You are on page 1of 76

ASUHAN KEPERAWATAN PASCA STROKE DENGAN HEMIPARASE

PADA MBAH W DI WISMA INTENSIVE CARE (ICU)


PSLU JOMBANG

OLEH

KELOMPOK A

1. Maria Praxedis kefi ( )


2. Mariana Yeldi Ganggur (10110261)
3. Sisiliana Rahmawati ( )
4. Junita Puspitasari ( )
5. Novilia Ch Atty (07110375 )
6. Alfin Tri Endeman (08110418)
7. Dodi Ariek Affandi

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2012
LEMBAR PENGESAHAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gaya hidup yang tidak sehat seperti sering mengkonsumsi makanan

tinggi kolesterol, kurang olahraga, merokok, stres dan mengkonsumsi alkohol

serta obat-obatan terlarang dapat menyebabkan terjadinya obesitas, diabetes

melitus, hipertensi, aterosklerosis, dan penyakit jantung yang merupakan

penyebab terjadinya stroke (Batticaca, 2008).

Stroke adalah kehilangan fungsi otak karena adanya sumbatan,

penyempitan atau pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan berhentinya

aliran darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke otak sehingga

jaringan otak mengalami kematian atau infark serebral (Price, 2005). Jaringan

otak yang mati dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh

jaringan otak tersebut dan mengakibatkan kematian atau kelumpuhan pada

anggota badan, kehilangan sebagian ingatan atau kehilangan kemampuan

berbicara (Muttaqin, 2008).

Stroke merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 5,7 juta jiwa di dunia telah

meninggal akibat stroke (World Health Organization, 2005). Penyakit stroke di

Indonesia menduduki posisi ke-3 setelah jantung dan kanker. Data dari Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan bahwa prevalensi stroke di

Indonesia pada tahun 2007 sebesar 8,3 per 1000 penduduk dan Jawa Timur

menduduki peringkat ke-12 dari 33 provinsi yaitu 7,7 per 1000 penduduk
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2007).

Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Jombang (PSLU) didapatkan sebanyak 4 pasien, yang terdiri dari 1 pasien laki-

laki dan 3 pasien perempuan.

Rehabilitasi fisik bertujuan untuk mencegah terjadinya kekakuan dan

mengoptimalkan pengobatan medis. Latihan awal dalam rehabilitasi fisik

pasien stroke adalah pasien dilatih untuk mengangkat kepala, duduk dan

berdiri, kemudian latihan ditingkatkan dengan memberikan pergerakan yang

maksimal pada sisi yang mengalami kelumpuhan (Purwanti, 2008).

Pasien stroke harus dimobilisasi sedini mungkin ketika kondisi klinis

neurologis dan hemodinamik pasien stabil. Mobilisasi dilakukan secara rutin

dan terus menerus untuk mencegah terjadinya komplikasi stroke, terutama

kontraktur. Tujuan mobilisasi dalam rehabilitasi fisik pada pasien stroke

diantaranya adalah mempertahankan range of motion, memperbaiki fungsi

pernafasan dan sirkulasi, mencegah komplikasi dan memaksimalkan aktivitas

perawatan diri. Bentuk mobilisasi yang dapat diberikan pada pasien stroke

salah satunya adalah latihan range of motion (Purwanti dan Maliya , 2008).

Latihan range of motion (ROM) merupakan bentuk latihan pergerakan

yang dilakukan dengan menggerakkan semua bagian persendian dengan

rentang penuh tanpa menimbulkan rasa nyeri pada persendian. Latihan range

of motion akan menyebabkan permukaan kartilago antara kedua tulang akan

saling bergesekan. Kartilago banyak mengandung proteoglikans yang

menempel pada asam hialuronat yang bersifat hidrophilik, sehingga kartilago


banyak mengandung air. Penekanan pada kartilago akibat pergerakan akan

mendesak air keluar dari matrik kartilago ke cairan sinovial. Air berfungsi

sebagai pelumas sendi sehingga sendi dapat bergerak secara maksimal

(Winters, et al, 2004).

Latihan ROM bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan

pergerakan pada persendian, mencegah kontraktur sendi dan atropi otot,

mempelancar aliran darah dan mencegah pembentukan trombus dan embolus,

mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot serta membantu pasien

mencapai aktivitas normal (Brookside Associates, 2007).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kosep lansia dan karakteristik?

2. Bagaimana konsep stroke, penyebab dan penatalaksanaannya?

3. Apa saja masalah yang muncul?

4. Apa saja asuhan keperawatan yang diberikan?

C. Tujuan

a. Tujuan Umum

Menjelaskan konsep dan proses keperawatan pada klien yang mengalami

stroke.

b. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi definisi stroke

2. Mengidentifikasi etiologi stroke

3. Mengidentifikasi manifestasi klinis stroke

4. Memberikan asuhan keperawatan stroke


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Dasar Lansia

A. Batasan Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia dikelompokkan

menjadi:

1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun.

2. Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.

3. Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

B. Permasalahan Pada Lanjut Usia

Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian

kesejahteraan lanjut usia antara lain (Setiabudhi, 1999: 40 - 42) :

1. Permasalahan Umum :

a) Makin besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis

kemiskinan.

b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga

yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.

c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.

d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional

pelayanan lanjut usia.


e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan

kesejahteraan lansia.

2. Permasalahan khusus :

a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah

baik fisik, mental maupun sosial.

b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.

c) Rendahnya produktivitas kerja lansia.

d) Banyaknya lansia yang miskin, telantar dan cacat.

e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan

masyarakat individualistik.

f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat

mengganggu kesehatan fisik lansia.

C. Teori Proses Menua

1. Teori-Teori Biologi

a) Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk

spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari

perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA

dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai

contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin. (terjadi

penurunan kemampuan fungsional sel).

b) Pemakaian dan Rusak, kelebihan usaha dan stres menyebabkan

sel-sel tubuh lelah (terpakai).


c) Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu

zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap

zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

d) Teori Immunologi Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)

Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan

masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan

organ tubuh.

e) Teori Stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan

tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan

kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres

menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

f) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya

radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen

bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

g) Teori Rantai Silang

Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan

yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan

kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.


h) Teori Program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang

membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori Kejiwaan Sosial

a) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)

(1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah

kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada

lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut

banyak dalam kegiatan sosial.

(2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup

dari lanjut usia.

(3) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu

agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.

b) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut

usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori

ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang

yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang

dimilikinya.

c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,

seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari

kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.


Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun,

baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi

kehilangan ganda (Triple Loos), yakni :

(1) Kehilangan peran (Loos of Role)

(2) Hambatan kontak sosial (Restraction of Contact and

Relation Ships)

(3) Berkurangnya komitmen (Reduced commitment to Social

Mores and Values)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah (Nugroho,

2000:19):

a) Hereditas = ketuaan genetik

b) Nutrisi = makanan

c) Status kesehatan

d) Pengalaman hidup

e) Lingkungan

f) Stres

4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

a) Perubahan-perubahan Fisik

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem

organ tubuh diantaranya sistem pernafasan, pendengaran,

penglihatan, kardio vaskuler, sistem pengaturan temperatur


tubuh, sistem respirasi, muskuloskletal, gastrointestinal,

genitourinaria, endokrin dan integumen

5. Perubahan-perubahan mental

a) Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental

(1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

(2) Kesehatan umum

(3) Tingkat pendidikan

(4) Keturunan (Hereditas)

(5) Lingkungan

(6) Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian

(7) Gangguan gizi akibat kehilakngan jabatan

(8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan

teman-teman dan family

(9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri.

