You are on page 1of 8

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN

Fathor Rahman
Jurusan Magister Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Malang
Jalan Bandung 1 Malang, Jawa Timur
Email: onkimudah@yahoo.com

Abstrak

Budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-


keyakinan (believes) atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti
oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-
masalah organisasi. Budaya organisasi merupakan cara hidup dan gaya hidup dari suatu
organisasi yang merupakan penerimaan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama
ini dianut oleh anggota organisasi, untuk menilai budaya organisasi diantara;
komonikasi, pelatihan dan pengembangan, imbalan, pengambilan keputusan,
pengambilan resiko, perencanaan, kerja sama, praktek manajemen. untuk dapat
mengevaluasi para karyawan secara objektif dan akurat diperlukan pengukuran tingkat
prestasi kerja mereka. Untuk itu diperlukan standar dalam pengukuran tingkat prestasi
karyawan. Tentang pengukuran prestasi kerja bahwa cara pengkuran prestasi kerja ;
faktor kinerja, penilaian kinerja, standar kiner
Keyword : Budaya organisasi, kinerja karyawan

I. PENDAHULUAN
Pada era globalisasi saat ini, banyak perusahaan mengalami berbagai tantangan
dalam menjalankan roda organisasinya. Di antara perusahaan perusahaan tersebut
bahkan ada yang telah mengalami penurunan usaha karena terfokus pada berbagai
upaya untuk meningkatkan kinerja sekaligus daya saingnya. Upaya-upaya tersebut
penting dilakukan sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada
lingkungan eksternalnya, namun seringkali tanpa disadari perusahaan mengabaikan
integritas internal perusahaan, seperti melakukan pengembangan kualitas sumber daya
manusia sebagai salah satu aset penting perusahaan. Perusahaan yang mampu bertahan
dan bersaing telah mencerminkan kemampuannya dalam mengelola segala sumberdaya
yang dimilikinya (Mangkunegara and Prabu, 2005).
Perusahaan terdiri dari berbagai elemen terintegrasi dan dibentuk oleh budaya
yang lebih besar. Budaya perusahaan dibangun untuk mengatasi tantangan di masa yang
lalu. Berbagai kebijakan, prosedur, filosofi perusahaan, kebiasan dan lain-lain
merupakan respon terhadap situasi dan tantangan di masa yang akan datang. Ketika
kondisi berubah lebih cepat daripada kecepatan penyesuaian budaya, kesuksesan
organisasi dan bahkan kelangsungan hidup perusahaan mungkin berada dalam bahaya.
Budaya organisasi dapat sangat mempengaruhi individu dan kinerja perusahan,
terutama dalam lingkungan yang bersaing. Tantangan baru yang dihadapi perusahaan
mendorong diciptakannya cara baru melakukan sesuatu untuk perbaikan kinerja yang
terus menerus (continous improvement). Budaya organisasi menembus kehidupan
organisasi dalam berbagai cara untuk mempengaruhi setiap aspek organisasi. Telah
banyak studi yang dilakukan membuktikan bahwa budaya organisasi mempengaruhi
berbagai hasil seperti produktivitas, kinerja, komitmen, kepercayaan diri, dan perilaku
etis (Brahmasari and Siregar, 2009).
Budaya perusahaan (corporate culture) merupakan aplikasi dari budaya organisasi
(organizational culture) terhadap badan usaha atau perusahaan. Kedua istilah ini sering
dipergunakan untuk maksud yang sama secara bergantian. Budaya perusahaan
merupakan bagian dari lingkungan internal yang tidak terpisahkan dari perusahaan yang
terdiri dari seperangkat asumsi, keyakinan dan nilai yang dianut bersama oleh anggota
organisasi dan digunakan untuk mengatur serta mengarahkan perilaku sesuai dengan
fungsi yang diharapkan. Budaya organisasi mengkomonikasikan bagaimana anggota
organisasi seharusnya berperilaku dengan membangun suatu sistem nilai yang
disampaikan melalui tata cara, ritual, mitos, legenda, dan berbagai aktivitas lainnya
(Ismail, 2017).
Budaya yang dicirikan oleh nilai inti dari organisasi yang dianut dengan kuat,
diatur dengan baik, dan dirasakan bersama secara luas. Makin banyak anggota yang
menerima nilai-nilai inti, makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti,
menyetujui jajaran tingkat kepentingannya, dan merasa sangat terikat kepadanya, maka
makin kuat budaya tersebut. Organisasi yang masih baru atau yang turnover anggotanya
konstan, mempunyai budaya yang lemah karena para anggota tidak akan mempunyai
pengalaman yang diterima bersama sehingga dapat menciptakan pengertian yang sama.
