Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Gagal jantung merupakan sindrom klinis dengan karakter gejala khas (sesak nafas, kaki
bengkak dan kelelahan) yang mungkin dibarengi dengan tanda peningkatan tekanan vena
jugularis, ronkhi basah kasar dan edema perifer dikarenakann oleh kelainan struktur dan atau
fungsi jantung yang abnormal, sehingga dihasilkan pengurangan cardiac ouput dan atau
peningkatan tekanan intracardiac saat istirahat ataupun saat beraktivitas.
Gejala dan tanda mungkin sulit untuk di identifikasi dan interpretasi pada orang dengan
obesitas, usia lanjut dan pasien dengan penyakit paru kronis. Pasien dengan usia muda dengan
gagal jantung memiliki etiologi, penampilan klini dan hasil yang berbeda dengan orang yang
lebih tua.1
Gejala Tanda
Typical More spesific
- Sesak nafas - Peningkatan tekanan vena jugularis
- Terbangun malam hari karena sesak - Hepatojugular reflux
- Aktivitas fisik berkurang - Gallop S3
- Kelelahan - Apex jantung bergeser
16
- Kaki bengkak
Less typical Less specific
- Batuk malam hari - Penurunan berat badan
- Wheezing - Cachexia
- Perasaan membengkak - Murmur
- Penurunan nafsu makan - Edema perifer
- Confusion (terutama pada lansia) - Krepitasi paru
- Penurunan denyut jantung - Efusi pleura
- Pusing - Takikardi
- Pingsan - Denyut ireguler
- Bendopnoea - Pernafasan Cheyne stokes
- Hepatomegaly
- Ascites
- Akral dingin
- Oliguria
- Penurunan tekanan darah
Mayor Minor
Paroximal nocturnal dyspneu atau orthopneu Dyspnea de effort
Peningkatan JVP Edema ekstremitas
Ronkhi basah halus Batuk malam hari
Kardiomegali Takikardi
Gallop S3 Efusi pleura
Edema pulmo akut Hepatomegaly
Refluks hepatojugular Kapasitas vital paru menurun
33
17
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan structural jantung atau berdasarkan gejala
yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.
34
18
Tabel 4. Heart failure with preserved (HFpEF), mid-range (HFmrEF) and resuced ejection
fraction (HFrEF)1
Uji diagnostik biasanya paling sensitive pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
rendah.Uji diagnostic sering kurang sensitive pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi
disfungsi sistolik dan diastolic.3
35
19
Gambar 1. Skema diagnostic pasien curiga gagal jantung
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien yang dicurigai gagal
jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada pasien gagal jantung. Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnoasis gagal jantung, jika EKG normal,
diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<10%).3
36
20
Tabel 5. Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung
37
21
ICD = Implantable Cardioverter Defibrilator
CRT-P = Cardiac Resynchronization Therapy-Pacemaker
CRT-D= Cardiac Resynchronization Therapy-Defibrilator
38
22
Area paru hiperlusen Emboli paru atau emfisema Pemeriksaan CT, spirometri,
ekokardigrafi
Infeksi paru Pneumonia sekunder akibat Tatalaksana kedua penyakit:
kongesti paru gagal jantung dan infeksi paru
Infiltrate paru Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostik
lanjutan
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap (hemoglobin , leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR),
glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai
tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada
pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan,
hiponatremi, hiperkalemi dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien
dengan terapi menggunakan diuretik dan/ atau ACEi (Angiotensin Converting Enzim Inhibitor),
Tabel 7. Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai pada gagal jantung
39
23
Hiponatremia (<135 Gagal jantung kronik, Pertimbangkan restriksi
mmol/L) hemodilusi, pelepasan AVP cairan, kurangi dosis diuretic,
(arginine vasopressin), ultrafiltrasi, antagonis
diuretik vasopresin
Hipernatremia (>150
mmol/L)
Hypokalemia (<3,5 mmol/L) Diuretic, hiperaldosteronisme Risiko aritmia, pertimbangkan
sekunder suplemen kalium,
ACEi/ARB, antagonis
aldosterone
Hyperkalemia (>5,5 Gagal ginjal, suplemen Stop obat-obat hemat kalium
mmol/L) kalium, penyekat system (ACEi/ARB/antagonis
renin-angiotensin-aldosteron aldosterone), nilai fungsi
