You are on page 1of 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epidemiologi berasal dari perkataan Yunani, dimana epi- yang berarti
permukaan, diatas, menimpa, atau tentang, demos yang berarti orang, populasi,
penduduk, manusia serta ologi berarti ilmu tentang. Secara etimologis,
epidemiologi berarti ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk.
Epidemiologi lahir berdasarkan dua asumsi dasar. Pertama, penyakit pada populasi
manusia tidak terjadi dan tersebar begitu saja secara acak. Kedua, penyakit pada
manusia sesungguhnya mempunyai faktor penyebab dan faktor preventif yang
dapat diidentifikasi melalui penelitian sistematik pada berbagai populasi, tempat,
dan waktu. Berdasarkan asumsi tersebut, epidemiologi dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan determinan frekuensi penyakit
dan status kesehatan pada populasi manusia.
Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa epidemiologi pada dasarnya
merupakan ilmu empirik kuantitatif, yang banyak melibatkan pengamatan dan
pengukuran yang sistematik tentang frekuensi penyakit dan sejumlah faktor-faktor
yang dipelajari hubungannya dengan penyakit. Tujuan akhir riset epidemiologi
yaitu mencegah kejadian penyakit, mengurangi dampak penyakit dan
meningkatkan status kesehatan manusia. Sasaran epidemiologi adalah populasi
manusia, bukan individu. Ciri-ciri ini yang membedakan epidemiologi dari ilmu
kedokteran klinik dan ilmu-ilmu biomedik, yang lebih memusatkan perhatiannya
kepada individu, jaringan, atau organ.
Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan menjelaskan dampak dari
tindakan pengendalian kesehatan masyarakat, program pencegahan, intervensi
klinis dan pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan
faktor lain yang berdampak pada status kesehatan penduduk. Epidemiologi

1
penyakit juga daapt menyertakan deskripsi keberadaannya di dalam populasi dan
faktor faktor yang mengendalikan ada atau tidaknya penyakit tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hubungan Sebab Akibat Pola Penyakit dengan Waktu, Tempat
dan Lingkungan ?
2. Bagaimana Klasifikasi Penyakit ?
3. Bagaimana Tingkat Pencegahan Penyakit ?
4. Bagaimana Berbagai Studi dalam Epidemiologi ?
5. Bagaimana Studi Deskriptif ?
6. Bagaimana Ukuran dalam Epidemiologi ?

C. Tujuan
Tujuan Umum
Menambah pengetahuan seputar dasar-dasar epidemiologi dalam
keperawatan komunitas.
Tujuan Khusus :
1. Dapat memahami Hubungan Sebab Akibat Pola Penyakit dengan Waktu,
Tempat dan Lingkungan
2. Dapat memahami apa saja Klasifikasi Penyakit
3. Dapat memahami Tingkat Pencegahan Penyakit
4. Dapat memahami Berbagai Studi dalam Epidemiologi
5. Dapat memahami Studi Deskriptif
6. Dapat memahami Ukuran dalam Epidemiologi

2
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai
mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan komponen tentang dasar
dasar epidemiologi.
2. Bagi pembaca
Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang dasar dasar
epidemiologi.
3. Bagi pendidikan
Dapat menambah informasi tentang dasar dasar epidemiologi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Sebab Akibat Pola Penyakit dengan Waktu, Tempat dan


Lingkungan

Tanpa pemahaman tentang berbagai konsep penyakit, kita tidak mempunyai


dasar pemikiran yang kuat untuk mendeteksi serta mengenal setiap perbedaan yang
ditentukan pada pelayanan kesehatan pada masa kini. Kesenjangan antara konsep
penyakit yang dianut oleh petugas kesehatan dan yang dianut oleh masyarakat
sering menyebabkan gagalnya upaya meningkatkan kesehatan di masyarakat.

Pada petugas kesehatan, sering memiliki harapan yang lebih pada


masyarakat untuk memahami konsep penyakit tanpa sedikitpun memahami konsep
yag ada dalam msyarakat sekitarnya. Sikap yang apriori dan perbedaan pandang
yang tajam tentang pengobatan alternatif sangat banyak dijumpai saat ini. Hal ini
membuktikan ketidak pahaman tentang konsep penyakit di masyarakat.

Konsep tentang penyakit dipengaruhi oleh budaya, tingkat perkembangan


ilmu pengetahuan, dan teknologi. Pada masyarakat primitif yang masih awam dari
pengaruh ilmu pengetahuan, konsep penyakt tidak dapat dijelaskan secara rasional.
Berbeda dengan masyarakat sekarang ini yang sangat dipengaruhi oleh era
komunikasi global yang lebihbanyakmengenal konsep penyakit secara umum tetapi
tidak mendetail.

Perkembangan konsep timbulnya penyakit lebih banyak dipengaruhi oleh


kekuatan nalar manusia pada zaman ia hidup. Kekuatan manusia adalah pada
kemampuan nalarnya yang tinggi dalam emecahkan berbagai misteri dalam alam
semesta untuk kemudian mengendalikanya. Tanpa nalar manusia terbukti akan
memposisikan dirinya sebagai manusia yang lemah, tidak berdaya dan akhirnya
kalah. Dalam membahas timbulnya penyakit, tidak terlepas dengan adanya kosep

4
sehat-sakit karena kedua konsep ini berkaitan erat dengan epidemiologi dalam hal
pencegahan dan pemberantasan penyakit. Sebelum membahas megenai konsep
penyebab penyakit, kita mengenal lebih dahulu apa yang disebut dengan penyakit,
bagaimana seseorang dapat sakit, dan dampak yang dapat timbul dengan adanya
penyakit tersebut.

Penyakit/sakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme


untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul
gangguan pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh.
Penyakit/sakit adalah suatu keadaan terdapat gangguan terhadap bentuk dan fungsi
tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak normal. Dari definisi ini dapat
disimpulkan bahwa penyakit/sakit berbeda dengan rasa sakit.

Penyakit
Positif Negatif
Rasa Sakit Positif Kasus klasik Psikosomatis
Negatif kasus kesehatan Sehat
masyarakat
Gambar: Perbedaan sakit & penyakit dalam masalah kesehatan masyarakat.

Penyakit adalah keadaan yang bersifat objektif dan rasa sakit bersifat
subjektif.
Kasus klasik adalah apabila rasa sakit atau masalah dirasakan ada dan memang ada
penyakitnya. Psikosomatik adalah apabila rasa sakitnya ada namun dari
pemeriksaan dan analisis tidak ditemukan penyakit. Masalah kesehatan
masyarakat adalah rasa sakit dan masalahnya tidak dirasakan/diketahui masyarakat
pada saat itu, namun menurut pandangan kesehatan masalahnya/penyakitnya ada.
Sehat, menurut gambar diatas adalah rasa sakit ataupenyakit tidak ada.

Kajian utama epidemiologi adalah hubungan kasus klasik dengan masalah


kesehatan masyarakat, karena epidemiolog tidak mempelajari tentang rasa sakit

5
tetapi mempelajari tentang penyakit. Jadi penyebab penyakit adalah kejadian,
kondisi, sifat ataupun kombinasi dari faktor-faktor tersebut di atas yang berperan
penting dalam kejadian penyakit.

Pemahaman tentang konsep penyebab timbulnya penyakit perlu dimiliki


untuk dapat menjelaskan bagaimana mekanisme terjadinya dan penyebarannya.
Banyak model konsep penyebab penyakit yang dikembangkan oleh para ahli, dari
zaman generasi pertama Hippocrates dengan konsep Airs,Waters and Places.
Galen dengan konsep Experimental Medicine, dan Hieronymous Fracastorius
(1478-1553) dan Igmatz Semmelweis (1818-1865) dengan konsep Contagion
Germ.

