You are on page 1of 48

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,


kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka mewujudkan tujuan
tersebut maka dituangkan dalam Millenium Development Goals
(MDGs) tahun 2015, dimana titik berat pembangunan bidang
kesehatan melalui pendekatan preventive, tidak hanya kuratif.

Kondisi di Indonesia secara umum program sanitasi pada awalnya


mengalami stagnasi hasil, banyak proyek sanitasi yang gagal, padahal
penyampaian program sanitasi terutama jamban di Indonesia telah
lama dilakukan. Keadaan ini disebabkan antara lain karena
pembangunan masih berorientasi pada target fisik serta belum
berorientasi pada perubahan perilaku di masyarakat. Kepedulian
masyarakat terhadap persoalan proyek sanitasi cenderung menurun
pada pasca proyek dan kurangnya kebersamaan dalam mengatasi
permasalahan sanitasi. Kecenderungan masyarakat terhadap uluran
subsidi pemerintah juga masih tinggi. Hal ini memicu untuk
melaksanakan program yang lebih baik dari sebelumnya.

Sehubungan dengan hal diatas Program PAMSIMAS merupakan


salah satu program yang mendukung percepatan pencapaian MDGs
2015 dengan target 80% penduduk terakses oleh jamban keluarga.
Pendekatan yang dipakai untuk merubah perilaku hygiene sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan dikenal
dengan Community Led Total Sanitation.

1
Program CLTS (Community Led Total Sanitation) yang telah
diadopsi menjadi STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)
dilakukan melalui pendekatan kepada seluruh masyarakat melalui
motivasi kolektif. Program ini disusun berdasarkan pembelajaran dari
pengalaman-pengalaman yang lalu dan konsensus dari berbagai
stakeholder lintas sektor. Program ini merupakan pemberdayaan
masyarakat, fokus CLTS tidak pada membangun jamban, tetapi lebih
kepada perubahan perilaku. CLTS tidak memberikan subsidi kepada
masyarakat dan tidak mengajari mengenai tipe-tipe jamban, namun
CLTS mendorong masyarakat untuk mengembangkan inisiatif dan
kreativitasnya untuk menemukan jalan keluar dari kebiasaan BAB di
sembarang tempat. Pada tahun 2008 juga telah dikeluarkan
Kepmenkes RI nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat untuk mendukung program CLTS.

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2016 sekitar 257 Juta jiwa
(BPS, 2017). Dari jumlah tersebut berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas, 2010) pada penduduk perkotaan sebanyak 110 Juta
jiwa (44,5%) belum memiliki akses terhadap sanitasi dan 55 Juta jiwa
(22,1%) belum memiliki akses terhadap air minum, dan penduduk
pedesaan diperkiraan 153 Juta jiwa (61,5%) yang belum memiliki
akses terhadap sanitasi dan 77 Juta jiwa (31%) yang tidak memiliki
akses terhadap air minum. Pada sektor sanitasi, dipedesaan dilaporkan
38,5% penduduk yang memiliki akses sanitasi dasar, angka ini
diperkirakan lebih rendah karena data ini tidak mencantumkan
kepemilikan sarana dan bagaimana standar teknis dan kesehatannya.

Pada DKI Jakarta menurut data STBM Indonesia dengan 5 dari 6


daerah wilayah yang terdata sampai saat ini tahun 2017 mencapai
66,44% kemajuan dalam akses jamban. Pada wilayah Jakarta Timur
sendiri sampai Agustus 2017 ini mencapai 99,97% akses jamban. Pada
kecamatan Ciracas akses jamban sampai saat ini sudah 79,98% namun,

2
masih nomer dua terbawah dibanding dengan wilayah Jakarta Timur
lainnya.

Berdasarkan data dari Puskesmas kelurahan Ciracas, persentase


akses jamban sudah mencapai 99%.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka


dirumuskan masalah penelitian adalah kurang tercapainya target
BABS di kelurahan Ciracas dan faktor apa saja yang mempengaruhi
keberhasilan dari proses pemicuan dari program STBM.

I.3 Tujuan

a. Tujuan Umum
Memicu masyarakat sehingga dengan kesadarannya sendiri
mau menghentikan kebiasaan buang air besar di sungai/
ditempat terbuka.

b. Tujuan Khusus
- Memfasilitasi masyarakat sehingga dapat mengenali
permasalahan kesehatan lingkungannya sendiri
- Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa masalah
kesehatan lingkungan, mereka dengan memicu perasaan
jijik, malu, takut sakit, dan lain sebagainya sehingga
muncul kesadaran untuk merubah perilakunya ke arah
perilaku hidup bersih dan sehat dengan meninggalkan
kebiasaan BAB di tempat terbuka.
- Memunculkan kemauan keras masyarakat untuk
membangun jawaban yang sesuai dengan keinginan dan
kemampuan mereka tanpa menunggu bantuan.

3
I.4 Manfaat Kegiatan
- Bagi Puskesmas sebagai bahan masukan untuk pelaksanaan
kegiatan CLTS selanjutnya.
- Bagi peneliti adalah untuk dapat menambah wawasan dan
pengalaman serta menerapkan ilmu yang telah didapat selama
menjalankan program internsip di wahana Puskesmas kelurahan
Ciracas.
- Sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Community-Led Total Sanitation (CLTS)


CLTS atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah
pendekatan, strategi dan program untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Perilaku higiene
dan sanitasi yang dimaksud antara lain tidak buang air besar sembarangan,
mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman,
mengelola sampah dengan benar dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan
aman. Perilaku tersebut merupakan rangkaian kegiatan sanitasi total. Selanjutnya
rangkaian perilaku tersebut disebut sebagai pilar STBM (Menkes, 2008 dan Ditjen
PP dan PL, 2011).
STBM dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat dimana
masyarakat sadar, mau dan mampu untuk melaksanakan sanitasi total yang timbul
dari dirinya sendiri, bukan melalui paksaan. Melalui cara ini diharapkan
perubahan perilaku tidak terjadi pada saat pelaksanaan program melainkan
berlangsung seterusnya (Depkes RI, 2009).
Metode yang digunakan dalam STBM adalah metode pemicuan. Metode
pemicuan ini dilaksanakan oleh tim fasilitator dengan cara memicu masyarakat
dalam lingkup komunitas terlebih dahulu untuk memperbaiki sarana sanitasi
sehingga tercapai tujuan dalam hal memperkuat budaya perilaku hidup bersih dan
sehat pada masyarakat serta mencegah penyakit berbasis lingkungan. Faktor-
faktor yang harus dipicu antara lain rasa jijik, rasa malu, takut sakit, aspek agama,
privacy, dan kemiskinan.

II.2 Pilar CLTS


Tujuan STBM dapat tercapai dengan terpenuhinya beberapa pilar agar
kondisi sanitasi total sebagai prasyarat keberhasilan STBM tercapai. Beberapa
pilar tersebut antara lain (Kemenkes RI, 2010 dan Ditjen PP dan PL,2011):

5
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak membuang
air besar di ruang terbuka atau di sembarang tempat. Tujuan dari pilar ini
adalah mencegah dan menurunkan penyakit diare dan penyakit lainnya
yang berbasis lingkungan.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang
mengalir pada 5 waktu kritis. Lima waktu kritis tersebut antara lain
sebelum makan, sesudah makan, setelah BAB atau kontak dengan kotoran,
setelah mengganti popok bayi, dan sebelum memberikan makan bayi.
Tujuan jangka panjang dari pilar kedua adalah untuk berkontribusi
terhadap penurunan kasus diare pada anak balita di Indonesia.
3. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan Makanan Sehat (PAM-
RT)
Suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum
dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral
lainnya. Tujuan dari pilar ketiga adalah untuk mengurangi kejadian
penyakit yang ditularkan melalui air minum.
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT)
Proses pengelolaan sampah pada tingkat rumah tangga dengan prinsip
3R (Reduce, Reuse, and Recycle).
5. Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga (PALRT)
Proses pengolahan air limbah pada tingkat rumah tangga untuk
menghindari terciptanya genangan yang berpotensi menimbulkan penyakit
berbasis lingkungan.
Kelima pilar tersebut diatas perlu dilakukan untuk menjamin tercapainya
kondisi sanitasi total. Namun, pada pelaksanaan STBM di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Ciracas, dari kelima pilar masih melaksanakan pilar
pertama. Pelaksanaan kegiatan hanya dilakukan pada pilar pertama atau Stop
BABS dimaksudkan agar fokus pada satu kegiatan dan mendapatkan hasil yang
maksimal. Pada saat masyarakat telah sadar bahwa berperilaku hidup bersih dan

6
sehat sangat perlu dilakukan, maka pelaksanaan keempat pilar selanjutnya akan
lebih mudah dijalankan.