ginjal dan pH, risiko
bradikardi
Hiperglikemia (>200 Diabetes, resistensi insulin Evaluasi hidrasi, terapi
mg/dL) intoleransi glukosa
Hiperurisemia (> 500 Terapi diuretic, gout, Allopurinol, kurangi dosis
mol/L) keganasan diuretic
BNP < 100 pg/mL, NT Tekanan dinding ventrikel Evaluasi ulang diagnosis,
proBNP<400 pg/mL normal bukan gagal jantung jika
terapi tidak berhasil
BNP >400 pg/mL, NT Tekanan dinding ventrikel Sangat mungkin gagal jantung
proBNP>2000 pg/mL meningkat
Hiperalbumin (>45g/L) Dehidrasi, mieloma Rehidrasi
Hipoalbumin (<30 g/L) Nutrisi buruk, kehilangan Cari penyebab
albumin melalui ginjal
Peningkatan transaminase Disfungsi hati, gagal jantung Cari penyebab, kongesti liver,
kanan, toksisitas obat pertimbangkan kembali terapi
40
24
Peningkatan troponin Nekrosis miosit, iskemia Evaluasi pola peningkatan
berkepanjangan, gagal (peningkatan ringan sering
jantung berat, miokarditis, terjadi pada gagal jantung
sepsis, gagal ginjal, emboli berat), angiografi coroner,
paru evaluasi kemungkinan
revaskularisasi
Tes tiroid abnormal Hiper/hipotiroidisme, Terapi abnormalitas tiroid
amiodarone
Urinalisis Proteinuria, glukosuria, Singkirkan kemungkinan
bakteriuria infeksi
INR >2,5 Overdosis antikoagulan, Evaluasi dosis antikoagulan,
kongesti hati nilai fungsi hati
CRP >10 mg/L, leukositosis Infeksi, inflamasi Cari penyebab
neutrofilik
2.1.4.4 Ekokardiografi
41
25
Diameter akhir sistolik Meningkat (>45 mm) Volume berlebih, sangat
(End-systolic diameter) mungkin disfungsi sistolik
Fractional shortening Menurun (<25%) Disfungsi sistolik
Ukuran atrium kiri Meningkat (>40 mm) Peningkatan tekanan
pengisian, disfungsi katup
mitral, fibrilasi atrial
Ketebalan ventrikel kiri Hipertrofi (>11-12 mm) Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofi
Struktur dan fungsi katup Stenosis atau regurgitasi katup Mungkin penyebab primer
(terutama stenosis aorta dan atau sebagai komplikasi gagal
insufisiensi mitral) jantung, nilai gradient dan
fraksi regurgitan, nilai
konsekuensi hemodinamik,
pertimbangkan operasi)
Profil aliran diastolic mitral Abnormalitas pola pengisian Menunjukkan disfungsi
diastolic dini dan lanjut diastolic dan kemungkinan
mekanismenya
Kecepatan puncak Meningkat (>3 m/ detik) Peningkatan tekanan sistolik
regurgitasi trikuspid ventrikel kanan, curiga
hipertensi pulmonal
perikardium Efusi, hemoperikardium, Pertimbangkan tamponade
penebalan perikardium jantung, uremia, keganasan,
penyakit sistemik, pericarditis
akut atau kronik, pericarditis
konstriktif
Aorta outflow velocity time Menurun (<15 cm) Isi sekuncup rendah atau
integral berkurang
Vena cava inferior Dilatasi, retrograde flow Peningkatan tekanan atrium
kanan, disfungsi ventrikel
kanan, kongesti hepatik
42
26
2.1.5 Tatalaksana Non-Farmakologi
Menurunkan mortalitas
Prognosis :
Remodelling miokard
Pencegahan :
Kekambuhan gejala dan akumulasi cairan
Rawat inap
27
Gambar 2. Algoritma strategi pengobatan pada pasien gagal jantung
28
a. Angiotensin-Converting Enzime Inhibitor (ACEI)
ACEi harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40% (kecuali dengan kontraindikasi). ACEi memperbaiki fungsi
dan ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung dan meningkatkan angka kelangsungan hidup. Namun ACEi dapat
menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hyperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan
angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEi hanya diberika pada pasien dengan fungsi ginal
adekuat dan kadar kalium normal.3
b. eta bloker
eta bloker harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40% (kecuali dengan kontraindikasi). Beta bloker memperbaiki
fungsi dan ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka kelangsungan hidup
29
Antagonis Aldosteron
Penambahan obat antagonis aldosterone dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua
pasien dengna fraksi ejeksi 35% dan gagal jantung simtomatik berat (NYHA III-IV) tanpa
hyperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosterone dapat mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan
hidup.3
Tabel 10. Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung
ARB
Candesartan 4/8 (1x/hari) 32 (1x/hari)
