You are on page 1of 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Jantung

2.1.1 Definisi

Gagal jantung merupakan sindrom klinis dengan karakter gejala khas (sesak nafas, kaki
bengkak dan kelelahan) yang mungkin dibarengi dengan tanda peningkatan tekanan vena
jugularis, ronkhi basah kasar dan edema perifer dikarenakann oleh kelainan struktur dan atau
fungsi jantung yang abnormal, sehingga dihasilkan pengurangan cardiac ouput dan atau
peningkatan tekanan intracardiac saat istirahat ataupun saat beraktivitas.

2.1.2 Gejala dan tanda

Gejala dan tanda mungkin sulit untuk di identifikasi dan interpretasi pada orang dengan
obesitas, usia lanjut dan pasien dengan penyakit paru kronis. Pasien dengan usia muda dengan
gagal jantung memiliki etiologi, penampilan klini dan hasil yang berbeda dengan orang yang
lebih tua.1

Tabel 1. Gejala dan tanda gagal jantung1

Gejala Tanda
Typical More spesific
- Sesak nafas - Peningkatan tekanan vena jugularis
- Terbangun malam hari karena sesak - Hepatojugular reflux
- Aktivitas fisik berkurang - Gallop S3
- Kelelahan - Apex jantung bergeser

16
- Kaki bengkak
Less typical Less specific
- Batuk malam hari - Penurunan berat badan
- Wheezing - Cachexia
- Perasaan membengkak - Murmur
- Penurunan nafsu makan - Edema perifer
- Confusion (terutama pada lansia) - Krepitasi paru
- Penurunan denyut jantung - Efusi pleura
- Pusing - Takikardi
- Pingsan - Denyut ireguler
- Bendopnoea - Pernafasan Cheyne stokes
- Hepatomegaly
- Ascites
- Akral dingin
- Oliguria
- Penurunan tekanan darah

Tabel 2. Kriteria Framingham2

Mayor Minor
Paroximal nocturnal dyspneu atau orthopneu Dyspnea de effort
Peningkatan JVP Edema ekstremitas
Ronkhi basah halus Batuk malam hari
Kardiomegali Takikardi
Gallop S3 Efusi pleura
Edema pulmo akut Hepatomegaly
Refluks hepatojugular Kapasitas vital paru menurun

Kriteria: 2 mayor ATAU 1 mayor + 2 minor

33

17
2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan structural jantung atau berdasarkan gejala
yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.

Tabel 3. Klasifikasi gagal jantung3

Klasifikasi berdasarkan kelainan structural Klasifikasi berdasarkan kapasitas


jantung fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak ada batasan dalam melakukan aktifitas
menjadi gagal jantung. fisik. Aktifitas sehari-hari tidak menimbulkan
Tidak terdapat gangguan structural atau kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau
gejala.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang Keterbatasan aktifitas bermakna. Tidak
berhubungan dengan perkembangan gagal terdapat keluhan saat istirahat, namun aktifitas
jantung, tidak terdapat tanda atau gejala. fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi atau sesak nafas.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung simtomatik yang berhubungan Keterbatasan aktifitas ringan. Tidak terdapat
dengan penyakit structural jantung yang keluhan saat istirahat, tetapi aktifitas fisik
mendasari. ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak nafas.
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung structural lanjut dan gejala Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa
gagal jantung yang sangat bermakna saat keluhan. Terdapat gejala saat istirahat.
istirahat walaupun sudah mendapat terapi Keluhan meningkat saat melakukan istirahat.
medis maksimal (refrakter).

34

18
Tabel 4. Heart failure with preserved (HFpEF), mid-range (HFmrEF) and resuced ejection
fraction (HFrEF)1

HFpEF HFmrEF HFpEF


Criteria
Gejala + tanda Gejala + tanda Gejala + tanda
LVEF <40% LVEF 40-49% LVEF 50%
1. Peningkatan 1. Peningkatan
natriuretic peptides natriuretic peptides
2. Setidaknya terdapat 1 2. Setidaknya terdapat 1
kriteria: kriteria:
- Berhubungan dengan - Berhubungan dengan
kelainan struktur kelainan struktur
jantung (LVH dan/ jantung (LVH dan/
LAE) LAE)
- Disfungsi diastolic - Disfungsi diastolic

2.1.4 Teknik Diagnostik

Uji diagnostik biasanya paling sensitive pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
rendah.Uji diagnostic sering kurang sensitive pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi
disfungsi sistolik dan diastolic.3

35

19
Gambar 1. Skema diagnostic pasien curiga gagal jantung

2.1.4.1 Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien yang dicurigai gagal
jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada pasien gagal jantung. Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnoasis gagal jantung, jika EKG normal,
diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<10%).3

