You are on page 1of 21

TUGAS SISTEM PERSEPSI SENSORI

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN AEROTITIS

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. Sofia Erfiani (10215002)


2. Desy Enggar Pravita (10215004)
3. M. Robieth Al Hady Wafa (10215008)
4. Fitriah Nurul Hidayah (10215010)
5. Selviana Hanif Mubthalifah (10215012)
6. Oktavia Eka Puspitasari (10215013)
7. Yessi Elita Okinawati (10215016)
8. M. Rohyan Gogot Nursawit (10215030)
9. Ayu Rahma Widhiya Anita (10215043)
10. Siti Fatimah (10215050)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2016/2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas izin dan
kuasanya kami dapat menyelesaikan tugas makalah system persepsi sensori
dengan judul Aerotitis sadar bahwa dalam penulisan ini tidak sedikit masalah
yang dihadapi, namun berkat kerja keras serta bantuan dari pihak, semua masalah
tadi bisa teratasi dengan baik. Oleh karena itu, kami banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sadar bahwa ini jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca, baik mahasiswa maupun masyarakat sebagai
tambahan wawasan pengetahuan.

Kediri, 13 Mei 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Aerotitis ........................................................................... 3
B. Kasifikasi Aerotitis ........................................................................ 3
C. Etiologi Aerotitis ........................................................................... 3
D. Patofisiologi Aerotitis ................................................................... 4
E. Manifestasi klinis Aerotitis ........................................................... 6
F. Pemeriksaan Diagnostik Aerotitis ................................................. 7
G. Komplikasi Aerotitis ..................................................................... 8
H. Penatalaksanaan Aerotitis ............................................................. 8
I. Pathways Aerotitis......................................................................... 10
J. Asuhan Keperawatan Aerotitis...................................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia merupakan suatu makhluk daratan, yang
sudah menyesuaikan diri dengan kehidupan di daratan. Maka situasi
kehidupan diudara (suatu penerbangan) tentu merupakan hal yang
asing/aneh, sehingga akan mengakibatkan stress bagi yang bersangkutan.
Disamping itu suatu penerbangan mengakibatkan terjadinya perubahan-
perubahan keadaan di sekitar tubuh antara lain perubahan tekanan udara
yang dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia. Dalam suatu
penerbangan seseorang akan mengalami perubahan ketinggian yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara disekitarnya. Tekanan
udara tersebut akan menurun pada saat naik/ascend, dan akan meninggi bila
descend. Aerotitis dapat menyebabkan berbagai manifestasi mulai dari nyeri
telinga, sakit kepala sampai nyeri persendian, paralisis, koma dan kematian.
Tiga manifestasi yang paling sering dari aerotitis termasuk kerusakan pada
sinus paranasalis, paru-paru, telinga tengah, penyakit dekompresi, luka
akibat ledakan (bom) dan terbentuknya emboli udara dalam arteri. Aerotitis
juga bisa diinduksi oleh pemasangan ventilator mekanik. Aerotitis dapat
berpengaruh pada beberapa area tubuh yang berbeda, termasuk telinga,
muka (sinus paranasalis), dan paru-paru.
Aerotitis adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat perbedaan
antara tekanan udara di dalam rongga udara fisiologis dalam tubuh dengan
tekanan disekitarnya. Aerotitis paling sering terjadi pada penerbangan dan
penyelaman. Tubuh manusia mengandung gas dan udara dalam jumlah yang
signifikan. Beberapa diantaranya larut dalam cairan tubuh. Udara sebagai
gas bebas juga terdapat di dalam saluran pencernaan, telinga tengah, dan rongga
sinus, yang volumenya akan bertambah dengan bertambahnya ketinggian. Ekspansi gas
yang terperangkap di dalam sinus bisa menyebabkan sakit kepala, ekspansi
gas yang terperangkap dalam telinga tengah bisa menyebabkan nyeri telinga
dan perasaan kembung atau penuh pada perut jika ekspansi gas terjadi di

