You are on page 1of 32

KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN PERTUSIS

Oleh

Siti Aisyah 152310101020

Tita Dwi Lestaari 152310101029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERITAS JEMBER

2017
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat


serta hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Asfiksia dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentu tidak lepas dari kontribusi dan
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Ns. Peni Perdani Juliningrum, M.Kep, selaku fasilitator mata kuliah
Keperawatan Anak, Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember;
2. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas
ini.
Kami menyadari dalam menyelesaikan tugas ini banyak kekurangan
dari teknik penulisan dan kelengkapan materi yang jauh dari sempurna.
Kami juga menerima kritik dan saran yang membangun sebagai bentuk
pembelajaran agar meminimalisir kesalahan dalam tugas berikutnya.
Semoga dengan terselesaikan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Jember, September 2017


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i


PRAKATA ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB 2. Tinjauan Teori
2.1 Definisi ............................................................................................. 5
2.2 Etiologi ............................................................................................ 5
2.3 Patofisiologi .................................................................................... 6
2.4 Manifestasi Klinik ............................................................................ 7
2.5 Komplikasi ....................................................................................... 8
2.6 Penatalaksanaan ............................................................................... 9
Pathways ..................................................................................................... 10
BAB 3. Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian .......................................................................................... 12
3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 20
3.3 Intervensi ........................................................................................... 21
3.4 Implementasi ..................................................................................... 24
3.5 Evaluasi ............................................................................................. 26
BAB 4. Penutup
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 27
4.2 Saran .................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 28
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertussis merupakan salah satu jenis penyakit yang disebabkan oleh


Bordetella Pertussis atau Hemophilus Pertussis; adenovirus tipe 1,2,3 dan 5
dapat ditemukan dalam traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis, dan
traktus genitourinarius penderita Pertussis bersama-sama Bordetella
Pertussis atau tanpa adanya Bordetella Pertussis. Bordetella Pertussis adalah
suatu kuman (bakteri) yang kecil, tidak bergerak, gram negatif, dan
didapatkan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita
Pertussis dan kemudian ditanam pada agar media Bordet-Gengou. Pertussis
juga biasa disebut sebagai Tussis Quinta, Whooping Caught, Batuk Rejan
ataupun Batuk Seratus Hari. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama
di tempat-tempat yang padat penduduknya dan biasanya dapat berupa
epidemik pada anak. Epidemik adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu.

Pertussis dapat mengenai semua golongan umur. Hal ini dikarenakan


tidak ada kekebalan pasif pada ibu yang bisa diberikan secara langsung pada
saat melahirkan seorang anak. Penderita penyakit ini terbanyak berusia 1-5
tahun dan lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Cara penularannya
melalui kontak dengan penderita Pertussis. Imunisasi memiliki peran yang
sangat penting untuk mengurangi angka kejadian dan kematian yang
disebabkan oleh Pertussis. Oleh sebab itu Pertussis paling banyak terdapat
di negara dimana imunisasi belum menjadi suatu prosedur yang rutin.
Imunitas setelah imunisasi biasanya tidak berlangsung lama. Natural
Immunity adalah imunitas yang bisa bertahan lama dan jarang didapatkan
infeksi ulang Pertussis. Pencegahan terhadap Pertussis dapat dilakukan
secara aktif dan pasif. Secara aktif yaitu dengan memberikan vaksin
Pertussis dalam jumlah 12 unit dibagi dalam 3 dosis dengan interval 8
minggu. Vaksin yang digunakan adalah vaksin DPT (Difteria, Pertussis,
Tetanus). Secara pasif yaitu dengan memberikan kemoprofilaksis. Perlu
diingat bahwa tidak ada imunitas terhadap Pertussis. Dalam Tugas Akhir
ini, penulis akan mencoba menganalisa model strategi pengendalian
penyebaran penyakit Pertussis. Model matematika untuk kasus analisis
model ini memang tidak dapat menggambarkan secara akurat semua aspek
epidemik realnya bahkan tidak dapat menyembuhkan penyakitnya, namun
dapat memberikan pandangan yang tepat dalam menentukan strategi-strategi
yang harus dilakukan dalam rangka pengendalian terhadap penyakit
Pertussis.

1.1 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut
:
1. Apakah definisi pertusis?
2. Bagaimana etiologi terjadinya pertusis?
3. Bagaimana patofiologi pertusis?
4. Bagaimana manifestasi klinis pertusis?
5. Apa komplikasi dari pertusis?
6. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada klien dengan pertusis?
7. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan
pertusis?

