You are on page 1of 8

PEMBAHASAN

1. KASUS SFAS NO. 2


Menyadari pentingnya penelitian dan pengembangan serta alternatif akuntansi dan
praktek-praktek pelaporan yang saat ini masih diikuti untuk biaya penelitian dan pengembangan,
pada bulan April 1973 FASB menempatkan hal-hal tersebut pada agenda teknis proyek tentang
"Akuntansi Penelitian dan Pengembangan dan Biaya yang Serupa. Dalam perundingan yang
menyusul setelah sidang, dewan menyimpulkan bahwa pernyataan awal Standar Akuntansi
Keuangan yang dihasilkan dari proyek tersebut hanya akan membahas mengenai Akuntansi
Penelitian dan Pengembangan. Exposure draft dari pernyataan ini diterbitkan pada tanggal 5
Juni 1974.

Pernyataan tersebut menetapkan standar akuntansi keuangan dan pelaporan untuk biaya
penelitian dan pengembangan dengan tujuan mengurangi jumlah alternatif akuntansi dan
praktek-praktek pelaporan yang masih diikuti saat ini dan memberikan informasi keuangan yang
berguna tentang biaya penelitian dan pengembangan.
SFAS No. 2 mengatur mengenai Akuntansi Penelitian dan Pengembangan(Accounting for
Research and Development). SFAS No. 2 mengklasifikasikan penelitian dan pengembangan
menjadi tiga kategori, yaitu penelitian dasar, penelitian terapan, dan pengembangan. Pengeluaran
untuk penelitian dan pengembangan merupakan elemen penting dalam pertumbuhan perusahaan.
Penelitian adalah rencana penelusuran atau investigasi kritis yang bertujuan untuk
menemukan pengetahuan baru dengan harapan bahwa pengetahuan tersebut akan berguna dalam
mengembangkan produk atau jasa baru atau proses atau teknik baru atau dalam membawa
perbaikan yang signifikan terhadap produk atau proses yang ada.
Pengembangan adalah terjemahan dari temuan riset atau pengetahuan lain ke dalam
rencana atau desain untuk produk atau proses baru atau untuk perbaikan yang signifikan atas
produk yang sudah ada atau proses apakah ditujukan untuk dijual atau digunakan. Ini mencakup
perumusan konseptual, desain, dan pengujian alternatif produk, pembangunan prototipe, dan
pengoperasian pabrik percontohan. Itu tidak termasuk perubahan rutin atau berkala untuk produk
yang sudah ada, jalur produksi, proses manufaktur, dan operasi yang sedang berlangsung lainnya
meskipun mereka perubahan mungkin merupakan perbaikan dan itu tidak termasuk riset pasar
atau kegiatan pengujian pasar.

1
Menurut SFAS No. 2 tentang Accounting Research and Development Costs, FASB
menyimpulkan bahwa semua riset dan pengembangan biaya yang diungkapkan dibebankan pada
saat terjadinya. Asumsinya secara implisit nilai yang diharapkan dari biaya R&D adalah nol.
Dalam artikel Harold Bierman, Jr. dan Roland E. Dukes, ada lima faktor oleh dewan yang
dianggap mendukung kesimpulan tersebut:
1. Ketidakpastian Manfaat di Masa Depan.
Pembenaran utama ditawarkan oleh FASB untuk pembebanan pengeluaran biaya R&D adalah
tingkat ketidakpastian manfaat di masa depan karena pengeluaran biaya R&D mengakibatkan
risiko. Risiko tersebut terjadi akibat kegagalan profitabilitas dari sebuah proyek. Ada beberapa
kesalahan dalam kesimpulan ini yaitu:
a. Tidaklah jelas bahwa risiko dan ketidakpastian biaya sponsor riset dan pengembangannya
dianggap sebagai publisitas perusahaan.
b. Hati-hati dalam memberikan definisi dari risiko karena profitabilitas historis yang tinggi
dari pengaruh R&D. Mungkin risiko didefinisikan sebagai kerugian yang diharapkan atau
nilai moneter yang diharapkan lebih kecil dari pengeluaran tanah dan perlengkapan.
2. Kurangnya Hubungan Kausal antara Pengeluaran dan Manfaat.
Pernyataan dari FASB tentang studi penelitian empiris yang gagal menemukan korelasi
signifikan antara penelitian dan pengeluaran pengembangan dan peningkatan manfaat masa
depan yang diukur oleh penjualan berikutnya, laba dari penjualan industri. Beberapa poin
dapat dibuat tentang faktor ini.
a. Pertama, meskipun studi yang dikutip oleh dewan tidak mampu mendeteksi hubungan yang
signifikan antara biaya manfaat penelitian selanjutnya, ini tidak berarti bahwa hubungan
tersebut tidak ada.
b. Kedua, penelitian yang cukup besar dalam ilmu ekonomi tidak memberikan dukungan
untuk hipotesis bahwa penelitian dan pengembangan upaya untuk menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan.
2. Konsep Akuntansi pada Aset.
Dewan tampaknya membutuhkan kapitalisasi R&D yang menggambarkan sumber daya
ekonomi adalah harapan masa depan untuk manfaat perusahaan baik melalui penggunaan atau
penjualan. Sementara R&D akan berkualitas menggunakan definisi ini, dewan kemudian
membahas kriteria terukurnya, kami berpendapat bahwa biaya R&D adalah tunduk pada
pengukuran yang wajar. Namun menurut FASB, kriteria terukurnya akan memerlukan sumber
daya yang tidak diakui sebagai aset untuk tujuan akuntansi kecuali pada saat itu diperoleh atau
dikembangkan manfaat masa depan ekonomi dapat diidentifikasi dan diukur secara obyektif.