36

20
Tabel 5. Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung

Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis


Sinus takikardi Gagal jantung dekompensata, Penilaian klinis
anemia, demam, Pemeriksaan laboratorium
hipertiroidisme
Sinus bradikardi Obat blocker, anti aritmia, Evaluasi terapi obat
hipotiroidisme Pemeriksaan laboratorium
Atrial takikardi/fibrilasi Hipertiroidisme, infeksi, Konduksi AV lambat,
gagal jantung dekompensasi, konversi medik, elektroversi,
infark miokard ablasi kateter, antikoagulasi
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, Pemeriksaan laboratorium, tes
kardiomiopati, miokarditis, latihan beban, pemeriksaan
hypokalemia, perfusi, angiografi coroner,
hipomagnesemia, overdosis ICD
digitalis
Iskemia / infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi, troponin,
angiokardografi coroner.
revaskularisasi
Gelombang Q Infark, kardiomiopati Ekokardiografi, angiografi
hipertrofi, LBBB, preexitasi coroner
Hipertrofi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup Ekokardiografi, Doppler
aorta, kardiomiopati hipertrofi
Blok atrioventrikular Infark miokard, intoksikasi Evaluasi penggunaan obat,
obat, miokarditis, sarkoidosis pacu jantung, penyakit
sistemik
mikrovoltase Obesitas, emfisema, efusi Ekokardiograf, rontgen toraks
perikard, amiloidosis
Durasi QRS> 0,12 detik Disinkrosi elektrik dan Ekokardiograf, CRT-P, CRT-
dengan morfologi LBBB mekanik D
LBBB = Left Bundle Branch Block

37

21
ICD = Implantable Cardioverter Defibrilator
CRT-P = Cardiac Resynchronization Therapy-Pacemaker
CRT-D= Cardiac Resynchronization Therapy-Defibrilator

2.1.4.2 Foto Thorax

Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.Rontgen toraks dapat


mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi
paru yang menyebabkan atau memperberat sesak. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada
gagal jantung akut dan kronik.3

Tabel 6. Abnormalitas fototoraks yang umum ditemukan pada gagal jantung

Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis


Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekokardiografi, doppler
ventrikel kanan, atria, efusi
perikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta, Ekkokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertrofi
Tampak paru normal Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis gagal
pengisian ventrikel kiri jantung kiri
Edema interstitial Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis gagal
pengisian ventrikel kiri jantung kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan etiologi nonkardiak
peningkatan tekanan (jika efusi banyak)
pengisian jika efusi bilateral,
infeksi paru, pasca bedah/
keganasan
Garis kerley B Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis / gagal jantung
kronik

38

22
Area paru hiperlusen Emboli paru atau emfisema Pemeriksaan CT, spirometri,
ekokardigrafi
Infeksi paru Pneumonia sekunder akibat Tatalaksana kedua penyakit:
kongesti paru gagal jantung dan infeksi paru
Infiltrate paru Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostik
lanjutan

2.1.4.3 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap (hemoglobin , leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR),
glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai
tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada
pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan,
hiponatremi, hiperkalemi dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien
dengan terapi menggunakan diuretik dan/ atau ACEi (Angiotensin Converting Enzim Inhibitor),

ARB (Angiotensin Reseptor Blocker), atau antagonis aldosterone.3

Tabel 7. Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai pada gagal jantung

Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis


Peningkatan kreatinin Penyakit ginjal, ACEi, ARB, Hitung GFR, pertimbangkan
serum (> 150 mol/L) antagonis aldosteron pengurangan dosis
ACEi/ARB/Antagonis
aldosterone, periksa kadar
kallium dan BUN
Anemia (laki-laki: Hb <13 Gagal jantung kronik, gagal Cari penyebab,
gr/dL, perempuan: Hb<12 ginjal, hemodilusi, kehilangna pertimbangkan terapi
gr/dL) zat besi atau penggunaan zat
besi terganggu, penyakit
kronik

39

23
Hiponatremia (<135 Gagal jantung kronik, Pertimbangkan restriksi
mmol/L) hemodilusi, pelepasan AVP cairan, kurangi dosis diuretic,
(arginine vasopressin), ultrafiltrasi, antagonis
diuretik vasopresin
Hipernatremia (>150
mmol/L)
Hypokalemia (<3,5 mmol/L) Diuretic, hiperaldosteronisme Risiko aritmia, pertimbangkan
sekunder suplemen kalium,
ACEi/ARB, antagonis
aldosterone
Hyperkalemia (>5,5 Gagal ginjal, suplemen Stop obat-obat hemat kalium
mmol/L) kalium, penyekat system (ACEi/ARB/antagonis
renin-angiotensin-aldosteron aldosterone), nilai fungsi
ginjal dan pH, risiko
bradikardi
Hiperglikemia (>200 Diabetes, resistensi insulin Evaluasi hidrasi, terapi
mg/dL) intoleransi glukosa
Hiperurisemia (> 500 Terapi diuretic, gout, Allopurinol, kurangi dosis
mol/L) keganasan diuretic
BNP < 100 pg/mL, NT Tekanan dinding ventrikel Evaluasi ulang diagnosis,
proBNP<400 pg/mL normal bukan gagal jantung jika
terapi tidak berhasil
BNP >400 pg/mL, NT Tekanan dinding ventrikel Sangat mungkin gagal jantung
proBNP>2000 pg/mL meningkat
Hiperalbumin (>45g/L) Dehidrasi, mieloma Rehidrasi
Hipoalbumin (<30 g/L) Nutrisi buruk, kehilangan Cari penyebab
albumin melalui ginjal
Peningkatan transaminase Disfungsi hati, gagal jantung Cari penyebab, kongesti liver,
kanan, toksisitas obat pertimbangkan kembali terapi

40

24
Peningkatan troponin Nekrosis miosit, iskemia Evaluasi pola peningkatan
berkepanjangan, gagal (peningkatan ringan sering
jantung berat, miokarditis, terjadi pada gagal jantung
sepsis, gagal ginjal, emboli berat), angiografi coroner,
paru evaluasi kemungkinan
revaskularisasi
Tes tiroid abnormal Hiper/hipotiroidisme, Terapi abnormalitas tiroid
amiodarone
Urinalisis Proteinuria, glukosuria, Singkirkan kemungkinan
bakteriuria infeksi
INR >2,5 Overdosis antikoagulan, Evaluasi dosis antikoagulan,
kongesti hati nilai fungsi hati
CRP >10 mg/L, leukositosis Infeksi, inflamasi Cari penyebab
neutrofilik

2.1.4.4 Ekokardiografi

Ekokardiograf merupakan teknik pencitraan ultrasound jantung berupa pulsed and


continuous wave Doppler, colour Doppler dan Tissue Doppler Imaging (TDI).Konfirmasi
diagnosis gagal jantung dan/ atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah
keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi
sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal >45-50%).3

Tabel 8. Abnormalitas ekokardiografi yang sering dijumpai pada gagal jantung.