1
saluran pencernaan. Ekspansi gas yang terperangkap dalam usus halus bisa
menyebabkan nyeri yang cukup hebat hingga terkadang bisa menyebabkan
tidak sadarkan diri. Pada ketinggian 8000 kaki gas-gas yang terperangkap
dalam rongga tubuh volumenya bertambah 20% dari volume saat di darat.
Semakin cepat kecepatan pendakian maka semakin besar risiko mengalami
ketidaknyamanan atau nyeri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Aerotitis?
2. Apa klasifikasi dari Aerotitis?
3. Apa etiologi Aerotitis?
4. Bagaimana patofisiologi dari Aerotitis?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Aerotitis?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Aerotitis?
7. Bagaimana komplikasi dari Aerotitis?
8. Bagaimana Penatalaksanaan dari Aerotitis?
9. Bagaimana pathways Aerotitis?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Aerotitis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Aerotitis
2. Untuk mengetahui klasifikasi Aerotitis
3. Untuk mengetahui apa etiologi Aerotitis
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Aerotitis
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Aerotitis
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Aerotitis
7. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari Aerotitis
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Aerotitis
9. Untuk mengetahui bagaimana pathways Aerotitis
10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Aerotitis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Aerotitis telinga tengah atau aerotitis media atau ear block


didefinisikan sebagai proses inflamasi akut di telinga tengah sebagai akibat
perubahan tekanan atmosfer. Aerotitis adalah kerusakan fisik pada jaringan
tubuh yang disebabkan oleh perbedaan tekanan antara ruang gas di dalam,
atau kontak dengan tubuh, dan gas atau cairan sekitarnya. Kerusakan awal
biasanya karena over-peregangan jaringan dalam ketegangan atau geser,
baik secara langsung dengan perluasan gas di ruang tertutup, atau dengan
perbedaan tekanan yang ditularkan melalui hidrostatik melalui jaringan.
Jaringan pecah mungkin rumit dengan diperkenalkannya gas ke jaringan
lokal atau sirkulasi melalui tempat trauma awal, yang dapat menyebabkan
penyumbatan sirkulasi di tempat yang jauh, atau mengganggu fungsi normal
organ dengan kehadirannya.
B. Klasifikasi
Berdasarkan letak anatomisnya, aerotitis dapat dibagi menjadi :
1. Aerotitis Telinga
- Aerotitis telinga luar
- Aerotitis telinga tengah
- Aerotitis telinga dalam
2. Aerotitis Sinus Paranasalis
3. Aerotitis pulmonal
4. Aerotitis Odontalgia
C. Etiologi
1. Penyumbatan saluran Tuba Eustachius.
2. Perubahan ketinggian, misalnya : penerbangan, menyelam atau bepergian
ke daerah pegunungan/dataran tinggi.
3. Hidung tersumbat akibat influenza, pilek, alergi, atau infeksi saluran
nafas atas.