2
3. Pengakuan Expense dan Penandingan.
Mengejutkan bahwa menandingkan antara beban dan pendapatan digunakan sebagai argumen
oleh dewan untuk membebankan biaya riset dan pengembangan karena biaya tersebut
dianggap kurang memiliki manfaat atau keuntungan masa depan jika dilihat dari saat biaya
tersebut terjadi. Sementara satu-satunya alasan adanya pengeluaran R&D adalah untuk
memberikan manfaat masa depan dengan menghasilkan pendapatan baru bagi periode-periode
berikutnya.
4. Relevansi Informasi yang Dihasilkan untuk Keputusan Investasi dan Kredit.
Dalam APB Statement no. 4, dinyatakan bahwa biaya tertentu harus segera diakui sebagai
beban karena mengalokasikan biaya tersebut pada beberapa periode akuntansi dianggap tidak
memiliki manfaat apapun. Adanya tingkat ketidakpastian yang tinggi terhadap R&D juga
membuat dewan menyatakan bahwa kapitalisasi terhadap biaya R&D tidak berguna dalam
penilaian laba potensial suatu perusahaan. Terdapat dua poin utama yang harus dibuat
sehubungan dengan alasan dan kesimpulan tersebut.
a. Pertama, kegunaan dari data akuntansi mengenai jumlah biaya R&D bagi investor adalah
pertanyaan yang dapat diuji secara empiris.
b. Isu signifikan yang kedua berhubungan dengan siapa yang akan disajikan dengan adanya
persyaratan pembebanan biaya R&D . Jika hasil studi Dukes diterima, maka perilaku harga
sekuritas lebih berhubungan dengan perhitungan laba jika R&D dikapitalisasi daripada
dibebankan.
Kesimpulan tujuan utama atas kasus ini adalah untuk mempertanyakan secara rasional
kesimpulan-kesimpulan yang diambil FASB. Mewajibkan semua perusahaan untuk
mengungkapkan jumlah biaya R&D dan pembebanannya mungkin adalah solusi yang feasible,
namun tidak semua hal tersebut dapat diterapkan secara mudah dalam praktik. Dalam pandangan
teori akuntansi, pengeluaran R&D yang terjadi diharapkan memberikan manfaat masa depan,
seharusnya tidak dicatat berlawanan dengan pendapatan pada periode sekarang, dan justifikasi
untuk praktik tersebut harus segera ditemukan
2. KASUS SFAS NO. 33
Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga
Perkembangan standar akuntansi telah melampaui umur yang panjang , terutama di
Amerika Serikat yang merupakan negara penganut sistem ekonomi pasar bebas. Dekade 1970-
an masyarakat Amerika cukup tertarik melalui instiusi-instiusi dalam menyoroti aspek sosial,

3
lingkungan dan konsekuensi ekonomi dan dikristalisasikan dalam opini publik dalam
penyusunan standar akuntansi (zeff,1978).
Akuntan di Amerika Serikat menyadari bahwa selama lebih dari 75 tahun terdapat
dampak potensial pada laporan keuangan yang merupakan pengaruh perubahan harga, baik
secara khusus maupun umum.

