You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN: ASFIKSIA PADA NEONATUS

A. Definisi
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga
dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).
Jadi, berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa asfiksia merupa
suatu keadaan di mana bayi tidak dapat menangis secara spontan setelah lahir.

B. ETIOLOGI
a. Faktor ibu
1. Preeklampsia dan eklampsia
2. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3. Partus lama atau partus macet
4. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1. Lilitan tali pusat
2. Tali pusat pendek
3. Simpul tali pusat
4. Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
1. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
3. Kelainan bawaan (kongenital)
4. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu
harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan

1
resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau
(sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,
penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan
persalinan.

C. KLASIFIKASI

Tabel penilaian APGAR SCORE

Skor APGAR
Tanda
0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Jantung

Usaha bernafas Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat


Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, eks biru Seluruh tubuh kemerahan

Klasifikasi klinis APGAR SCORE :


a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit, tonus
otot buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada.
b. Asfiksia ringan sedang (Nilai APGAR 4 6)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100 / menit, tonus otot kurang baik
atau baik , sianosis (badan merah, anggota badan biru), menangis. Respirasi lambat,
tidak teratur.

c. Bayi normal atau sedikit asfiksia 7 9

2
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/
pergerakan aktif , seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi baik.
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.

D. PATOFISIOLOGI
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran
C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan
lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan
komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka
akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang
terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa berupa
asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin
terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan
frekwensi denyut jantung.

E. PATHWAY

3
F.
TANDA

DAN GEJALA
1. Pernapasan terganggu
2. Detik jantung menurun
3. Refleks/ respons bayi melemah
4. Tonus otot menurun
5. Warna kulit biru atau pucat
6. Kejang
7. Penurunan kesadaran

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

4
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya
edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi
jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
b. Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot ).
c. Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
d. Pengkajian spesifik

I. PENATALAKSANAAN

a. Terapi suportif

5
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru
tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
b. Memastikan saluran nafas terbuka :
1. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
2. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea.
3. Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
c. Memulai pernapasan :
1. Lakukan rangsangan taktil
2. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan
cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan)
d. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan.

Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil prosedur
yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang
dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar.
1. Asfiksia berat (nilai Apgar 0 3)
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi
paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4
mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena

6
umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan
atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan &
frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan
1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding
torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau
gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.

2. Asfiksia ringan sedang (nilai Apgar 4 6).


Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik
tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi
sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam
posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares
dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit,
sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan
gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan
jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif
secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke
mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan
frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin
timbul.
Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi
penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus
segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3
menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah
dilakukan dengan adekuat.

Terapi Medikamentosa

7
Epinefrin
a. Indikasi:

1. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belun ada respon.

2. Sistotik

Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg 0,03 mg / kgBB). Cara :
i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu

Volume Ekspander

Indikasi:

1. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada
respon dengan resueitasi.
2. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai
dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak
memberikan respons yang adekuat.

Jenis Cairan :

a. Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml /
kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon
klinis.
b. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
Bikarbonat

Indikasi:

1. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila


ventilasi dan sirkulasi sudah baik.

8
2. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus disertai
dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.

Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (74%).

Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v
dengan kecepaten min 2 menit.

Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak
furgsi miokardium dan otak.

Nalokson

Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi


pernapasan.

Indikasi:

1. Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunailkan narkotik 4 jam
sebelum persalinan.
2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.

Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)

Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c

9
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi) meliputi nama, tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat
antenatal, Riwayat natal, komplikasi persalinan, Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar
belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu
terutama jenis psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan
psikologis.
Data Obyektif, terdiri dari:
a. Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi.
bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5 C 37,5 C, nadi normal antara 120-140 kali
per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit.

b. Pemeriksaan fisik.
1. Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
2. Kepala :kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-
ubun besar cekung atau cembung.
3. Mata :warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
4. Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
5. Mulut :Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak
6. Telinga : perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher perhatikan
kebersihannya karena leher nenoatus pendek
7. Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
8. Abdomen :bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah arcus costaae pada
garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah

10
masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda-tanda
infeksi pada tali pusat.
9. Genitalia :pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan
10. Anus : perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeses.
11.Ekstremitas :warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
12. Refleks : pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf
pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A,
1996 : 109-356).

B. DIAGNOSA
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan
pada agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

C. NURSING CARE PLAN

DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


Bersihan jalanSetelah dilakukan1. Tentukan kebutuhana. pengumpulan data
nafas tidaktindakan keperawatan oral/ suction tracheal untuk perawatan
efektif b.dselama proses2. Auskultasi suara optimal.
produksi mukuskeperawatan diharapkan nafas sebelum danb. membantu

11
banyak jalan nafas lancar sesudah suction mengevaluasi
dengan kriteria: 3. Bersihkan daerah keefektifan upaya
1. Tidak menunjukkan bagian tracheal batuk klien
demam setelah suctionc. meminimaliasi
2. Tidak menunjukkan selesai dilakukan. penyebaran
cemas. 4. Monitor status mikroorganisme
3. Rata-rata repirasi oksigen pasien, statusd. untuk mengetahui
dalam batas normal. hemodinamik segera efektifitas dari
4. Pengeluaran sputum sebelum, selama dan suction.
melalui jalan nafas. sesudah suction.
5. Tidak ada suara
nafas tambahan.