II.3 Defenisi Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat


PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) merupakan sekumpulan perilaku
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang
menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. PHBS
merupakan salah satu pilar utama dalam Indonesia Sehat dan merupakan salah
satu strategi untuk mengurangi beban negara dan masyarakat terhadap
pembiayaan kesehatan.
Mengapa PHBS masih diperlukan dan dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari? Karena faktor perilaku memiliki andil 30 35 % terhadap derajat
kesehatan, sedangkan dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup
besar, maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat
menjadi sehat, salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah wujud keberdayaan masyarakat
yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam hal ini ada 5 program
prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, Dana Sehat /
Asuransi Kesehatan / JPKM. Sedangkan penyuluhan PHBS itu adalah upaya
untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur
komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina
suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment).
Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya
sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat dapat
menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.

7
Indikator PHBS dalam Rumah Tangga.

Terdapat 10 indikator dalam PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat),


yaitu :

Gambar1.1 Sepuluh indicator dalam PHBS

1) Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan


Setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan
tenaga paramedis lainya), karena tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah
ahli dalam membantu persalinan, sehingga keselamatan ibu dan bayi lebih
terjamin. Disamping itu dengan ditolong oleh tenaga kesehatan, apabila terdapat
kelainan dapat diketahui dan segera ditolong atau dirujuk ke Puskesmas atau
Rumah Sakit. Jika ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan maka peralatan
yang digunakan aman, bersih dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan
bahaya kesehatan lainnya.
a. Apa tanda-tanda persalinan?
- Ibu mengalami mulas-mulas yang timbulnya semakin sering dan
semakin kuat.
- Rahim terasa kencang bila diraba, terutama pada saat mulas.
- Keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir.
- Keluar cairan ketuban yang berwarna jernih kekuningan dari jalan lahir.
- Merasa seperti mau buang air besar.
b. Bila ada salah satu tanda persalinan tersebut, yang harus dilakukan adalah:
- Segera hubungi tenaga kesehatan (bidan/dokter)
- Tetap tenang dan tidak bingung

8
- Ketika merasa mulas bernapas panjang, mengambil napas melalui
hidung dan mengeluarkan melalui mulut untuk mengurangi rasa sakit.
c. Apa tanda-tanda bahaya persalinan?
- Bayi tidak lahir dalam 12 jam sejak terasa mulas.
- Keluar darah dari jalan lahir sebelum melahirkan.
- Tali pusat atau tangan/kaki bayi terlihat pada jalan lahir.
- Tidak kuat mengejan .
- Mengalami kejang-kejang.
- Air ketuban keluar dari jalan lahir sebelum terasa mulas.
- Air ketuban keruh dan berbau.
- Setelah bayi lahir, ari-ari tidak keluar.
- Gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat.
- Keluar darah banyak setelah bayi lahir.
d. Apa peran kader dalam membina rumah tangga agar melakukan persalinan
oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan?
- Melakukan pendataan jumlah seluruh ibu hamil di wilayah kerjanya
dengan memberi tanda seperti menempelkan stiker.
- Menganjurkan ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannyadi
bidan/dokter.
- Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberikan
penyuluhan tentang pentingnya persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan,misalnya melalui penyuluhan kelompok
di posyandu, arisan,pengajian, dan kunjungan rumah.
- Bersama tokoh masyarakat setempat berupaya untuk menggerakkan
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung keselamatan ibu
dan bayi seperti dana sosial bersalin, tabungan ibu bersalin, ambulans
desa, calon donordarah, warga dan suami Siap Antar Jaga, dan
sebagainya.
- Menganjurkan ibu dan bayinya untuk memeriksakan kesehatan ke
bidan/dokter selama masa nifas (40 harisetelah melahirkan) sedikitnya
tiga kali pada minggu pertama,ketiga, dan keenam setelah melahirkan.
- Menganjurkan ibu ikut keluarga berencana setelah melahirkan.

9
- Menganjurkan ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) sajasampai bayi
berumur 6 bulan (ASI Eksklusif).

2) Memberi Bayi ASI Ekslusif


ASI adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan zat gizi
yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Air susu ibu pertama berupa cairan bening berwarna
kekuningan (kolostrum) sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan
terhadap penyakit.
Manfaat memberi ASI bagi ibu adalah dapat menjalin hubungan kasih
sayang antara ibu dan bayi, mengurangi pendarahan setelah persalinan,
mempercepat pemulihan kesehatan ibu, dapat menunda kelahiran berikutnya,
mengurangi risiko terkena kanker payudara dan lebih praktis karena ASI lebih
mudah diberikan pada saat bayi membutuhkan.
a. Pengertian bayi diberi ASI Eksklusif
adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa memberikan
tambahan makanan atau minuman lain.
b. Manfaat atau keunggulan ASI
- Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhandan
perkembangan fisik serta kecerdasan.
- Mengandung zat kekebalan.
- Melindungi bayi dari alergi.
- Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsungdisusukan kepada
bayi dalam keadaan segar.
- Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dan
dapatdiberikan kapan saja dan di mana saja.
- Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan danpernapasan
bayi.
c. Waktu Yang Tepat dan bagaimana ASI diberikan
- Sebelum menyusui ibu harus yakin mampu menyusui bayinya dan
mendapat dukungan dari keluarga.

10
- Bayi segera diteteki/disusui sesegera mungkin paling lambat 30 menit
setelah melahirkan untuk merangsang agar ASI cepat keluar dan
menghentikan pendarahan.
- Teteki/susui bayi sesering mungkin sampai ASI keluar, setelah itu
berikan ASI sesuai kebutuhan bayi, waktu dan lama menyusui tidak
perlu dibatasi, dan berikan ASI dari kedua payudara secara bergantian.
- Berikan hanya ASI saja hingga bayi berusia 6 bulan. Setelah bayi
berusia 6 bulan, selain ASI diberikan pula Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) dalam bentuk makanan lumat dan jumlah yangsesuai
dengan perkembangan umur bayi.
- Pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga bayi berusia 2 tahun.
d. Bagaimana cara menyusui yang benar
- Sebelum menyusui bayi, terlebih dahulu ibu mencuci keduatangannya
dengan menggunakan air bersih dan sabun sampai bersih.
- Lalu bersihkan kedua puting susu dengan kapas yang telah direndam
terlebih dahulu dengan air hangat.
- Waktu menyusui bayi, sebaiknya ibu duduk atau berbaring dengan
santai, pikiran ibu harus dalam keadaan tenang (tidak tegang).
- Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala.
- Upayakan badan bayi menghadap kepada badan ibu, rapatkan dada
bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara ibu.
- Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.
- Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat
bayi dengan lengan ibu bagian dalam.
- Bayi disusui secara bergantian dari susu sebelah kiri,lalu ke sebelah
kanan sampai bayi merasa kenyang.
- Setelah selesai menyusui, mulut bayi dan kedua pipi bayi dibersihkan
dengan kapas yang telah direndam air hangat.
- Sebelum ditidurkan, bayi harus disendawakan dulu supaya udara yang
terhisap bisa keluar dengan cara meletakkan bayi tegak lurus pada ibu
dan perlahan-lahan diusap belakangnya sampai bersendawa. Udara
akan keluar dengan sendirinya.

11
e. Apa manfaat memberikan ASI
- Bagi Ibu:
o Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi.
o Mengurangi pendarahan setelah persalinan.
o Mempercepat pemulihan kesehatan ibu.
o Menunda kehamilan berikutnya.
o Mengurangi risiko terkena kanker payudara.
o Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada setiap
saatbayi membutuhkan.
- Bagi Bayi:
o Bayi lebih sehat, lincah dan tidak cengeng.
o Bayi tidak sering sakit.
- Bagi Keluarga:
o Praktis dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian
susuformula dan perlengkapannya.
o Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu
formula,misalnya merebus air dan pencucian peralatan.
f. Bagaimana cara menjaga mutu dan jumlah produksi ASI.
- Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, banyak makan.sayuran dan
buah-buahan. Makan lebih banyak dari biasanya.
- Banyak minum air putih paling sedikit 8 gelas sehari.
- Cukup istirahat dengan tidur siang/berbaring selama 1-2 jam dan
menjaga ketenangan pikiran.
- Susui bayi sesering mungkin dari kedua payudara kiri dan kanan
secara bergantian hingga bayi tenang dan puas.
Ibu yang bekerja tetap bisa memberikan ASI Eksklusif pada bayi,
dengan cara memberikan ASI sebelum berangkat bekerja. Selama bekerja,
bayi tetap bisa diberi ASI dengan cara memerah ASI sebelum berangkat
kerja dan ditampung di gelas yang bersih dan tertutup untuk diberikan
kepada bayi di rumah. Setelah pulang bekerja, bayi disusui kembali seperti
biasa.