Pengukuran Abnormalitas Implikasi klinis


Fraksi ejeksi ventrikel kiri Menurun (<40%) Disfungsi sistolik
Fungsi ventrikel kiri, global Akinesis, hipokinesis, Infark/iskemia miokard,
dan fokal diskinesis kardiomiopati, miokarditis
Diameter akhir diastolic Meningkat (>55mm) Volume berlebih, sangat
(End-diastolic diameter) mungkin gagal jantung

41

25
Diameter akhir sistolik Meningkat (>45 mm) Volume berlebih, sangat
(End-systolic diameter) mungkin disfungsi sistolik
Fractional shortening Menurun (<25%) Disfungsi sistolik
Ukuran atrium kiri Meningkat (>40 mm) Peningkatan tekanan
pengisian, disfungsi katup
mitral, fibrilasi atrial
Ketebalan ventrikel kiri Hipertrofi (>11-12 mm) Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofi
Struktur dan fungsi katup Stenosis atau regurgitasi katup Mungkin penyebab primer
(terutama stenosis aorta dan atau sebagai komplikasi gagal
insufisiensi mitral) jantung, nilai gradient dan
fraksi regurgitan, nilai
konsekuensi hemodinamik,
pertimbangkan operasi)
Profil aliran diastolic mitral Abnormalitas pola pengisian Menunjukkan disfungsi
diastolic dini dan lanjut diastolic dan kemungkinan
mekanismenya
Kecepatan puncak Meningkat (>3 m/ detik) Peningkatan tekanan sistolik
regurgitasi trikuspid ventrikel kanan, curiga
hipertensi pulmonal
perikardium Efusi, hemoperikardium, Pertimbangkan tamponade
penebalan perikardium jantung, uremia, keganasan,
penyakit sistemik, pericarditis
akut atau kronik, pericarditis
konstriktif
Aorta outflow velocity time Menurun (<15 cm) Isi sekuncup rendah atau
integral berkurang
Vena cava inferior Dilatasi, retrograde flow Peningkatan tekanan atrium
kanan, disfungsi ventrikel
kanan, kongesti hepatik

42

26
2.1.5 Tatalaksana Non-Farmakologi

Manajemen non farmakologi bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik,


menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan gagal jantung, diantaranya:3
a. Ketaatan pasien berobat dan kontrol
b. Pemantauan berat badan
c. Asupan cairan
d. Pengurangan berat badan
e. Kehilangan berat badan tanpa rencana
f. Latihan fisik

2.1.6 Tatalaksana Farmakologi

Tabel 9. Tujuan pengobatan gagal jantung kronik

Menurunkan mortalitas
Prognosis :

Meringankan gejala dan tanda

Memperbaiki kualitas hidup

Menghilangkan edema dan retensi cairan

Morbiditas : Meningkatkan kapasitas aktifitas fisik

Mengurangi kelelahan dan sesak nafas

Mengurangi kebutuhan rawat inap

Timbulnya kerusakan miokard

Perburukan kerusakan miokard

Remodelling miokard
Pencegahan :
Kekambuhan gejala dan akumulasi cairan

Rawat inap

27
Gambar 2. Algoritma strategi pengobatan pada pasien gagal jantung

28
a. Angiotensin-Converting Enzime Inhibitor (ACEI)
ACEi harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40% (kecuali dengan kontraindikasi). ACEi memperbaiki fungsi
dan ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung dan meningkatkan angka kelangsungan hidup. Namun ACEi dapat
menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hyperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan
angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEi hanya diberika pada pasien dengan fungsi ginal
adekuat dan kadar kalium normal.3

b. eta bloker
eta bloker harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40% (kecuali dengan kontraindikasi). Beta bloker memperbaiki
fungsi dan ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka kelangsungan hidup

29
Antagonis Aldosteron
Penambahan obat antagonis aldosterone dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua
pasien dengna fraksi ejeksi 35% dan gagal jantung simtomatik berat (NYHA III-IV) tanpa
hyperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosterone dapat mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan
hidup.3

c. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%
yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEi dan beta bloker dosis optimal,
kecuali juga mendapat antagonis aldosterone. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung ARB direkomendasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEi, dapat
mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.3

Tabel 10. Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung

Dosis awal (mg) Dosis target (mg)


ACEi
Captopril 6,25 (3x/hari) 50-100 (3x/hari)
Enalapril 2,5 (2x/hari) 10-20 (2x/hari)
Lisinopril 2,5-5 (1x/hari) 20-40 (1x/hari)
Ramipril 2,5 (1x/hari) 5 (2x/hari)
Perindopril 2 (1x/hari) 8 (1x/hari)

ARB
Candesartan 4/8 (1x/hari) 32 (1x/hari)
Valsartan 40 (2x/hari) 160 (2x/hari)