Valsartan 40 (2x/hari) 160 (2x/hari)
Antagonis aldosterone
Eplerenon 25 (1x/hari) 50 (1x/hari)
Spironolakton 25 (1x/hari) 25-50 (1x/hari)
30
Beta bloker
Bisoprolol 1,25 (1x/hari) 10 (1x/hari)
Carvedilol 3,125 (2x/hari) 25-50 (2x/hari)
Metoprolol 12,5/ 25 (1x/hari) 200 (1x/hari)
f. Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti beta bloker) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel 40% dengan
irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan
hidup.3
f. Diuretik
Diuretic direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti. Tujuan dari pemberian diuretic adalah untuk mencapai status euvolemia dengan
dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk
menghindari dehidrasi dan resistensi.3
31
Tabel 11. Dosis diuretic yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
53
32
Indapamine 2,5 2,5-5
Diuretic hemat kalium
Spironolakton (+ACEi/ARB) 12,5-25 (+ACEi/ARB) 50
(-ACEi/ARB) 50 (-ACEi/ARB) 100-200
Pemberian terapi yang tidak direkomendasikan (dengan manfaat yang tidak terbukti):
- Statin
Walaupun telah banyak penelitian-penelitian besar mengenai statin
dengan data yang membuktikan manfaat statin, namun sebagian banyak
penelitian tersebut tidak memasukkan pasien gagal jantung ke dalam
subyeknya. Ada beberapa penelitian mengenai statin pada gagal jantung
kronis, namun hasilnya tidak menyatakan manfaat yang jelas, walaupun
tidak juga menyatakann bahaya dari pemberian obat ini
- Renin inhibitors
- Antikoagulan oral
Sampai saat ini belum terdapat data yang menyatakan bahwa antikoagulan oral
terbukti lebih baik dalam penurunan mortalitas dan morbiditas.
2.3 Dislipidemi
1.1 Pengertian
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam
darah (dislipidemia) yaitu kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240
mg/dl.Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan kadar kolesterol LDL di
dalam darah.
33
Kurang melakukan olah raga, Penyalahgunaan alkohol, Merokok sigaret,
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, Hipotiroidisme, Sirosis.
1.3 Patofisiologi
Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
asam lemak bebas. Normalnya lemak ditranspor dalam darah berikatan dengan
lipid yang berbentuk globuler. Ikatan protein dan lipid tersebut menghasilkan
4 kelas utama lipoprotein : kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Peningkatan
lipid dalam darah akan mempengaruhi kolesterol, trigliserida dan
keduanya(hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia atau kombinasinya yaitu
hiperlipidemia). Hiperlipoproteinemia biasanya juga terganggu.
Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 220 mg/dl serum)
merupakan gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan
berat badan dan diet. Makanan berlemak meningkatkan sintesis kolesterol di
hepar yang menyebabkan penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135
mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan lemak dan kemudian membentuk plak
pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
arterosklerosis dan penyakit jantung koroner.
1.4 Klasifikasi
Hiperkolesterolemia Primer (Hiperkolesterolemia Familial dan Poligenik)
Poligenik Kelainan genetik multipel, nutrisi, faktor lingkungan,
serta memiliki lebih dari satu dasar metabolik
Familial Defek gen pada reseptor LDL permukaan membran sel
tubuh. Menyebabkan hati tidak bisa mengabsorpsi LDL -> peningkatan
sintesis VLDL hati ke plasma. Kadar kolesterol total mencapai 600
sampai 1000 mg/dl atau 4 sampai 6 kali dari orang normal. Banyak
pasien ini meninggal sebelum berumur 20 tahun akibat infark miokard.
Hiperkolesterolemia Sekunder
34
Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan WHO (World Health Organization)
(Anwar, 2004).
1.5 Diagnosis
Anamnesa meliputi karakteristik umum, kebiasaan diet, perilaku
aktifitas fisik, merokok, peminum alcohol dan riwayat penyakit sebelumnya
serta riwayat sakit pada keluarga. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan
adalah antropometri, frekuensi denyut nadi, tekanan darah, auskultasi irama
jantung, serta EKG. Pemeriksaan laboratorium darah yaitu kadar kolesterol
total, kolesterol LDL, Trigliserida dan kolesterol HDL dalam plasma.