12
g. Bagaimana cara menyimpan ASI di rumah.
- ASI yang disimpan di rumah di tempat yang sejuk akan tahan 6-8 jam.
- ASI yang disimpan di dalam termos berisi es batu akan tahan 24 jam.
- ASI yang disimpan di lemari es akan tahan 3 kali 24 jam.
- ASI yang disimpan di freezer akan tahan selama 2 minggu.
h. Bagaimana cara memberikan ASI yang disimpan.
- Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air bersih.
- Apabila ASI diletakkan di ruangan yang sejuk, segera berikan sebelum
masa simpan berakhir (8 jam).
- Apabila ASI disimpan dalam termos atau lemari es, ASI yang
disimpan dalam gelas bersih tertutup dihangatkan dengan cara
direndam dalam mangkok berisi air hangat, kemudian ditunggu sampai
ASI terasa hangat (tidak dingin).
- ASI diberikan dengan sendok yang bersih, jangan pakai botol atau dot,
karena botol dan dot lebih sulit dibersihkan dan menghindarit
erjadinya bingung puting susu pada bayi.
i. Apa peran kader untuk mendukung keberhasilan pemberian ASI
Eksklusif.
- Mendata jumlah seluruh ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi baru lahir
yang ada di wilayah kerjanya.
- Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu menyusuidi
Posyandu tentang pentingnya memberikan ASI Eksklusif.
- Melakukan kunjungan rumah kepada ibu nifas yang tidak datang ke
Posyandu dan menganjurkan agar rutin memeriksakan kesehatan
bayinya serta mempersiapkan diriuntuk memberikan ASI Eksklusif.

3) Menimbang Bayi dan Balita setiap bulan


Penimbangan bayi dan balita anda dimaksudkan untuk memantau
pertumbuhannya setiap bulan. Menimbang secara rutin di posyandu akan terlihat
perkembangan berat badannya apakah naik atau tidak. Manfaatnya, anda dapat
mengetahui apakah balita anda tumbuh sehat, tahu dan bisa mencegah gangguan
pertumbuhan balita, untuk mengetahui balita sakit (demam, batuk, pilek, diare),

13
jika berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik atau bahkan balita yang berat
badannya dibawah garis merah (BGM) dan dicurigai gizi buruk, sehingga dapat
dirujuk ke Puskesmas. Datang secara rutin ke Posyandu juga berfungsi untuk
mengetahui kelengkapan imunisasi serta untuk mendapatkan penyuluhan gizi.

4) Menggunakan Air Bersih


Di dalam rumah tangga dikatakan sehat rumah tangga tersebut
menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari yang berasal dari air
kemasan, air ledeng, air pompa, sumur terlindung dan penampungan air hujan dan
memenuhi syarat air bersih yaitu tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna
Manfaat menggunakan air bersih diantaranya agar kita terhindar dari
gangguan penyakit seperti diare, kolera, disentri, thypus, cacingan, penyakit mata,
penyakit kulit atau keracunan. Dan dengan menggunakan air bersih setiap anggota
keluarga terpelihara kebersihan dirinya.

5) Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun


Saat yang dianjurkan untuk melakukan cuci tangan adalah sebelum makan
dan sesudah makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah
menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan tentunya menggunakan air
bersih mengalir dan sabun. Manfaat mencuci tangan adalah agar tangan menjadi
bersih dan dapat membunuh kuman yang ada di tangan, mencegah penularan
penyakit seperti diare, kolera, dysentri, cacingan, penyakit kulit, infeksi daluran
pernafasan akut (ISPA), bahkan flu burung dan lainnya.
a. Kapan saja harus mencuci tangan?
Setiap kali tangan kita kotor (setelah; memegang uang, memegang
binatang, berkebun, dll).
Setelah buang air besar.
Setelah menceboki bayi atau anak.
Sebelum makan dan menyuapi anak.
Sebelum memegang makanan.
Sebelum menyusui bayi.
Sesudah memegang binatang

14
Sesudah berkebun.
Sesudah menceboki bayi atau anak.
Sesudah memegang uang.
b. Apa manfaat mencuci tangan?
Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan.
Mencegah penularan penyakit seperti Diare, Kolera Disentri, Typhus,
cacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), flu
burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
c. Bagaimana cara mencuci tangan yang benar?
Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun.
Bersihkan telapak, pergelangan tangan, sela-sela jari dan punggung
tangan.
Setelah itu keringkan dengan lap bersih.
d. Apa peran kader dalam membina perilaku cuci tangan?
Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk
memberikan penyuluhan tentang pentingnya perilaku cuci tangan,
misalnya melalui penyuluhan kelompok di posyandu, arisan,
pengajian, pertemuan kelompok Dasa Wisma, dan kunjungan rumah.
Mengadakan kegiatan gerakan cuci tangan bersama untuk menarik
perhatian masyarakat, misalnya pada peringatan hari-hari besar
kesehatan atau ulang tahun kemerdekaan.

6) Menggunakan Jamban Sehat


Jamban yang sebaiknya digunakan minimal jamban leher angsa, atau
jamban duduk yang banyak di jual di toko bangunan, tentunya dengan tangki
septic atau lubang penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir dan
terpelihara kebersihannya. Untuk daerah yang sulit air dapat menggunakan
jamban cemplung atau jemban plengsengan. Tujuannya dimaksudkan agar tidak
mengundang datangnya lalat atau serangga lain yang dapat menjadi penular
penyakit. Kriteria Jamban Sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang:
- Mencegah kontaminasi ke badan air

15
- Mencegah kontak antara manusia dan tinja
- Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang
lainnya
- Mencegah bau yang tidak sedap
- Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik, aman dan mudah dibersihkan.

a. Apa saja jenis jamban yang digunakan?


1. Jamban cemplung
Adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang
berfungsi menyimpan dan meresapkan cairan kotoran/tinja ke dalam tanah
dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung
diharuskan ada penutup agar tidak berbau.
2. Jamban tangki septik/leher angsa
Adalah jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya
berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses
penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan
resapannya.
b. Bagaimana memilih jenis jamban?
- Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air.
- Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk:
o Daerah yang cukup air.
o Daerah yang padat penduduk, karena dapat menggunakan
multiple latrine yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki
septik digunakan oleh beberapa jamban (satu lubang dapat
menampung kotoran/tinja dari 3-5 jamban).
o Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran/tinja
hendaknya ditinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air
pasang.
c. Mengapa harus menggunakan jamban?
Membangun dan menggunakan jamban dapat memberikan manfaat berikut
ini:
- Peningkatan martabat dan hak pribadi

16
- Lingkungan yang lebih bersih, bau berkurang, sanitasi dan kesehatan
meningkat
- Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya
- Keselamatan lebih baik (tidak perlu pergi ke ladang di malam hari)
- Menghemat waktu dan uang, menghasilkan kompos pupuk dan biogas
untuk energi
- Memutus siklus penyebaran penyakit yang terkait dengan sanitasi
(Diare, Kolera Disentri, Thypus, kecacingan, penyakit saluran
pencernaan, penyakit kulit, dan keracunan)

Gambar 1.2 Pemutus alur penularan penyakit

d. Apa peran kader dalam membina masyarakat untuk memiliki dan


menggunakan jamban sehat?
- Melakukan pendataan rumah tangga yang sudah dan belum memiliki
serta menggunakan jamban sehat dirumahnya.

17
- Melaporkan kepada pemerintah desa/kelurahan tentang jumlah rumah
tangga yang belum memiliki jamban sehat.
- Bersama pemerintah desa/kelurahan dan tokoh masyarakat setempat
berupaya untuk menggerakkan masyarakat untuk memiliki jamban.
- Mengadakan arisan warga untuk membangun jamban sehat secara
bergilir.
- Menggalang dunia usaha setempat untuk memberi bantuan dalam
penyediaan jamban sehat.
- Manfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberikan
penyuluhan tentang pentingnya memiliki dan menggunakan jamban
sehat, misalnya melalui penyuluhan kelompok di Posyandu, pertemuan
kelompok Dasa Wisma, arisan, pengajian, pertemuan desa/kelurahan,
kunjungan rumah dan lain- lain.
- Meminta bantuan petugas Puskesmas setempat untuk memberikan
bimbingan teknis tentang cara-cara membuat jamban sehat yang
sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat.