Ini jangan diartikan bahwa semua orgnisasi yang sudah matang dengan anggota yang
stabil akan mempunyai budaya yang kuat (Trang, 2013).
II. TINJUAN TEORITIS
1. Budaya Organisasi
Budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-
keyakinan (believes) atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan
diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan
masalah-masalah organisasi. Budaya organisasi merupakan cara hidup dan gaya
hidup dari suatu organisasi yang merupakan penerimaan dari nilai-nilai atau
kepercayaan yang selama ini dianut oleh anggota organisasi (Ermawan, 2011).
Teori diatas diperkuat oleh pendapat Luthans et al. (2006) yang menyatakan
bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang diciptakan atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri dengan
masalah-masalah eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup baik serta
dianggap berharga, dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang
benar untuk menyadari, berpikir dan merasakan hubungan dengan masalah tersebut.
Budaya itu adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para
anggota organisasi yang menentukan, sebagaian besar cara mereka bertindak satu
terhadap yang lain dan terhadap orang luar. Budaya organisasi adalah pola
kepercayaan, nilai, ritual, mitos para anggota suatu organisasi, yang mempengaruhi
prilaku semua individu dan kelompok di dalam organisasi. Dari berbagai definisi
yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan
nilai, anggapan, asumsi, sikap dan norma perilaku yang telah melembaga kemudian
mewujud dalam penampilan, sikap dan tindakan, sehingga menjadi identitas dari
organisasi tertentu.
Budaya organisasi mempunyai unsur yang dapat dedifinisikan dan diukur, dan
apabila dicampur ataupun dicocokan akan dapat diambil sebuah esensi dari suatu
budaya perusahaan. Seluruh budaya organisasi mungkin sedikit berbeda dari
penjumlahan bagian-bagiannya. Ada beberapa unsur atau variabel yang dapat
digunakan untuk mengetahui dan mempelajari budaya suatu organisasi.
Kebanyakan perusahaan bagi yang terkemuka, prioritas utama dari budaya
organisasi adalah team work, costumer focus, fair treatment of employees, initiavite,
dan motivasi (kerja kelompok, berfokus pada konsumen, perlakuan yang adil
terhadap karyawan menghargai inisiatif dan inovasi). Bagi kebanyakan perusahaan
biasa kebanyakan mempunyai perioritas yang berbeda, seperti minimizing risk
(minimalkan resiko), respecting the chain of command (menghargai alur perintah),
supporting the boss (mendukung pimpinan), dan making budget atau membuat
anggaran (Robbins and Judge, 2006).
Menurut Recardo and Jolly (1997) ada delapan dimensi untuk menilai budaya
organisasi, diantaranya adalah ;
a. Komonikasi (communication)
Dimensi ini mencakup jumlah dan tipe sistem komunikasi, serta jenis dan
cara informasi yang dikomonikasikan, termasuk juga arah komonikasi, top
down atau bottom up apakah komonikasi disaring atau terbuka apakah
konflik dihindari atau dipecahkan dan apakah jalur formal atau informal yang
digunakan untuk menyampaikan dan menerima komonikasi.
b. Pelatihan dan pengembangan (training and development)
Dalam hal ini menyangkut komitment manajemen dalam memberikan
kesempatan untuk pengembangan diri bagi karyawannya serta pendidikan
bagi karyawan yang ditujukan untuk kebutuhan sekarang atau untuk masa
mendatang.
c. Imbalan (reward)
Hal ini berkaitan dengan perilaku yang dihargai, tipe penghargaan yang
digunakan secara pribadi atau kelompok dan semua karyawan berhak
mendapatkan bonus serta kreteria untuk menilai kemajuan karyawan dan lain
sebagainya.
d. Pengambilan keputusan (decision making)
Hal ini sangat berkaitan dengan bagaimana keputusan dibuat dan konflik
dipecahkan, apakah keputusan dilakukan secara cepat atau lambat, apakah
perusahaan bersifat birokrasi, apakah pembuatan keputusan bersifat
(sentralisasi dan desentralisasi).
e. Pengambilan resiko (risk taking)
Hal ini dilihat dari penghargaan, kreatifitas dan inovasi, dukungan dalam
pengambilan resiko yang telah diperhitungkan, keterbukaan terhadap ide-ide
baru, dukungan karena kesalahan mencoba ide-ide baru, dukungan
manajemen atas saran-saran untuk kemajuan termasuk juga karyawan
dihukum karena kesalahan atau menyatakan cara-cara menerapkan ide-ide
baru tersebut.