Menjelang akhir abad ke-19, para pakar mengklasifikasi penyebab


timbulnya penyakit menjadi dua yaitu singel causation (penyebab tunggal)
Faktor X Penyakit Y

Gambar : timbulnya penyakit singel causation (penyakit tunggal) menurut


model determinasi murni. Model ini memperlihatkan bahwa faktor X akan
menyebabkan penyakit Y.dan multiple causation ( penyebab majemuk ). Pemikiran
para ahli pada waktu itu menuntut bahwa tiap penyakit harus dapat ditemukan
penyebabnya (kuman) yang spesifik untuk penyakit yang diderita seseorang. Para
ahli yang perintis teori kuman (bakteriologi) seperti Robert Koch atau Louis
Pasteur mulai mengidentifikasi jenis kuman untuk tiap jenis penyakit menular.
Konsep penyebab tunggal ini sempat berlangsung lama sampai seseorang mulai
menyadari bahwa berkembangnya penyakit tidak dapat dijelaskan hanya dengan
mengenali jenis penyebabnya saja yang spesifik.

6
MODEL PENYEBAB PENYAKIT

Tokoh yang paling berperan dalam model ini adalah Robert Koch yang
berhasil menemukan basil Tuberculosis sebagai penyebab penyakit tuberkulosa
sehingga terkenal dengan Postulat Henle Koch. Postulat ini menyatakan bahwa
suatu agent (bibit penyakit) dapat menyebabkan penyakit apabila memenuhi 4
syarat :

1. Kuman harus ada pada setiap kasus dan dibuktikan melalui kultur (faktor yang
diperlukan)
2. Kuman tersebut tidak ditemukan pada kasus-kasus yang disebabkan oleh
penyakit lain (suffccient factor).
3. Kuman harus dapat menimbulkan penyakit yang sama pada binatang
percobaan, atau dari binatang percobaan dapat ditemukan kuman yan dimaksud
(spesifitas efek).

Host (penjamu)

Agent Environment
(Penyebab (lingkungan)
Lingkungan)
Gambar: segitiga epidemiologi

4. Adanya faktor yang berkontribusi dan berperan dalam timbulnya penyakit,


misalnya kondisi umum, daya tahan, dan lain-lain (faktor kontributor).
Melihat perkembangan penyakit pada masanya, ternyata konsep penyebab
tunggal mulai ditinggalkan. Alasannya, orang mulai menyadari bahwa
berkembangnya peyakit tidak dapat dijelaskan hanya dengan mengenali jenis
kumannya saja, namun diperlukan faktor lain yang turut memengaruhi sehingga
dikenal konsep/model penyebab majemuk. Berikut ini ditampilakan beberapa

7
model multiple causation (penyebab majemuk) yang merupakan model yang sering
digunakan dalam melihat terjadinya penyebab penyakit.
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan pada satu
komponen akan mengubah keseimbangan ketiga komponen. Dari hasil interaksi
antara tiga faktor host, agent, dan environmet itu penyakit berpeluang untuk terjadi
dan kemudian berkembang dan menyebar. Model ini cocok untuk menerangkan
penyakit infeksi.
Model jaringan sebab-akibat (web of causation) menjelaskan baha
penyebab penyakit terdiri dari berbagai faktor yang majemuk, faktor atau
komponen tersebut saling terkait dan membentuk jaringa sebab-akibat yang cukup
rumit.

Faktor
Faktor
Faktor
Faktor Faktor
Faktor
Faktor Faktor Penya
Faktor Faktor kit
Faktor Faktor
Faktor
Faktor

Gambar: sebab akibat pada penyebab penyakit majemuk.

Keterangan :
41

1. Lingkungan sosial
5
2 2. Lingkungan Bologis
3. Lingkungan fisik
3
4. Host (manusia)
5. bvyfInti Genetik.

Gambar : Penyebab penyakit menurut model roda.

8
Dari gambar diatas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu penyakit tidak
tergantug pada suatu sebab yang berdiri sendiri melainkan akibat dari proses sebab-
akibat. Dengan demikian timbulnya penyakit dapat dicegah dengan memotong
rantai tersebut. Model ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oeleh
perilaku dan gaya hidup individu.

Model roda menggambarkan hubugan manusia dan lingkungannya sebagai


roda. Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik pada bagian
intinya dan faktor lingkungan biologi, sosial, fisik yang mengelilingi host
(manusia). Ukuran komponen roda bersifat relatif, bergantung pada problem
spesifik dari penyait.

Dalam model roda diperlukan pengkajian dari berbagai faktor yang


berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak menekankan pada pentingnya
agent sebagai penyebab penyakit. Model ini mementingkan adanya hubungan
antara manusia dan lingkungan hidupnya. Besarnya pera dari masing-masing
lingkungan sangat bergantung pada penyakit. Misalnya, faktor lingkungan sosial
sangat berperan dalam menyebabkan stes mental / kejiwaan manusia; faktor
lingkungan biologis berperan menimbulkan penyakit yang disebabkan oleh agent;
dan faktor genetik berperan besar menimbulkan penyakit keturunan.

Model tradisional epidemiologi atau segitiga epidemiologi yang diteukan


oleh Gordon dan La Richt (1950), menyebutkan bahwa timbul atau tidaknya
penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu host, agent, dan
environment. Gorden berpendapat bahwa:

1) Penyakit timbul karena ketidak seimbangan antara agent (penyebab) dan


manusia (host)
2) Keadaan keseimbanagn bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan
host (baik individu/kelompok)

9
3) Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi
tersebut akan berhubungan langsug pada keadaan alami dari lingkungan
(lingkungan sosial, fisik, ekonomi, dan biologis)

Penjamu (host) adalah semua faktor yang terdapat pada manusi yang dapat
memengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit. Host erat hubungannya dengan
manusia sebagai makhluk biologis dan manusia sebagai makhluk sosial sehingga
manusia dalam hidupnya mempunyai dua keadaan dalam timbulnya penyakit yaitu
manusia kemungkinan terpajan da kemungkinan rentan/resisten.

Faktor-faktor yang memegang peranan dalam proses kejadian penyakit


pada penjamu adalah:

HOST AGENT

ENVIRONMENT

Gambar : skema tahap prapatogenesis yang menggambarkan hubungan seimbang,


pada tahap ini host dalam keadaan sehat.
A
A
H
H
A H
E E E

(1) (2) (3)

Gambar : Skema tahap potogenesia

10
1. Faktor keturunan. Ada beberapa penyakit keturunan yang dapat ditularkan dari
kedua orang tuanya (mis, penyakit asma, diabetes melitus).
2. Mekanisme kekebalan tubuh/imunitas. Daya tahan tubuh seseorang tidak sama,
namun faktor imunitas sangat berperan penting dalam proses kejadian penyakit
pada seseorang dan sebaliknya apabila host mempunyai imunitas akan terhindar
dari penyakit. Imunitas terbagi atas.
a. Imunitas alamniah (tanpa intervensi)
Aktif alamiah yang bertahan lama dan membentuk antibodi (misal, air
susu ibu untuk bayinya)
Pasif alamiah pada bayi yang hilang setelah 4 bulan, tidak bertahan
lama (misal, pemberian toksid kepada ibu akan berdampak pada bayi
yang lahir)
b. Imunitas didapat (dengan intervensi)
Aktif didapat yang dibuat pejamu setelah imunisasi.
Pasif didapat yang bertahan 4-5 minggu ( ATS dan ABU ).
c. Herd immunity ( kekebalan kelompok ) yang berpengaruh dalam
timbulnya penyakit pada suatu kelompok di suatu populasi. Orang yang
tekena varisela aka mempunyai kekebalan terhadap varisela.
3. Usia. Terdapat penyakit pada usia tertentu (misal, penyakit difteri atau campak
akan menyerang anak-anak balita).
4. Jenis kelamin. Terdapat penyakit yang menyerang jenis kelamin tertentu (
misal, kenker prostat yang dialami oleh pria dan kanker serviks yang dialami
wanita)
5. Ras (perbedaan cara, nilai sosial, dan faktor genetika)
6. Sosial-ekonomi (cara hidup, tingkat pendidikan, dan ekonomi)
7. Status perkawinan (mortalitas berkaitan denga status perkawinan)
8. Penyakit terdahulu. Penyakit kronis lebih rentan terhadap suatu infeksi.