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan pada
masalah pernapasan dengan gangguan pertusis.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Memahami definisi pertusis
2. Mengetahui etiologi terjadinya pertusis
3. Mengetahui patofisiologi terjadinya pertusis
4. Mengetahui manifestasi klinik dari pertusis
5. Mengetahui komplikasi dari pertusis
6. Mengetahui penatalaksanaan klien anak dengan pertusis
7. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan
pertusis
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Batuk Rejan (Prtusis) merupakan infeksi bakteri yang di sebabkab


bordetela pertusis (Meadow,2005). Penyakit ini berbahaya bagi bayi yang
masih sangat kecil dan sangat menganggu pada semua usia. Bayi yang
menderita pertusis batuknya tidak berbunyi keras, namun batuk terajadi
poraksismal dan berhubungan dengan muntah. Pertusis adalah infeksi
saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk intensif,
nama lain tussi quinta, wooping cough, batuk rejan (Andareto Obi, 2015).

Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang diuraikan dengan


baik pada tahun 1500 (Behram, Klieman & Nelson, 2000). Pertusis adalah
penyakit saluran napas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis. Nama lain
penyakit ini adalah tussis quinta, whooping cough, batuk rejan, batuk 100
hari. (Arif Mansjoer, 2000).

Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin


berat. Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn
batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di
dalam paru-paru terbuang keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien
pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas dengan cepat, suara
pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir berumur kurang dari
6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada
pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat
kelelahan setelah serangan batuk.
2.2 Etiologi

Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus


pertusis. Bordetella pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0,5-1 um
dengan diameter 0,2-0,3 um, ovoid kokobasil, tidak bergerak, gram
negative, tidak berspora, berkapsul dapat dimatikan pada pemanasan 50
derajat C dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita pertusis
yang kemudian ditanam pada media agar Bordet-Gengou (Andareto Obi,
2015).

Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu


bakteri gram negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan
swab pada daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-
Gengou. (Arif Mansjoer, 2000).

Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:

1. Berbentuk batang (coccobacilus).


2. Tidak dapat bergerak.
3. Bersifat gram negatif.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5. Mati pada suhu 55C selama jam, dan tahan pada suhu rendah (0-
10C).
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar
metakromatik.
7. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi
resisten terhdap penicillin.

B.pertusis menghasilkan toksin dan substansi yang mengiritasi


permukaan sel, menyebabkan batuk dan limfositosis yang nyata. Kemudian,
mungkin terjadi nekrosis bagian epitelium dan infiltrasi polimorfonuklear
dengan inflamasi peribronkhial dan pneumonia interstitial.
2.3 Patofisiologi

Infeksi diperoleh oleh inhalasi yang mengandung bakteri Bordetella


pertusis. Perubahan inflamasi dipandang sebagai organisme proliferasi di
mukosa sepanjang saluran pernafasan, terutama di dalam bronkus dan
bronkiolus, mukosa yang padat dan disusupi dengan neutrofil, dan ada
akumulasi lendir lengket dan leukosit di lumina bronkial. gumpalan basil
terlihat dalam silia epitel trakea dan bronkial, di bawahnya yang ada
nekrosis dari apithelium basiliar. Obstruksi parsial oleh plak lendir di
saluran pernapasan.(Wong, 2004).

Bordetella pertusis ditularkan melalui sekresi udara pernapasan yang


kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Basil biasanya
bersarang pada silia epitel thorak mukosa, menimbulkan eksudasi yang
muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah epitel torak,
disertai infiltrate netrofil dan makrofag. Mekanisme patogenesis infeksi
Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan, pengerusakan local dan
diakhiri dengan penyakit sistemik. Perlengkatan dipengaruhi oleh FHA
(Filamentous Hemoglutinin), LPF (Lymphositosis Promoting Factor),
proten 69 kd yang berperan dalam perlengketan Bordetella pertusis pada
silia yang menyebabkan B. Pertusis dapat menimbulkan whooping cough.
Sedang perusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan
ringan disertai hyperplasia jaringan limfoid peribrokial sehingga
meningkatkan jumlah mucus pada permukaan silia yang berakibat fungsi
silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan mudah terjadi
infeksi sekunder oleh sterptococcus pneumonia, H influenzae,
staphylococos aureus (Andareto Obi, 2015).

Bordella merupakan kokobasili gram negatif yang sangat kecil yang


tumbuh secara aerobik pada agar darah tepung atau media sintetik
keseluruhan dengan faktor pertumbuhan dengan faktor tikotinamid, asam
amino untuk energi dan arang atau resin siklodekstrin untuk menyerap
bahan-bahan berbahaya.