Antagonis aldosterone
Eplerenon 25 (1x/hari) 50 (1x/hari)
Spironolakton 25 (1x/hari) 25-50 (1x/hari)

30
Beta bloker
Bisoprolol 1,25 (1x/hari) 10 (1x/hari)
Carvedilol 3,125 (2x/hari) 25-50 (2x/hari)
Metoprolol 12,5/ 25 (1x/hari) 200 (1x/hari)

e. Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%, kombinasi H-ISDN
digunakan sebagai alternative jika pasien intoleran terhadap ACEi dan ARB.3

Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN:

- Pengganti ACEi dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi


- Sebagai tambahan ACEi jika ARB atau antagonis aldosterone tidak dapat ditoleransi
- Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEi, beta bloker dan
ARb atau antagonis aldosterone

f. Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti beta bloker) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel 40% dengan
irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan
hidup.3

f. Diuretik
Diuretic direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti. Tujuan dari pemberian diuretic adalah untuk mencapai status euvolemia dengan
dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk
menghindari dehidrasi dan resistensi.3

31
Tabel 11. Dosis diuretic yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung

Dosis awal (mg) Dosis target (mg)


Diuretik loop
Furosemide 20-40 40-250
Bumetanide 0,5-1 1-5
Torasemide 5-10 10-20
Tiazide
Hidcrochlortiazide 25 12,5-100
Metolazone 2,5 2,5-10

53

32
Indapamine 2,5 2,5-5
Diuretic hemat kalium
Spironolakton (+ACEi/ARB) 12,5-25 (+ACEi/ARB) 50
(-ACEi/ARB) 50 (-ACEi/ARB) 100-200

Pemberian terapi yang tidak direkomendasikan (dengan manfaat yang tidak terbukti):

- Statin
Walaupun telah banyak penelitian-penelitian besar mengenai statin
dengan data yang membuktikan manfaat statin, namun sebagian banyak
penelitian tersebut tidak memasukkan pasien gagal jantung ke dalam
subyeknya. Ada beberapa penelitian mengenai statin pada gagal jantung
kronis, namun hasilnya tidak menyatakan manfaat yang jelas, walaupun
tidak juga menyatakann bahaya dari pemberian obat ini
- Renin inhibitors
- Antikoagulan oral

Sampai saat ini belum terdapat data yang menyatakan bahwa antikoagulan oral
terbukti lebih baik dalam penurunan mortalitas dan morbiditas.

2.3 Dislipidemi

1.1 Pengertian
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam
darah (dislipidemia) yaitu kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240
mg/dl.Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan kadar kolesterol LDL di
dalam darah.

1.2 Etiologi dan Faktor Resiko


Kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Pada keadaan normal pria memiliki kadar LDL yang lebih
tinggi, tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita lebih banyak. Faktor
lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (VLDL dan LDL)
adalah: Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia, Obesitas, Diet kaya lemak,

33
Kurang melakukan olah raga, Penyalahgunaan alkohol, Merokok sigaret,
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, Hipotiroidisme, Sirosis.

1.3 Patofisiologi
Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
asam lemak bebas. Normalnya lemak ditranspor dalam darah berikatan dengan
lipid yang berbentuk globuler. Ikatan protein dan lipid tersebut menghasilkan
4 kelas utama lipoprotein : kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Peningkatan
lipid dalam darah akan mempengaruhi kolesterol, trigliserida dan
keduanya(hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia atau kombinasinya yaitu
hiperlipidemia). Hiperlipoproteinemia biasanya juga terganggu.
Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 220 mg/dl serum)
merupakan gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan
berat badan dan diet. Makanan berlemak meningkatkan sintesis kolesterol di
hepar yang menyebabkan penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135
mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan lemak dan kemudian membentuk plak
pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
arterosklerosis dan penyakit jantung koroner.

1.4 Klasifikasi
Hiperkolesterolemia Primer (Hiperkolesterolemia Familial dan Poligenik)
Poligenik Kelainan genetik multipel, nutrisi, faktor lingkungan,
serta memiliki lebih dari satu dasar metabolik
Familial Defek gen pada reseptor LDL permukaan membran sel
tubuh. Menyebabkan hati tidak bisa mengabsorpsi LDL -> peningkatan
sintesis VLDL hati ke plasma. Kadar kolesterol total mencapai 600
sampai 1000 mg/dl atau 4 sampai 6 kali dari orang normal. Banyak
pasien ini meninggal sebelum berumur 20 tahun akibat infark miokard.
Hiperkolesterolemia Sekunder

34
Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan WHO (World Health Organization)
(Anwar, 2004).

1.5 Diagnosis
Anamnesa meliputi karakteristik umum, kebiasaan diet, perilaku
aktifitas fisik, merokok, peminum alcohol dan riwayat penyakit sebelumnya
serta riwayat sakit pada keluarga. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan
adalah antropometri, frekuensi denyut nadi, tekanan darah, auskultasi irama
jantung, serta EKG. Pemeriksaan laboratorium darah yaitu kadar kolesterol
total, kolesterol LDL, Trigliserida dan kolesterol HDL dalam plasma.