11
9. Gaya hidup berhubungan dengan sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, ras, atau
golongan etnis.
10. Hereditas (berkaitan dengan ras)
11. Nutrisi (sistem pertahanan tubuh secara umum)

Bibit penyakit (agent) adalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya


atau ketidakberdayaannya diikuti kontak efektif pada manusia dapat menimbulkan
penyakit atau mempengauhi perjalanan suatu penyakit. Macamnya berupa
golongan biotis (unsur hidup) dan golongan a-biotis (unsur mati). Golongan biotis
terdiri dari :

a. Mikroorganisme (virus, bakteri, dan riketsia)


b. Non-mikroorganisme (prtozoa, metazoa/cacing)
c. Tumbuhan (fungsi atau jamur)

Penyakit yang ditimbulkan oleh kelompok biotis ini disebut dengan


penyakit infeksi yang sifatnya menular dan tidak menular. Golongan a-biotis terdiri
dari :

a. Golongan kimiawi (pestisida, bahan pengawet makanan, obat-obatan, limbah


industri)
b. Golongan fisik (panas, sinar, radiasi, suara, getaran, objek yang bergerak cepat)
c. Golongan mekanik (kecelakaan lalu-lintas, pukulan)
d. Golongan nutrien (karbohidrat, protein, lemak) yang apabila manusia
mengalami kekurangan atau kelebihan akan mengakibatkan penyakit.

Sifat bibit penyakit yang dapat menularkan penyakit infeksi(menular dan


tidak menular) dikenali ada empat macam, yaitu :

1. Patogenesis adalah kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada


penjamu sehingga menimbulkan penyakit pada penjamu. Jika kemampuan ini
tidak dimiliki disebut dengan a-patogen.

12
2. Virulensi adalah suatu tingkat / derajat keganasan suatu kuman. Jika kerusakan
yang ditimbulkannya hebat/ganas maka golongan bibit penyakit tersebut
disebut virulen.
3. Antigenesitas adalah kemampuan suatu bibit penyakit untuk merangsang
timbulnya mekanisme pertahanan tubuh (antigen/antibodi) pada diri penjamu.
Misalnya, pada saat kontak dengan penderita hepatitis.
4. Infektivitas adalah kemampuan bibit penyakit mengadakan invasi/menyebar
dan penyesuaian diri pada pejamu, hidup, dan berkembang biak dalam tubuh
penjamu (misal, penderita HIV)

Masuknya agent (bibit penyakit) yang dapat menimbulkan penyakit pada


host (manusia) melalui beberapa macam jalur penularan sebagai berikut.

a. Inhalasi yaitu masuknya agent dengan perantara udara (air borne


transmission). Misalnya, terhirup zat-zat kimia berupa gas, uap, debu, mineral,
partikel (golongan a-biotik), atau kontak dengan penderita TB (golongan
biotik).
b. Ditelan yaitu masuknya agent melalui salular pencernaan dengan cara
memakan atau tertelan. Misalnya, minuman keras, obat-obatan, keracunan
logam berat.
c. Melalui kulit yaitu masuknya agent melalui kontak langsung dengan kulit.
Misalnya, keracunan oleh bahan kosmetika, tumbuh-tumbuhan, dan binatang.

Environment (lingkungan) adalah segala sesuatu yang berada di sekitar


manusia yang memengaruhi kehidupan da perkembangan manusia. Lingkungan
terbagi dalam tiga macam yaitu:

1. Lingkungan fisik adalah lingkungan yang berbeda di sekitar manusia yang


meliputi kondisi udara,musim, cuaca, kondisi geografi, dan geologinya yang
dapat memengaruhi kerentanan host. Ketinggian tertentu akan memengaruhi
jantung, kelembapan aka memengaruhi selaput lendir. Keadaan geografi akan

13
menentukan jenis vektor atau reservoar dari suatu penyakit, sedangkan keadaan
geologi akan memengaruhi ketersediaan air.
2. Lingkungan biologi, masih merupakn ligkungan yang berada di sekitar manusia
namun jenisnya berasal dari golongan biotis (hewan, tumbuhan, dan
mikroorganisme) tempat hidup yang paling sesuai dengan bibit penyakit
disebut dengan reservoar atau tempat agent tersebut dapat hidup di dalam tubuh
manusia dan binatang.
3. Lingkungan non-fisik adalah lingkungan sebagai akibat dari aksi manusia yang
meliputi sosial-budaya, norma, dan adat-istiadat. Sebagai contoh, lingkungan
sosial-ekonoi yang memengaruhi status kesehatn fisik dan mental baik individu
maupun kelompok, meliputi kepadatan, kehidupan sosial, fasilitas olehraga,
rekreasi, stratifikasi sosial, tingkat kejahatan, sistem asuransi, bencana alam,
perang, dan lain-lain.

Seseorang dapat menjadi sakit atau timbul penyakit apabila ia dengan


sengaja atau tidak sengaja mengadakan / terpajan pada penyebab penyakit. Proses
ini melalaui tahapan. Dalam proses ini terlibat enam komponen yang dapat
menimbulkan penyakit infeksi (menular dan tidak menular) :
1. Penyebab penyakit. Bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit disebut
patogen.
2. Reservoar dari agent penyebab adalah habitat normal tmpat agent penyakit
menular hdup, tubuh, dan berkembang biak ( habitat ini dapat berupa manusia,
hewan, atau lingkungan).
3. Cara keluarnya penyebab penyakit dari penjamu (melalui saluran napas, sluran
kemih, perencanaan, kulit, dan transplasental)
4. Cara penularan agent ke pejamu baru melalui metode kontak langsung dan
droplet (tetes ludah) dan metode tidak langsung yaitu melalui perantara (misal,
nyamuk)

14
5. Tempat masuk ke dalam pejamu umumnya sama antara tempat masuk dan
keluarnya.
6. Kerentaan / kepekaan pejamu. Faktor imunitas, faktor ketahanan tubuh,
malnutrisi, dan sistem imunologi.

Epidemiologi Deskriptif Penyakit Bedasarkan Waktu, Tempat dan Orang.

Gambaran wabah berdasarkan waktu

Perjalanan wabah berdasarkan waktu digambarkan dengan grafik


histogram yang berbentuk kurva epidemi, gambaran ini membantu :

1. Memberi informasi sampai di mana proses wabah itu dan bagaimana


kemungkinan kelanjutannya.
2. Memperkirakan kapan pemasaran terjadi dan memusatkan penyelidikan pada
periode tersebut, bila telah diketahui penyakit dan masa inkubasinya.
3. Menarik kesimpulan tentang pola kejadian,dengan demikian mengetahui
apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang atau campur
keduanya.