6. Perkembangan Spiritual

a) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya

(Maslow, 1970).

b) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini

terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray

dan Zentner, 1970).

7. Penyakit yang sering dijumpai pada lansia

Menurut "The national Old People's Welfare Council"


Di Inggris mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum

pada lanjut usia ada 12 macam, yakni (Nugroho, 2000: 42):

a) Depresi mental

b) Gangguan pendengaran

c) Bronkitis kronis

d) Gangguan pada tungkai / sikap berjalan

e) Gangguan pada koksa / sendi panggul

f) Anemia

g) Demensia

II. STROKE

A. DEFINISI STROKE

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena adanya gangguan

peredaran darah ke otak yang menyebabkan terjadinya kematian

jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita

kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2008).

Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat

akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (World Health

Organization, 2005).

Menurut Muttaqin (2008) berdasarkan patologi dari serangannya,

stroke diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin

perdarahan subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh

darah arteri, vena dan kapiler pada daerah otak tertentu. Stroke

hemoragik biasanya terjadi saat melakukan aktivitas, namun bisa

juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.

Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

a. Perdarahan Intraserebri (PIS)

Pembuluh darah (mikroaneurisma) yang pecah terutama

karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam

jaringan otak sehingga membentuk massa yang menekan

jaringan otak dan menimbulkan edema (penumpukam

cairan).

b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Perdarahan berasal dari pecahnya aneurisma berry

Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah

sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar

parenkim otak.

2. Stroke Iskemik/ Nonhemoragik

Stroke iskemik terjadi karena adanya penyumbatan akibat

dari emboli pada pembuluh darah dan trombosis serebri, biasanya

terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari

sehingga dapat menimbulkan hipoksia dan edema sekunder.


B. ETIOLOGI STROKE

Menurut Muttaqin (2008), penyebab terjadinya stroke adalah:

1. Trombosis Serebral

Trombosis serebral terjadi pada pembuluh darah yang mengalami

oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat

menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya

terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur karena

mengalami penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah

yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis

sering kali memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Trombosis dapat

disebabkan oleh aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis (

radang pada arteri), dan emboli.

2. Hemoragi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan

dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri dapat terjadi

karena aterosklerosis dan hipertensi. Pembuluh darah otak yang pecah

menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat

mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang

berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan dan

terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.


3. Hipoksia umum

Hipoksia umum berhubungan dengan beberapa penyebab seperti

hipertensi yang parah, henti jantung dan paru serta curah jantung turun

akibat aritmia.

4. Hipoksia setempat

Hipoksia setempat berhubungan dengan beberapa penyebab seperti

spasme arteri serebral yang disertai perdarahan subaraknoid dan

vasokontriksi arteri otak yang disertai sakit kepala migren.

C. PATHWAY STROKE

Hipertensi esensial

Vasomotor medula otak

Medula spinalis asetil kolin

Ganglia simpatis torak dan abdomen

Vasokonstriksi

GFR

Pelepasan renin oleh juksta glomerulalu


Angiotensin (hati)

Angiotensin 1 (vasokonstriksi ringan)

Angiotensin 2 (vasokonstriksi berat)

Pengeluaran aldosteron oleh vasokonstriksi arteri averen


Korteks adrenal

Retensi natrium dan air

Peningkatan volume cairan ekstraselular

Volume cairan intraselular

tekanan pengisian sirkulasi

alir balik vena jantung

curah jantung

tekanan arteri

tekanan vaskuler serebral

ruptur serebral
infark serebral

STROKE

Defisit neurologis

Hemiparesis kiri

Gg.mobilitas fisik Resti Jatuh

Defisit keperawatan
diri

D. FAKTOR PENYEBAB STROKE

Menurut Muttaqin (2008) beberapa faktor penyebab stroke antara lain:

1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.

2. Penyakit kardiovaskuler menyebabkan terjadinya embolisme serebral.

3. Kolesterol tinggi.

4. Obesitas.

5. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral.

6. Diabetes, terkait dengan aterogenesis terakselerasi.

7. Kontrasepsi oral.

8. Merokok.

9. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain).

10. Konsumsi alkohol.

11. Stres dan hipotensi (Batticaca, 2008).


12. Umur dan fibrinogen plasma (Ginsberg, 2008).

E. GEJALA KLINIS STROKE

Menurut Batticaca (2008), gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke,

yaitu:

1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:

a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi

pada saat istirahat atau bangun pagi.

b. Kesadaran kadang menurun.

c. Terjadi terutama pada usia > 50 tahun.

d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya

gangguan pembuluh darah dan lokasinya.

2. Perdarahan intraserebral

Gejalanya:

a. Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.

b. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau

marah.

c. Mual atau muntah pada permulaan serangan.

d. Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.

e. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi

kurang dari jam- 2 jam; < 2 % terjadi setelah 2 jam- 19 hari).

3. Perdarahan subaraknoid

Gejalanya:

a. Nyeri kepala hebat dan mendadak.


b. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.

c. Ada gejala atau tanda meningeal.

d. Papiledema terjadi bila ada perdarahan subaraknoid karena pecahnya

aneurisma pada arteri komunikan anterior atau arteri karotis interna.

4. Gejala klinis pada stroke akut berupa:

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang

timbul mendadak.

b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan

hemisensorik).

c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi,

stupor, atau koma).

d. Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara).

e. Disatria (bicara pelo atau cadel).

f. Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran).

g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

F. KOMPLIKASI STROKE

Komplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapatkan

penanganan yang baik antara lain (Junaidi, 2006):

1. Abnormal tonus

Abnormal tonus secara postural akibat spastisitas sehingga dapat

mengganggu gerak dan menghambat terjadinya keseimbangan.

2. Sindrom bahu
Sindrom bahu merupakan komplikasi dari stroke yang dialami sebagian

pasien. Pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu yamg lesi akibat

imobilisasi.

3. Deep vein thrombosis

Deep vein thrombosis akibat tirah baring yang lama, memungkinkan

trombus terbentuk di pembuluh darah balik pada bagian yang lesi sehingga

menyebabkan edema pada tungkai bawah.

4. Orthostatic hypotension

Orthostatic hypotension terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak.

Penurunan tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan darah.

5. Kontraktur

Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas yang

dibiarkan dalam waktu lama sehingga menyebabkan otot-otot mengecil dan

memendek.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Batticaca (2008), pemerikasaan penunjang yang bisa digunakan untuk

penyakit stroke adalah:

1. Angiografi serebral untuk membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik misalnya sumbatan arteri.

2. Scan Tomografi Komputer (CT-scan) untuk mengetahui adanya tekanan

normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intracranial.