Tabel 1.Klasifikasi kadar lipid plasma (mg/dl)

Kolesterol total

< 200 Yang diinginkan

200-239 Batas tinggi

240 Tinggi

LDL

35
< 100 Optimal

100 129 Mendekati optimal

130 159 Batas tinggi

160 189 Tinggi

190 Sangat tinggi

HDL

< 40 Rendah

60 Tinggi

Trigliserida

< 150 Normal

150 199 Batas tinggi

200-499 Tinggi

500 Sangat tinggi

1.6 Terapi Hiperkolesterolemia

Menurut National Choleteroslemia Education Programme Adult


Therapy Programme (NCEP ATP III) sasaran LDL disesuaikan dengan faktor
risiko yang dimiliki seseorang yaitu (5):

1. Risiko tinggi

a. Riwayat penyakit jantung koroner (PJK)

b. Risiko yang disamakan dengan PJK

36
2.2 Diabetes Melitus, stroke, penyakit obstruksi arteri tepi,
aneurisma aorta abdominalis
2.3 Faktor risiko multiple (> 2 faktor risiko dan mempunyai faktor
risiko PJK dalam waktu 10 tahun menurun skor Framingham)
2. Risiko Multipel

2 faktor risiko dengan risiko PJK dalam kurun waktu 10


tahun < 20% (skor Framingham)

3. Risiko rendah (0;1 faktor risiko)

Dengan risiko PJK dalam kurun 10 tahun < 10 %

Terapi non farmakologis (perubahan gaya hidup) antara lain terapi


nutrisi medis, aktivitas fisik, menghindari rokok, menurunkan berat badan,
pembatasan asupan alkohol. Faktor risiko utama (selain kolesterol LDL) yang
menetukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai :

- Kebiasaan merokok

- Hipertensi (140/90 mmHg atau sedang mendapat obat hipertensi

- Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dL)

- Riwayat PJK dini yaitu ayah <55 tahun dan ibu < 65 tahun

- Umur pria 45 tahun dan wanita 55 tahun

Tabel 2. Tiga kelompok risiko untuk menentukan sasaran kolesterol LDL

Kelompok risiko Sasaran kolesterol LDL (mg/dL)

Risiko tinggi < 100

Faktor risiko multiple ( 2 faktor risiko) < 130

Risiko rendah (0-1 faktor risiko) < 160

37
Terapi Non Farmakologi

Terapi Nutrisi Medis

Diet tinggi lemak merupakan salah satu penyebab hiperkolesterolemia.


Makan makanan yang banyak mengandung trans fat dan saturated fat seperti
margarine/mentega, es krim, minyak kelapa dan lemak hewan dapat
meningkatkan kadar LDL dan menurunkan koleterol HDL. Maka harus
dikurangi sebanyak 7% perhari. Saturated fat dapat digantikan dengan
unsaturated fat yang relatif kurang meningkatkan kadar LDL. Unsaturated
dibagi dua antara lain Multi Unsaturated Fatty Acid (MUFA) contohnya
minyak zaitun, alpokat dan Poli Unsaturated Fatty Acid (PUFA) contoh ikan.
Dengan perubahan pola makan, mampu menurunkan kadar kolesterol dalam
darah sebesar 10-15% . Makan ikan yang banyak mengandung omega 3 dapat
menurunkan kadar LDL. Begitu juga dengan mengkonsumsi protein kedelai.
Diet tinggi serat yang larut dalam air seperti oat dan buah/sayuran 20-30 gram
sehari dapat menurunkan 5-15% kadar kolesterol total dan LDL.

Tabel 3. Komposisi makanan untuk hiperkolesterolemia menurut Perkeni 2004

Makanan Asupan yang dianjurkan

Total lemak 20-25% dari kalori total

Lemak jenuh < 7 % dari kalori total

Lemak PUFA Sampai 10% dari kalori total

Lemak MUFA Sampai 10 % dari kalori tota

Karbohidrat 60% dari kalori total (terutama karbohidrat


kompleks)

Serat 30 gr perhari

Protein Sekitar 15% dari kalori total

38
Kolesterol < 200 mg/hari

Untuk di Rumah Sakit Dr.Soetomo menggunakan Diet B


(Tjokroprawiro) dengan komposisi karbohidrat 68%, lemak : kolesterol < 300
mg/hari, lemak jenuh dan trans 5%, PUFA 5%, MUFA 10%, protein 12%,
serat 25-35 gr perhari.

Aktivitas Fisik

Olahraga yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan berat


badan.Olahraga disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan penderita.
Penurunan 10 % berat badan berarti menurunkan 30% lingkar perut yang
mana terdapat lemak sentral di sana. AHA merekomendasikan olahraga
selama 30 menit dengan aktivitas sedang 3-4 kali dalam seminggu

Menghindari Rokok

Merokok berhubungan dengan proses metabolis yang berefek pada


lipoprotein termasuk didalamnya meningkatkan asam lemak bebas, glukosa
dan VLDL serta menurunkan HDL. Berhenti merokok berhubungan dengan
peningkatan rata-rata HDL 6-8 mg/dl.

Hipertensi

Kriteria hipertensi berdasarkan JNC-VII, yaitu TD sistolik 140


mmHg dan TD diastolik 90mmHg (As). Cara menangani hipertensi dengan
perubahan pola hidup, meningkatkan aktivitas fisik, diet rendah garam,
kurangi alcohol dan tingkatkan diet sayuran dan buah serta rendah lemak. Juga
minum obat antihipertensi seperti ACE Inhibitor dan thiazid.

Terapi Farmakologis

Berikut ini obat- obatan yang mampu menurunkan kadar kolesterol


darah, terdapat beberapa golongan obat, antara lain statin, resin, niasin,
ezetimibe dan asam lemak omega-3.