Kemungkinan periode pemaparan dapat dilakukan denga :

1. Mencari masa inkubasi terpanjang, terpendek, da rata-rata.


2. Menentukan puncak wabah atau kasus mediannya, dan menghitung mundur
satu masa inkubasi rata-rata.
3. Dari kasus paling awal kejadian wabah, dihitung mundur masa inkubasi
terpendek.

Masa inkubasi penyakit adalah waktu antara masuknya agens penyakit


sampai timbulnya gejala pertama. Informasi tentang masa inkubasi bermanfaat bila

15
penyakit belum diketahui sehingga mempersempit diagnosa diferensial dan
memperkirakan periode pemaparan. Cara menghitug median masa inkubasi :

1. Susunan teratur (array) berdasarkan waktu kejadiannya.


2. Buat frekuensi kumulatifnya.
3. Tentukan posisi kasus paling tengah (median)
4. Tentukan kelas median.
5. Median masa inkubasi ditentukan dengan menghitung jarak antara waktu
pemaparan dan kasus median.

Gambaran wabah berdasarkan tempat

Gambaran wabah berdasarkan tempat menggunakan gambaran grafik


berbentuk Spot map. Grafik ini menunjukkan kejadian dengan titik/simbol tempat
tertentu yang menggambarkan distribusi geografi suatu kejadian menurut golongan
atau jenis kejadian namun mengakibatkan populasi (tidak menggambarkan resiko)

Gambaran wabah berdasarkan ciri orang

Variabel orang dalam epidemiologi adalah karakteristik individu yang ada


hubungannya dengan keterpajanan atau kerentanan terhadap suatu penyakit. Disini
akan diamati karakteristik yang ada pada individu yang merupakan subjek
pengamatan peneliti, sehingga kita akan mengetahui kesimpulan dari yang kita
amati tersebut. Misalnya karakteristik inang ( jamur, jenis kelamin, ras/suku, status
kesehatan ) atau berdasarkan pemaparan (pekerjaan, rekreasi, penggunaan obat-
obatan).

16
B. Klasifikasi Penyakit
Menurut klasifikasi penyakit, maka kita dapat membedakan dalam
epidemiologi penyakit infeksi dan epidemiologi penyakit non-infeksi. Selanjutnya
masing-masing klasifikasi ini dapat dibagi kembali menurut berbagai sub-kriteria.
Dengan bergesernya pola penyakit infeksi kini ke arah non-infeksi, maka
strategi dan kebijaksanaan program penanggulangan penyakit dalam kondisi hari
ini maupun yang akan datang harus pula diubah disesuaikan dengan trend pola
penyebaran penyakit.
Epidemiologi penyakit infeksi dapat dibedakan kembali dalam
epidemiologi penyakit infeksi menular dan epidemiologi penyakit infeksi non-
menular. Dengan makin meningkatnya tingkat pencemaran di negara kita atau
makin panjangnya usia umur harapan hidup serta ketegangan dalam kehidupan
sosial, maka morbiditas maupun mortalitas penyakit non-infeksi makin meningkat
pula.
Untuk memudahkan gambaran klasifikasi maka perhatikan visualisasi
dalam bagian 3 berikut ini
Klasifikasi penyakit
KLASIFIKASIPENYAKIT

P. INFEKSI ( I ) P.NON-INFEKSI (NI)

Contoh : Contoh : - Nutritional disease


P.I MENULAR P.I. NON-MENULAR
- Tetanus - Nutritional related
- Dipteri
- Streptococcen - P. Metabolisme
- TBC
- Stafilococcen - P. Geriatri
- Typhus - P. Alkoholisme
abdominalis
- P. Kecanduan Narkotik
17
-Hepatitis - P. Karsinogenik
- Trauma Accidental
Dengan makin majunya masyarakat secara sosial dan ekonomi, maka gaya
hidup masyarakat berubah makin tidak menguntungkan untuk meredam beberapa
jenis penyakit yang seyogianya dapat dengan mudah kita tiadakan dengan
kesadaran dan langkah-langkah kita. Sebagai contoh adalah penyakit-penyakit
yang tergolong dalam kelompok penyakit non-infeksi.
Menurutnya kualitas udara karena pencemaran di kemudian hari akan
makin bertambah. Bertambah justru karena makin melajunya pembangunan, baik
lewat industriaisasi maupun trasportasi karena meningkatnya mobilitas masyarakat
modern.

C. Tingkat Pencegahan Penyakit

Salah satu teori Public Health yang berkaitan dengan pencegahan


timbulnya penyakit dikenal dengan istilah 5 level of prevention against deseases.

Leavel dan Clark dalam bukunya Preventive medicine fot the Doctor in his
Community mengemukakan adanya tiga tingkatan dalam proses pencegahan
terhadap timbulnya sauatu penyakit. Kedua tingkatan utama tersebut meliputi hal-
hal sebagai berikut.

1. Fase sebelum sakit


Fase pre-pathogenesis dengan tingkat pencegahan yang disebut
pencegahan primer (primary prevention)
2. Fase selama proses sakit
Fase pathogenesis, terbagi dalam dua tingkatann pencegahan yang
disebut pencegahan sekunder (secondary prevention) dan pencegahan tersier
(tertiary prevention).

18
Tabel 3.1
Lima tingkatan secara public health dalam pencegahan terhadap penyakit.
Fase Pre-Pathogenesis Fase Pathogenesis
Pencegahan
Pencegahan Primer sekunder Pencegahan Tersier

Promosi Perlindungan Diagnosis awal dan Pembatasan Rehabilitasi


Kesehatan umum & spesifik perawatan tepat ketidakmampua
(Health (General and waktu n
promotion) specific (Early diagnosis and
protection) prompt treatment)

Pada masing-masing tingkat pencegahan dikemukakan beberapa


dikemukakan beberapa sifat kegiatan atau usaha-usaha pokok yang dapat
dilakukan, yaitu pada tingkat pencegahan primer dan sekunder.
Pencegahan Primer (Primary Prevention)
1. Dapat dilakukan promosi kesehatan di mana kegiatan-kegiatan sebagaimana di
bawah ini dapat dipersiapkan sebagai berikut.
a. Penyuluhan kesehatan yang intensif.
b. Perbaikan gizi dan penusunan pola menu gizi yang adekuat.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap pertumbuhan balita khususnya, anak-
anak, dan remaja pada umumnya.
d. Perbaikan perumahan sehat.
e. Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat untuk memungkinkan
pengembangan kesehatan mental maupun social.
f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
g. Pengendalian terhadap factor lingkungan yang dapat memengaruhi
timbulnya suatu penyakit.

19
2. Perlindungan umum dan spesifik meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a. Memberikan pengobtan kepada golongan yang rentan (vulnerable risk
groups).
b. Peningkatan hygiene perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan
yang tidak menguntungkan.
c. Perlindungan terhadap kemungkinan kecelakaan (pengembangan aspek
keamanan).
d. Perlindungan kerja (dalam rangka pengembangan occupational health)
e. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-
bahan racun mupun allergen.
f. Pengendalian sumber-sumber perncemaran.

Pada pencegahan primer ini kegiatan-kegiatan program yang berkaitan


dengan lingkup epidemiologi antara lain adalah 1 (c, d, dan g) serta 2 (a, b, d, e,
dan f).