3
D. Patofisiologi

Aerotitis dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh


(telinga tengah, paru-paru) menjadi ruang tertutup. Tuba eustakius secara
normal selalu tertutup namun dapat terbuka pada gerakan menelan,
mengunyah, menguap, dan dengan Manuver Valsava. Pilek, rinitis alergi
serta berbagai variasi anatomis individual, semuanya merupakan
predisposisi terhadap disfungsi tuba eustakius. Aerotitis, dengan ruptur
membran timpani (MT), dapat terjadi setelah suatu penerbangan pesawat
atau setelah berenang atau menyelam. Mekanisme bagaimana ini dapat
terjadi, dijelaskan dibawah ini. Saluran telinga luar, telinga tengah, telinga
dalam dapat dianggap sebagai 3 kompartemen tersendiri, ketiganya
dipisahkan satu dengan yang lain oleh membran timpani dan membran
tingkap bundar dan tingkap oval. Telinga tengah merupakan suatu rongga
tulang dengan hanya satu penghubung ke dunia luar, yaitu melalui tuba
Eustachii. Tuba ini biasanya selalu tertutup dan hanya akan membuka pada
waktu menelan, menguap, Valsava maneuver. Valsava maneuver dilakukan
dengan menutup mulut dan hidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan
demikian tekanan di dalam pharynx akan meningkat sehingga muara dapat
terbuka.
Dari skema diatas ini dapat dilihat bahwa ujung tuba di bagian telinga
tengah akan selalu terbuka, karena terdiri dari massa yang keras/tulang.
Sebaliknya ujung tuba di bagian pharynx akan selalu tertutup karena terdiri
dari jaringan lunak, yaitu mukosa pharynx yang sewaktu-waktu akan
terbuka di saat menelan. Perbedaan anatomi antara kedua ujung tuba ini
mengakibatkan udara lebih mudah mengalir keluar daripada masuk kedalam
cavum tympani. Hal inilah yang menyebabkan kejadian Aerotitis lebih
banyak dialami pada saat menurun dari pada saat naik tergantung pada
besarya perbedaan tekanan, maka dapat terjadi hanya rasa sakit (karena
teregangnya membrana tympani) atau sampai pecahnya membran tympani.
Aerotitis descent dan ascent dapat terjadi pada penyelaman.
Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila penyelam tidak mampu
menyamakan tekanan udara di dalam rongga tubuh pada waktu tekanan air

4
bertambah atau berkurang. Aerotitis telinga adalah yang paling sering
ditemukan pada penyelam, dibagi menjadi 3 jenis yaitu Aerotitis telinga
luar, tengah dan dalam, tergantung dari bagian telinga yang terkena.
Aerotitis telinga ini bisa terjadi secara bersamaan dan juga dapat berdiri
sendiri. Aerotitis telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka pada
waktu menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus eksternus. Bila
meatus akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara yang terjebak.
Pada waktu tekanan bertambah, mengecilnya volume udara tidak mungkin
dikompensasi dengan kolapsnya rongga (kanalis akustikus eksternus), hal
ini berakibat terjadinya decongesti, perdarahan dan tertariknya membrana
timpani ke lateral. Peristiwa ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan
tekanan air dan tekanan udara dalam rongga kanalis akustikus eksternus
sebesar 150 mmHg atau lebih, yaitu sedalam 1,5 2 meter.
Aerotitis telinga tengah akibat adanya penyempitan, inflamasi atau
udema pada mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan merupakan
penyulit untuk menyeimbangkan tekanan telinga tengah terhadap tekanan
ambient yang terjadi pada saat ascent maupun descent, baik penyelaman
maupun penerbangan. Terjadinya Aerotitis tergantung pada kecepatan
penurunan atau kecepatan peningkatan tekanan ambient yang jauh berbeda
dengan kecepatan peningkatan tekanan telinga tengah. Aerotitis telinga
dalam biasanya adalah komplikasi dari Aerotitis telinga tengah pada waktu
menyelam, disebabkan karena malakukan maneuver valsava yang
dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat Aerotitis
maka membran timpani akan mengalami edema dan akan menekan stapes
yang terletak pada foramen ovale dan membran pada foramen rotunda, yang
mengakibatkan peningkatan tekanan di telinga dalam yang akan merangsang
labirin vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada pemeriksaan
Stepping Test.
Dapat disimpulkan, gangguan pada telinga tengah dapat berpengaruh
pada labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan laten pada
tonus otot melalui refleks vestibulo spinal. Seperti yang dijelaskan di atas,
tekanan yang meningkat perlu diatasi untuk menyeimbangkan tekanan,