3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk menunjukkan daerah infark,

perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).

4. Ultrasonografi Doppler (USG Doppler) untuk mengidentifikasi penyakit

arteriovena dan arteriosklerosis.

5. Elektroensefalogram (EEG) untuk mengidentifikasi masalah pada

gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

6. Sinar tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal

daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna

terdapat pada trombus serebral; klasifikasi dinding aneurisma pada

perdarahan subaraknoid.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Batticaca (2008), penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan pada

pasien stroke adalah:

1. Terapi stroke hemoragik pada serangan akut.

a. Klien disarankan untuk operasi diikuti dengan pemeriksaan.

b. Klien dimasukkan ke unit saraf untuk dirawat di bagian bedah saraf.

c. Penatalaksanaan umum di bagian saraf.

d. Penatalaksanaan khusus pada kasus:

1) Subaraknoid hemoragik dan intraventrikular hemoragik.

2) Kombinasi antara parenkimatous dan subaraknoid hemoragik.

3) Parenkimatous hemoragik.

e. Neurologis.

1) Tekanan darah dan konsentrasinya diawasi.


2) Edeme dikontrol untuk mencegah terjadinya kematian jaringan

otak.

f. Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah.

2. Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil.

a. Aminocaproic acid 100-150 ml % dalam cairan isotonic 2 kali selama

3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari.

b. Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox dosis pertama

300.000 IU kemudian 100.000 IU 4x per hari IV; Contrical dosis

pertama 30.000 ATU, kemudian 10.000 ATU x 2 per hari selama 5-10

hari.

3) Natrii etamsylate 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari.

4) Profilaksis vasospasme.

3. Perawatan umum klien dengan serangan stroke akut.

a. Suhu ruangan diatur menjadi 18-20oC.

b. Keadaan umum klien (EKG, nadi, saturasi O2, PO2, PCO2) dipantau.

c. Suhu tubuh diukur tiap dua jam.

I. INTERVENSI KEPERAWATAN

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi

lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah

kolateral. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), intervensi keperawatan dapat

dibagi sesuai dengan manifestasi klinis stroke yang dapat dilihat pada
Tabel 2.1
Intervensi keperawatan berdasarkan manifestasi klinis stroke akibat dari defisit
neurologis
Defisit Manifestasi Intervensi keperawatan
neurologis
Defisit lapang
pandang
Homonimus Tidak menyadari Tempatkan objek dalam lapang
hemianopsi orang atau objek penglihatan pasien yang utuh.
(kehilangan di tempat
setengah lapang kehilangan
penglihatan) penglihatan. Dekati pasien dari sisi lapang
Mengabaikan pandang yang utuh.
salah satu sisi Instruksikan pasien untuk
tubuh memalingkan kepala pada arah
Kesulitan menilai kehilangan penglihatan untuk
jarak. mengkompensasi kehilangan
lapang pandang.
Dorong penggunaan kacamata bila
tersedia .

Kehilangan Kesulitan melihat Tempatkan objek dalam pusat


penglihatan pada malam hari. lapang pandang penglihatan
perifer Tidak menyadari pasien.
objek dan batas Dorong penggunaan tingkat atau
objek. objek lain untuk mengidentifikasi
objek di perifer lapang pandang.
Hindari berkendara pada malam
hari atau aktivitas beresiko dalam
kegelapan.

Diplopia Penglihatan ganda. Jelaskan pada pasien lokasi objek


ketika menempatkannya dekat
pasien.
Secara konsisten tempatkan
barang perawatan pasien di lokasi
yang sama.

Defisit motorik
Hemiparesis Kelemahan wajah, Tempatkan objek dalam
lengan dan kaki jangkauan pasien pada sisi yang
pada sisi yang tidak sakit.
sama. Intruksikan pasien untuk latihan
dan meningkatkan kekuatan pada
sisi yang tidak sakit.
Hemiplegia Paralisis wajah, Dorong pasien untuk memberikan
lengan dan kaki latihan rentang gerak pada sisi
pada sisi yang yang sakit.
sama. Berikan mobilisasi sesuai
kebutuhan pada sisi yang sakit.
Pertahankan kesejajaran tubuh
dalam posisi fungsional.
Melakukan latihan pada tungkai
yang tidak sakit untuk
meningkatkan mobilitas, kekuatan
dan penggunaan.

Ataksia Berjalan tidak Dukung pasien selama fase


mantap atau tegak. ambulasi awal.
Tidak mampu Berikan alat penyokong untuk
meratakan kaki ambulasi.
dan perlu dasar Instuksikan pasien untuk tidak
berdiri yang luas. berjalan tanpa bantuan atau alat
penyokong.

Disfagia Kesulitan dalam Uji refleks faring pasien sebelum


menelan. memberikan makanan dan cairan.
Bantu pasien saat makan.
Tempatkan makanan pada sisi
mulut yang tidak sakit.
Berikan waktu yang cukup untuk
makan.

Parestesia Kebas dan Instruksikan pasien untuk


kesemutan pada menghindari penggunaan bagian
bagian tubuh. tubuh ini sebagai tungkai
Kesulitan dalam dominan.
propriosepsi. Berikan rentang gerak pada area
yang sakit dan berikan alat
korektif yang diperlukan.
Tempatkan barang perawatan
pasien ke arah sisi yang tidak
sakit.

Defisit verbal
Afasia ekspresif Tidak mampu Dorong klien untuk mengulang
membentuk kata bunyi alphabet.
yang dapat
dipahami.
Afasia reseptif Tidak mampu Bicara perlahan dan jelas untuk
memahami kata membantu pasien membentuk
yang dibicarakan. bunyi.

Afasia global Kombinasi baik Bicara perlahan dan dalam kalimat


afasia reseptif dan sederhana, dan gunakan sikap
ekspresif. tubuh atau gambaran bila mampu.

Defisit kognitif Kehilangan Reorientasikan pasien pada waktu,


memori jangka tempat dan situasi lebih sering.
pendek dan Gunakan petunjuk verbal dan
panjang. auditorius untuk mengorientasikan
Penurunan lapang pasien.
perhatian. Berikan objek keluarga (foto
Kerusakan keluarga atau objek favorit).
kemampuan untuk Gunakan bahasa yang tidak rumit
berkonsentrasi. dengan pasien.
Perubahan Minimalkan suara dan gambaran
penilaian. distraksi ketika menyuluh pasien.
Ulang dan tekankan instruksi
dengan sering.

Defisit Kehilangan Dukung pasien selama keadaan


emosional kontrol diri. tidak terkontrol.
Labilitas Diskusikan dengan pasien dan
emosiaonal. keluarga bahwa kejadian tersebut
Penurunan karena proses penyakit.
toleransi pada Berikan stimulasi untuk pasien.
situasi yang Kontrol situasi penimbul stres,
menimbulkan bila mungkin.
stress. Berikan lingkungan yang aman.
Depresi. Dorong pasien untk
Menarik diri. mengekspresikan perasaan dan
Rasa takut, frustasi dengan proses penyakit.
bermusuhan, dan
marah.
Perasaan isolasi.
Sumber: Smeltzer dan Bare (2002)
Penanganan dan Perawatan Stroke di Rumah

Menurut Batticaca (2008), penanganan dan perawatan pasien stroke yang

bisa dilakukan di rumah adalah:

a. Berobat secara teratur ke dokter.

b. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa

petunjuk dokter.

c. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi

tubuh yang lemah dan lumpuh.

d. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan range of motion secara teratur di rumah.

e. Bantu kebutuhan klien.

f. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan range of motion.

g. Periksa tekanan darah secara teratur.

h. Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala

stroke.