Pencegahan primer merupakan upaya terbaik karena dilakukan sebelum


kita jatuh sakit dan ini adalah sesuai dengan konsep sehat yang kini dianut dalam
kesehatan masyarakat modern.

Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)

Dalam tingkat pencegahan ini ada dua kegiatan pokok yang sangat
dianjurkan untuk diterapkan, yaitu Disability Limitation and Rehabilitation. Untuk
disability limitation ini dapat dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

1. Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar arah penyakit tidak


sebaliknya menjurus kepada stadium komplikasi.
2. Pencegahan terhadap komplikasi maupun cacat setelah sembuh.

20
3. Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan
pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
4. Mengusahakan pengurangan beban-beban nonmedis (sosial) pada seorang
penderita untuk memungkinkan ia meneruskan pengobatan dan perawatan diri.

Makin menjurus ke pencegahan tersier, upaya-upaya epidemiologis makin


tidak lagi dimungkinkan. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan terbaik untuk upaya-
upaya epidemiologis adalah pencegahan primer. Sementara itu, pada pencegahan
sekunder hanya dimungkinkan pada keadaan dini dari pathogenesis penyakit
tersebut. Pada keadaan lanjut, kita hanya mempunyai kesempatan kecil sekali untuk
dapat melakukan upaya-upaya epidemiologis.

Kegiatan lima tingkatan pencegahan penyakit meliputi :

1. Peningkatan kesehatan
a. Melakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan
b. Memberi nutrisi yang sesuai dengan standar
c. Meningkatkan kesehatan mental
d. Penyediaan perumahan yang sehat
e. Rekreasi yang cukup
f. Pekerjaan yang sesuai
g. Melakukan konseling perkawinan
h. Melaksanakan pemeriksaan berkala
2. Perlindungan umum dan khusus
a. Pemberian imunisasi
b. Kebersihan perorangan
c. Perlindungan sanitasi
d. Perlindungan kecelakaan
e. Perlindungan terhadap kecelakaan kerja
f. Penggunaan nutrisi khusus

21
g. Perlindungan terhadap bahan karsinogen
h. Menghindari zat-zat allergen.
3. Diagnosis dini dan pengobatan cepat dan tepat
a. Mencari kasus sedini mungkin
b. Pemeriksaan umum secara rutin
c. Survey selektif penyakit khusus
d. Meningkatkan keteraturan pengobatan
e. Mencari orang yang pernah berhubungan dengan penderita penyakit
menular.
f. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
4. Pembatasan ketidakmampuan
a. Penyempurnaan dan intensitas pengobatan lanjutan agar terarah dan tidak
menimbulkan komplikasi.
b. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan
c. Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan dan
perawatan yang intensif.
5. Rehabilitasi
a. Diperlukan sarana untuk pelatihan dn pendidikan di rumah sakit dan
tempat-tempat umum
b. Memanfaatkan dan memelihara sebaik-baiknya kapasitas yang tersisa pada
seseorang
c. Melakukan pendidikan dan penyuluhan pad masyarakat umum dan industry
d. Menyediakan tempat perlindungan khusus.

22
D. Berbagai Studi Dalam Epidemiologi

Jenis studi/riset kuantitatif dibagi menjadi studi deskriptif dan studi analitik.
Studi deskriptif terdiri dari :

1. Studi korelasi penyakit


2. Rangkaian berkala
3. Laporan kasus
4. Rangkaian kasus
5. Cross sectional ( studi potong lintang atau studi prevalens atau survey).

Studi analitik terdiri dari :


1. Studi observasi (kasus control, kohort, cross sectional)
2. Eksperimen/intervensi (uji klinik, quasi experiment, eksperimen murni)

Studi Epidemiologi Deskriptif


Definisi studi deskriptif adalah studi yang menggambarkan karakter umum
sebaran (distribusi) suatu penyakit, misalnya berhubungan dengan orang (siapa),
tempat (di mana), dan waktu (kapan).Selain itu, studi deskriptif adalah studi yang
memberi bukti untuk mengembangkan hipotesis.Manfaat dan kegunaannya adalah
memberi informasi untuk pelayanan kesehatan dan administrator bagi
pengalokasian sumber daya dan perencanaan program pencegahan dan pendidikan.
Tujuan studi deskriptif dalam epidemiologi adalah :
1. Menggambarkan karakteristik distribusi dari berbagai penyakit/ masalah
kesehatan dari suatu kelompok populasi yang terkena.
2. Memperhitungkan besar dan pentingnya berbagai masalah kesehatan pada
kelompok populasi.
3. Mengidentifikasi kemungkinan determinan, masalah, dan factor risiko.

23
Macam studi deskriptif adalah laporan kasus, rangkaian kasus, dan studi
korelasi penyakit. Di bawah ini akan disajikan contoh dari tiap jenis tersebut.
Laporan kasus dan rangkaian kasus
Banyak ahli menganggap laporan kasus bukan sebagai suatu penelitian,
karena dari bentuk laporan ini kita tidak mengetahui hubungan sebab akibat
karena dilakukan tanpa menggunakan control.Tetapi merupakan dokumen
berharga karena dapat menggugah kita untuk waspada terhadap kemungkinan
dan mendorong kita untuk melakukan penelitian. Gambaran tentang
pengalaman menarik dari seorang pasien atau sekelompok pasien dengan
diagnosis yang sama akan memudahkan penyusunan suatu kesimpulan
sehingga pengenalan atas penyakit tersebut berguna bagi penyusunan hipotesis.
Contoh 1.laporan kasus pada tahun 1961 tentang wanita berusia 40
tahun yang dalam premenopause menderita emboli paru 5 minggu setelah
mengkonsumsi pil konsentrasi. Dengan mempelajari kasus tersebut kita dapat
lebih waspada tentang penggunaan pil kontrasepsi dan dapat digunakan sebagai
acuan dalam menyusun hipotesis ketika kita akan meneliti lebih lanjut.
Contoh 2.Laporan kasus padatahun 1980 tentang 5 pemuda
homoseksual yang sebelumnya sehat namun kemudian menderita
pneumocystic carinii di Los Angels.Ini pun membuat kita waspada dan
mencoba mencari jawaban dari contoh tersebut.

Studi Korelasi
Studi korelasi adalah studi yang menggunakan data dari suatu populasi
tertentu untuk membandingkan kelompok yang berbeda selama periode waktu yang
sama atau populasi yang sama tetapi untuk waktu yang berbeda. Studi ini sangat
berguna untuk merumuskan hipotesis.Contohnya, korelasi antara konsumsi daging
per kapita dan kanker usus besar atau korelasi antara asupan (intake) garam dan

24
hipertensi.Studi korelasi mengacu pada seluruh populasi, sehingga tidak dapat
menghubungkan antara pemajanan (exposure) dan penyakit terhadap individu.

Studi Epidemiologi Analitik


Studi epidemiologi analitik adalah studi yang menekankan pada pencarian
jawaban tentang penyebab terjadinya masalah kesehatan (determinan), besarnya
masalah/kejadian (frekuensi). Dan penyebaran serta munculnya masalah kesehatan
(distribusi) dengan tujuan menentukan hubungan sebab akibat antara factor resiko
dan penyakit. Secara strategis studi ini dibagi atas dua desain utama yaitu observasi
dan studi intervensi/eksperimen. Studi observasi terdiri dari rancangan cross
sectional, kohort, dan kasus control.

