASI dan kemampuan yang harus dimiliki sesuai dengan tingkat
usianya. Pengisian KMS dilakukan oleh tenaga kesehatan. Model KMS biasanya berbeda-
beda, namun data yang harus diisikan semuanya sama. 10
20
Gambar 1. Lembar depan KMS10
Yang harus diperhatikan dari KMS adalah grafik pertumbuhan berat badan berdasarkan
umur (BB/U). Grafik ini diisi setiap bulan sehabis penimbangan. Beberapa hal yangh harus
21
diperhatikan mengenai grafik pada KMS adalah sebagai berikut. Setelah ditimbang maka
tenaga medis akan memberikan titik sesuai bulan penimbangan dan berat di kecil. Jika titik
tersebut berada di bawah garis merah artinya si kecil mengalami kurang gixi tingkat sedang
bahkan bisa jadi tingkat berat. Jika si kecil mengalami ini maka segera bawa ke bidan atau
dokter spesialis anak. Jika pada daerah dua pita warna kuning (diatas garis merah), hal ini
menunjukan si kecil mengalami kurang gizi ringan. Ibu kangan terlalu panik. Yang pertama
kali dilakukan adalah mengevaluasi pemberiaan makanan pada si kecil. Bisa jadi kurang gizi
yang dialami si kecil diakibatkan karena kelalaian ibu dalam pemberian makan, ketidaksabaran
ibu dalam memberi makan si kecil, makanan yang diberikan kurang tepat waktu mutu jumlah,
bila ibu sudah merasa optimal dalam berusaha da n berdia tetapi balita masih berstatus gizi
kurang maka bawalah ke bidan / dokter spesialis anak. Jika berada di daerah dua [ita warna
hijau muda dan 2 warna hijau tua di atas kuning, berarti status gizi balita itu baik atau normal.
Bila berada di posisi empat garis diatas pita warna hijau tua, balita memiliki berat badan yang
lebih dari seharusnya. Balita yang obesitas rentan terkena penyakit akibat kegemukan. 10
22
Bab IV
Pengumpulan Data
Ayah Pasien
Ibu Pasien
23
f. Alamat : Desa Srikamulyan, RT007/RW002, Kecamatan Tirtajaya,
Kabupaten Karawang
g. Telepon :-
24
j. Sumber pencemaran air : Tidak Ada
k. Pemanfaatan perkarangan : Ada
l. Sistem pembuangan limbah : Ada
m. Tempat pembuangan sampah : Ada
n. Sanitasi lingkungan : Cukup
Keterangan:
25
4.9. Keluhan Utama
Ibu OS mengatakan berat badan anaknya tidak naik sejak 2 tahun yang lalu, serta nafsu
makan OS menurun. Sehingga OS menjadi kurang aktif. Ibu OS mengatakan awalnya
sama sekali tidak mau makan, OS hanya makan mie instan sulit untuk makan buah dan
sayuran. Menurut pengakuan ibunya OS lahir dengan prematur BBL hanya 1,8 kg.
Riwayat imunisasi tidak lengkap hanya dilakukan saat pertama kali dilahirkan. Ibu OS
juga mengatakan OS sering mencret dengan frekuensi 6x/hari, konsistensi cair dengan
sedikit ampas, warna kekuningan, darah ataupun lendir tidak ada. Menurut pengakuan ibu
pasien, OS mengalami keterlambatan dalam perkembangannya, sampai saat ini OS belum
dapat berbicara, belum dapat membaca, dan menulis.
Leher
Tidak ada kelainan bentuk, tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar.
Toraks
Paru : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba. Ballotement (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
27
Anus dan Rektum : (tidak dilakukan)
Genitalia : (tidak dilakukan)
Anggota Gerak : Akral hangat, Udem (-)
Rehabilitatif
- Meminta orang tua pasien untuk melakukan kunjungan ke bagian Gizi
Puskesmas untuk mendapatkan informasi dan pendampingan mengenai gizi
anaknya sehingga diketahui asupan yang boleh atau harus dikonsumsi.
- Kontrol ke fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan lebih lanjut jika gejala
berulang dan bertambah parah.
28
- Kontrol ke fasilitas kesehatan atau posyandu untuk memeriksakan
kehamilannya secara rutin.
4.18. Prognosis
a. Penyakit
Prognosis kurang baik, terutama dikarenakan adanya Down Syndrome disertai
juga adanya keterlambatan perkembangan dan tidak dilakukannya imunisasi
sehingga banyak faktor yang dapat memperburuk keadaan pasien kedepannya.
Namun dapat juga baik bila pasien melakukan kunjungan berkala ke Puskesmas
dan Rumah Sakit.
b. Keluarga
Hubungan antar keluarga perlu ditingkatkan terutama dukungan semangat
untuk ibu pasien dikarenakan sudah tampak putus asa sehingga perlu dukungan
dari keluarga. Serta perlu diberikan waktu rekreasi yang lebih lagi.
c. Masyarakat
Masyarakat baik, karena tidak terlalu dipengaruhi keadaan pasien.
4.19. Resume
Pasien berusia 4 tahun dengan keluhan berat badan tidak naik sejak 2 tahun lalu. Pasien
memiliki riwayat lahir prematur dengan BBL 1,8 kg. OS hanya melakukan imunisasi
HB0 saat lahir, dan juga terjadi keterlambatan perkembangan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan rambut kecoklatan.
29
Bab V
Analisa Kasus
5.1. Analisa Kasus
An. Khoirutun bersuai 4 tahun dengan keluhan berat badan tidak naik sejak 2 tahun lalu.
Saat ini keluhan OS tidak nafsu makan dan anak terlihat lemas. Pada awalnya sama sekali tidak
mau makan. Biasanya OS hanya makan mie instan, sulit untuk makan buah dan sayuran. Biasanya
pasien berobat ke puskesmas pedes jika OS mengalami sakit. Pasien tidak pernah berkunjung ke
Posyandu setiap bulan sehingga tidak terpantau dengan baik status gizinya. Pasien hanya
melakukan imunisasi HB0 saat lahir, dan juga pasien mengalami keterlambatan perkembangan.
Pada pemeriksaan fisik hanya terdapat warna rambut kecoklatan.
31
Bab VI
Penutup
Kesimpulan
Gizi buruk merupakan ketidakseimbangan antara suplai nutrisi dan energi dengan
kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi tertentu. Gizi buruk defisiensi
makronutrien termasuk kwashiorkor, marasmus, dan marasmus kwashiorkor. Pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendiagnosis gizi buruk dapat menggunakan BB/TB dan mengukur lingkar
lengan atas. Kasus Gizi buruk pada anak sebetulnya dapat ditanggulangi bila cepat ditemukan dan
cepat diberikan intervensi, dengan tatalaksana sesuai pedoman yang sudah ditetapkan diharapkan
anak akan perlahan-lahan bebas dari keadaan gizi buruknya. Keadaan ini pada pasien dirasa cukup
bermasalah dikarenakan gizi buruk ditambah keadaan keterlambatan perkembangan dan juga tidak
lengkapnya imunisasi. Keadaan ini mungkin dapat diminimalisir dengan melakukan kunjungan
rutin ke Posyandu setiap bulan untuk dipantau keadaan gizinya sehingga dapat perlahan-lahan di
obati. Di posyandu juga bisa dilakukan pemberian makanan tambahan, atau vitamin A, dan bahkan
imunisasi catch up yang perlu dilakukan.
32
Daftar Pustaka
33
LAMPIRAN
34
Gambar 1. Pemberian Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi 200.000 IU kepada
pasien di Posyandu Srikamulya
35