12
Pola nafas tidakSetelah dilakukana. Pertahankan 1. untuk
efektif b.dtindakan keperawatan kepatenan jalan nafas membersihkan jalan
hipoventilasi. selama proses dengan melakukan nafas
keperawatan diharapkan pengisapan lendir. 2. guna meningkatkan
pola nafas menjadib. Pantau status kadar oksigen yang
efektif. pernafasan dan bersirkulasi dan
1. Kriteria hasil : oksigenasi sesuai memperbaiki status
Pasien dengan kebutuhan. kesehatan
menunjukkan polac. Auskultasi jalan3. membantu
nafas yang efektif. nafas untuk mengevaluasi
2. Ekspansi dada mengetahui adanya keefektifan upaya
simetris. penurunan ventilasi. batuk klien
3. Tidak ada bunyid. Kolaborasi dengan4. perubahan AGD
nafas tambahan. dokter untuk dapat mencetuskan
4. Kecepatan dan pemeriksaan AGD disritmia jantung.
irama respirasi dan pemakaian alat5. terapi oksigen dapat
dalam batas normal. bantu nafas. membantu
e. Berikan oksigenasi mencegah gelisah
sesuai kebutuhan. bila klien menjadi
dispneu, dan ini
juga membantu
mencegahedema
paru.

1) Kaji bunyi paru,1. membantu


Kerusakan Setelah dilakukan frekuensi nafas, mengevaluasi
pertukaran gas tindakan keperawatan kedalaman nafas dan keefektifan upaya
b.d selama proses produksi sputum. batuk klien.
ketidakseimbang keperawatan diharapkan 2) Auskultasi bunyi2. membantu
an perfusi pertukaran gas teratasi. nafas, catat area mengevaluasi
ventilasi. Kriteria hasil : penurunan aliran keefektifan upaya

13
1. Tidak sesak nafas udara dan / bunyi batuk klien
2. Fungsi paru dalam tambahan. 3. perubahan AGD
batas normal 3) Pantau hasil Analisa dapat mencetuskan
Gas Darah disritmia jantung.

Risiko cedera Tujuan : Setelah 1) Cuci tangan setiap1. untuk mencegah


b.d anomali dilakukan tindakan sebelum dan sesudah infeksi nosokomial
kongenital tidak keperawatan selama merawat bayi. 2. untuk mencegah
terdeteksi atau proses keperawatan 2) Pakai sarung tangan infeksi nosokomial
tidak teratasi diharapkan risiko cidera steril. 3. untuk mencegah
pemajanan pada dapat dicegah. 3) Lakukan pengkajian keadaan yang kebih
agen-agen Kriteria hasil : fisik secara rutin buruk.
infeksius. 1) Bebas dari cidera/ terhadap bayi baru4. untuk
komplikasi. lahir, perhatikan meningkatkan
2) Mendeskripsikan pembuluh darah tali pengetahuan
aktivitas yang tepat pusat dan adanya keluarga dalam
dari level anomali. deteksi awal suatu
perkembangan anak.4) Ajarkan keluarga penyakit
3) Mendeskripsikan tentang tanda dan
teknik pertolongan gejala infeksi dan
pertama melaporkannya pada
pemberi pelayanan
kesehatan.
5) Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
vaksin hepatitis
Risiko Setelah dilakukan1. Hindarkan pasien 1) untuk menjaga suhu
ketidakseimbang tindakan keperawatan dari kedinginan dan tubuh agar stabil.

14
an suhu tubuh selama proses tempatkan pada 2) untuk mendeteksi
b.d kurangnya keperawatan diharapkan lingkungan yang lebih awal
suplai O2 dalam suhu tubuh normal. hangat. perubahan yang
darah. Kriteria Hasil : 2. Monitor gejala yang terjadi guna
1) Temperatur badan berhubungan dengan mencegah
dalam batas normal. hipotermi, misal komplikasi
2) Tidak terjadi fatigue, apatis, 3) peningkatan suhu
distress pernafasan. perubahan warna dapat menunjukkan
3) Tidak gelisah. kulit dll. adanya tanda-tanda
4) Perubahan warna3. Monitor TTV. infeksi
kulit. 4. Monitor adanya 4) penurunan
5) Bilirubin dalam bradikardi. frekuensi nadi
batas normal. 5. Monitor status menunjukkan
pernafasan. terjadinya asidosis
resporatori karena
kelebihan retensi
CO2.

Proses keluargaSetelah dilakukan1) Tentukan tipe proses1. untuk mengetahui


terhenti b.dtindakan keperawatan keluarga. tindakan yang tepat
pergantian selama proses2) Identifikasi efekuntuk diberikan
dalam statuskeperawatan diharapkan pertukaran peran2. untuk
kesehatan koping keluarga adekuat. dalam prosesmempersiapkan
anggota Kriteria Hasil : keluarga. psikologi keluarga
keluarga. 1. Percaya dapat3) Bantu anggota3. untuk
mengatasi masalah. keluarga untukmemanfaatkan
2. Kestabilan prioritas. menggunakan dukungan yang ada dari
3. Mempunyai rencana mekanisme supportkeluarga.
darurat. yang ada. 4. untuk mengatasi
4. Mengatur ulang cara4) Bantuan anggotasituasi yang tidak
perawatan. keluarga untukterduga.

15
merencanakan
strategi normal dalam
segala situasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC

17

You might also like