Rancangan Cross Sectional


Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan epidemiologi yang
mempelajari hubungan penyakit dan factor penyebab yang mempengaruhi penyakit
tersebut secara serentak pada individu atau kelompok pada satu kejadian
menggunakan kamera foto. Ciri khas rancangan cross sectional :
1. Peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada saat tertentu.
2. Status seorang individu atas ada atau tidaknya kedua factor baik pemajanan
(exposure) maupun penyakit yang dinilai pada waktu yang sama. Variabelnya
bebas dan terikat yang dikumpulkan dalam waktu yang sama.
3. Hanya menggambarkan hubungan asosiasi bukan sebab-akibat.
4. Apabila penerapannya pada studi deskriptif, peneliti tidak melakukan tindak
lanjut terhadapp pengukuran yang dilakukan.
5. Desain ini dapat digunakan

Keterbatasan dari studi ini adalah kerancuan hubungan waktu antara


pemajanan dan penyakit.Kelebihannya :

1. Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum.

25
2. Relative mudah, murah, dan hasil cepat diperoleh.
3. Dapat meneliti banyak variabel.
4. Subjek jarang droup out.
5. Dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya

Kekurangannya :

1. Sulit menentukan hubungan sebab-akibat.


2. Jumlah subjek cukup mahal.
3. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit.
4. Tidak praktis untuk kasus yang jarang.

Rancangan Kasus Kontrol


Adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara
penyebab suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan membandingkan
kelompok kasus dan kelompok control berdasarkan status penyebab penyakitnya.
Ciri rancangan kasusu control :
1. Subjek dipilih atas dasar apakah mereka menderita (kasus) atau tidak (control)
suatu kasus yang ingin diamati kemudian proporsi pemajanan dari kedua
kelompok tersebut dibandingkan.
2. Diketahui variabel terikat (akibat), kemudian ingin diketahui variabel bebas
(penyebab).
3. Observasi dan pengukuran tidak dilakukan pada saat yang sama.
4. Peneliti melakukan pengukuran variabel bergantung pada efek (subjek [kasus]
yang telah terkena penyakit) sedangkan variabel bebasnya dicari secara
retrospektif.
5. Untuk control, dipilih subjek yang berasal dari populasi dan karakteristik yang
sama dengan kasus.
6. Bedanya kelompok control tidak menderita penyakit yang akan diteliti.

26
Terpajan (exposed)
Kasus individu dengan
penyakit
Tidak (Non-exposed)

Terpajan (exposed)
Control individu tanpa
penyakit
Tidak (Non-exposed)

Dari gambar di atas dapat diambil langkah-langkah yang harus diperhatikan


dalam menggunakan rangcangan ini, yaitu :
1. Pilih satu kelompok dari kasus.
2. Pilih satu kelompok control yang tepat.
3. melihat ke belakang apakah terdapat pemajanan pada masing-masing
kelompok.
Ketepatan pemilihan kasus dan control merupakan hal terpenting dalam
studi ini. Oleh karena itu, kasus harus benar-benar mewakili variabel yang akan
diteliti. Control tidak boleh dipilih atas dasar keterpajanan variabel yang diteliti dan
harus sama dengan kasus kecuali mereka tidak menderita penyakit yang akan
diteliti. Nilai untuk hasil hubungan tersebut dikenal dengan odd ratio (OR) yang
merupakan estimasi dari risiko relative (RR) pada studi kasus control. OR adalah
suatu rasio odds pemajanan dari kelompok kasus dengan odds pemajanan dari
kelompok control, yang menggambarkan besarnya kemungkinan berkembangnya
penyakit pada kelompok yang terpajan relative dibandingkan yang tidak terpajan.
Kelebihan rancangan ini adalah :
1. Merupakan satu-satunya cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa
latennya pajang.
2. Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
3. Biaya yang dibutuhkan relative sedikit.

27
4. Subjek penelitian sedikit.
Kekurangannya :
1. Validasi mengenai informasi kadang sukar diperoleh.
2. Sukar untuk meyakinkan dua kelompok tersebut sebanding.
3. Tidak dapat dipakai lebih dari satu variabel dependen.

Rancangan Kohort
Rancangan kohort adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari
hubungan antara penyebab dari suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan
membandingkan kelompok terpajan dan kelompok yang tidak terpajan berdasarkan
status penyakitnya.
Ciri khas dari rancangan kohort :
1. berasal dari kata romawi kuno yang berarti kelompok tentara yang berbaris
maju ke depan.
2. Subjek dibagi berdasarkan ada atau tidaknya pemajan factor tertentu dan
kemudian diikuti dalam periode waktu tertentu untuk menentukan munculnya
penyakit pada tiap kelompok.
3. Digunakan untuk mempelajari dinamika kolerasi antara factor risiko dan efek.
4. Sekelompok subjek yang belum mengalami penyakit atau efek diikuti secara
prospektif.
5. Diketahui variabel bebas (penyebab) kemudian ingin diketahui variabel terikat
(akibat).
6. Dapat dilakukan secara prospektif atau retrospektif.
Langkah-langkahnya :
1. Tentukan satu kelompok orang yang terpajan.
2. Tentukan kelompok lainnya orang yang tidak terpajan.
3. Amati kedua kelompok, apakah mereka menjadi sakit atau tidak.

28
Terdapat dua jenis studi kohort yaitu kohort prospektif dan studi kohort
retrospektif. Kelebihan rancangan kohort adalah :
1. Merupak desain terbaik dalam menentukan insiden dan perjalanan penyakit
atau efek yang diteliti.
2. Desain terbaik dalam menerangkan dinamika hubungan antara factor risiko
dengan efek secara temporal.
3. Dapat meneliti beberapa efek sekaligus.
4. Baik untuk evaluasi pemajan yang jarang.
5. Dapat meneliti multiple efek dari satu pemajan.
6. Dapat menetapkan hubungan temporal.
7. Mendapatkan incidence rate.

Sakit (disease)

Terpajan (exposed)

Tidak sakit (non-


disease)

Sakit (disease)

Tidak terpajan
(Non-exposed) Tidak sakit (non-
disease)

Kekurangannya adalah :
1. Memerlukan waktu yang lama.
2. Sarana dan biaya yang mahal.
3. Rumit.

29
4. Kurang efesien untuk kasus yang jarang.
5. Terancam droup out mengganggu analisis.
6. Menimbulkan masalah etika.

Rancangan Studi Eksperimen


Rancangan studi eksperimen atau intervensi adalah jenis penelitian yang
dikembangkan untuk mempelajari fenomena dalam rangka korelasi sebab akibat.
Menurut Bhisma Murti, rancangan studi ini digunakan ketika penelitian atau orang
lain dengan sengaja memperlakukan sebagai tingkat variabel independent kepada
subjek penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh variabel independent
tersebut terhadap variabel dependent.
Berdasarkan pengertian tersebut studi eksperimen (studi perlakuan atau
intervensi dari situasi penelitian) terbagi dalam dua macam yaitu rancangan
eksperimen murni dan quasi eksperimen.
Eksperimen murni adalah suatu bentuk rancangan yang memperlakukan
dan memanipulasi subjek penelitian dengan control secara ketat. Dengan kata lain
penelitian eksperimen murni mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Ada perlakuan, yaitu memperlakukan variabel yang ditelitinya (memanipulasi
suatu variabel)
2. Ada randominasi, yaitu penunjukkan subjek penelitian secara acak untuk
mendapatkan salah satu dri berbagai tingkat factor penelitian.
3. Semua variabel tterkontrol, eksperimen murni mampu mengontrol hamper
semua pengaruh factor penelitian terhadap variabel hasil yang diteliti.
Quasi eksperimen (eksperimen semu) adalah eksperimen yang dalam
mengontrol situasi penelitian tidak terlalu ketat atau menggunakan rancangan
tertentu dan/atau penunjukan subjek penelitian secara tidak acak untuk
mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat factor penelitian. Ciri dari quasi
eksperimen adalah :

30
1. Tidak ada randominasi, yaitu penunjukkan subjek penelitian secara tidak acak
untuk mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat factor penelitian. Hal ini
disebabkan karena ketika pengalokasian factor penelitian kepada subjek
penelitian tidak mungkin, tidak etis, atau tidak praktis menggunakan
randominasi.
2. Tidak semua variabel terkontrol karena terkait dengan pengalokasian factor
penelitiian kepada subjek penelitian tidak mungkin, tidak etis, atau tidak praktis
menggunakan randominasi sehingga sulit mengontrol variabel secara ketat.