39
Tabel 4. Obat-obatan hipolipidemik

Obat Kolesterol LDL Koleterol HDL Trigliserida

Statin 20-55% 5-15% 10-20%

Resin 15-30% 3-5% -/

Fibrat 10-15% 10-20% 35-50%

niasin 10-25% 10-35% 25-50%

Ezetimibe 15-25% 3-5% 5-10%

Asam lemak 5-10% 1-3% 20-30%


Omega-3

Tabel 5. Efek Obat hipolipidemik terhadap kadar lipid serum

Dislipidemia Obat pilihan

hiperkolesterolemia Statin/resin/kombinasi

Dislipidemia campuran Statin/resin/kombinasi

Hipertrigliseridemia fibrat

Isolated low HDL fibrat

2.1 Hiperurisemia

2.1.1 Definisi

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat


darah di atas normal. Secara statistik, hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar
asam urat darah di atas dua standar deviasi hasil laboratorium pada rata-rata

40
populasi (Shipley, 2002; Hawkins, 2005). Akan tetapi terkait resiko gout,
hiperurisemia didefinisikan sebagai hipersaturasi kadar asam urat (Hawkins,
2005). Kadar asam urat rata-rata menurut umur dan gender dapat dilihat pada
tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kadar asam urat rata-rata menurut umur dan gender (Crowther,
2006)
Karakteristik Kadar asam urat rata-rata
Prepubertas 3,5 mg/dl
Laki-laki (pada pubertas) Meningkat sampai 5,2 mg/dl
Perempuan (pubertas s.d premenopause) Meningkat sampai ~4,0 mg/dl
Perempuan (setelah menopause) 4,7 mg/dl
Hiperurisemia
Laki-laki 7,0 mg/dl
Perempuan 6,0 mg/dl

2.1.2 Etiologi dan Patofisiologi

Asam urat adalah produk akhir dari degradasi atau metabolisme purin
(Gambar 2.1) (Shipley, 2002; Hawkins, 2005; Qazi, 2005).Kadar asam urat dalam
darah tergantung dari keseimbangan antara metabolisme purin dan asupan
makanan mengandung purin, dan eliminasi atau ekskresi asam urat oleh ginjal dan
intestin (Gambar 2.2) (Shipley, 2002). Dengan kata lain, hiperurisemia dapat
2
disebabkan oleh overproduction asam urat, underexcretion asam urat, dan
kombinasi keduanya (Hawkins, 2005; Qazi, 2005).
Sumber sintesis asam urat ada tiga yaitu diet purin, konversi asam urat
menjadi nukleotid purin dan sintesis de novo.Pada keadaan normal, rata-rata
produksi asam urat manusia sekitar 600-800 mg per hari (Hawkins, 2005).
Eliminasi asam urat dapat melalui dua cara, yaitu ginjal dan intestin.
Sekitar 70% (atau 2/3) asam urat total harian diekskresikan melalui ginjal dan
sisanya melalui intestin setelah mengalami degradasi enzimatik oleh koloni
bakteri (Hawkins, 2005; Qazi, 2005).
Pada ginjal, asam urat difiltrasi secara lengkap oleh glomerulus, kemudian
98-100% direabsorpsi pada tubulus proksimal (kemungkinan melalui mekanisme

41
transport aktif dan pasif serta ada hubungannya dengan reabsorpsi natrium) dan
50% disekresi oleh tubulus distal (kemungkinan melalui transport aktif).
Reabsorpsi post-sekresi dapat terjadi juga pada tubulus distal sekitar 40-45%
(Shipley, 2002; Hawkins, 2005). Proses ini dapat dilihat pada gambar 2.3.

Tabel 2.2 Makanan dan minuman yang mengandung purin (Harris, 1999)
Sumber Purin

Tinggi
Paling baik harus dihindari:
Hati, ginjal, ikan-ikan kecil, sarden, ikan laut, remis, daging babi, ikan cod, tiram, ikan
air tawar, haddock, daging sapi, daging rusa, turkey, minuman beralkohol
Sedang
Boleh dimakan kadang-kadang:
Asparagus, daging sapi, ayam, kepiting, daging bebek, ham, lentils, lima beans,
mushrooms, lobster, oysters, pork, shrimp, bayam
Rendah
Tidak ada batasan:
Kopi, buah-buahan, roti, gandum, macaroni, keju, telur, produk susu, gula, tomat and dan
sayuran hijau

2.1.2.1 Overproduction asam urat

Overproduction asam urat dapat terjadi melalui peningkatan asupan diet


purin atau peningkatan pemecahan nukleotid (Wortmann, 2005).
Idiopatik
Defisiensi HGPRT (Lesch-Nyhan Syndrome) : merupakan inherited X-lingked
disorder. HGPRT (Hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase)
mengkatalisasi konversi hypoxantine menjadi inosinic acid, dimana PRPP
sebagai donor fosfatnya. Defisiensi enzim ini menyebabkan akumulasi dari
PRPP yang dapat mempercepat biosintesis purin sehingga hasil akhirnya
peningkatan produksi asam urat (Gambar 2.1). Selain dapat menjadi gout dan
nefrolitiasis asam urat, pasien dapat berkembang menjadi gangguan
neurologik seperti choreoathetosis, spastisitas, retardasi mental dan self-
mutilation (Hawkins, 2005; Wortmann, 2005; Crowther 2006).
Defisiensi parsial HGPRT (Kelley-Seegmiller syndrome) : merupakan kelainan
terkait-X juga. Pasien biasanya berkembang menjadi artritis gout pada dekade