Bordella pertusis menghasilkan beberapa bahan aktif secara biologis,


banyak darinya dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan
imunitas. Pasca penambahan aerosol, hemaglutinin felamentosa (HAF),
beberapa aglutinogen (terutama FIM2 dan Fim3), dan protein permukaan
nonfibria 69kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan
terhadap sel epitel bersilia saluran pernafasan. Sitotoksin trakhea, adenilat
siklase, dan TP tampak menghambat pembersihan organisme. Sitotoksin
trakhea, faktor demonekrotik, dan adenilat siklase diterima secara dominan,
menyebabkan cedera epitel lokal yang menghasilkan gejala-gejala
pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. TP terbukti mempunyai
banyak aktivitas biologis (misal, sensitivitas histamin, sekresi insulin,
disfungsi leukosit). Beberapa darinya merupakan manifestasi sistemik
penyakit. TP menyebabkan limfositisis segera pada binatang percobaan
dengan pengembalian limfosit agar tetap dalam sirkulasi darah. TP tampak
memainkan peran sentral tetapi bukan peran tunggal dalam patogenesis.

2.4 Manifestasi klinik

Masa tunas 7 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6


minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium (Andareto Obi, 2015) :

1. Stadium kataralis
Stadium ini berlangsung 1 2 minggu ditandai dengan adanya
batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari, pilek, serak, anoreksia,
dan demam ringan. Stadium ini menyerupai influenza. Menyerupai
gejala ispa: rinore dengan lender cair, jernih, terdapat injeksi
konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan iritatif kering dan intermiten, panas
tidak begitu tinggi, dan droplet sangat infeksius.
2. Stadium spasmodium
Berlangsung selama 2 4 minggu, batuk semakin berat sehingga
pasien gelisah dengan muka merah dan sianotik. Batuk terjadi
paroksismal berupa batuk-batuk khas. Serangan batuk panjang dan
tidak ada inspirasi di antaranya dan diakhiri dengan whoop (tarikan
nafas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering diakhiri muntah
disertai sputum kental. Anak-anak dapat sempat terberak-berak dan
terkencing-kencing. Akibat tekanan saat batuk dapat terjadi perdarahan
subkonjungtiva dan epistaksis. Tampak keringat, pembuluh darah
leher dan muka lebar.
3. Stadium konvalesensi
Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh. Jumlah dan beratnya
serangan batuk berkurang, muntah berkurang, dan nafsu makan timbul
kembali.

2.5 Komplikasi
1. Alat Pernafasan
Bronchitis, atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus,
emfissema, bronkiektasis dan bronkopneumonia yang disebabkan
infeksi sekunder, misalnya karena streptokokkus hemolitik,
pneumukokkus, stafilokokkus, dll.
2. Saluran Pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolaps
rectum atau hernia, ulkus pada ujung lidah dan stomatitis.
3. Sistem Saraf Pusat
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit
akibat muntah-muntah. Kejang berat bisa terjadi karena penyebab
anoksia. Kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak, serta
dapat pula terjadi perdarahan otak.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan menurut Suryanah, 1999 yaitu:
1. Anak sebaiknya diisolasi dengan cara cukup istirahat, kurangi
kontak dengan teman sebayanya, alat makan dan minum dipisahkan,
tidak dipakai oleh orang lain, setelah dicuci kemudian
direbus/disiram dengan air panas.
2. Membebaskan jalan napas dengan cara meletakkan anak dalam
posisi yang nyaman, longgarkan pakaian bayi/anak, bersihkan
saluran pernapasan dari lendir, ajarkan anak untuk membatkkan
batukan lendirnya dengan cara anak menarik napas panjang
kemudian batukan sambil mengeluarkan dahak/spuktum. Sediakan
tempat sputum yang diberi disinfektan dan tertutup, guna mencegah
penularan.
3. Hindarkan dari hal-hal yang merangsang sehingga menimbulkan
batuk dengan cara memandikan anak dengan air yang hangat,
makanan diberikan dalam keadaan hangat, jumlah sekit dan
diberikan dengan frekuensi sering. Hindarkan kena udara dingin,
tidak tidur ditempat yang langsung kena angin. Memberikan
lingkungan yang tenang
4. Awasi adanya tanda-tanda komplikasi. Bila keadaan semakin parah
rujuk ke rumah sakit.