Perbedaan studi deskriptif dan analitik :


Deskriptif
1. Pemaparan data tentang mortalitas dan morbiditas penyakit dan data kondisi
kesehatan lainnya.
2. Pemaparan data dalam bentuk tabulasi dan tesusun secara statistik.
3. Kompilasi data tabulasi menurut berbagai variabel :
Man (group of men)
Place
time
4. Mengadakan analisis tabulasi tanpa uji inferensial dan tanpa membahas
hubungan sebab akibat

Analitik

1. Idem, meliputi keseluruhan data karakteristik deskriptif, ditambah karakteristik


analitik pad butir-butir berikut.
2. Mengadakan berbagai penelitian menurut metode epidemiologi seperti kohort,
case control, screening test, dan lain-lain.
3. Mengadakan analisis dan uji inferensial dari data yang diteliti.
4. Melakukan analisis untuk mencari korelasi sebab-akibat.

31
5. Mengembangkan pengetahuan dan prosedur penanganan masalah letupan dan
endemisitas penyakit dengan cara-cara yang baru dan lebih operasional.

E. Studi Deskriptif
Definisi
Study deskriftif adalah alat untuk menemukan makna makna baru ,
menjelaskan sebuah kondisi keberadaan ,menentukan frekuensi kemunculan
sesuatu,dan mengkategorikan informasi.
Tujuan
Tujuan study deskriptif adalah :
a. Untuk mendeskripsikan kejadian atau peristiwa yang bersifat factual
adakalanya penelitian dimaksudkan hanya membuat deskripsi atau uraian
semata mata dari suatu fenomena ,tidak mencari hubungan antar variable
,menguji hipotesis atau membuat ramalan.
b. Untuk mencari informasi factual dan di lakukan secara mendetail
c. Mengidentifikasi masalah masalah atau untuk mendapatkan jastifikasi keadaan
dan praktik praktik yang sedang berlangsung
d. Mendeskripsikan tentang subjek yang di kelola oleh kelompok orang tertentu
dalam waktu yang bersamaan.
Langkah Langkah
Langkah langkah umum penelitian deskiptif :
a. Mengidentifikasi masalah,
b. Mengidentifikasi secara spesifik
c. Merumuskan rancangan atau desain pendekatan
d. Mengumpulkan dan menganalisis data,
e. Menyusn laporan penelitian.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup studi deskriptif
a. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek

32
b. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia
c. Pemanfaatan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah dalam
merumuskan timbulnya suatu masalah

F. Ukuran Dalam Epidemiologi

Dalam epidemiologi, ukuran yang banyak digunakan dalam menentukan


morbiditas dan mortalitas adalah rasio, proporsi, dan angka.

1. Rasio
Rasio merupakan nilai relative yang dihasilkan dari perbandingan dua
nilai kuantitatif yang pembilangnya tidak merupakan bagian dari
penyebut.misalnya sebuah nilai kuantitatif A dan nilai kuantitatif lain adalah B,
maka rasio kedua nilai tersebut adalah A/B. contoh, pada suatu kejadian luar
biasa keracunan makanan terdapat 32 orang penderita dan 12 diantaranya dalah
anak-anak, rasio anak terhadap orang dewasa adalah :
12/20 = 0.6
2. Proporsi
Proporsi adalah perbandingan dua kali kuantitatif yang pembilangannya
merupakan bagian dari penyebut. Pada proporsi, perbandingan menjadi:
A/(A+B). Pada contoh diatas proporsi menjadi :
12/(12+20) = 0.375
Bila proporsi dikalikan 100 disebut persen (%) sehingga presentase pada contoh
diatas menjadi 37,5 %.
3. Angka
Angka merupakan proporsidalam bentuk khusus perbandingan antara
pembilang dan penyebut dinyatakan dalam batas waktu tertentu. Insidensi
merupakan kasus baru suatu penyakit yang terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Ini merupakan cara terbaik untuk mementukan risiko timbulnya penyakit.

33
a. Angka Insidensi
Batasan untuk angka insidensi ialah proporsi kelompok individu yg
terdapat dalam penduduk suatu wilayah atau Negara yang semula tidak
sakit dan menjadi sakit dalam kurun waktu tertentu dan pembilang pada
proporsi tersebut adalah kasus baru. Rumusnya adalah sebagai berikut.
p = (d/n)xk
p = estimasi
d = jumlah kasus baru
n = jumlah individu yang awalnya tidak sakit
k = konstanta
Atau jumlah kejadian dalam kurun waktu tertentu dibagi penduduk
yang mempunyai risiko (population ot risk) terhadap kejadian tersebut
dalam kurun waktu tertentu dikalikan dengan konstanta k.
Jumlah kejadian dalam waktu tertentu
Angka insidensi = ----------------------------------------------------- x k
Jumlah population ot risk waktu tertentu

b. Angka prevalensi
Perhitungan angka prevalensi terdapat dua ukuran, yaitu point
prevalence ( prevalensi sesaat) dan periode prevalence (prevalensi
periode).
Jumlah semua kasus yang dicatat pada saat tertentu
Point prevalence = -----------------------------------------------------------
Jumlah penduduk

Jumlah semua kasus yang dicatat selama 1 periode


Point prevalence = --------------------------------------------------------------
Jumlah penduduk

34
Data menurut epidemiologi dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu data berbentuk
rasio, proporsi, rate.
1. Rasio ( R ) = jumlah orang ( dengan sifat kualitatif tertentu ) dibandingkan
terhadap sejumlah orang lain ( dengan sifat kualitatif lain pula ).
Rumus : X
R = ---
Y
Keterangan :
X tidak mempunyai keterkaitan dengan Y.
x/y harus merupakan bilangan yang lebih kecil atau sama dengan satu.
R tidak dinyatakan dalam prosentasi, melainkan sebagai suatu pecahan
dimana y harus lebih besar daripada x ( suatu angka pecahan ) atau sama.
2. Proporsi ( P )
Jumlah orang ( dengan sifat kualitatif tertentu ) dibandingkan dengan sejumlah
populasi seluruhnya.
Rumus : X
P = ---
Y
Keterangan :
X merupakan bagian dari Y, dimana Y = 100%
X/Y merupakan bagian dari 100%, misalnya X/Y adalah 60% atau 35%,
dan sebagainya.
P sering dinyatakan dalam persentase ( % )
3. Rate ( Rr )
Angka yang menyatakan hubungan ( relasio ). Jumlah berapa kali ( frekuensi )
suatu kejadian ( penyakit ) tertentu itu terjadi diantara sejumlah orang yang
mempunyai peluang terekpos dalam suatu waktu tertentu.

35
Rumus : X
Rr= --- Population at risk atau :
Y
Perbandingan suatu peristiwa dengan populasi yang mempunyai risiko
berkaitan dengan peristiwa dimaksud.