J. PENCEGAHAN STROKE

Menurut Batticaca (2008), pencegahan terjadinya stroke adalah:

1. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.

2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah

kegemukan).

3. Batasi intake garam bagi pasien hipertensi.

4. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan

lainnya).

5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buahan dan sayuran).
6. Olahraga yang teratur.

III. Konsep Kebutuhan Aktivitas

A. Definisi

Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana

manusia memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Aktivitas sebagai salah satu tanda bahwa seseorang itu dalam keadaan

sehat. Seseorang dalam rentang sehat dilihat dari bagaimana

kemampuannya dalam melakukan berbagai aktivitas seperti misalnya

berdiri, berjalan dan bekerja.

Aktivitas adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan

kegiatan dengan bebas. Aktivitas sebagai salah satu tanda bahwa

seseorang itu dalam keadaan sehat. Seseorang dalam rentang sehat dilihat

dari bagaimana kemampuannya dalam melakukan berbagai aktivitas

seperti misalnya berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas

seseorang itu tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan

musculoskeletal.

B. Manfaat Aktivitas

Manfaat dari aktivitas (mobilisasi) antara lain:

1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

2. Mencegah terjadinya trauma

3. Mempertahankan tingkat kesehatan

4. Memperrthanakan interaksi social dan peran sehari-hari

5. Mencegah hilangnya kamampuan funsi tubuh


C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Toleransi Aktivitas

1. Faktor fisiologis

a. Frekuensi penyakit atau operasi dalam 12 bulan

b. Tipe penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir

c. Status kardiopulmonar ( mis. Dispneu, nyeri dada )

d. Status musculoskeletal ( mis. Penurunan massa otot )

e. Pola tidur

f. Keberadaan nyeri, pengontrolan nyeri

g. Tanda-tanda vital: frekuensi pernapasan dan nadi kembali ke tingkat

istirahat dalam 5 menit setelah latihan, tekanan darah kembali seperti

semula dalam 5-10 menit setelah latihan

h. Tipe dan frekuensi aktivitas latihan

i. Kelainan hasil laboratorium seperti penurunan konsentrasi O2 arteri,

penurunan kadar hemoglobin, kadar elektrolit yang tidak normal

2. Faktor emosional

a. Suasasana hati (mood), depresi, cemas

b. Motivasi

c. Ketergantungan zat kimia (mis. Obat-obatan, alcohol, nikotin )

d. Gambaran diri

3. Faktor Perkembangan

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Kehamilan
d. Perubahan massa otot karena perubahan perkembangan

e. Perubahan system skeletal karena perubahan perkembangan.

D. Kekuatan Otot

0 : tidak ada tonus otot/kontraksi otot/perabaan sendi mengalami

paralisis/kelumpuhan

1 : Ada stimulus, ada kontraksi otot

2 : Pasien mampu melakukan kontraksi otot/menggerakan persendian

3 : Mampu kontraksi, pergerakan sendi tetapi tidak mampu mengangkat

tangan, tidak mampu melawan gravitasi

4 : Dapat kontraksi, pergerakan sendi/belum bisa melawan beban

(tahanan) ringan dari pemeriksa

5 : Mampu dengan normal untuk melawan tahanan

IV.Hemiparase

Hemiparesis adalah kelemahan pada satu sisi tubuh.

Pada gangguan aliran darah otak (stroke), gejala ditentukan oleh tempat

perfusi yang terganggu yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah

tersebut. Penyumbatan arteri media serebri yang sering terjadi menyebabkan

kelemahan otot dan spastisitas kontralateral serta defisit sensorik

(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentalis dan postsentralis.

Akibat selanjutnya adalah defiasi ocular (defiation conjugge,akibat kerusakan

area motorik penglihatan),hemianopsia (radiasi optikus),gangguan bicara


motorik dan sensorik (area bicara broca dan wernicke dari hemisfer dominan)

gangguan persepsi spasial,apraksia,hemineglect (lobus parietalis).

Penyumbatan areteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan

defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentalis dan post

sentralis bagian medial), kesulitan berbicara (akibat kerusakan area motorik

tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan

hubungan dari hemisfer dominan dari korteks motorik kanan terganggu.

Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena

kerusakan dari sistem limbic.

Penyumbatan arteri posterior serebri menyebabkan hemianopsia

kontralateral parsial (korteks parsial primer) dan kebutaan pada penyumbatan

bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian

bawah). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit

di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior.jika arteri korid

anterior tersumbat,ganglia basalis (hipokinesia),kapsula interna

(hemiparesis),dan traktus optikus(hemianopsia) akan terkena. Penyubatan

pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan

menyebabkan defisit sensorik.

Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua

ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada

cabang arteri basiralis dapat menyebabkan infark

serebelum,mesensefalon,pons,dan medula oblongata. Efek yang

ditimbulakan tergantung dari kerusakan :


a. Pusing,nistagmus,hemiataksima (serebelum dan jaras aferentnya,saraf

vestibular)

b. Penyalit parkinson (subtansia nigra),hemiplegia kontralateral dan

tetraplegia (traktus pyramidal)

c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia dan anesthesia) di bagian

wajah ipsilateral dan ekstremitas konralateral (saraf trigeminus v dan

traktus spinotalamikus)

d. Hipakusis (hipestasia audiotorik,saraf koklearis,augsis (saraf traktus

salivaris),singulatus (formasio reticularis))

e. Ptosis,miosis, dan anhidrosis fasial ipsi lateral (sindrom horner,pada

kehilangan saraf simpatis)

f. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus ke x),paralisis otot

lidah (saraf hipoglosus XII),mulut yang jatuh (saraf vasial VII),strabismus

(saraf okulomotorik III),saraf abdusens (VII)

g. Paralisis pseudobular dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun

kesadaran tetap dipertahankan)

V. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses

keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah

kepada tindakan keperawatan. . pengelompokkan data dan perumusan

diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)


a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang

status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis,

sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status

ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.

Doenges et al, 1998)

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),

jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose

medis.

2) Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah

badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf

Misbach, 1999)

3) Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung

sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.

Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang

sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh

badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani,

2000)
4) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit

jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral

yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,

vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.

Ignativicius, 1995)

5) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi

ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)

6) Riwayat psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal.

Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat

mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini

dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan

keluarga.(Harsono, 1996)

7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,

penggunaan obat kontrasepsi oral.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual muntah pada fase akut.


c) Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola

defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan

peristaltik usus.

d) Pola aktivitas dan latihan

Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,

mudah lelah

e) Pola tidur dan istirahat

Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat

karena kejang otot/nyeri otot

f) Pola hubungan dan peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien

mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat

gangguan bicara.

g) Pola persepsi dan konsep diri

Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,

mudah marah, tidak kooperatif.

h) Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori klien mengalami gangguan

penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan

menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada


pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan

proses berpikir.

i) Pola reproduksi seksual

Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari

beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti

hipertensi, antagonis histamin.

j) Pola penanggulangan stress

Klien biasanya mengalami kesulitan untuk

memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir

dan kesulitan berkomunikasi.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena

tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan

pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)

8) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan

kesadaran

(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu

sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara

(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut

nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integumen

(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak

pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit

kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda

dekubitus terutama pada daerah yang menonjol

karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3

minggu

(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan

c) Pemeriksaan kepala dan leher

(1) Kepala : bentuk normocephalik

(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke

salah satu sisi

(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

d) Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas

terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas

tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan

refleks batuk dan menelan.

e) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed

rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.


f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

g) Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi

tubuh.

h) Pemeriksaan neurologi

(1) Pemeriksaan nervus cranialis

Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis

VII dan XII central.

(2) Pemeriksaan motorik

Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan

pada salah satu sisi tubuh.

(3) Pemeriksaan sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi.

(4) Pemeriksaan refleks

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh

akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks

fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan

refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

9) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan radiologi

(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang

masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.


(Linardi Widjaja, 1993)

(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami

hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)

(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan

seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara,

1998)

(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan

jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang

merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada

penderita

stroke. (Jusuf Misbach, 1999)

b) Pemeriksaan laboratorium

(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya

dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan

perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara,

1998)

(2) Pemeriksaan darah rutin

(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam

serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

(Jusuf Misbach, 1999)

(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada


darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

b. Analisa data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan

menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang

relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah

kesehatan dan keperawatan klien. (Nasrul Effendy, 1995)

c. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan

interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien.

Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau

status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan

terjadi (potensial) di mana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas

wewenang

perawat. (Nasrul Effendy, 1995)

Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :

1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan

perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)

3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan

penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E.

Doenges, 2000)

4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan


sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)

5) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan

imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D.

Ignativicius, 1995)

6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot

mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)

7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan

hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)

8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring

lama (Barbara Engram, 1998)

9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan

dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall

Carpenito, 1998)

10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan

dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan

untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)

2. Intervensi

Rencana asuhan keperawatan merupakan mata rantai antara

penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan keperawatan. Dengan

demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang

menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan


terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa

keperawatan.

Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan klien secara

optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu

kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. (Nasrul Effendy, 1995)

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :

a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan

perdarahan intra cerebral

1) Tujuan :

Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

2) Kriteria hasil :

a) Klien tidak gelisah

b) Tidak ada keluhan nyeri kepala

c) GCS 456

d) Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu:

36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)

3) Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-

sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya

b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan

intrakranial tiap dua jam


d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak

jantung (beri bantal tipis)

e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan

berlebihan

f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat

neuroprotektor

4) Rasional

a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

b) Untuk mencegah perdarahan ulang

c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien

secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat

d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage

vena dan memperbaiki sirkulasi serebral

e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra

kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang

f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan

kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin

diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam

kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya

g) Memperbaiki sel yang masih viabel

b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

hemiparese/hemiplegia
1) Tujuan :

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya

2) Kriteria hasil

a) Tidak terjadi kontraktur sendi

b) Bertambahnya kekuatan otot

c) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

3) Rencana tindakan

a) Ubah posisi klien tiap 2 jam

b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada

ekstrimitas yang tidak sakit

c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit

d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi

fungsionalnya

e) Tinggikan kepala dan tangan

f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

4) Rasional

a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat

sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan

b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot

serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan

c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila

tidak dilatih untuk digerakkan


c Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan

penekanan pada saraf sensori

1) Tujuan :

Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.

2) Kriteria hasil :

a) Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi

persepsi

b) Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk

meraba dan merasa

c) Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi

terhadap perubahan sensori

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kondisi patologis klien

b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,

tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian

c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti

memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba.

Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.

d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya

lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan

keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air

dengan tangan yang normal


e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila

perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit.

Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang

terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang

sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis

tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.

f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien

4) Rasional

a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami

gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan

b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan

kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan

kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi,

meningkatkan resiko terjadinya trauma.

c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan

persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk

mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah

yang terpengaruh.

d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko

terjadinya trauma.

e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu

dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.


f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang

berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori

berlebih.

g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan

dari persepsi dan integrasi stimulus.

d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan

sirkulasi darah otak

1) Tujuan

Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

2) Kriteria hasil

a) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat

dipenuhi

b) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal

maupun isarat

3) Rencana tindakan

a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan

bahasa isarat

b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi

c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan

pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak

d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi

dengan klien

e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi


f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara

4) Rasional

a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan

kemampuan klien

b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang

lain

c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat

komunikasi

d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi

yang efektif

e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan

komunikasi

f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik

dan benar

e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan

hemiparese/hemiplegi

1) Tujuan

Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

2) Kriteria hasil

a) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai

dengan kemampuan klien

b) Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas

untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan


3) Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam

melakukan perawatan diri

b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas

dan beri bantuan dengan sikap sungguh

c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat

dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai

kebutuhan

d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang

dilakukannya atau keberhasilannya

e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi

4) Rasional

a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan

pemenuhan kebutuhan secara individual

b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha

terus-menerus

c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat

tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan

bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi

klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-

sendiri untuk mempertahankan harga diri dan

meningkatkan pemulihan

d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta


mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu

e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan

rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat

penyokong khusus

f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan

1) Tujuan

Tidak terjadi gangguan nutrisi

2) Kriteria hasil

a) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan

b) Hb dan albumin dalam batas normal

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan

reflek batuk

b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan

sesudah makan

c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara

manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu

jika dibutuhkan

d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang

tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair,

makan lunak ketika klien dapat menelan air

g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program

latihan/kegiatan

i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran

melalui iv atau makanan melalui selang

4) Rasional

a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan

pada klien

b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya

gravitasi

c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan

meningkatkan kontrol muskuler

d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang

dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan

masukan

e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa

adanya distraksi/gangguan dari luar

f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya

didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi

g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan

menurunkan resiko terjadinya tersedak


h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang

meningkatkan nafsu makan

i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti

dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk

memasukkan segala sesuatu melalui mulut

g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,

intake cairan yang tidak adekuat

1) Tujuan

Klien tidak mengalami kopnstipasi

2) Kriteria hasil

a) Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa

menggunakan obat

b) Konsistensi feses lunak

c) Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )

d) Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )

3) Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab

konstipasi

b) Auskultasi bising usus

c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang

mengandung serat

d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak

ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien

f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses

(laxatif, suppositoria, enema)

4) Rasional

a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi

b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik

c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik

dan eliminasi reguler

d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan

konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu

eliminasi reguler

e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan

memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu

makan dan peristaltik

f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus,

yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi

h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring

lama

1) Tujuan

Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

2) Kriteria hasil

- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka

- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka


- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

3) Rencana tindakan

a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion)

dan mobilisasi jika mungkin

b) Rubah posisi tiap 2 jam

c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah

daerah-daerah yang menonjol

d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru

mengalami tekanan pada waktu berubah posisi

e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area

sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap

merubah posisi

f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma,

panas terhadap kulit

4) Rasional

a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah

b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang

menonjol

d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler

e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan

f) Mempertahankan keutuhan kulit


i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang

berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,

imobilisasi

1) Tujuan :

Jalan nafas tetap efektif.