7) Memberantas Jentik di Rumah


Dilakukan rutin sekali seminggu. Lakukan pemberantasan jentik nyamuk
didalam dan atau diluar rumah seminggu sekali dengan 3M plus
abatisasi/ikanisasi. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan kegiatan
pemberantasan telur, jentik, kepompong nyamuk penular penyakit seperti demam
berdarah dengue, chikungunya, malaria, filariasis (kaki gajah) di tempat-tempat
perkembangbiakannya. PSN dapat dilakukan dengan cara 3M plus yaitu menguras
bak air, menutup tempat penampungan air dan mengubur benda yang berpotensi
menjadi sarang nyamuk plus menghindari gigitan nyamuk.

8) Makan Buah dan Sayur Setiap Hari


Semua jenis sayuran bagus untuk dimakan, terutama sayuran yang
berwarna (hijau tua, kuning, oranye) seperti bayam, kangkung, daun katuk,
kacang panjang, selada hijau atau daun singkong. Begitu pula dengan buah,
semua bagus untuk dimakan, terutama yang berwarna (merah, kuning) seperti

18
mangga, papaya, jeruk, jambu biji atau apel lebih banyak mengandung vitamin
dan mineral serta seratnya.

9) Melakukan Aktivitas fisik Setiap hari


Minimal 30 menit setiap hari melakukan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan fisik, mental dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan
bugar sepanjang hari. Jenis aktifitas fisik yang dapat dilakukan bisa berupa
kegiatan sehari-hari, yaitu berjalan kaki, berkebun, bekerja ditaman, mencuci
pakaian, mencuci mobil, mengepel lantai, naik turun tangga dan membawa
belanjaan. Aktifitas fisik lainnya bisa berupa olah raga yaitu push up, lari ringan,
bermain bola, berenang, senam, bermain tenis, yoga, fitness, angkat beban/berat.
a. Apa itu aktivitas fisik?
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi
pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas
hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.
b. Apa jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan?
- Bisa berupa kegiatan sehari-hari, yaitu: berjalan kaki, berkebun,
kerja di taman, mencuci pakaian, mencuci mobil, mengepel lantai,
naik turun tangga, membawa belanjaan.
- Bisa berupa olah raga, yaitu: push-up, lari ringan, bermain bola,
berenang, senam, bermain tenis, yoga, fitness, angkat beban/berat.
c. Bagaimana cara melakukan aktivitas yang benar?
- Lakukan secara bertahap hingga mencapai 30 menit. Jika belum
terbiasa dapat dimulai dengan beberapa menit setiap hari dan
ditingkatkan secara bertahap.
- Lakukan aktivitas fisik sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
- Awali aktivitas fisik dengan pemanasan dan peregangan.
- Lakukan gerakan ringan dan secara perlahan ditingkatkan sampai
sedang.

19
- Jika sudah terbiasa dengan aktivitas tersebut, lakukan secara rutin
paling sedikit 30 menit setiap hari.
d. Apa peran keluarga dan kader untuk mendorong anggota keluarga
melakukan aktivitas fisik setiap hari?
- Manfaatkan setiap kesempatan di rumah untuk mengingatkan
tentang pentingnya melakukan aktivitas fisik.
- Bersama anggota keluarga sering melakukan aktivitas fisik secara
bersama, misalnya jalan pagi bersama, membersihkan rumah secara
bersama-sama, dll.
- Ada pembagian tugas untuk membersihkan rumah atau
melaksanakan pekerjaan di rumah.
- Kader mendorong lingkungan tempat tinggal untuk menyediakan
fasilitas olahraga dan tempat bermain untuk anak.
- Kader memberikan penyuluhan tentang pentingnya melakukan
aktivitas fisk.

10) Tidak Merokok di Dalam Rumah


Jika ada anggota keluarga perokok, sebaiknya dianjurkan untuk berpikir
bahaya merokok dan berusaha berhenti untuk merokok. Dan jangan merokok di
dalah rumah atau ketika berada bersama orang lain yang bukan perokok, karena
mereka juga berhak mendapatkan udara segar. Merokok di dalam rumah dapat
merugikan anggota keluarga yang lain karena mereka dapat menjadi perokok
pasif.

II. 4 Perilaku BABS

Perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan) adalah kebiasaan/praktik


budaya sehari-hari masyarakat yang masih membuang kotoran/tinjanya di tempat
terbuka dan tanpa ada pengamanan tinja yang higienis. Tempat terbuka untuk
BABS biasanya dilakukan di kebun, semak-semak, hutan, sawah, sungai maupun
di tempat-tempat masyarakat secara kolektif membuat jamban helikopter/ jamban
plung lap (jamban yang dibuat tanpa ada lubang septik langsung dibuang ke
tempat terbuka seperti sungai, rawa dll).

20
Kebiasaan BABS ini terjadi karena tidak adanya pengamanan tinja yang
memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga menimbulkan dampak yang
merugikan bagi kesehatan baik untuk individu yang melakukan praktik BABS
maupun komunitas lingkungan tempat hidupnya.

Kondisi masyarakat seperti ini perlu diubah melalui sebuah kegiatan


perubahan perilaku secara kolektif dengan pendekatan STBM, yang bisa
dilakukan dengan cara:

1. Diadakan pemicuan ke masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan


atau masyarakat yang sudah terlatih menjadi fasilitator STBM.
2. Dari pemicuan tersebut diharapkan munculnya natural leader atau komite
yang dibentuk oleh komunitas masyarakat tersebut.
3. Komite yang terbentuk mempunyai rencana aksi yang sistematis dalam
rangka menuju status SBS.
4. Adanya kegiatan pemantauan secara terus menerus yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok dari masyarakat tersebut.
5. Tersedianya supply atau layanan pemenuhan akses sanitasi untuk
masyarakat dengan kualitas sesuai dengan standar kesehatan dengan harga
yang terjangkau.

II.5 Perilaku SBS

Perilaku SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah


kebiasaan/praktik budaya sehari- hari masyarakat yang tidak lagi membuang
kotoran/tinjanya di tempat yang terbuka dan sudah dilakukan pengamanan
tinjanya yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.

Perilaku SBS ini biasanya diikuti dengan kemauan masyarakatnya yang


mempunyai kemampuan untuk mendapatkan sarana akses sanitasi yang dimulai
dari sarana jamban sehat paling sederhana sampai dengan tingkat sarana jamban
yang sudah bagus sistem pengelolaannya seperti IPAL komunal maupun IPAL
terpusat. Kemauan serta komitmen dari masyarakat ini dilakukan secara kolektif
dan partisipatif dalam mengambil keputusannya.

21
Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku SBS maka
dikatakan komunitas tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan SBS/ODF
dimana kondisi komunitas tersebut dengan kondisi sebagai berikut:

1. 100% masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status SBS (sudah


terverifikasi oleh tim verifikasi dari puskesmas setempat),
2. Adanya rencana untuk merubah perilaku higienis lainnya,
3. Adanya aturan dari masyarakat untuk menjaga status SBS, dan
4. Adanya pemantauan dan verifikasi secara berkala.

II. 6 Perilaku Higienis dan Saniter

Perilaku Higienis dan Saniter dalam dokumen ini diartikan sebagai


kebiasaan/praktik budaya sehari-hari masyarakat yang sudah tidak lagi BAB
sembarangan dengan akses sarana sanitasi jamban yang sehat dan berperilaku
higienis saniter lainnya yang merupakan bagian dari salah satu 4 pilar yang
lainnya seperti berperilaku cuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan
makanan yang aman, mengelola sampah dan mengelola limbah cair rumah tangga.

Ketika masyakat secara keseluruhan sudah berperilaku higienis dan saniter


maka dikatakan komunitas tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan STBM
dimana kondisi komunitas tersebut dengan kondisi sebagai berikut:

1. 100% masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status


Desa/Kelurahan SBS (sudah terverifikasi oleh tim verifikasi dari
puskesmas setempat),
2. Terjadi peningkatan kualitas sarana sanitasi yang ada,
3. Terjadi perubahan perilaku higienis saniter lainnya di masyarakat,
4. Adanya upaya pemasaran dan promosi sanitasi untuk pilar-pilar STBM
yang lainnya, dan
5. Adanya pemantauan dan evaluasi secara berkala.

22
II. 7 Perilaku Sanitasi Total

Perilaku Sanitasi Total adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-hari


masyarakat yang sudah mempraktikkan perilaku higienis sanitasi secara permanen
dimana kebiasaan ini meliputi (i) tidak buang air besar sembarangan; (ii) mencuci
tangan pakai sabun; (iii) mengelola air minum dan makanan yang aman; (iv)
mengelola sampah dengan aman; dan (v) mengelola limbah cair rumah tangga
dengan aman. Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku sanitasi
total maka dikatakan komunitas tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan
STBM dengan Kondisi Sanitasi Total.