5
sedangkan tekanan yang menurun biasanya dapat diseimbangkan secara
pasif. Dengan menurunnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah
akan mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba eustakius.
Dengan meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah dan
dalam tuba eustakius menjadi tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan
penciutan tuba eustakius. Jika perbedaan tekanan antara rongga telinga
tengah dan lingkungan sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai
100mmhg), maka bagian kartilaginosa diri tuba eustakius akan semakin
menciut. Jika tidak ditambahkan udara melalui tuba eustakius untuk
memulihkan volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga
tengah dan jaringan didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya
perbedaan. Terjadi rangkaian kerusakan yang dapat dipekirakan dengan
berlanjutnya keaadan vakum relatif dalam rongga telinga tengah.
Mula-mula membrana timpani tertarik kedalam. Retraksi
menyebabkan membrana dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil
sehingga tampak gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gambaran
injeksi dan bula hemoragik pada gendang telinga tengah juga mukosa
telinga tengah juga akan berdilatasi dan pecah, menimbulkan hemotapimum.
Kadang-kadang tekanan dapat menyebabkan ruptur membrana timpani.
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala descent aerotitis :
- Nyeri (bervariasi) pada telinga yang terpapar.
- Kadang ada bercak darah di hidung dan nasofaring.
- Rasa tersumbat dalam telinga / tuli konduktif.
2. Gejala ascent aerotitis :
- Rasa tertekan atau nyeri dalam telinga.
- Vertigo.
- Tinnitus / tuli ringan.
- Aerotitis telinga dalam sebagai komplikasi
Berdasarkan manifestasi klinisnya, kerusakan membran timpani akibat
aerotitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Grade 0 : bergejala tanpa tanda kelainan

6
Grade 1 : infeksi membran timpani
Grade 2 : infeksi, perdarahan ringan pada membran timpani
Grade 3 : perdarahan berat membran timpani
Grade 4 : peradangan telinga tengah (membran timpani menonjol dan agak
kebiruan
Grade 5 : perdarahan meatus eksternus + ruptur membrane timpani.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Fisik
Evaluasi membran timpani berdasarkan skala Teed :
Teed 0 tidak ada kerusakan yang terlihat, telinga normal
Teed 1 kongesti sekitar umbo, retraksi membran timpani
Teed 2 kongesti seluruh membran timpani
Teed 3 perdarahan pada telinga tengah
Teed 4 perdarahan luas pada telinga tengah disertai gelembung
darah yang terlihat di belakang membran timpani (hemotimpanum) ;
membran timpani mungkin ruptur
Teed 5 seluruh telinga tengah diisi oleh darah yang berwarna gelap
(deoksigenasi), membran timpani perforasi
Biasanya tes garputala dan audiometri akan menunjukkan tuli
konduktif ringan di telinga yang terkena
Perlu dilakukan pemeriksaan keseimbangan pasien
Pada aerotitis telinga bagian dalam, membran timpani mungkin
terlihat normal. Tuli berupa tuli sensorineural, diikuti oleh nistagmus
dan tes fistula yang positif.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita aerotitis adalah pemeriksaan
lab berupa:
1. Analisa Gas Darah
Untuk mengevaluasi gradien alveolus-arteri untuk mengetahui
terjadinya emboli gas.

7
2. Darah Lengkap
Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele
neurologis yang persisten selama 1 bulan setelah perlukaan.
3. Kadar Serum Creatinin Phosphokinase
Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan
peningkatan kerusakan jaringan karena mikroemboli.
4. Foto Thoraks dan CT Scan
Foto x-ray thorax jika pasien mengeluh adanya kesulitan bernafas.
Pemeriksaan penunjang lainnya berupa CT-Scan kepala untuk melihat
apakah terdapat embolisme udara pada otak.
5. PTA
PTA dilakukan untuk menentukan apakah terjadi tuli konduktif atau
tuli sensorineural.
6. Timpanometri
Timpanometri dilakukan untuk melihat apakah ada cairan di dalam
cavum timpani serta untuk melihat fungsi dari tuba.
7. OAE
Untuk melihat apakah ada kerusakan di telinga dalam.
G. Komplikasi
1. Ruptur atau perforasi gendang telinga.
2. Infeksi telinga akut.
3. Kehilangan pendengaran yang menetap.
4. Tinnitus yang menetap.
5. Vertigo.
H. Penatalaksanaan
Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga,
pertama-tama yang perlu dilakukan adalah :
1. Berusaha untuk membuka tuba eustakius dan mengurangi tekanan
dengan mengunyah permen karet, atau menguap, atau menghirup udara,
kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan sambil menutup
lubang hidung dengan tangan dan menutup mulut.