2) Kriteria hasil :

a) Klien tidak sesak nafas

b) Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas

tambahan

c) Tidak retraksi otot bantu pernafasan

d) Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

3) Rencana tindakan :

a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang

sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas

b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali

c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)

d) Observasi pola dan frekuensi nafas

e) Auskultasi suara nafas

f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum

klien

4) Rasional :

a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah

terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas


b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran

pernafasan

c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret

d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas

e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas

f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-

paru

j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan

penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk

berkomunikasi

1) Tujuan :

Klien mampu mengontrol eliminasi urinya

2) Kriteria hasil :

a) Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya

inkontinensia

b) Tidak ada distensi bladder

3) Rencana tindakan :

a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal

berkemih sering

b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam

hari

c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih

(rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik,


manuver regangan anal)

d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara

berkemih pada jadwal yang telah direncanakan

e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal

(sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)

4) Rasional :

a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari

distensi kandung kemih yang berlebih

b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu

mencegah enuresis

c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih

d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk

menampung volume urine sehingga memerlukan untuk

lebih sering berkemih

e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran

perkemihan dan batu ginjal.

3. Pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan

yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien

secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap pencanaan. (Nasrul

Effendy, 1995)
4. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi

adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien,

perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan

pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan

evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan

tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1999)
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset


Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional (online)
(http://www.kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf, diakses 13 April
2011)/

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika/

Brookside Associates. 2007. Nursing Fundamental-1. (online)


(http://www.brooksidepress.org/Products/Nursing_Fundamentals_1/lesson_5_Sec
tion_1A.htm, diakses 9 April 2011)/

Garrison, Susan J. 2003. Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation.


Edisi II. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Gibson, J. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Edisi II. Jakarta:
EGC.

Ginsberg, L. 2008. Neurologi. Edisi VIII. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Ginsberg, Lionel. Lecture Ners Notes Neurologi. 2007. Jakarta : EMS .

Gordon, F. 2000. Stroke: Panduan Latihan Lengkap. The Cooper Clinic and
Research Institute Fitness Series. Jakarta: PT. Rajagrafindi Persada.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P.A. & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Purwanti, O. S. & Maliya, A. 2008. Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke. Berita Ilmu
Keperawatan (online) ISSN 1979-2697. 1 (1), 43-46
(http://eprints.ums.ac.id/1027/1/2008v1n1-08.pdf, diakses 10 April 2011).

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika.

Silbergnal, Stefan. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. 2007. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi VIII. Vol.3. Jakarta: EGC.

Winters, M. V. et al. 2004. Passive Versus Active Streching of Hip Flexor Muscle
in Subjects With a Randomized, Physical therapy (online) 84 (9), 800-807
(http://ptjournal.apta.org/content/84/9/800.full.pdf+html, diakses 27 November
2012).

World Health Organization. 2011. STEPwise Approach to Stroke Surveillance.


(online) (http://www.who.int/chp/steps/Manual.pdf, diakses 27 November 2012).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN

A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny. W
Tempat dan Tgl Lahir : Jombang (Wojoarno), 8 Agustus 1959
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Status Perkawinan : Janda (cerai)
TB/ BB :
Alamat : Surabaya
Orang dekat yg bisa dihubungi : Ny. S
Hubungan dengan Usila : Anak
Alamat : Surabaya

B. RIWAYAT KELUARGA
Keterangan :
: laki-laki meninggal

: perempuan meninggal
: laki-laki hidup
: perempuan hidup
: klien

C. RIWAYAT PEKERJAAN
Riwayat pekerjaan sekarang tidak punya pekerjaan, dulu bekerja sebagai
penjahit.

D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


Tipe tempat tinggal klien adalah permanen dengan jumlah tempat tidur
sebanyak 4 buah dan berdampingan dengan lansia yang lain.

E. RIWAYAT REKREASI
Klien tidak pernah liburan dan tidak mempunyai hobbi yang istimewa.

F. SISTEM PENDUKUNG
Klien mengatakan ada sistem pendukung yaitu perawat maupun dokter.

G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Spiritual : klien mengatakan saat ini sudah tidak bisa
melaksanakan sholat 5 waktu, tetapi klien masih
menyempatkan untuk membaca surat yasin dan
dzikir.
Yang lainnya : klien mengatakan masih mengikuti pengajian di
mushola
H. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan umum : klien mengalami keterbatasan dalam
mobilisasi,keadaan umum klien baik.
Status kesehatan umum
selama 5 tahun yang lalu : klien mengalami stroke sejak 2 tahun yang lalu
dan memiliki riwayat hipertensi (darah tinggi)
dan gastritis (maag).
Keluhan utama : Klien mengatakan sebagian tubuh bagian kiri
dari klien mengalami kelemahan dan
mengalami kesulitan untuk mobilisasi
(bergerak,berpindah tempat) dan
melakukan personal hygiene (kebersihan diri).
Alergi : Klien memiliki alergi makanan yaitu ikan laut
dan daging ayam.

I. AKTIFITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)


Indeks Katz : Klien kami nilai B, hal ini karena kemandirian
dalam semua aktivitas hidup sehari-hari kecuali
klien berpindah tempat.
Oksigenasi : klien bernapas dengan bebas, tidak membutuhkan
bantuan alat pernapasan
Cairan dan elektrolit : Klien minum air putih, tidak ditemukan keluhan
kekurangan cairan lektrolit
Nutrisi : klien makan 3x sehari dengan menu yang di
sediakan dipanti sesuai dengan daftar menu tetapi
porsinya tidak dihabiskan.
Aktivitas : klien biasanya duduk diatas tempat tidur dan
didalam kamar.
Personal Hygiene : klien mengatakan mandi 1 kali sehari jika dingin,
gosok gigi tetapi belum bersih, jarang keramas,
jarang mengganti pakaian.
Psikologis : klien tidak mengalami gangguan psikologis.
Persepsi klien : klien memandang penyakitnya biasa saja
Konsep diri : Konsep diri baik karena klien mampu memandang
dirinya secara positif dan mau menerima kehadiran
orang lain.
Emosi : Terkesan stabil
Adaptasi : Klien mampu beradaptasi dengan lingkungannya
Mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan apabila sakit segera
melaporkan kepada petugas yang ada di panti.
J. TINJAUAN SISTEM
Keadaan Umum : Cukup
Tingkat Kesadaran : Composmentis
Gaslow Coma Skala : E: 4, V:5, M:6
Tanda-tanda Vital : Tensi : 90/60 mmHg RR: 22 Nadi: 76/menit
1. Kepala : rambut putih, pendek, tidak ada benjolan,
ketombe (-), kutu (-), kulit kepala, bersih,
bentuknya simetris
2. Mata, Telinga,Hidung
Mata : pupil mengecil, (terasa nyeri) seperti ada yang
mengganjal jika kena sinar matahari, berair dan
lengket saat membuka mata.
3. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, ada
pembesaran vena jugularis
4. Dada & Punggung
Dada : mamae simetris kanan dan kiri, auskultasi
tidak terdapat suara wheezing dan ronci,denyut
jantung teratur
Punggung : Terdapat benjolan pada bagian kanan.
5. Abdomen & Pinggang : abdomen bentuknya simetris, tidak terdapat luka
bekas operasi, auskultasi bising usus (+),
palpasi tidak ada pembesaran hepar dan lien,
tidak ada nyeri tekan.
6. Ekstremitas kanan/kiri : kekuatan otot 4 1
4 2