42
kedua atau ketiga, memiliki insidensi nefrolitiasis asam urat yang tinggi dan
mungkin memiliki defisit neurologik (Qazi, 2005; Wortmann, 2005).
Meningkatnya aktivitas PRPP synthetase : Jarang terkait-X tetapi terjadi
akibat mutasi enzimnya. Pasien berkembang menjadi gout pada usia 15-30
tahun dan memiliki insidensi terbentuknya batu asam urat yang tinggi
(Wortmann, 2005).
Diet tinggi purin : makan daging, organ-oragan dalam seperti ginjal, alkohol
dll. Dapat menyebabkan overproduksi asam urat (Tabel 2.2) (Wortmann,
2005).
Peningkatan turnover asam nukleotid : Hal ini mungkin dapat diamati pada
orang dengan anemia hemolitik dan keganasan hematologik seperti limfoma,
mieloma atau lekemia (Wortmann, 2005).

2.1.2.2 Underexcretion asam urat

Undersecretion asam urat ini merupakan etiologi yang paling banyak


menyebabkan hiperurisemia (Tabel 2.3).
Idiopatik
Insufisiensi renal : Gagal ginjal adalah salah satu penyebab yang paling umum
pada hiperurisemia. Pada gagal ginjal kronik, kadar asam urat tidak langsung
meningkat sampai kliren kreatininnya turun sampai 20mL/min dan setidaknya
ada faktor lain yang berkontribusi pada peningkatan ini. Penurunan kliren urat
karena berkompetisi dalam sekresi dengan asam organik. Pada kelainan ginjal
tertentu seperti medullary cystic diseasedan penyakit kronik yang mengarah
padanefropati, hiperurisemia umumnya terjadi bahkan pada insufisiensi ginjal
yang minimal (Wortmann, 2005).
Obat : Diuretik, salisilat dosis kecil, siklosporin, pirazinamid, etambutol,
levodopa dan metoksifluran (Hawkins, 2005; Wortmann, 2005).
Hipertensi (Wortmann, 2005).
Asidosis : laktat asidosis, diabetik ketoasidosis, alkoholik ketoasidosis dan
starvasi ketoasidosis (Wortmann, 2005).

43
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Secara umum penyebab hiperurisemia dapat ditentukan dengan anamnesa,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Pada anamnesa
terutama ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan dan kelainan atau
penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia. Apakah ada keluarga
yang menderita hiperurisemia atau gout. Untuk mencari penyebab hiperurisemia
sekunder perlu ditanyakan apakah pasien peminum alkohol, memakan obat-
obatan tertentu secara teratur, adanya kelainan darah, kelainan ginjal atau penyakit
lainnya. Pemeriksaan fisik untuk mencari kelainan atau penyakit sekunder,
terutama menyangkut tanda-tanda anemia atau phletora, pembesaran organ
limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan tanda kelainan
ginjal serta kelainan pada sendi. Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk
mengarahkan dan memastikan penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang
yang dikerjakan dipilih berdasarkan perkiaraan diagnosis setelah dilakukan
anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang rutin dikerjakan adalah
pemeriksaan darah rutin asam urat, kreatinn darah, pemeriksaan urin rutin, kadar
asam urat urin 24 jam, kadar kreatinin urin 24 jam, dan pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan enzim dilakukan atas indikasi dari diagnosis (Qazi, 2005; Putra,
2006).
Pemeriksaan kadar asam urat dalam urin 24 jam penting dikerjakan untuk
mengetahui penyebab hiperurisemia overproduction atau underexcretion. Kadar
asam urat dalam urin 24 jam di bawah 600mg/hari adalah normal pada orang
dewasa yang makan bebas purin selama 3-5 hari sebelum pemeriksaan. Namun
sering anjuran makan bebas purin ini tidaklah praktis. Maka pada orang yang
makan biasa tanpa pantang purin kadar asam urat urin 24 jam di atas 1000 mg/hari
adalah abnormal (overproduction), dan kadar 800 s.d 1000 mg/hari adalah
borderline (Hawkins, 2005; Putra 2006).

2.1.4 Manifestasi Klinis

2.1.4.1 Hiperurisemia asimptomatik

Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan dimana kadar asam urat


dalam darah tinggi tetapi tidak menimbulkan gejala seperti atritis gout, topi dan

44
nefrolitiasis. Keadaan ini akan tetap ada semasa hidup penderita dan umumnya
tidak perlu diterapi secara khusus namun dapat memodifikasi penyebab
hiperurisemianya (yang didapat bukan karena keturunan, lihat tabel 2.3) (Harris,
1999; Crowther, 2006).

2.4.1 Allopurinol (Zyloprim)

Allopurinol merupakan obat yang efektif untuk terapi hiperurikemia primer


maupun hiperurikemia sekunder yang diakibatkan kelainan hematologis maupun
terapi antineoplastik. Allopurinol menghambat tahap terminal dari biosintesis
asam urat. Sejak produksi asam urat berlebih memberikan kontribusi pada
sebagian besar pasien gout, allopurinol mampu memberi pendekatan rasional
dalam terapi. (Insel, 1992). Allopurinol merupakan analog purin yang mampu
mengurangi produksi asam urat dengan menghambat secara kompetitif dua tahap
terakhir proses biosintesis asam urat yang dikatalisasi oleh enzim xantine oksidase
(Mycek, 2000).

