You are on page 1of 4

BAB 3

KESIMPULAN

Persalinan preterm merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

obstetri karena persalinan preterm menjadi salah satu penyebab morbiditas dan

mortalitas perinatal. Sekitar 75% kematian perinatal disebabkan oleh kelahiran

kurang bulan. Pemicu obstetri yang mengarah pada persalinan preterm antara lain:

persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun

seksio sesarea, persalinan preterm spontan dengan selaput amnion utuh, dan

persalinan preterm dengan ketuban pecah dini, baik yang pada akhirnya dilahirkan

pervaginam atau seksio sesaria.

Bayi kurang bulan, terutama dengan usia kehamilan <32 minggu

mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi, karena kesulitan untuk

beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ket idakmatangan sistem organ

tubuh seperti paru-paru, jantung, ginjal dan hati. Kematian janin sering

disebabkan oleh sindroma gawat nafas (respiratory distress syndrome (RDS)),

perdarahan intraventrikuler, displasia bronkopulmoner, sepsis dan enterokolitis

nekrotikans (P.O.G.I, 2011).

Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologi

yang bervariasi dari gangguan neurologis berat, seperti serebral palsi, gangguan

intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris (gangguan penglihatan, tuli),

sarnpai gangguan yang lebih ringan seperti kelainan perilaku, kesulitan belajar,

gangguan berbahasa, gangguan konsentrasi/atensi dan hiperaktif (P.O.G.I, 2011).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm

dilihat dari faktor ibu yaitu toksemia gravidarum (preeklamsia dan eklamsia),

30
31

kelainan bentuk uterus (uterus bikornis, inkompeten serviks), tumor (mioma uteri,

sistoma), ibu yang menderitapenyakit akut (mis.tifus abdominalis, malaria) dan

kronis (mis.TBC, jantung), trauma pada masa kehamilan antaralain fisik (jatuh)

dan psikologis (stres), usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih

dari 35 tahun, ibu-ibu yang sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak dan

malnutrisi. Faktor janin yaitu kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini

(KPD), cacat bawaan, infeksi (mis. Ruberella, sifilis,toksoplasma),

inkompatibilitas darah ibu dan janin (faktor rhesus, gol. darah ABO). Faktor

plasenta yaitu plasenta previa dan solutio plasenta.

Identifikasi penyebab persalinan preterm salah satunya adalah infeksi.

Pada penelitian oleh Goldenberg tahun 2008 telah meninjau peran infeksi pada

kelahiran kurang bulan. Telah dihipotesiskan bahwa infeksi intrauterin memicu

persalinan kurang bulan akibat aktivasi sistem imun bawaan. Mikroorganisme

menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi, seperti interleukin dan tumor necrosis

factor (TNF) yang kemudian merangsang produksi prostaglandin dan atau matrix-

degrading-enzime. Prostaglandin merangsang kontraksi rahim, sedangkan

degradasi matriks ekstra seluler pada membran janin menyebabkan ketuban pecah

dini kurang bulan. Diperkirakan 25 40 % persalinan preterm akibat infeksi intra

uterin (Cunningham, 2012).

Vaginosis bakterialis adalah salah satu jenis infeksi penyebab persalinan

preterm. Pada kondisi ini flora vagina yang normal, dominan lacto-bacillus yang

memperoduksi hidrogen peroksida, digantikan dengan kuman anaerob, meliputi

Gardnerella vaginalis, Mobiluncus species, dan Mycoplasma hominis. Vaginosis


32

bakterialis telah dikaitkan dengan persalinan preterm, ketuban pecah dini, dan

infeksi cairan amnion. Faktor faktor lingkungan penting dalam perkembangan

vaginosis bakterialis (Cunningham, 2012).

Preeklampsia juga menjadi salah satu pemicu persalinan preterm. Resiko

persalinan preterm pada ibu yang mengalami pre-eklampsi adalah 2,67 kali lebih

besar. Hal ini terjadi karena pre-eklampsi mempengaruhi pembuluh darah arteri

yang membawa darah menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah,

maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi.

Terdapat beberapa indikator yang dapat dipakai untuk memprediksi

persalinan preterm, yaitu indikator klinik berupa timbulnya kontraksi dan

pemendekan serviks (secara manual atau ultrasonografi), terjadinya ketuban pecah

dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm. Indikator laboratorik

yang bermakna antara lain adalah jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau

lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml) dan pemeriksaan leukosit pada serum ibu

(>13.000/ml). Indikator biokimia antara lain adalah peningkatan kadar

fibronektin janin pada vagina, serviks, dan air ketuban memberi indikasi adanya

gangguan pada hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilah 24 minggu

atau lebih. Kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan resiko

persalinan preterm (Sarwono, 2010).

Pertimbangan utama dalam penatalaksanaan persalinan preterm adalah

memastikan bahwa ini memang persalinan preterm. Selanjutnya

mengidentififikasi etiologi terkait persalinan preterm. Manajemen persalinan

preterm tergantung dari beberapa faktor, yaitu keadaan selaput ketuban, pada
33

umumnya persalinan tidak dihambat bila selaput ketuban sudah pecah. Persalinan

akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm. Makin muda usia kehamilan,

upaya mencegah persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat

dipertimbangkan bila TBJ > 2000 gram atau kehamilan > 34 minggu, penyebab

atau komplikasi persalinan preterm, dan kemampuan neonatal intensive care

facilities(Sarwono, 2010).

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama

untuk mencegah morbiditas dan mortalitas persalinan preterm, yaitu bedrest,

menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis, akselerasi

pematangan fungsi paru dengan pemberian kortikosteroid, pencegahan infeksi

dengan pemberian antibiotik (Cuningham, 2011).

You might also like