II.8 Kriteria Jamban Sehat

Jamban Sehat secara prinsip harus mampu memutuskan hubungan antara


tinja dan lingkungan. Sebuah jamban dikatagorikan SEHAT jika :
1. Mencegah kontaminasi ke badan air
2. Mencegah kontak antara manusia dan tinja
3. Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta
binatang lainnya.
4. Mencegah bau yang tidak sedap
5. Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik & aman bagi
pengguna.

23
Secara konstruksi kriteria diatas dalam prakteknya mempunyai banyak
bentuk pilihan, tergantung jenis material penyusun maupun bentuk konstruksi
jamban. Pada prinsipnya bangunan jamban dibagi menjadi 3 bagian utama,
bangunan bagian atas (rumah jamban), bangunan bagian tengah (slab/dudukan
jamban), serta bangunan bagian bawah (penampung tinja).

1. Rumah jamban (bangunan bagian atas)


Bangunan bagian atas bangunan jamban terdiri dari atap, rangka dan
dinding. Dalam prakteknya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Beberapa pertimbangan pada bagian ini antara lain :
Sirkulasi udara yang cukup.
Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar.
Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas maupun
musim hujan).
Kemudahan akses di malam hari.
Disarankan untuk menggunakan bahan local.
Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci tangan.

2. Slab / dudukan jamban (bangunan bagian tengah)


Slab berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan
tempat berpijak. Pada jamban cemplung slab dilengkapi dengan penutup,
sedangkan pada kondisi jamban berbentuk bowl (leher angsa) fungsi penutup ini
digantikan oleh keberadaan air yang secara otomatis tertinggal di didalamnya.
Slab dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk menopang penggunanya. Bahan-
bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu,
beton, bambu dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya. Selain slab, pada
bagian ini juga dilengkapi dengan abu atau air. Penaburan sedikit abu ke dalam
sumur tinja (pit) setelah digunakan akan mengurangi bau dan kelembaban, dan
membuatnya tidak menarik bagi lalat untuk berkembang biak. Sedangkan air dan
sabun digunakan untuk cuci tangan.
Pertimbangan untuk bangunan bagian tengah:
Terdapat penutup pada lubang sebagai pelindung terhadap gangguan serangga

24
atau binatang lain.
Dudukan jamban dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan
(menghindari licin, runtuh, atau terperosok).
Bangunan dapat menghindarkan/melindungi dari kemungkinan timbulnya bau.
Mudah dibersihkan dan tersedia ventilasi udara yang cukup.

3. Penampung tinja (bangunan bagian bawah)


Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi,
lingkaran, bundar atau yang lainnya. Kedalaman tergantung pada kondisi tanah
dan permukaan air tanah di musim hujan. Pada tanah yang kurang stabil,
penampung tinja harus dilapisi seluruhnya atau sebagian dengan bahan penguat
seperti anyaman bambu, batu bata, ring beton, dan lain-lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah antara lain:
Daya resap tanah (jenis tanah)
Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan)
Ketinggian muka air tanah
Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadap
sumber air minum (lebih baik diatas 10 m)
Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/kapasitas)
Diutamakan dapat menggunakan bahan lokal
Bangunan yang permanen dilengkapi dengan manhole
Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai
penularan ini harus dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut
berhasil, akses masyarakat pada jamban (sehat) harus mencapai 100% pada
seluruh komunitas. Keadaan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah Open
Defecation Free (ODF).
Suatu masyarakat disebut ODF jika :
Semua masyarakat telah BAB (Buang Air Besar) hanya di jamban yang
sehat dan membuang tinja/ kotoran bayi hanya ke jamban yang sehat
(termasuk di sekolah)
Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar

25
Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk
mencegah kejadian BAB di sembarang tempat
Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk
mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat
Ada upaya atau strategi yang jelas untuk dapat mencapai Total Sanitasi
Suatu komunitas yang sudah mencapai status Bebas dari Buang Air Besar
Sembarangan, pada tahap pasca ODF diharapkan akan mencapai tahap yang
disebut Sanitasi Total. Sanitasi Total akan dicapai jika semua masyarakat di suatu
komunitas, telah:
Mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat
Mencuci tangan pakai sabun dan benar saat sebelum makan,
setelah BAB, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak
dan sebelum menyiapkan makanan
Mengelola dan menyimpan air minum dan makanan yang aman
Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat).

26
BAB III

METODE

III.1 Tujuan Pemicuan CLTS di Masyarakat

Umum :
Memicu masyarakat sehingga dengan kesadarannya sendiri mau memiliki septic
tank menghentikan kebiasaan buang air besar dengan saluran tempat terbuka dan
sungai.
Khusus:
1. Memfasilitasi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengenali
permasalahan kesehatan lingkungannya sendiri
2. Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa masalah kesehatan
lingkungan mereka dengan memicu perasaan jijik, malu, takut sakit, rasa
dosa dan lain sebagainya sehingga muncul kesadaran untuk merubah
perilakunya kearah perilaku hidup bersih dan sehat dengan meninggalkan
kebiasaan BABS
3. Memunculkan kemauan keras masyarakat untuk membangun jamban yang
sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka tanpa menunggu
bantuan.

III.2 TIM CLTS

1. Lead Fasilitator : Bertugas sebagai pemicu, motor, pimpinan.

2. Co Fasilitator : Bertugas membantu Lead Fasilitator.


3. Recorder : Bertugas mencatat semua kegiatan selama
fasilitasi, komitmen, dll .
4. Proses fasilitator keeper : Bertugas mengamati proses (bila ada hal
yang tidak sesuai / keluar jalur untuk segera mengingatkan Lead
Fasilitator ).
5. Enviromental Setter : Bertugas mengamankan jalannya kegiatan
bila ada yang menggangu misalnya provokator.

27
III.3 Tahapan Pemicuan CLTS

Ada beberapa langkah yang dapat diikuti untuk memicu CLTS. Urutan
langkah yang digunakan untuk memicu CLTS adalah :

1. Perkenalan dan menjalin kebersamaan.


2. Analisa Partisipatif.
3. Pemicuan.
4. Rencana tindakan oleh komunitas.
5. Tindak lanjut.

1. Perkenalan dan Menjalin Kebersamaan.


Posisi masyarakat melingkar, tidak ada lapis kedua, lead fasilitator
ditengah lingkaran, team fasilitator diluar lingkaran dan lokasi pemicuan
di halaman / ruangan yang cukup luas.
Langkah langkah:
a. Kalimat pembuka pertemuan.
b. Lead fasilitator menyampaikan tujuan kedatangan tim, bila perlu
sampaikan bahwa anda dan tim sedang mempelajari profil sanitasi di
pedesaan (mencari tahu sejumlah wilayah dimana orang masih tidak
memiliki septic tank BAB dan menunggu untuk subsidi eksternal
untuk menyelamatkan mereka dari keadaan yang tidak menyenangkan
tersebut).
c. Tim mau belajar tentang perilaku kesehatan lingkungan masyarakat.
d. Tim tidak membawa bantuan apapun.
Jika masyarakat bersedia, maka teruskan. Jika masyarakat tak bersedia,
maka hentikan pertemuan. Setelah itu tim fasilitator memperkenalkan
diri masing masing sambil bina suasana.
e. Pencairan suasana.
Bertujuan untuk menghilangkan kekakuan dalam pertemuan dan untuk
mencairkan suasana sehingga suasana menjadi lebih santai dan tidak
ada upper lower situation. Pencairan suasana dapat dilakukan dengan
mengajak permainan dinamika kelompok yang melibatkan semua
peserta pertemuan atau dapat juga dengan bernyanyi. Bila suasana

28
sudah cair, tanyakan istilah sehari hari mereka tentang tinja, BAB,
dan jamban.

2. Analisa Partisipatif
Dengan menggunakan peralatan dan metode PRA (Participatory
Rural Appraisal) yaitu sebuah pendekatan untuk menggabungkan
pengetahuan dan opini masyarakat dalam sebuah perencanaan program.
Metode PRA ini dapat memfasilitasi suatu analisa komprehensif oleh
komunitas setempat mengenai sanitasi dalam desanya. Salah satu teknik
PRA adalah Transect Walk yang bertujuan untuk memotivasi orang untuk
mengadakan analisa sanitasi yang lebih luas dengan melibatkan seluruh
komunitas.
Tujuan:
- Pemetaan sosial
- Membuat alat bantu pemicuan
- Mengetahui tempat masyarakat biasa BAB
Teknik pemetaan sosial:
- Minta beberapa sukarelawan utuk membantu membuat peta dusun/dukuh
dengan alat seadanya atau alat yang disiapkan fasilitator.
- Minta sukarelawan menggambarkan batas dusun/dukuh, sungai,
kebun/sawah, fasilitas umum & posisi pertemuan.
- Minta semua peserta untuk menandai rumah masing masing dengan
menggunakan bahan sesuai kesepakatan (misalnya batu).