f. Perencanaan (planning)
Perencanaan ini menyangkut pada apakah perusahaan mengutamakan rencana
jangka pendek atau jangka panjang, apakah perusahaan bersifat reaktif atau
proaktif, untuk tujuan dan strategi apa, tujuan dan visi perusahaan
disampaikan pada karyawan, apakah proses perencanaan bersifat informal
atau tersetruktur, pada level apa karyawan mempunyai komitmen terhadap
pencapain strategi bisnis serta tujuan perusahaan lainnya.
g. Kerjasama (teamwork)
Hal ini berkaitan dengan jumlah, tipe dan keefektifan kerjasama dalam
perusahaan, juga termasuk kerja sama antar departemen, kepercayaan di
antara beberapa fungsi atau unit dan dukungan terhadap proses kerja.
h. Praktek manajemen (management practice)
Yang menjadi ukuran dalam praktek manajemen adalah keadilan (fairness)
dan konsisten sebagai landasan kebijakan, akses manajemen terhadap
karyawan, tingkat keamanan lingkungan kerja karyawan, serta bagaimana
manajemen menghargai dan mendukung penghargaan.
Menurut Robbins and Judge (2006) terdapat tujuh unsur atau karakteristik utama
budaya organisasi dalam perusahaan, diantaranya adalah :
a. Inovasi dan pengambilan resiko, yaitu: sejauh mana para karyawan didorong
untuk inovatif dan mengambil resiko.
b. Perhatian kerincian, yaitu: sejauh mana para karyawan diharapkan
memperhatikan proses, analitis dan perhatian kepada rincian.
c. Orientasi hasil, yaitu: sejauh mana orientasi manajemen terhadap hasil, bukan
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut
d. Orientasi orang, yaitu: sejauh mana keputusan manajemen dalam
memperhitungkan pengaruh hasil terhadap orang-orang dalam perusahaan.
e. Orientasi tim, yaitu: sejauh mana kegiatan kerja dalam perusahaan
dikoordinir dalam tim-tim, bukan kegiatan kerja individual.
f. Keagrisifan, yaitu: sejauh mana para anggota perusahaan dan kemampuan
bersaing mereka, bukannya santai.
g. Kemampuan, yaitu: sejauh mana kegiatan perusahaan menekankan
dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
Dengan menilai perusahaan berdasarkan ketujuh karakteristik tersebut makan
akan didapat gambaran majemuk dari budaya perusahaan. Gambaran majemuk ini
menjadi dasar untuk persamaan pemahaman bersama yang dimiliki oleh para
anggota. Pemahaman tersebut mengenai organisasi, cara bagaimana menyelesaikan
permasalahan yang ada didalam perusahaan dan perilaku yang diharapkan dari
anggota (Trang, 2013).
2. Kinerja
Kinerja adalah sesuatu yang dicapai seseorang atau kelompok dalam organisasi
sesuai dengan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara royal atau tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral dan etika. Sedangkan menurut Mangkuprawira (2007) menyatakan bahwa
kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama
priode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kreteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta
kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik
dan sukses jika tujuan yang diingankan dapat tercapai dengan baik. Kinerja sebagai
hasil-hasil yang telah dicapai seseorang dengan menggunakan media tertentu
(Gibson et al.). definisi ini menekankan bahwa seseorang pegawai tidak dapat sukses
mencapai kinerjanya tanpa bantuan suatu media berupa saran lainnya yang
berpengaruh kepada dirinya baik intrinsik maupun ekstrinsik.
a. Faktor Kinerja
Mathis and Jackson (2011) menyatakan ada 3 faktor utama yang mempengaruhi
seseorang bekerja. Ketiga faktor tersebut adalah (1) kemampuan individual untuk
melakukan pekerjaan tersebut, (2) tingkat usaha yang dicurahkan dan (3) dukungan
organisasi. Apabila ketiga komponen tersebut dimiliki karyawan akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap peningkatan kinerja. Sebaiknya, kinerja berkurang
apabila salah satu faktor tersebut dihilangkan atau tidak ada.
Sebagai fungsi, kinerja tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan
kerja dan tingkat imbalan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan
sifat-sifat individu, kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu : (1) harapan mengenai imbalan; (2) dorongan; (3) kemampuan, kebutuhan dan
sifat (4) persepsi terhadap tugas; (5) imbalan internal dan eksternal; dan (6) persepsi
terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja (Mangkuprawira, 2007).
Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu; (1)
kemampuan, (2) keinginan, dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai
kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk
mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini
kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat
ditingkatkan apabila ada kesesuian antara pekerjaan dan kemampuan.
b. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi untuk menilai kinerja
karyawan. Tujuan dilakukan penilain kinerja secara umum adalah untuk memberikan
umpan balik kepada pegawai dalam upaya memperbaiki kinerjanya dan
meningkatkan produktivitas organisasi, khususnya yang berkaitan dengan
kebijaksanaan terhadap karyawan seperti tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan
dan pelatihan. Saat ini dengan lingkungan bisnis yang bersifat dinamis penilaian
kinera merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi organisasi. Organisasi dituntut
memilih kreteria secara subyektif maupun obyektif. Kreteria kinerja secara obyektif
adalah evaluasi kinerja terhadap standar-standar spesifik, sedangkan ukuran secara
obyektif adalah seberapa baik seseorang karyawan bekerja secara keseluruhan.
Penilaian kinerja (performance appraisal) menurut Mathis and Jackson (2011)
adalah proses evaluasi seberapa baik pegawai mengerjakan, ketika dibandingkan
dengan satu set standar dan kemudian mengkomonikasikan dengan para karyawan,
evaluasi karyawan, tujuan kinerja, evaluasi kinerja dan penilain hasil pedoman.
Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan bagian yang terintegrasi dengan
manajemen kinerja, dengan menerapkan maka kinerja sesuai dengan objektif tiap-
tiap unit organisasi dan tujuan strategis organisasi. Dari pengertian yang disampaikan
Mathis and Jackson dapat dikatakan bahwa prestasi kerja atau kinerja seseorang tidak
dapat dipisahkan dari faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kinerja atau
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi baik dan buruknya kinerja seseorang.
Pendapat mengenai hal-hal yang dapat berhubungan atau berpengaruh terhadap
kinerja dinyatakan melalui teori atribusi yang bersifat internal atau disposisional
(dihubungkan dengan sifat-sifat orang) dan bersifat eksternal atau situasional (yang
dapat dihubungkan dengan lingkungan seseorang). Faktor-faktor internal yang
dimaksud adalah kemampuan, upaya (motivasi), kesulitan tugas atau nasib baik.
Faktor eksternal lebih banyak dikaitkan dengan situasi di luar jangkauannya, juga
faktor lain seperti perilaku, sikap, tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan,
kendala sumber daya, keadaan ekonomi dan lain sebagainya.
Menurut Dessler et al. (2005) terdapat beberapa landasan bagi penerapan penilain
kinerja, yaitu pertama; penilaian kinerja berperan secara integral periodik dalam
proses manajemen kinerja. Jika penilaian kinerja tidak dilakukan secara periodik
maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menjabarkan secara rinci tujuan
strategis perusahaan ke dalam tujuan spesifik pegawai. Kedua; penilaian kinerja
dapat menjadi media bagi pimpinan dan pegawai untuk merencanakan perbaikan
yang terjadi akibat deficiency penilaian. Ketiga; penilaian kinerja dapat digunakan
sebagai refrensi untuk merencanakan promosi karir pegawai yang dilandasi oleh
evaluasi kekuatan dan kelemahan pegawai dalam menjalankan aktifitas pekerjaan.
Keempat; penilaian kinerja memberikan pengaruh bagi peningkatan gaji dan juga
keputusan pemimpin untuk mempromosikan jabatan karyawn (Ismail, 2017).
c. Standar Kinerja
Kinerja sangat mempengaruhi tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Oleh
karena itu, setiap perusahaan perlu melakukan penilaian atau evaluasi kerja
karyawannya. Menurut Mangkunegara and Prabu (2005) untuk dapat mengevaluasi
para karyawan secara objektif dan akurat diperlukan pengukuran tingkat prestasi
kerja mereka. Untuk itu diperlukan standar dalam pengukuran tingkat prestasi
karyawan. Tentang pengukuran prestasi kerja bahwa cara pengkuran prestasi kerja
mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Kuantitas
Merupakan ukuran kualitas yang melibatkan perhitungan dari proses atau
pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan dengan permasalahan jumlah
keluaran yang dihasilkan sehingga untuk mengetahui tinggi rendahnya
prestasi kerja karyawan maka realisasi hasil kerja karyawan tersebut
dibandingkan dengan standar kuantitas yang diterapkan oleh perusahaan.