8
2. Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas,
membrane nasalis dapat mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan
dapat diusahakan menginflasi tuba eustakius dengan perasat Politzer,
khususnya dilakukan pada anak-anak berusia 3-4 tahun.
3. Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau kombinasi keduanya
selama 1-2 minggu atau sampai gejala hilang, antibiotic tidak
diindikasikan kecuali bila terjadi perforasi di dalam air yang kotor.
Perasat Politzer terdiri dari tindakan menelan air dengan bibir tertutup
sementara ditiupkan udara ke dalam salah satu nares dengan kantong
Politzer atau apparatus senturi; nares yang lain ditutup. Kemudian anak
dikejutkan dengan meletuskan balon ditelinganya, bila tuba eustakius
berhasil diinflasi, sejumlah cairan akan terevakuasi dari telinga tengah
dan sering terdapat gelembung-gelembung udara pada cairan.
4. Untuk aerotitis telinga dalam, penanganannya dengan perawatan di
rumah sakit dan istirahat dengan elevasi kepala 30-400. Kerusakan
telinga dalam merupakan masalah yang serius yang memungkinkan
adanya pembedahan untuk mencegah kehilangan pendengaran yang
menetap. Suatu insisi dibuat didalam gendang telinga untu menyamakan
tekanan dan untuk mengeluarkan cairan (myringitomy) dan bila perlu
memasang pipa ventilasi. Walaupan demikian pembedahan biasanya
jarang dilakukan. Kadang-kadang, suatu pipa ditempatkan di dalam
gendang telinga, jika seringkali perubahan tekanan tidak dapat dihindari,
atau jika seseorang rentan terhadap aerotitis.

9
I. Pathways

Hidung tersumbat Perbedaan tekanan


AEROTITIS
(influenza, pilek, (penerbangan, menyelam)

alergi, atau infeksi


saluran nafas atas. Disfungsi Tuba Eustachius

Tuba Eustachius tertutup/bengkak


Sistem Imun
Tubuh turun
Udara tidak dapat masuk

Leukosit naik

Mendorong membran
tympani masuk ke dalam
Inflamasi

Membran tympani
tegang/tidak bergetar/ruptur Nyeri Akut

Resiko Gg. Pendengaran


Ansietas
Konsep Diri menurun/tidak tajam

Gg. Komunikasi Verbal

10
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data demografi yaitu tempat tinggal, keadaan wilayah, umur,
jenis kelamin.
b. Riwayat kesehatan
- RKS : Nyeri telinga, rasa penuh pada telinga, kehilangan
pendengaran, serumen keras, nyeri berat, bahkan penurunan
pendengaran, adanya cairan yang keluar dari kanalis auditorius
eksternus, nyeri tekan pada aural, demam, selulitis, tinnitus,
persisten bau busuk.
- RKD : Adanya infeksi pada laring atau faring, adanya
benda asing yang masuk, Trauma tulang, hantaman keras pada
telinga, reaksi alergi, adanya riwayat ISPA.
- RKK : Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit
yang sama pada klien atau menderita ISPA.
c. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : Adanya otorea, dengan otoskopi : eritema,
edema, lesi, adanya benda asing, cairan abnormal yang keluar dan
terjadi peradangan pada membrane timpani dan edema bahkan
hematoma pada sekitar telinga.
- Palpasi : Adanya nyeri tekan pada aural dan sekitar telinga.
2. Analisa data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Pasien Aerotitis Nyeri Akut
mengeluh sakit di
Inflamasi
bagian telinga.
Membran
DO : Pasien terlihat
Tympani ruptur
gelisah, menahan
nyeri.
2. DS : Pasien Aerotitis Ansietas
mengeluh cemas
Membran
dengan Tympani ruptur