Pemetaan tempat tempat buang air besar.

- Lakukan pemetaan sanitasi di tempat terbuka (di atas tanah), dengan


sumber daya yang ada (daun, biji-bijian, dsb) dorong partisipasi dan
kreatifitas masyarakat untuk mengembangkan kondisi lingkungan mereka.
- Ajak mereka untuk menghitung jumlah kotoran manusia yang dihasilkan,
hal ini dapat membantu mengilustrasikan betapa besar permasalahan
sanitasi.

29
- Transect walk :
Merupakan kegiatan jalan jalan menyusur dusun / dukuh, untuk melihat
tempat - tempat masyarakat biasa BAB sehari - hari. Tujuan dari
Transcect Walk ini adalah untuk menimbulkan rasa malu dan jijik dari
masyarakat setelah masyarakat dan fasilitator melihat tempat - tempat
BAB.
Teknik:
- Datangi secara sistematis tempat tempat dimana masyarakat biasa BAB
ditempat terbuka, bila ketemu tumpukan tinja rombongan diajak berhenti
dan lakukan FGD (Focus Group Discussion)
- Ditempat tumpukan tinja, fasilitator dilarang menutup hidung (untuk jalan
masuknya memicu), picu rasa jijik, rasa malu, takut sakit, takut dosa, dan
sebagainya.
- Ajukan beberapa pertanyaan seperti keluarga mana yang BAB di tempat
terbuka, dan apa yang terjadi pada waktu BAB darurat di malam hari atau
semasa mengalami diare.
- Tarik perhatian mereka pada lalat lalat di atas kotoran manusia, dan
ayam- ayam yang sedang mematuk dan memakan kotoran manusia
tersebut. Tanyakan seberapa sering terdapat lalat pada makanan mereka
atau makanan anak anak mereka, dan apakah mereka senang makan
ayam lokal yang demikian.
Catatan:
Transect walk dilakukan setelah pemetaan karena pemetaan tidak ada yang
terpicu atau dilakukan lebih dulu sebelum pemetaan tergantung situasi dan
kondisi di lapangan.

3. Pemicuan
Bertujuan untuk membantu masyarakat mengenali masalahnya
sendiri dan memicu masyarakat untuk berubah atas kemauan sendiri
menuju perilaku hidup bersih dan sehat.

Elemen yang harus dipicu:

30
- Perasaan jijik
- Perasaan malu
- Perasaan takut sakit
- Perasaan takut dosa (agama)
- Perasaan tidak mampu

Teknik pemicuan:
Memicu rasa jijik dengan cara:
- Yang masih BAB sembarangan ditanya satu satu: Berapa anggota
keluarga, berapa kali BAB dalam sehari? dan diminta menempatkan
peraga tinja ditempat dia biasa BAB, bila anggota keluarga 5, buat 5
tumpukan.
- Mereka diminta melihat tumpukan tinja yang ada dimana mana, minta
mereka menghitung produksi tinja dalam
sehari/seminggu/sebulan/setahun, Tanya perasaannya dan apakah mau
mempertahankan kebiasaan ini?
- Bila ada yang mau berubah, Tanya: Terus rencananya bagaimana? Bila
ingin buat jamban (terpicu) beri aplaus.
- Katakan bahwa yang mau berubah merupakan contoh pahlawan
lingkungan dan tanyakan pada yang hadir siapa yang mau meniru
pahlawan lingkungan itu?
- Tanyakan kepada yang telah punya jamban: Bagaimana perasaannya
setelah tahu ternyata masih banyak tinja ada dimana mana disekitar
lingkungannya?

Memicu rasa malu dengan cara:


- Masyarakat diminta berdiri melingkari peta yang telah dibuat mereka,
tidak ada yang berada dilapis kedua, leader fasilitator ditengah, fasilitator
lain diluar lingkaran.
- Masyarakat ditanya: Siapa yang masih BAB disembarang tempat? yang
tunjuk tangan diminta maju 1 langkah (malu).

31
- Masyarakat yang masih BAB disembarang tempat ditanya: Bagaimana
rasanya BAB ditempat terbuka, bagaimana kalau ada tamu, bagaimana
wanita BAB ditempat terbuka, bagaimana jika waktu haid?
- Bila ada yang mau berubah, Tanya: Terus rencananya bagaimana? Bila
ingin buat jamban (terpicu) beri aplaus.

Memicu rasa takut sakit dengan cara:


- Kepada semua masyarakat ditanya bagaimana perasaannya melihat
tumpukan tinja dimana mana? Terus kemana perginya tumpukan tinja
tinja itu? Binatang apa yang paling suka dengan tumpukan tinja? Terus
binatang itu kemana?
- Mereka diminta menggambarkan alur perjalanan bibit penyakit dari tinja
orang sakit ke mulut orang yang sehat (oral fecal), simulasi air
terkontaminasi (air minum/wudhu, untuk gosok gigi/cuci terkontaminasi)
- Tanyakan perasaan mereka setelah tahu alur perjalanan penyakit? Apakah
mereka akan terus melanjutkan kebiasaan BAB disembarang tempat?
- Bila ada yang mau berubah, Tanya: Terus rencananya bagaimana? Bila
ingin buat jamban (terpicu) beri aplaus
- Tanyakan kepada yang telah punya jamban: Apakah mereka telah
terbebas dari ancaman tertular penyakit walaupun telah punya jamban?
Terus mau bagaimana?

Memicu rasa takut dosa (agama) dengan cara:


- Kepada semua masyarakat ditanya: Bagaimana perasaanya melihat
tumpukan tinja dimana mana? Bagaimana kalau dihubungkan dengan
Kebersihan sebagian dari iman?
- Tanya hubungan BAB disembarang tempat dengan dalil dalil Alquran dan
Hadist, Bagaimana perasaan mengotori air dengan tinjanya padahal dia
tahu bahwa air digunakan untuk bersuci, wudhu, dan sebagainya?
- Tanyakan perasaan mereka kalau tahu bahwa ternyata tinja mereka jadi
sumber penyakit? Tidakkah mereka merasa takut berdosa?

32
- Bila ada yang mau berubah, Tanya: Terus rencananya bagaimana? Bila
ingin buat jamban (terpicu) beri aplaus
- Tanyakan kepada yang telah punya jamban: Apakah mereka telah
terbebas dari ancaman najis dimana mana walaupun telah punya
jamban? Terus mau bagaimana?

Catatan penting saat pemicuan:

- Titik kunci pemicuan CLTS tercapai : saat pemahaman bersama akibat


BAB di tempat terbuka makan setiap orang memakan kotoran sesamanya
dan hal ini akan berlanjut apabila praktek ini tidak dihentikan secara
keseluruhan.
- Fasilitator berterima kasih atas kesimpulan mereka tersebut. Fasilitator
harus sabar, kreatif, inovatif dan bila ketemu dengan orang yang ekstrem
jangan dmusuhi, beri perhatian/pujian, siapa tahu itu calon natural leader
yang handal.
- Lakukan penutupan.
- Biarkan situasi memuncaknya semangat dan perdebatan mereka. Jangan
ganggu atau beri saran.
- Masyarakat bebas memilih apapun termasuk melanjutkan BAB di tempat
terbuka.
- Jangan menyarankan rancangan kakus, karena ide pokok CLTS adalah
untuk merangsang kegiatan setempat mencari alternatif sendiri.
- Jangan terobsesi harus ada yang terpicu, karena bila tidak segera ada yang
terpicu, maka fasilitator akan terpancing untuk penyuluhan, orang yang
terpicu duluan biasanya menjadi natural leader.
- Kalau ada yang terpicu, setelah menutup acara, minta kepada yang terpicu
untuk tinggal sebentar dan fasilitator melaksanakan fasilitasi pasca
pemicuan.
- Kalau tidak ada yang terpicu, katakan pada audient bahwa ini pengalaman
yang berharga, karena fasilitator tahu ada masyarakat yang bertahan
dengan kebiasaan BAB disembarang tempat dan akan diceritakan
pengalaman ini kepada komunitas yang lain.

33
- Walau tidak ada yang terpicu, ajak beberapa vokalis dan tokoh tokoh
ketempat pleno masyarakat untuk dilakukan pemicuan ulang ditempat
pleno masyarakat (diharapkan berubah jadi terpicu). Bila tetap tidak ada
yang terpicu maka tetaplah berterimakasih dan katakan kita akan catat
bahwa desa tersebut akan melanjutkan kondisi seperti itu.