Kolesterol total
240 Tinggi
LDL
35
< 100 Optimal
HDL
< 40 Rendah
60 Tinggi
Trigliserida
200-499 Tinggi
1. Risiko tinggi
36
2.2 Diabetes Melitus, stroke, penyakit obstruksi arteri tepi,
aneurisma aorta abdominalis
2.3 Faktor risiko multiple (> 2 faktor risiko dan mempunyai faktor
risiko PJK dalam waktu 10 tahun menurun skor Framingham)
2. Risiko Multipel
- Kebiasaan merokok
- Riwayat PJK dini yaitu ayah <55 tahun dan ibu < 65 tahun
37
Terapi Non Farmakologi
Serat 30 gr perhari
38
Kolesterol < 200 mg/hari
Aktivitas Fisik
Menghindari Rokok
Hipertensi
Terapi Farmakologis
39
Tabel 4. Obat-obatan hipolipidemik
hiperkolesterolemia Statin/resin/kombinasi
Hipertrigliseridemia fibrat
2.1 Hiperurisemia
2.1.1 Definisi
40
populasi (Shipley, 2002; Hawkins, 2005). Akan tetapi terkait resiko gout,
hiperurisemia didefinisikan sebagai hipersaturasi kadar asam urat (Hawkins,
2005). Kadar asam urat rata-rata menurut umur dan gender dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kadar asam urat rata-rata menurut umur dan gender (Crowther,
2006)
Karakteristik Kadar asam urat rata-rata
Prepubertas 3,5 mg/dl
Laki-laki (pada pubertas) Meningkat sampai 5,2 mg/dl
Perempuan (pubertas s.d premenopause) Meningkat sampai ~4,0 mg/dl
Perempuan (setelah menopause) 4,7 mg/dl
Hiperurisemia
Laki-laki 7,0 mg/dl
Perempuan 6,0 mg/dl
Asam urat adalah produk akhir dari degradasi atau metabolisme purin
(Gambar 2.1) (Shipley, 2002; Hawkins, 2005; Qazi, 2005).Kadar asam urat dalam
darah tergantung dari keseimbangan antara metabolisme purin dan asupan
makanan mengandung purin, dan eliminasi atau ekskresi asam urat oleh ginjal dan
intestin (Gambar 2.2) (Shipley, 2002). Dengan kata lain, hiperurisemia dapat
2
disebabkan oleh overproduction asam urat, underexcretion asam urat, dan
kombinasi keduanya (Hawkins, 2005; Qazi, 2005).
Sumber sintesis asam urat ada tiga yaitu diet purin, konversi asam urat
menjadi nukleotid purin dan sintesis de novo.Pada keadaan normal, rata-rata
produksi asam urat manusia sekitar 600-800 mg per hari (Hawkins, 2005).
Eliminasi asam urat dapat melalui dua cara, yaitu ginjal dan intestin.
Sekitar 70% (atau 2/3) asam urat total harian diekskresikan melalui ginjal dan
sisanya melalui intestin setelah mengalami degradasi enzimatik oleh koloni
bakteri (Hawkins, 2005; Qazi, 2005).
Pada ginjal, asam urat difiltrasi secara lengkap oleh glomerulus, kemudian
98-100% direabsorpsi pada tubulus proksimal (kemungkinan melalui mekanisme
41
transport aktif dan pasif serta ada hubungannya dengan reabsorpsi natrium) dan
50% disekresi oleh tubulus distal (kemungkinan melalui transport aktif).
Reabsorpsi post-sekresi dapat terjadi juga pada tubulus distal sekitar 40-45%
(Shipley, 2002; Hawkins, 2005). Proses ini dapat dilihat pada gambar 2.3.
Tabel 2.2 Makanan dan minuman yang mengandung purin (Harris, 1999)
Sumber Purin
Tinggi
Paling baik harus dihindari:
Hati, ginjal, ikan-ikan kecil, sarden, ikan laut, remis, daging babi, ikan cod, tiram, ikan
air tawar, haddock, daging sapi, daging rusa, turkey, minuman beralkohol
Sedang
Boleh dimakan kadang-kadang:
Asparagus, daging sapi, ayam, kepiting, daging bebek, ham, lentils, lima beans,
mushrooms, lobster, oysters, pork, shrimp, bayam
Rendah
Tidak ada batasan:
Kopi, buah-buahan, roti, gandum, macaroni, keju, telur, produk susu, gula, tomat and dan
sayuran hijau
42
kedua atau ketiga, memiliki insidensi nefrolitiasis asam urat yang tinggi dan
mungkin memiliki defisit neurologik (Qazi, 2005; Wortmann, 2005).