K. STATUS KOGNITIF/ AFEKTIF/ SOSIAL


1. Short Portble Mental Status Questionnaire (SPMSQ) = 2 jumlah kesalahan
(kerusakan intelektual utuh)
2. Mini Mental State Exam (MMSE) dengan skore 24 (tidak ada indikasi
adanya kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut).
3. Inventaris, Depresi, Beek : 3 (depresi tidak ada atau minimal)
4. Apgar Keluarga

L. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium : -
2. Radiologi :-
3. EKG :-
4. USG :-
5. CT- SCAN :-
6. Obat-Obatan : captropil, amoxicilin, promag, konimex, asam urat (beli
sendiri)

1. Asuhan Keperawatan
ANALISA DATA

No Hari/Tgl/ Data Interprestasi Masalah


Jam (Sign / Symptom) (Etiologi) (Problem)
1. Senin,12 DS: Defisit Gangguan
/11/2012 - Klien mengatakan tidak neurologi mobilitas
Jam. bisa berpindah dan fisik
10.15 melakukan kegiatan
sehari-hari
- Klien mengatakan tangan
dan kaki kirinya lemah
dan berat bila digerakkan

DO:
- TD:90/60 RR:22 N:72
- Klien hemiparesis
(tangan dan kaki sebelah
kiri)
- Kekuatan otot
4 1
4 2
- Pakai alat bantu tongkat
tapi tidak dipakai
- ADL mempunyai skore B
2 Senin,12 DS: Hemiparesis Defisit
/11/2012 Klien mengatakan tidak nyaman sinistra(kiri) perawatan
Jam.10. karena kesulitan melakukan diri
30 kegiatan pembersihan diri. Klien
mandi sehari 1 kali jika dingin
kalau panas sampai 3kali/hari.
Klien memakai sabun cair,

DO:
- kuku kaki dan tangan
panjang
- rambut kusam
- banyak daki
- bau mulut
- gigi karies
- jarang mengganti pakaian
- postur tubuh klien
membungkuk

3. Senin,12 DS: Gangguan Resti jatuh


/11/2012 Klien mengatakan tidak berani mobilitas fisik
Jam.10. melakukan kegiatan yang agak
45 berat

DO:
- Klien terlihat sangat
berhati-hati dalam
melakukan kegiatan
- Klien memiliki alat bantu
tetapi tidak dipakai

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan mobilitas fisik b/d defisit neurologis


2. Defisit perawatan diri b/d kelemahan otot (hemiparese)
3. Resiko jatuh b/d kelemahan fisik
PROSES KEPERAWATAN

Dx Kep. I : Gangguan mobilitas fisik b/d defisit neurologis


Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 minggu diharapkan
klien dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan untuk berpindah.
Kriteria hasil :
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
- Adanya peningkatan kekuatan otot dan kemampuan berpindah.
- Klien mampu melakukan rentang gerak secara aktif setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1minggu.

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring vital sign 1. Mengetahui respon fisiologis
(TD,nadi,suhu,laju pernapasan) klien
sebelum/sesudah latihan dan
lihat respon klien pada saat
latihan
2. Kaji kemampuan klien dalam 2. Mengetahui tingkat
mobilisasi(dengan kemampuan mobilisasi dan
menggunakan uji kekuatan otot) mempermudah prioritas
tindakan yang akan dilakukan
3. Dampingi dan bantu klien saat 3. Memberikan motivasi kepada
mobilisasi klien dalam melakukan
4. Ajarkan klien bagaimana mobilisasi
merubah posisi dan berikan 4. Memberikan rasa nyaman dan
bantuan jika diperlukan mencegah kekakuan atau
atropi otot
5. Latihan ROM pasif dan aktif 5. Melatih kekuatan otot, dan
sesuai dengan kebutuhan klien sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan
mobilisasi

Dx kep.II : Defisit perawatan diri b/d kelemahan otot (hemiparese)


Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 minggu diharapakan
kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil :
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan
klien
- Klien terlihat rapi,bersih,bau badan dan mulut tidak ada,tidak ada lesi.
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/ komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan
- Klien tidak ada penumpukan serumen di telinga,tidak ada daki,kuku kaki
tangan pendek dan bersih.

INTERNVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan dan 1. Membantu dalam
tingkat kekurangan dalam mengantisipasi/merencanaka
melakukan perawatan diri n pemenuhan secara
individual
2. Beri motivasi kepada klien 2. Meningkatkan harga diri dan
untuk tetap melakukan aktivitas semangat untuk berusaha
dan beri bantuan dengan sikap terus menerus
sungguh
3. Hindari melakukan sesuatu 3. Klien mungkin menjadi
untuk klien yang dapat sangat ketakutan dan sangat
dilakukan klien sendiri, tetapi tergatung dan meskipun
berikan bantuan sesuai bantuan yang diberikan
kebutuhan bermanfaaat dalam mencegah
frustasi adalah penting bagi
klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri
sendiri, untuk
mempertahankan harga diri
dan meningkatkan pemulihan
4. Berikan umpan balik yang 4. Meningkatkan perasaan
positif untuk setiap usaha yang makna diri dan kemandirian
dilakukannya atau serta mendorong klien untuk
keberhasilannya berusaha secara kontinu

Dx Kep. III : Resiko jatuh b/d kelemahan fisik


Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 minggu diharapakan
klien tidak mengalami cedera fisik
Kriteria hasil :
- Klien terbebas dari resiko jatuh
- Klien mampu menjelaskan cara untuk mencegah jatuh
- Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/perilaku personal
- Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah jatuh
- Mampu mengenali perubahan status kesehatan
- Klien dapat memanfaatkan alat bantu yang sudah disediakan
INTERVENSI RASIONAL
1. Sediakan lingkungan yang aman 1. Menghindarkan cedera
untuk klien akibat kecelakaan
2. Identifikasi kebutuhan keamanan 2. Memberikan rasa nyaman
klien, sesuai dengan kondisi fisik terhadap segala kebutuhan
dan fungsi kognitif klien dan klien
riwayat penyakit terdahulu klien
3. Menghindarkan lingkungan yang 3. Mengurangi resiko jatuh
berbahaya (misalnya akibat peralatan disekitar
memindahkan perabotan) yang mungkin dapat
menyebabkan cedera
4. Menyediakan tempat tidur yang 4. Memberikan kenyamanan
aman dan bersih kepada klien
5. Mengontrol lingkungan dari 5. Memberikan keamanan
kebisingan
PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

No Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi Ttd


Pukul
Dx
1,2,3 Senin, 1. Monitoring pasien S:
19/11/2012 2. Mengobservasi Klien mengatakan
Pukul 10.00 keadaaan umum masih sulit untuk
WIB dan TTV menggerakkan
3. Mengajarkan tangan dan kakinya,
latihan ROM pasif jarang keramas, dan
dan aktif sulit untuk
4. Mengkaji berpindah
kemampuan
mobilisasi dengan O:
menggunakan uji - Rentang gerak
kekuatan otot terbatas
5. Menentukan - Rambut klien
tingkat kemampuan kotor, kusam
dan kekurangan tidak rapi
dalam perawatan - Klien tampak
diri (dengan berhati-hati
menilai saat
kemampuan mandi, beraktivitas
berpakaian, - Kekuatan otot
berhias) 4 1
6. Memberikan 4 2
motivasi untuk - K/U : baik
tetap melakukan - TTV :
aktivitas TD:90/60
7. Memodifikasi mmHg
lingkungan yang Nadi:76
aman dan bersih x/menit
(membersihkan Suhu : 37 c
lantai agar tidak RR : 22x/menit
licin)
8. Kolaborasikan A : masalah belum
pemberian obat teratasi
dengan tim medis
9. Mengajarkan klien P : lanjutkan
menggunakan aat intervensi 1, 2, 3, 4,
bantu (tongkat) 6, 7
1,2,3 Selasa, 1. Monitoring pasien S:
20/11/2012 2. Mengobservasi Klien mengatakan
Pukul 09.00 keadaaan umum masih sulit untuk
WIB dan TTV menggerakkan
3. Mengajarkan tangan dan kakinya,
latihan ROM aktif dan sulit untuk
pada ekstremitas berpindah
sebelah kanan dan
pasif untuk sebelah O:
kiri - K.U : baik
4. Mengkaji - TTV. TD :
kemampuan 90/70 mmHg
mobilisasi dengan - Nadi :
uji kekuatan otot 79x/menit
5. Memotong kuku - Suhu : 37c
klien - RR : 22
6. Menggunting x/menit
rambut klien - Kekuatan otot
7. Memodifikasi 4 1
lingkungan yang 4 2
aman dan bersih - Klien tampak
(membersihkan berhati-hati
lantai agar tidak saat
licin) beraktivitas
8. Memberikan - Klien masih
motivasi untuk kesulitan
tetap melakukan menggunakan
aktivitas alat bantu
9. Mengajarkan klien (tongkat)
menggunakan aat
bantu (tongkat) A : masalah belum
10. Memberikan teratasi
perawatan pada
telapak tangan P : lanjutkan
bagian kiri intervensi 1, 2, 3, 4,
7, 8, 9
1,2,3 Rabu,21/11/2012 1. Monitoring pasien S:
Pukul 09.00 2. Mengobservasi Klien mengatakan
WIB keadaaan umum sudah lebih mudah
dan TTV menggerakkan 3
3. Mengajarkan jari tangan sebelah
latihan ROM aktif kiri dan kakinya
pada ekstremitas
sebelah kanan dan O:
pasif untuk sebelah - K/U : baik
kiri - TTV TD : 100/70
7. Memodifikasi Suhu: 36,8c
lingkungan yang RR: 22x/ menit
aman dan bersih Nadi : 79x/menit
(membersihkan - Kekuatan otot
lantai agar tidak 4 2
licin) 4 2
8. Memberikan - Klien masih
motivasi untuk kesulitan
tetap melakukan menggunakan alat
aktivitas bantu (tongkat)
9. Mengajarkan klien
menggunakan alat A: Masalah teratasi
bantu (tongkat) sebagian
P: Intervensi 1, 2, 3,
8, 9 dilanjutkan
1,2,3 Kamis, 22/11/12 1. Monitoring klien S:
Pukul 09.00 2. Mengobservasi Klien mengatakan
WIB keadaaan umum matanya berair,
dan TTV ketat,merasa seperti
3. Mengajarkan ada benda asing
latihan ROM aktif didalam mata
pada ekstremitas
sebelah kanan dan O:
pasif untuk sebelah - K/U Baik
kiri - TD:110/70
4. Membersihkan dan mmHg
merapikan kamar N:80x /mnt,
klien RR;20x/mnt,
5. Memberikan obat S:37c
tetes mata pada - Kekuatan otot
klien 4 2
8. Memotivasi klien 4 2
untuk tetap - Klien masih
melakukan kesulitan
aktivitas menggunakan
9. Mengajarkan klien alat bantu
menggunakan alat (tongkat)
bantu (tongkat A:Masalah Belum
Teratasi
P:Intervensi 1, 2, 3,
4, 8, 9 dilanjutkan
1,2,3 Jumat,23/11/12 1. Monitoring klien S:
Pukul 10.00 2. Mengobservasi Klien mengatakan
WIB keadaaan umum matanya lebih
dan TTV membaik
3. Mengajarkan
latihan ROM aktif O:
pada ekstremitas - K/U Baik
sebelah kanan dan TD: 100/80
pasif untuk sebelah mmHg,
kiri N: 78x/mnt,
4. Membersihkan dan RR: 19x/mnt,
merapikan kamar S:36,8c
klien - Kekuatan otot
5. Menyiapkan klien 4 2
untuk mengikuti 4 2
kegiatan senam - Klien mulai bisa
pagi menggunakan
6. Mengajak klien alat bantu
jalan-jalan (tongkat) secara
mengelilingi panti pelan-pelan
8. Memotivasi klien
A: Masalah Teratasi
untuk tetap
Sebagian
melakukan
aktivitas
P: Intervensi 1, 2, 3,
9. Mengajarkan klien
4, 6, 8, 9
menggunakan alat
dilanjutkan
bantu (tongkat)
1,2,3 Sabtu,24/11/12 1. Monitoring klien S:
Pukul 10.00 2. Mengobservasi Pasien mengatakan
WIB keadaaan umum lebih baik dari hari
dan TTV sebelumnya
3. Mengajarkan
latihan ROM aktif O:
pada ekstremitas - K/U Baik
sebelah kanan dan TD:100/80,
pasif untuk sebelah N:78x/mnt,
kiri RR:19x/mnt,
4. Membersihkan dan S:36,8c
merapikan kamar - Kekuatan otot
klien 4 2
6. Mengajak klien 4 2
jalan-jalan - Klien mulai bisa
mengelilingi panti menggunakan
8. Memotivasi klien alat bantu
untuk tetap (tongkat)
melakukan
A: Masalah teratasi
aktivitas
sebagian
9. Mengajarkan klien
menggunakan alat
P:Intervensi
bantu (tongkat)
dilanjutkan

You might also like