Penghambat pemicuan di masyarakat:

- Kebiasaan dengan subsidi / bantuan


Solusi: jelaskan dari awal, bahwa kita tidak punya apa apa dan kita tidak
membawa bantuan
- Gengsi (malu buat jamban sederhana)
Solusi: gali model jamban menurut masyarakat dan jangan memberikan 1
pilihan model
- Tidak ada tokoh panutan
Solusi: menculkan Natural Leader, jangan mengajari dan biarkan
masyarakat mengerjakan sendiri

Pasca pemicuan
Tujuan: mendampingi masyarakat buat RTL dan bentuk komite
Urutan kegiatan:
- Kalau pertemuan sudah dianggap cukup, leader fasilitator sampaikan
terima kasih, mohon maaf, mohon pamit, katakan kalau selama pertemuan
dapat pengalaman belajar yang luar biasa, salut kepada yang berubah dan
yakin bahwa yang lain akan menyusul.
- Masyarakat yang belum terpicu dipersilahkan pulang dan yang terpicu
diminta untuk tinggal sesaat karena ada yang masih perlu dibicarakan
bersama.
- Masyarakat yang terpicu diminta memindahkan peta yang dibuat diatas
tanah keatas kertas, tunjukkan tangga sanitasi sebagai bahan pertimbangan
masyarakat buat jamban.

34
- Masyarakat yang terpicu diminta menuliskan komitmen mereka untuk
buat jamban, bantu susun komite dan buat kesepakatan kapan dilakukan
monitoroing.

Ciri dari masyarakat yang sudah terpicu:


- Masyarakat merasa tidak senang dengan kebiasaan BAB di tempat terbuka
- Ada keinginan/niatan untuk menghentikan kebiasaan BAB di tempat
terbuka
- Munculnya natural leader yang mau mempelopori perubahan

4. Perencanaan Kegiatan

Bila kegiatan positif menuju CLTS dimulai:

- Berikan bantuan dan fasilitas dengan hati hati.


- Semangati warga dengan memberitahukan bahwa mereka bisa mencapai
100% sanitasi total.
- Kemungkinan desa mereka menjadi terkenal karena terbebas dari BAB di
tempat terbuka.

Proses Perencanaan :

Konsetrasi pada rencana cepat kegiatan positif (Tugas dan Tanggung


Jawab Komite )

- Membentuk kelompok kegiatan sanitasi


- Membuat daftar atau peta keluarga dan status sanitasi mereka saat ini.
- Membuat rencana individu tiap keluarga untuk menghentikan BAB di
tempat terbuka.
- Menggali lubang dan menggunakannya sebagai kakus buatan untuk
sementara waktu.
- Memperoleh janji dari kelurga yang berada untuk memulai pembangunan
kakus secepatnya.
- Mencari penyedia bahan bangunan kakus.

35
- Dorong keluarga yang berada untuk membantu keluarga yang kurang
mampu dan mencari jalan keluarnya.
- Perhatikan pada pemimpin alami (natural leader) yang timbul saat proses
pemicuan. Oegang dan beri dorongan untuk memimpin kegiata di
wilayahnya.

5. Kegiatan Tindak Lanjut

Setelah sanitasi total tercapai, identifikasi pemimpin alami dan


menyemangati mereka untuk mengambil alih dalam memastikan bahwa
rencana kegiatan terlaksana dan abhwa perubahan perilaku dapat
dipertahankan merupakan kepentingan yang utama. Dorong anggota
lingkungan untuk membuat papan atau tanda yang menyatakan demikian.
Hal in akan meningkatkan harga diri, dan ketertarikan dari desa lain, dan
lingkungan dapat memutuskan untuk memberikan hukuman bagi mereka
yang melanjutkan praktek BAB di tempat terbuka. Seiring dengan
berjalannya waktu, secara spontan masyarakat akan membangun kakus
yang lebih baik dan tahan lama.

36
Yang harus dilakukan (Do) dan dihindari (Dont) dalam CLTS

37
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data warga yang masih Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
Januari-Desember 2016.

No Wilayah RW Jumlah KK Sarana Pembuangan


1 RW 01 3 SPAL (terbuka)
2 RW 02 Bebas Buang Air Besar Sembangan
3 RW 03 27 Kali/sungai
4 RW 04 85 Kali/sungai
15 WC umum warga (ke empang)
3 WC penampungan
5 RW 05 Bebas Buang Air Besar Sembarangan
6 RW 06 12 Kali/sungai
7 RW 07 15 Kali/sungai
8 RW 08 9 SPAL (terbuka)
9 RW 09 42 Kali/sungai
10 RW 10 30 Kali/sungai
TOTAL 237

Jumlah KK di kelurahan ciacas sebanyak 22600 KK.

Data warga BABS


1%

bebas BABS
BABS
99%

38
BAB V
PEMBAHASAN

V.1. Input Pada Pelaksanaan Program CLTS di Wilayah Kerja


Puskesmas kelurahan Ciracas
Input merupakan komponen atau unsur program yang diperlukan, termasuk
metode, peralatan, anggaran, sumber daya manusia, dan sistem kebijakan nasional
terkait.

Sumber daya manusia


Sumber daya manusia dalam pelaksanaan program sudah sesuai dengan
pedoman yaitu pemegang program dengan latar belakang pendidikan
sanitasi, terdiri dari 1 orang di puskesmas kelurahan Ciracas. Tim
fasilitator terdiri dari 5 orang yang telah mengikuti pelatihan dan terdapat
ahli sanitasi yaitu pemegang program itu sendiri. Namun sebaiknya
mengikutsertakan pemegang program promosi kesehatan dan juga gizi.
Dalam hal ini, tim sanitasi puskesmas kelurahan Ciracas belum bekerja
sama dengan bidang terkait untuk memenuhi pilar STBM

Anggaran
Anggaran untuk pelaskanaan program CLTS di wilayah kerja Puskesmas
kelurahan Ciracas sudah tersedia anggaran khusus tiap tahunnya. Sumber
pembiayaan utama untuk pelaksanaan tingkat kecamatan dan masyarakat
berasal dari APBD dan masyarakat sendiri. Sedangkan sumber
pembiayaan altenatif bisa diperoleh dari donor dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Anggaran yang berasal dari masyarakat juga tidak ada
karena kondisi ekonomi dari masyarakat yang belum begitu baik. Program
CLTS memang program non subsidi namun dalam pelaksanaannya tetap
membutuhkan dana. Tidak adanya anggaran dikarenakan program ini
kemungkinan besar belum menjadi prioritas utama di bidang kesehatan.

39
Sistem Kebijakan Operasional
Sistem kebijakan operasional merupakan aturan tertulis yang digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan program stop BABS. Adapun dokumen-
dokumen yang digunakan sebagai acuan antara lain:
Dokumen Millenium Development Goals (MDGs) 2015
Dokumen Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(Permenkes RI Nmor 852/MENKES/SK/IX/2008)
Dokumen kebijakan Nasional AMPL-BM
Dokumen Pedoman Pemantauan dan Evaluasi
Dokumen Pedoman Pengelolaan pengetahuan
Dokumen Pedoman Teknis Program STBM
Petugas sanitarian minimal harus mempunyai tiga dokumen dari beberapa
dokumen di atas, yaitu Dokumen Pedoman Pengelolaan Pengetahuan,
Dokumen Pedoman Pemantauan dan Evaluasi, dan Dokumen Kebijakan
Nasional AMPL-BM serta dapat pula Dokumen Strategi Nasional Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat. Karena dokumen tersebut merupakan standar
minimal yang harus dilakukan dalam pelaksanaan program mulai dari
standar perencanaan, teknis pemicuan, hingga standar minimum
mempertahankan desa yang sudah CLTS/ STBM. Di Puskesmaskelurahan
Ciracas sendiri dokumen sudah mengacu dari ketiga dokumen di atas.

Metode
Metode yang digunakan adalah pemicuan. Pemicuan lebih dikenal dengan
metode Participatory Rural Appraisal (PRA). PRA merupakan metode
yang membutuhkan partisipasi keluarga secara aktif dengan pengetahuan
yang mereka miliki dan diharapkan dapat menganalisa dan membuat
perencanaan tentang bagaimana menangani kondisi mereka. Masyarakat
harus lebih aktif dan fasilitator hanya sebagai perantara. Namun,
partisipasi masyarakat dalam membuat perencanaan masih kurang karena
mereka belum menyadari bahwa Buang Air Besar Sembarangan dapat
menimbulkan penyakit. Jika sudah sadarpun mereka mengingin biaya ini
sepenuhinya dibiayai oleh pemerintah, tidak tersedianya lahan untuk
pembuatan septic tank.