Meningkatnya aktivitas PRPP synthetase : Jarang terkait-X tetapi terjadi
akibat mutasi enzimnya. Pasien berkembang menjadi gout pada usia 15-30
tahun dan memiliki insidensi terbentuknya batu asam urat yang tinggi
(Wortmann, 2005).
Diet tinggi purin : makan daging, organ-oragan dalam seperti ginjal, alkohol
dll. Dapat menyebabkan overproduksi asam urat (Tabel 2.2) (Wortmann,
2005).
Peningkatan turnover asam nukleotid : Hal ini mungkin dapat diamati pada
orang dengan anemia hemolitik dan keganasan hematologik seperti limfoma,
mieloma atau lekemia (Wortmann, 2005).
43
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
44
nefrolitiasis. Keadaan ini akan tetap ada semasa hidup penderita dan umumnya
tidak perlu diterapi secara khusus namun dapat memodifikasi penyebab
hiperurisemianya (yang didapat bukan karena keturunan, lihat tabel 2.3) (Harris,
1999; Crowther, 2006).
Diet purin sebetulnya bukan merupakan sumber utama asam urat. Sumber
utamanya adalah hasil degradasi asam nukleat yang diubah menjadi hipoxantin
atau xantin yang mengalami pengoksidasian menjadi asam urat. Allopurin
merupakan analog (isomer) hipoxantin, keduanya mampu menjadi substrat enzim
xantin oksidase. Begitu juga dengan metabolit allopurin yaitu alloxanthin
(oxypurinol). Ketika tahap ini dihambat, terjadi penurunan kadar urat dalam
plasma dan penurunan penyimpanan urat disertai peningkatan kadar xantin dan
hipoxantin yang lebih terlarut dalam plasma.
45
uratpun menurun.Dengan bertambahnya ekresi asam urat maka predisposisi
pembentukan batu ginjal lebih besar sehingga volume urin harus dipertahankan pada
tingkat tinggi dan paling tidak pada awal pengobatan pH urin dipertahankan diatas 6,0
dengan pemberian alkali. (Wagner, 2004)
2.1 Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya
disebabkan oleh infeksi (Jeremy, 2007). Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal. Penyebabnya
bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus,
mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua
umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis
(Elin, 2008).
2.1.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, dan
protozoa. Tabel 2.1 memuat daftar mikroorganisme dan masalah patologis yang menyebabkan
pneumonia (Jeremy, 2007).
46
2.1.3 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, pada pru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui berbagai cara:
a. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP): pneumonia yang
didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah
sakit selama > 14 hari (Jeremy, 2007).
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi selama atau lebih
dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit
(Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia
selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari
60% akan menderita pneumonia (Supandi, 1992).
c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi
orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental
terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan (Jeremy, 2007).
d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV)
mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain (Jeremy,
2007).
e. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan
bronkietaksis (Jeremy, 2007).
47
Penegakan Diagnosis
Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas, peningkatan suhu
tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak
berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk
yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh
mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan
frekuensi pernapasan, lemas, dan kepala nyeri (Supandi, 1992; Jeremy, 2007; Alberta Medical
Assosiation, 2011).
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari,
kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit
tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum purulen, kadang-kadang berdarah
(Supandi, 1992). Pada pasien muda atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma),
gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol (Jeremy, 2007).
Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel darah putih (White blood Cells,
WBC) biasanya didapatkan jumlah WBC 15.000-40.000/mm3, jika disebabkan oleh virus atau
mikoplasme jumlah WBC dapat normal atau menurun (Supandi, 1992; Jeremy, 2007). Dalam keadaan
leukopenia laju endap darah (LED) biasanya meningkat hingga 100/mm 3, dan protein reaktif C
mengkonfirmasi infeksi bakteri. Gas darah mengidentifikasi gagal napas (Jeremy, 2007). Kultur darah
dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar
ureum darah, akan tetapi kreatinin masih dalam batas normal (Supandi, 1992).
Gambaran radiologis pada pneumonia tidak dapat menunjukkan perbedaan nyata antara infeksi virus
dengan bakteri. Pneumonia virus umumnya menunjukkan gambaran infiltrat intertisial dan hiperinflasi.
Pneumonia yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas sering memperlihatkan adanya infiltrate
bilateral atau bronkopneumonia.
2.1.10 Penatalaksanaan
a. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia
dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi
disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika (Jeremy, 2007).
b. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO 2 > 8 kPa (SaO2< 90%) dan
resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non
invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi membantu
bersihan sputum (Jeremy, 2007).
48