Pada tahun 1979, FASB mengeluarkan SFAS No.33, yang berjudul Pelaporan Keuangan
dan Perubahan Nilai yang mengharuskan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang
memiliki persediaan dan aktiva tetap bernilai lebih dari $125 juta atau total aktiva lebih dari $1
miliyar, selama lima tahun mencoba melakukan pengungkapan daya beli konstan biaya historis
sebagai kerangka dasar untuk laporan keuangan yang sama. Perusahaan pelapor didorong untuk
mengungkapkan informasi berikut untuk masing-masing periode salama lima tahun terakhir.
a. Penjualan bersih dan pendapatan operasi lainnya.
b. Laba dari operasi yang berjalan berdasarkan dasar biaya saat ini.
c. Kenaikan atau penurunan dalam biaya saat ini atau jumlah yang dapat dipulihkan.
d. Setiap agregat penyesuaian transaksi mata uang asing berdasarkan biaya saat ini, yang
timbul dari proses konsolidasi.
e. Aktiva bersih pada akhir tahun berdasarkan biaya saat ini.
f. Laba per saham berdasarkan biaya saat ini.
g. Dividen per saham biasa.
h. Harga pasar akhir tahun perlembar saham biasa.
i. Tingkat Indeks Harga Konsumen (IHK) yang digunakan untuk mengukur laba dari
operasi berjalan.
Setelah 25 Desember 1979, perusahaan diwajibkan untuk melaporkan:
1. Pendapatan dari operasi yang dilanjutkan disesuaikan dengan dampak dari inflasi umum
2. Keuntungan atau kerugian daya beli pada item moneter bersih
3. Pendapatan dari operasi yang dilanjutkan atas dasar biaya saat ini
4. Jumlah biaya saat persediaan dan properti , pabrik, dan peralatan pada akhir tahun fiscal
5. Kenaikan atau penurunan jumlah biaya saat persediaan dan properti, pabrik dan peralatan
setelah dikurangi inflasi.
Namun, informasi tentang dasar biaya saat ini untuk tahun fiskal yang berakhir sebelum
25 Desember 1980 dapat disajikan dalam laporan tahunan pertama untuk tahun fiskal yang
berakhir pada atau setelah 25 Desember 1980. Usaha yang diperlukan untuk menyajikan
ringkasan lima tahun data keuangan yang dipilih, termasuk informasi mengenai pendapatan,
penjualan dan pendapatan usaha lainnya, aktiva bersih, dividen per saham biasa, dan harga pasar

4
per lembar saham. Dalam perhitungan aktiva bersih, hanya persediaan dan properti, pabrik, dan
peralatan perlu disesuaikan dengan dampak dari perubahan harga.
Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS
No.33 mengemukakan bahwa :
a. Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.
b. Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
c. Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila
dibandingkan data biaya kini.
Laporan Keuangan di Masa Perubahan Harga Berpotensi Menyesatkan
Selama periode inflasi, nilai aktiva yang dicatat sebesar biaya akuisisi awalnya jarang
mencerminkan nilai terkininya (yang lebih tinggi). Nilai aktiva yang lebih rendah menghasilkan
beban yang dinilai lebih rendah dan laba dinilai lebih tinggi. Ketidakakuratan pengukuran ini
mendistorsi (1) proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri waktu historis, (2) anggaran
yang menjadi dasar pengukuran kinerja, dan (3) data kinerja yang tidak dapat mengisolasi
pengaruh inflasi yang tidak dapat dikendalikan. Laba yang dinilai lebih pada gilirannya akan
menyebabkan:
1. Kenaikan dalam proporsi pajak.
2. Permintaan deviden lebih banyak dari pemegang saham.
3. Permintaan gaji dan upah yang lebih tinggi dari pada pekerja.
SFAS No.33 gagal karena terdapat penurunan inflasi yang dramatis selama awal tahun
1980-an serta terdapat masalah pengukuran sehingga understandarbility dan kegunaan untuk
tujuan productive value-nya perlu dipertanyakan. Akhirnya pada tahun 1986 SFAS No.33
digantikan oleh SFAS No.89 yang berjudul Financial Reporting and Changing Prices.
Perubahan ini mengenai pengungkapan ganda yang diwajibkan FASB hanya saat keadaan
hyperinflasi.