40
V.2 Proses Pelaksanaan Program CLTS di Puskesmas kelurahan
Ciracas

Perencanaan
Berdasarkan hasil penelitian, program ini dapat berjalan dengan maksimal
apabila tedapat peran yang nyata dari pemerintah daerah, dalam hal ini
mendampingi masyarakat maupun motivasi. Di daerah ini nampaknya para
pemangku kepentingan belum begitu berkomitmen dalam pelaksanaan
program ini. Hal ini dapat disebabkan karena BABS belum menjadi
prioritas masalah.
Kerjasama lintas sektor diperlukan karena program-program mereka
langsung bersentuhan dengan masyarakat yang notabene memiliki
beragam masalah, sehingga dalam penangannya pun harus multidimensi
dari berbagai institusi yang terkait.

Pemicuan

Pelaksanaan pemicuan di beberapa daerah telah dilakukan oleh petugas


Puskesmas kelurahan Ciracas sesuai pedoman yang ada. Daerah yang
dipilih untuk dilakukan pembinaan awal adalah wilayah RW10, dimana
lokasinya memang dialiri oleh sungai dan padat penduduk. Pemicuan
dengan pendataan langsung dimulai dari pengantar pertemuan, pencairan
suasana, identifikasi istilah-istilah yang terkait sanitasi, pemetaan sanitasi,
transect walk, perhitungan alur kontaminasi, diskusi dampak, dan
menyusun rencana program sanitasi di akhir pemicuan.

Paska Pemicuan
Di beberapa wilayah yang telah diberi pemicuan oleh petugas setelah
pelaksanaan dilakukan monitoring oleh kader-kader setempat, namun tetap
dipantau oleh petugas dari Puskesmas kelurahan Ciracas. Pemantuan
dilakukan 1 minggu paska pemicuan. Dalam hal ini peran serta masyarakat
juga masih kurang. Karena kebanyakan memiliki kesibukannya tersendiri
dan tidak menganggap bahwa program ini merupakan program yang
bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungan sekitar. Mereka memiliki pola

41
pikir bahwa program ini bukan bagian dari tanggung jawab mereka
melainkan tanggung jawab pemegang program.

V.3 Hasil Cakupan Pada Pelaksanaan Program CLTS di Puskesmas


Kelurahan Ciracas

Berdasarkan Dinas Kesehatan DKI Jakarta target keberhasilan dalam


program CLTS pada tahun 2012 hanya 78,72% dengan target RENSTRA
69%. Padahal seharus wilayah perkotaan itu sendiri harusnya 100% BABS.

No Wilayah RW Jumlah KK Sarana Pembuangan


1 RW 01 3 SPAL (terbuka)
2 RW 02 Bebas Buang Air Besar Sembangan
3 RW 03 27 Kali/sungai
4 RW 04 85 Kali/sungai
15 WC umum warga (ke empang)
3 WC penampungan
5 RW 05 Bebas Buang Air Besar Sembarangan
6 RW 06 12 Kali/sungai
7 RW 07 15 Kali/sungai
8 RW 08 9 SPAL (terbuka)
9 RW 09 42 Kali/sungai
10 RW 10 30 Kali/sungai
TOTAL 237

Dari tabel diatas terdapat 237 KK dari 23600 KK sekitar 1% warga


kelurahan Ciracas masih BABS. BABS tertinggi terdapat diwilayah RW
04 dengan dua wilayah RW bebas BABS yaitu wilayah RW 02 dan RW
05. Sebagian besar mereka membuang alirannya ke sungai/kali karena
memeang wilayah sekitar wilayah mereka dialiri oleh sungai dan padat
penduduk.

42
Saat ini pembinaan baru dilakukan di wilayah RW 10, mengingat luasnya
wilayah Ciracas dan padatnya jumlah penduduk sehingga harus dibenahi
satu persatu. RW 10 dipilih karena kawasan ini banyak dialiri sungai dan
padat penduduk.

V.4 Penyebab Tidak Berhasilnya Program CLTS di Puskesmas


Kelurahan Ciracas
Berdasarkan identifikasi penyebab masalah, diperoleh faktor penyebab
belum berhasilnya program yaitu antara lain meliputi faktor lingkungan,
sumber daya manusia, metode, dan anggaran.

1. Lingkungan
Faktor manusia meliputi komite/kader yang belum cukup aktif dan
kurangnya stakeholder dikarenakan kesadaran akan lingkungan yang
kurang. Tidak adanya kesadaran lingkungan menyebabkan perilaku buang
air besar sembarangan. Perilaku ini dapat dipengaruhi antara lain karena
tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan di bidang kesehatan
lingkungan yang kurang, dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja
yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sedangkan dari segi lingkungan
fisik terkait dengan suplai air bersih. Rumah tangga yang terletak dari
fasilitas sumber air biasanya enggan membangun jamban. Mereka
biasanya lebih senang menggunakan sungai terdekat.

2. Metode
Kerjasama lintas sektor dan monitoring evaluasi belum berhasil karena
individu program, masyarakat, dan pokja Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan (AMPL) belum berjalan maksimal. Dinas kesehatan
melakukan upaya merubah perilaku masyarakat dan dengan bantuan pokja
AMPL bekerja sama dalam membangun jamban untuk membantu
masyarakat yang kurang mampu. Monitoring dilakukan oleh dinas
kesehatan, petugas sanitarian Puskesmas, dan masyarakat itu sendiri.
Dinas kesehatan dan petugas sanitarian telah melakukan monitoring dan
evaluasi. Sedangkan masyarakat tidak melaksanakan monitoring dengan
cukup baik. Peran petugas sanitarian dari puskesmas dan Dinkes adalah

43
mengontrol jalannya paska pemicuan. Namun hal ini juga harus didukung
dengan peran aktif dari masyarakat dalam melakukan monitoring.

3. Anggaran
Kondisi masyrakat yang kurang secara ekonomi dan tidak adanya
stakeholder yang menunjukan ketertarikan dan kepedulian akan program
ini menyebabkan sulit terwujudnya pembangunan septic tank. Kurangnya
ketertarikan ini kemungkinan besar disebabkan karena program ini belum
menjadi prioritas masalah di wilayah kelurahan Ciracas serta dari segi
ekonomi masyarakat yang tidak begitu baik.

44
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. KESIMPULAN

1. Pelaksanaan program CLTS di wilayah Puskesmas Kelurahan Ciracas


sudah cukup baik.
2. Pada identifikasi faktor input ditemukan bahwa adanya anggaran khusus,
sehingga petugas seharusnya dapat menjalankan monitoring dengan baik.
3. Pada proses pelaksanaan ditemukan bahwa tidak ada kerjasama lintas
sektor.
4. Hasil pelaksanaan program di Puskesamas Kelurahan Ciracas sebesar 1%
warga masih BABS
5. Faktor penyebab belum berhasilnya program antara lain anggaran,
lingkungan, dan metode.

VI.2 SARAN

Bagi Puskesmas
1. Pelaksanaan program hendaknya difokuskan pada satu wilayah hingga
mencapai kondisi ODF. Setelah tercapai kondisi ODF, desa tersebut dapat
dijadikan sebagai Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)
sehingga dapat menjadi motivasi bagi desa lain untuk mencapai kondisi
ODF.
2. Hendaknya ada peningkatan koordinasi dengan sector lain yang terkait
agar meningkatkan cakupan STBM
3. Mendirikan forum peduli kesehatan. Pada forum tersebut merupakan
wadah untuk menampung saran dari berbagai pihak mengenai program
CLTS, membantu menggalang dana dan lain sebagainya.

45
Bagi Dinas Kesehatan
1. Upaya advokasi pada lintas sektor lebih ditingkatkan lagi melalui seminar
bersama sektor yang terkait. Dalam seminar disampaikan hasil dan
hambatan dari pelaksanaan program STBM di Puskesmas Kelurahan
Ciracas serta menyampaikan bahwa program saling berkaitan dengan
sektor lain yaitu dalam pemasaran sanitasi atau pembangunan septic tank.

Bagi Peneliti selanjutnya


1. Menilai sejauh mana program ini sudah berjalan, terutama untuk daerah
RW 10 yang sudah mulai dilakukan pemicuan.
2. Perlu diketahui hal apa yang mendasari seseorang masih BABS.
3. Perlu diketahui lebih lanjut mengenai kontaminasi air tanah dengan tinja

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 2008. Modul Pelatihan Stop Buang Air Besar Sembarangan
(STOP BABS) , Ditjen PP dan PL bekerjasama dengan Pokja AMPL Pusat,
Depkes RI . Jakarta
2. Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
3. Dinkes. 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Mojokerto 2010.
4. Dinkes Kabupaten Mojokerto. Mojokerto Ditjen PP dan PL. 2010.
Pedoman Umum Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (draft 03). Menkes
RI. Jakarta
5. Ditjen PP dan PL. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Program STBM (draft 02).
Menkes RI. Jakarta
6. Ditjen PP dan PL. 2011. Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM). Depkes RI. Jakarta

47
Lampiran

48

You might also like