Diet purin sebetulnya bukan merupakan sumber utama asam urat. Sumber
utamanya adalah hasil degradasi asam nukleat yang diubah menjadi hipoxantin
atau xantin yang mengalami pengoksidasian menjadi asam urat. Allopurin
merupakan analog (isomer) hipoxantin, keduanya mampu menjadi substrat enzim
xantin oksidase. Begitu juga dengan metabolit allopurin yaitu alloxanthin
(oxypurinol). Ketika tahap ini dihambat, terjadi penurunan kadar urat dalam
plasma dan penurunan penyimpanan urat disertai peningkatan kadar xantin dan
hipoxantin yang lebih terlarut dalam plasma.

2.4.3 Obat-obat Urikosurik


Probenecid dan sulfinpyrazone adalah obat urikosurik yang dipakai untuk
mengurangi timbunan urat tubuh pada pasien dengan pirai tofus atau pada mereka
dengan serangan pirai yang terus meningkat. (Wagner, 2004)
Asam urat difiltrasi dengan bebas pada glomerulus. Seperti banyak asam
lemah lainya, ia juga diserap kembali dan disekresi dibagian tengah dari tubulus
proksimal. Obat-obat urikosuruk yaitu probenecid dan sulfinpyrazone mempengaruhi
tempat-tempat pengangkutan aktif ini sehingga reabsorbsi bersih dari asam urat dalam
tubulus proksimal dikurangi.Karena ekskresi asam urat meningkat maka timbunan

45
uratpun menurun.Dengan bertambahnya ekresi asam urat maka predisposisi
pembentukan batu ginjal lebih besar sehingga volume urin harus dipertahankan pada
tingkat tinggi dan paling tidak pada awal pengobatan pH urin dipertahankan diatas 6,0
dengan pemberian alkali. (Wagner, 2004)

2.4.4 Anti Inflamasi Non Steroid


Selain menghambat sintesis prostaglandin, AINS juga menghambat fagositosis
kristal urat. Sejumlah AINS yang lebih baru juga telah digunakan dan secara sukses
berhasil pada episode akut. Semua AINS lain kecuali aspirin, salisilat dan tolmetin
telah berhasil baik dalam mengobati episobe pirai akut.
(Wagner, 2004)
Aktivitas anti inflamasi dari AINS terutama diperantarai melalui hambatan
biosintesis prostaglandin.AINS memiliki kemampuan untuk menekan tanda-tanda dan
gejala inflamasi. Obat-obat ini mempunyai efek antipiretik dan analgesik, tetapi sifat-
sifat antiinflamasi merekalah yang membuat mereka paling baik dalam menangani
gangguan-gangguan dengan rasa sakit yang dihubungkan dengan intensitas proses
inflamasi.(Wagner, 2004) AINS bekerja menghambat aktivitas Siklooksigenase
sehingga mengurangi pembentukan prostaglandin yang memodulasi beberapa aspek
inflamasi. (Mycek, 2000))

2.1 Pneumonia

2.1.1 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya
disebabkan oleh infeksi (Jeremy, 2007). Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal. Penyebabnya
bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus,
mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua
umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis
(Elin, 2008).

2.1.2 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, dan
protozoa. Tabel 2.1 memuat daftar mikroorganisme dan masalah patologis yang menyebabkan
pneumonia (Jeremy, 2007).

46
2.1.3 Patogenesis

Dalam keadaan sehat, pada pru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.

Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui berbagai cara:

a. Inhalasi langsung dari udara

b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

d. Penyebaran secara hematogen (Supandi, 1992).

2.1.6 Klasifikasi Pneumonia

a. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP): pneumonia yang
didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah
sakit selama > 14 hari (Jeremy, 2007).

b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi selama atau lebih
dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit
(Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia
selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari
60% akan menderita pneumonia (Supandi, 1992).

c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi
orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental
terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan (Jeremy, 2007).

d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV)
mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain (Jeremy,
2007).

e. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan
bronkietaksis (Jeremy, 2007).

47
Penegakan Diagnosis

Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas, peningkatan suhu
tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak
berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk
yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh
mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan
frekuensi pernapasan, lemas, dan kepala nyeri (Supandi, 1992; Jeremy, 2007; Alberta Medical
Assosiation, 2011).

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari,
kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit
tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum purulen, kadang-kadang berdarah
(Supandi, 1992). Pada pasien muda atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma),
gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol (Jeremy, 2007).

Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel darah putih (White blood Cells,
WBC) biasanya didapatkan jumlah WBC 15.000-40.000/mm3, jika disebabkan oleh virus atau
mikoplasme jumlah WBC dapat normal atau menurun (Supandi, 1992; Jeremy, 2007). Dalam keadaan
leukopenia laju endap darah (LED) biasanya meningkat hingga 100/mm 3, dan protein reaktif C
mengkonfirmasi infeksi bakteri. Gas darah mengidentifikasi gagal napas (Jeremy, 2007). Kultur darah
dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar
ureum darah, akan tetapi kreatinin masih dalam batas normal (Supandi, 1992).

Gambaran radiologis pada pneumonia tidak dapat menunjukkan perbedaan nyata antara infeksi virus
dengan bakteri. Pneumonia virus umumnya menunjukkan gambaran infiltrat intertisial dan hiperinflasi.
Pneumonia yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas sering memperlihatkan adanya infiltrate
bilateral atau bronkopneumonia.

2.1.10 Penatalaksanaan

a. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia
dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi
disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika (Jeremy, 2007).

b. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO 2 > 8 kPa (SaO2< 90%) dan
resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non
invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi membantu
bersihan sputum (Jeremy, 2007).

48

You might also like