3. KASUS STANDAR PENGUKURAN INSTRUMEN KEUANGAN


Definisi Instrumen Keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan
entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain. Instrumen keuangan diukur
pada pengakuan awal sebesar nilai wajar ditambah dengan biaya transaksi kecuali untuk
instrumen yang diukur dengan menggunakan nilai wajar. Pengukuran instrumen keuangan

5
sebesar nilai amortisasi, premium dan diskon dimartisasi dengan menggunakan effective interest
rate.
Pengukuran (Measurement)
PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran telah banyak mengadopsi IAS 39 dibandingkan PSAK No. 55 (1999). Ada
perbedaan yang mendasar pada pengukuran awal (initial measurement) antara PSAK 55 (1998)
dengan PSAK 55 (revisi 2006). Sebelumnya, semua instrumen keuangan dikur pada pengukuran
awal sebesar historical cost, namun menurut PSAK No. 55 (revisi 2006), pengukuran nilai awal
instrumen keuangan berdasarkan fair value-nya. Khusus untuk Held to Maturity, fair
value tersebut ditambah dengan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan akuisisi ataupun
penerbitan instrumen keuangan tersebut.
Terkait dengan PSAK tersebut, dampak dari penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) di
Indonesia adalah praktik manipulasi laba akan semakin sulit dilakukan dan penggunaan off
balance sheet akan semakin terbatas. Tidak mengherankan jika penerapan PSAK 50 dan 55
(revisi 2006) ini menuai kontroversi dari berbagai kalangan di Indonesia. Penerapan PSAK 50
dan 55 (revisi 2006) di Indonesia memang tidak mudah, namun demikian, tidak dapat dipungkiri
bahwa harmonisasi dengan standar akuntansi internasional memang sudah saatnya dilakukan.
Penundaan pelaksanaan harmonisasi hanya akan mempersulit posisi perusahaan dalam
menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Dengan diimplementasikannya PSAK 50 dan
55 (revisi 2006) ini, diharapkan dapat meningkatkan keinformatifan, relevansi nilai, dan
transparansi dari laporan keuangan, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih bermanfaat
dan lebih andal bagi pembaca laporan keuangan.

SIMPULAN

Kesimpulan tujuan utama atas kasus SFAS No.2 adalah untuk mempertanyakan secara
rasional kesimpulan-kesimpulan yang diambil FASB. Mewajibkan semua perusahaan untuk
mengungkapkan jumlah biaya R&D dan pembebanannya mungkin adalah solusi yang feasible,
namun tidak semua hal tersebut dapat diterapkan secara mudah dalam praktik. Dalam pandangan
teori akuntansi, pengeluaran R&D yang terjadi diharapkan memberikan manfaat masa depan,

6
seharusnya tidak dicatat berlawanan dengan pendapatan pada periode sekarang, dan justifikasi
untuk praktik tersebut harus segera ditemukan.
Pada Kasus SFAS No.33, banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah
sesuai dengan SFAS No.33 mengemukakan bahwa : Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh
FASB membingungkan, Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar,
Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan data
biaya kini. Sehingga SFAS dinilai gagal dalam penerapannya kemudian diganti dengan SFAS 89.
Kasus Standar pengukuran instrument keuangan, ada perbedaan yang mendasar pada
pengukuran awal (initial measurement) antara PSAK 55 (1998) dengan PSAK 55 (revisi 2006).
Sebelumnya, semua instrumen keuangan dikur pada pengukuran awal sebesar historical
cost, namun menurut PSAK No. 55 (revisi 2006), pengukuran nilai awal instrumen keuangan
berdasarkan fair value-nya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.fasb.org/cs/BlobServer?
blobcol=urldata&blobtable=MungoBlobs&blobkey=id&blobwhere=1175820911202&blobh
eader=application%2Fpdf (diakses pada 15 Oktober 2017).
http://www.fasb.org/summary/stsum33.shtml(diakses pada tanggal 15 Oktober 2017).
http://www.fasb.org/cs/BlobServer?
blobcol=urldata&blobtable=MungoBlobs&blobkey=id&blowhere=1175820911202&blobhe
ader=application%2Fpdf(diakses pada tanggal 15 Oktober 2017).

7
http://www.iaiglobal.or.id?v02/prinsip_akuntansi/standar.php?cat=SAK
%20Umum&id=58(diakses pada tanggal 15 Oktober 2017).
Choi, Frederick D.S and Gary K. Meek. 2010. International Accounting. Buku 1. Salemba
Empat. Jakarta.
Adam, Helmy,2006.Konsekuensi Ekonomi Dan Proses Politik Dalam Penyusunan Standar
Akuntansi, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, Vol.2 No.3. http://id.portalgaruda.org/?
ref=browse&mod=viewarticle&article=115880 (Diakses pada tanggal 17 Oktober 2017)

You might also like