11
kesehatannya. Pendengaran
menurun/tidak
DO : Pasien terlihat
tajam
gelisah.
3. DS : Pasien Aerotitis Gg. Komunikasi Verbal
mengeluh tidak
Membran
mengerti Tympani ruptur
pembicaraan orang.
Pendengaran
DO : Pasien menurun/tidak
tajam
meminta
mengulangi
pembicaraan,
nampak bingung,
dan lambat dalam
merespon.
4. DS : Pasien Aerotitis Resiko Gg. Konsep Diri
mengatakan bahwa
Membran
dirinya sudah tidak Tympani ruptur
dapat mendengar
Pendengaran
lagi. menurun/tidak
tajam
DO : Pasien terlihat
melamun, bersedih
atas keadaannya.

3. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan proses inflamasi yang
mengakibatkan ruptur membran tympani.
2. Ansietas berhubungn dengan potensial kehilangan
pendengaran.
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan
kesukaran memahami orang lain (kurangnya pendengaran).
4. Resiko gangguan konsep diri berhubungan dengan terjadinya
pendengaran yang menurun.

12
4. Intervensi keperawatan

No Dx NOC NIC
1 Nyeri Akut Tujuan : Dalam waktu 1 x 1. Kaji laporan nyeri, catat
berhubungan 24 jam, setelah dilakukan lokasi, lama intensitas dan
dengan proses terapi rasa nyeri karakteristiknya.
inflamasi yang pasienberkurang. Rasional : ekspresi wajah
mengakibatkan Kriteria Hasil : pasien menunjukan tdak
ruptur membran 1. Secara subjekti adanya nyeri.
tympani. melaporkan nyeri 2. Berikan tindakan
berkurang atau dapat kenyamanan.
diadaptasi. Rasional : pasien tidak
2. Skala nyeri 0-1. merasa gelisah.
3. Dapat mengidentifikasi 3. Lakukan pembersihan
aktifitas yang telinga dari eksudat dan
meningkatkan atau darah : bilas telinga,irigasi
menurunkan nyeri. telinga, tampon telinga, obat
4. Pasien tidak gelisah. tetes telinga dan salep
telinga.
Rasional : telingga px
bersih dan px mersa
telinggnya sudah tidak kotor
lagi.
2 Ansietas Tujuan : Dalam wkatu 1 x 1. Kaji tingkat ansietas pasien.
berhubungn dengan 24 jam, setelah diberikan Rasional : Memberikan
potensial edukasi pasien tidak merasa edukasi sehingga tingkat
kehilangan cemas lagi. ansietas pasien berkurang.
pendengaran. Kriteria Hasil : 2. Dorong pasien
1. Pasien menunjukkan mendiskusikan ansietas dan
bahwa dirinya tidak gali informasi dari pasien
cemas lagi. tentang penyebabnya.
2. Pasien sudah mulai Rasional : lakukan
menerima keadaannya. pendekatan dengan pasien

13
secara baik-baik dan ramah
sehingga pasien percaya
dengan perawat sehingga
pasien menceritakan apa
yang dikeluhkan.
3. Ajarkan pasien teknik
penatalakksanaan stress.
Rasional : Melakukan
terapi relaksasi distraksi
sehingga stress pasien
berkurang.
4. Berikan upaya kenyamanan
dan hindari aktivitas yang
menyebabkan stress.
Rasional : Memberikan
edukasi pada pasien agar
pasien tidak melakukan
aktivias berat yang
membuat pasien stres.
5. Instruksikan klien dalam
aspek program pengobatan.
Rasional : Berkolaborasi
dengan dokter untuk
pemberian obat agar
diberikan obat yang sesuai
indikasi.
3 Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan mendengar
komunikasi verbal terapi pendengaran pasien px.
yang berhubungan dapat normal kembali. Rasional : Ajak pasien
dengan kesukaran Kriteria Hasil : berkomunikasi.
memahami orang 1. Pasien menunjukan ada 2. Identifikasi metode
lain (kurangnya perubahan dan alternatif dan efektif untuk