2. Kualitas
Merupakan ukuran kualitatif output yang mencerminkan indikator tingkat
kepuasan yaitu penyelesaian dari suatu pekerjaan. Walaupun standar
kualitatif sulit diukur atau ditentukan tetapi hal ini penting sebagai acuan
pencapain sasaran penyelesaian suatu pekerjaan.
3. Ketepatan waktu
Merupakan suatu jenis khusus dari ukuran kuantitatif yang menentukan
ketepatan waktu penyelesaian kegiatan. Dalam hal ini penerapan standar
waktu biasa ditentukan berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Sedangkan menurut Simamora (2004) ada beberapa persyaratan standar kinerja
yang harus dipenuhi dalam pekerjaan, diantaranya adalah :
1. Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi
2. Standar kinerja harus stabil dan dapat diandalkan
3. Standar kinerja harus membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang baik,
sedang, dan buruk
4. Standar kinerja harus dinyatakan dalam angka
5. Standar kinerja harus dapat diukur
6. Standar kinerja harus dipahami oleh karyawan dan penyelia
7. Standar kinerja harus memberikan penafsiran yang tidak mendua
III. KESIMPULAN
Budaya organisasi harus terus dijaga dan terus ditingkatkan agar dapat membantu
seluruh pemimpin dan karyawan di dalam organisai untuk melakukan adaptasi
terhadap perubahan dilingkungan internal dan lingkungan eksternal, terutama pada
nilai-nilai organisasi yang menjadi jantung dari budaya organisasi. Dan diperlukan
iklim kerja yang harmonis melalui keterbukaan antara manajemen dan karyawan,
sehingga setiap permasalahan karyawan dapat diketahui dengan jelas oleh pihak
manajemen dan dapat dicarikan jalan keluarnya. Upaya tersebut perlu dilakukan
mengingat pembentukan suatu kondisi dalam organisasi akan dapat tercapai bila
tercipta iklim kerja yang kondosif yang mendukung terciptanya rasa kebersamaan
dalam bekerja dan menghindari sebisa mungkin konflik-konflik yang mungkin timbul.
untuk dapat mengevaluasi para karyawan secara objektif dan akurat diperlukan
pengukuran tingkat prestasi kerja mereka. Untuk itu diperlukan standar dalam
pengukuran tingkat prestasi karyawan. Tentang pengukuran prestasi kerja bahwa cara
pengkuran prestasi kerja

DAFTAR PUSTAKA
BRAHMASARI, I. A. & SIREGAR, P. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan
Situasional dan Pola Komunikasi terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Karyawan pada PT.
Central Proteinaprima Tbk. Jurnal Aplikasi Manajemen, 7, 238-250.
DESSLER, G., SUTHERLAND, G. & COLE, N. D. 2005. Human resources management in Canada,
Pearson Education Canada.
ERMAWAN, E. 2011. Organizational Culture. Dalam Budaya Organisasi Dalam Perspektif
Ekonomi dan Bisnis. Alvabeta. Bandung.
GIBSON, I. D., IVANCEVISH JR, J. & DONNELLY, H. Konopaske, 2003, Organizations: Behavior
Structure and Processes. USA: Mc. Grow Hill.
ISMAIL, I. 2017. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepemimpinan dan Kinerja Karyawan
Pemerintah Kabupaten-kabupaten di Madura. EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan
Keuangan), 12, 18-36.
LUTHANS, F., AVEY, J. B., AVOLIO, B. J., NORMAN, S. M. & COMBS, G. M. 2006. Psychological
capital development: toward a microintervention. Journal of organizational behavior,
27, 387-393.
MANGKUNEGARA, A. P. & PRABU, A. 2005. Evaluasi kinerja sumber daya manusia. Bandung:
Aditama.
MANGKUPRAWIRA, P. 2007. Kinerja dan Sumber daya. Yogyakarta: Penerbit Andi Ofset.
MATHIS, R. L. & JACKSON, J. H. 2011. Human resource management: Essential perspectives,
Cengage Learning.
RECARDO, R. & JOLLY, J. 1997. Organizational culture and teams. SAM Advanced Management
Journal, 62, 4.
ROBBINS, S. P. & JUDGE, T. A. 2006. Perilaku organisasi. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta. PT.
Indeks Kelompok Gramedia.
SIMAMORA, H. 2004. Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: stie ykpn.
TRANG, D. S. 2013. Gaya kepemimpinan dan budaya organisasi pengaruhnya terhadap kinerja
karyawan. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1.

You might also like