Hal-hal yang termasuk dalam kelompok rate adalah sebagai berikut :


a. Insiden.
b. Prevalens.
c. Attack rate ( AR ).
d. Case fatality rate ( CFR )
e. Crude birth rate ( CBR ).
f. Crude death rate ( CDR ).
g. Infant mortality rate ( IMR ).
h. Maternal mortality rate ( MMR ).

Jumlah lahir hidup dalam 1 tahun

CBR = ------------------------------------------------------- x 10000/00

Jumlah penduduk pertengahan tahun

Jumlah kematian dalam 1 tahun

CDR = ------------------------------------------------------ x 10000/00

Jumlah penduduk pertengahan tahun

Jumlah bayi mati kurang 1 tahun dalam 1 th

IMR = ------------------------------------------------------- x 10000/00

Jumlah lahir hidup dalam tahun sama

36
Jumlah ibu mati karena persalinan dalam 1 th

IMR = ------------------------------------------------------- x 10000/00

Jumlah kelahiran hidup dalam tahun sama

Untuk mengukur frekuensi kejadian penyakit pada suatu populasi


digunakan salah satu dari tiga bentuk pecahan, yaitu proporsi, rasio, dan rate.

1. Proporsi
Proporsi adalah bentuk pecahan yang pembilangnya merupakan bagian dari
penyebut. Ciri dari proporsi :
a. Bentuk ini biasanya dinyatakan dalam persen ( % ) yaitu dengan
mengalihkan pecahan ini dengan 100%.
b. Tidak mempunyai satuan.
c. Rentang nilai 0 sampai 1.

Contoh :

Populasi yang terdiri dari 500 orang, 20 orang diantaranya menderita penyakit
malaria. Berapa besar proporsi penderita malaria dalam populasi ?

Proporsi = X/Y x K

20/500 x 100% = 4%.

2. Rasio
Rasio adalah pecahan yang pembilangnya bukan merupakan bagian dari
penyebutnya. Ini yang membedakannya dengan proporsi. Rasio menyatakan
hubungan antara pembilang dan penyebut yang berbeda satu dengan yang lain.

37
Dengan kata lain, perbandingan saru peristiwa ( kejadian ) dangan peristiwa
yang lainnya yang tidak berhubungan.
Rumus rasio = X/Y x K. X adalah jumlah kejadian orang yang memiliki satu
atau lebih cirri-ciri tertentu. Y adalah jumlah kejadian orang yang memiliki satu
atau lebuh cirri tertentu namun cirri tersebut berbeda dangan ciri pada
kelompok X. selama K = 1 rumus dapat disederhanakan menjadi X/Y = X : Y.
Ada dua jenis rasio :
1) Rasio yang mempunyai satuan. Misalnya, jumlah dokter per 100.000
penduduk atau jumlah kematian bayi selama setahun per 1.000 kelahiran
hidup.
2) Rasio yang tidak mempunyai satuan oleh karena pembilang dan
penyebutnya mempunyai satuan yang sama. Misalnya, rasio antara satu
proporsi dan proporsi lain atau rasio antara satu rate dan rate yang lain.
Contohnya relative risk dan odds ratio.
Contoh :
a. Jumlah anak kelas VI yang sudah diimunisasi disbanding dengan
dengan anak kelas sama yang tidak diimunisasi pada sekolah tertentu.
b. Didalam suatu kelompok sebanyak 20 orang menderita penyakit
tertentu, 2 orang diantaranya meninggal. Rasionya 20 : 2 = 20/2 : 2/2 =
10 : 1. Artinya, dari 10 kasus didapati 1 kematian.
3. Rate
Rate adalah perbandingan suatu peristiwa dibagi dengan jumlah penduduk yang
mungkin terkena peristiwa yang dimaksud dalam waktu yang sama yang
dinyatakan dalam persen, permil, atau per 100.000. ini merupakan konsep yang
lebih kompleks dibandingkan dengan dua bentuk pecahan yang terdahulu. Rate
yang sesungguhnya merupakan kemampuan berubah suatu kuantitas bila terjadi
perubahan pada kuantitas lain. Kuantitas lain yang digunakan sebagai patokan
ini biasanya adalah kuantitas waktu.

38
Bentuk ukuran ini sering dicampuradukan penggunaanya dengan proporsi. Ciri
dari rate adalah mempunyai satuan ukuran per satuan waktu dan besarnya tidak
terbatas.
Rumus rate = X/Y x K dengan satuan harga yag ditetapkan oleh peneliti, namun
penyaji harus dapat menerangkan nilai K-nya ( apakah 100, 1.000, 10.000, atau
100.000 ).
Contoh :
1) Dari hasil pengukuran penyakit disuatu daerah ditemukan penderita
penyakit TBC sebanyak 180/00.
2) Kecepatan mobil pada satu saat tertentu bentuknya adalah suatu rate. Oleh
karena kecepatan sebuah mobil yang sedang berjalan dapat berubah tiap
saat, maka yang diukur adalah kecepatan rata-rata dari mobil tersebut. Ini
yang biasa disebut kecepatan ( speed ) yang diukur dengan membagi jarak
tempuh mobil tersebut dengan waktu yang digunakan untuk mencapainya.
Misalnya Jakarta-Bogor yang jaraknya 60 km ditempuh dalam wkatu 1
jam. Jadi, kecepatan mobilnya adalah 60 km per jam.

39
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahwa suatu penyakit tidak tergantug pada suatu sebab yang berdiri
sendiri melainkan akibat dari proses sebab-akibat.

Dengan demikian timbulnya penyakit dapat dicegah dengan memotong


rantai. Menurut klasifikasi penyakit, maka kita dapat membedakan dalam
epidemiologi penyakit infeksi dan epidemiologi penyakit non-infeksi.

Tingkat pencegahan penyakit dibagi dua , yaitu pada tingkat


pencegahan primer dan sekunder.

Jenis studi/riset kuantitatif dibagi menjadi studi deskriptif dan studi


analitik.

Study deskriftif adalah alat untuk menemukan makna makna baru ,


menjelaskan sebuah kondisi keberadaan ,menentukan frekuensi kemunculan
sesuatu,dan mengkategorikan informasi.

Dalam epidemiologi, ukuran yang banyak digunakan dalam


menentukan morbiditas dan mortalitas adalah rasio, proporsi, dan angka.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca agar pada pembuatan makalah kami selanjutnya akan jauh
lebih baik. Untuk kurang dan lebihnya kami mohon maaf karena kami masih
pada tahap pembelajaran.

40
DAFTAR PUSTAKA

C. Nurul, Iqbal Wahit M. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas 1. Jakarta. Salemba


Medika.
Wahyudi Rajab, M.epid. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta:EGC
Ryadi, A.L. Slamet. 2011. Dasar-dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba Medika
http://books.google.co.id/books?id=DrTEvxpXLWMC&pg=PA44&dq=macam+studi
+epidemiologi&hl=en&sa=X&ei=oFwTUcvEMIjLrQeN84GoDA&redir_esc=y#v=o
nepage&q=macam%20studi%20epidemiologi&f=false

Danim, Sudarwan. 2003. Riset Keperawatan : Sejarah dan Metodologi. Jakarta : EGC

Mubarak, Wahif Iqbal & Nurul Chayatin. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas
Pengantar dan Teori. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.
Mubarak, Wahif Iqbal. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi. Jakarta
: Salemba Medika.
RAJAB, Wahtudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: ECG.

41

You might also like