14
pendengaran). pendengarnnya kembali berkomunikasi.
normal. Rasional : Ajarkan bahasa
2. Pasien sudah bisa isyarat dan melihat mimik
memahami orang lain. bibir saat berbicara.
3. Usahakan saat berbicara
selalu berhadapan dengan
pasien.
Rasional : Saat berbicara
dengan pasien intruksikan
pasien untuk melihat mimik
bibir perawat agar pasien
mengerti apa yang kita
sampaikan.
4 Resiko gangguan Tujuan : Pasien dapat 1. Kaji status psikologis dan
konsep diri mengidentifikasi kemampuan emosional.
berhubungan dan aspek positif yang Rasional : Tidak adanya
dengan terjadinya dimiliki. tanda-tanda gangguan
pendengaran yang Kriteria Hasil : psikologis.
menurun. 1. Pasien mampu 2. Anjurkan kepada pasien
beradaptasi dengan baik. untuk mengungkapkan
2. Pasien menunjukan rasa perasaannya.
percaya diri. Rasional : Meningkatakan
3. Pasien tidak mersa rasa percaya diri pasien.
gelisah. 3. Gunakan terminologi
positif, hindari penggunaan
istilah yang menandakan
abnormalitas prosedur atau
proses.
Rasional : Rasa percaya diri
pasien meningkat.
4. Berikan kesempatan pada
pasien untuk memberi

15
masukan pada proses
pengambilan keputusan.
Rasional : Pasien merasa
dihargai dan dihormati.
5. Anjurkan penggunaan/
kontinuitas teknik
pernapasan dan latihan
relaksasi.
Rasional : Agar pasien
merasa nyaman dan tenang
setelah melakukan beberapa
prosedur.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Aerotitis adalah kerusakan fisik pada jaringan tubuh yang disebabkan
oleh perbedaan tekanan antara ruang gas di dalam, atau kontak dengan
tubuh, dan gas atau cairan sekitarnya. Kerusakan awal biasanya karena over-
peregangan jaringan dalam ketegangan atau geser, baik secara langsung
dengan perluasan gas di ruang tertutup, atau dengan perbedaan tekanan yang
ditularkan melalui hidrostatik melalui jaringan. Jaringan pecah mungkin
rumit dengan diperkenalkannya gas ke jaringan lokal atau sirkulasi melalui
tempat trauma awal, yang dapat menyebabkan penyumbatan sirkulasi di
tempat yang jauh, atau mengganggu fungsi normal organ dengan
kehadirannya.
B. Saran
Pada penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan karena
kurangnya referensi yang kami dapatkan. Jadi kritik dan saran yang sifatnya
membangun khususnya dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan
pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini ke
depannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Fung k. Available at http://www.MedlinePlus.com. Ear Barotrauma. Accessed on


May, 21th 2008

Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
KesehatanTelinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UniversitasIndonesia. 2007.
Lalwani, AK. Current Diagnosis & Treatment : Otolaryngology Head and Neck
Surgery. 2nd Edition. NY: The McGraw Hill Companies. 2007. P. 57
Guvton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi II. EGC : Jakarta

Kaplan J. 2003. Barotrauma. Medscane (serial online) available from :


http://emedicine.medscane.com/article/68618-overview

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta

Budianto, A. Dkk.1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Forensik Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Karl Kryter, Academic Press, 1994

https://en.wikipedia.org/wiki/Barotrauma

18

You might also like