Selain itu, penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu:

a. Terapi Kausal.
1. Anti Mikroba.Agen anti mikroba diberikan karen kemungkinan
manfaat klinis dan membatasi penyebaraninfeksi. Entromisin 40
50 mg/kg/34 jam secara oral dalam dosis terbagi empat (max.
29/24jam) selama 14 hari merupakan pengobatan baku. Beberapa
pakar lebih menyukai preparatestolat tetapi etil suksinal dan stearat
juga manjur.
2. Salbutamol.Cara kerja salbutamol:
(1) Stimulan Beta 2 adrenalgik.
(2) Mengurangi proksimal.
(3) Mengurangi frekwensi apnea.
Dosis yang dianjurkan 0,3 0,5 mg / kg BB / hari di bagi dalam
3 dosis.
3. Globulin imun pertusis
Hiperimun serum dosis intramuskuler besar, rejan sangat
berkurang pada bayi yang diobati padaminggu pertama,
penggunaan preparat imunoglobulin jenis apapun tidak dibenarkan.
b. Terapi suportif (Perawatan Pendukung)
1. Lingkungan perawatan pasien yang tenang.
2. Pembersihan jalan nafas .
3. Istirahat yang cukup.
4. Oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat disertai sianosis.
5. Nutrisi yang cukup, hindari makanan yang sulit ditelan.

Bila penderita muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan


elektrolit secara parentral.
2.7 Pathway

Brodetella pertusi Proses Infeksi

akumulasi secret di saluranpernapasa Inhlasi doplet pe aktivitas seluler

Masuk ke saluran pernapasan pe metabolisme

Obstruksi saluran pernapasan Transport O2 keparu Melekat pada silia epitel Pemecahan karbo,protei,lemak,

fungsi pernapasan Paru2 kekurangan O2 Di saluran napas dan adanya penekanan sarap pusat

sesak Napas Iskemia jarianagan Paru Bermultipliasi dan menyebar lapar otak

Ketidak Efektifan Ateletasis Menghasilkan toksin pertusis pe nafsu makan

Bersiha Jalan Napas Terganggunya Fungsi Merangsang peningkatan Intake makanan menurun

Pernapasan Pengeluaran histamine penurunan berat badan

Peningkatan Frekuensi Dan serotin Penurunan Nutrisi Kurang

Pernapasan Peradangan Dari Kebutuhan Tubuh

Pola Napas Penurunan produksi muskus Akumulasi secret di saluran pernapasan

Tidak Efektif Pada permukaan silia Menyentuh Karina

Menurunanya fungsi silia Reflek Batuk


Resiko Infeksi Peningkatan Intra Abdomen

Menekan syaraf pada abdomen

Nyeri pada saat batuk

Nyeri (Pada saat Batuk)


BAB 3. APLIKASI KASUS

3.1 Contoh Kasus

Seorang anak perempuan bernama An.X berumur 1 tahun 2 bulan, datang berobat
dengan keluhan batuk-batuk kuat yang berulang diikuti bunyi melengking pada
saat tarik nafas selama 1 minggu. Satu minggu sebelumnya didahului dengan
gejala pilek, batuk ringan, dan panas yang tidak terlalu tinggi. Ny. X mengeluh
anak selama batuk, wajah tampak merah kebiruan hingga terlihat urat pembuluh
darah di leher menonjol dan disertai muntah. Keadaan ini berlangsung berulang-
ulang, dan anak menjadi malas makan dan minum. Pada saat diperiksa anak
tampak sesak disertai panas tinggi. Riwayat imunisasi DPT tidak lengkap, hanya
diberikan satu kali selama usia 1 tahun. Tetangga anak ini banyak yang
mengalami batuk dan pilek. Setelah dilakukan pemeriksaan, didapat bahwa anak
tersebut kesadaran apatis, suhu 400 C, nafas cepat dan dangkal, RR 18x/menit, dan
isi cukup dan tekanan 90/60 mmHg. Tampak lakrimasi dan saliva, disertai nafas
cuping hidung dan retraksi pada daerah suprastenal, sela iga dan epigastrium.

3.2 Pengkajian
3.2.1 Identitas Pasien :
a. Nama : An. Ny. X
b. Tanggal Lahir : 18 Agustus 2016
c. Umur : 1 tahun 2 bulan
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Anak Ke : Pertama
f. No RM : 1234
g. Diagnose Medis : Pertusis
h. Tgl Masuk : 18 September 2016
i. Agama : Islam
j. Alamat : Jember
3.2.2 Identitas Penanggung Jawab :
a. Nama : Ny. X
b. Umur : 26 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Guru
f. Alamat : Jember
g. Hub dengan klien : Ibu kandung
3.2.3 Keluhan Utama
Ny. X mengeluh anak selama batuk, wajah tampak merah
kebiruan hingga terlihat urat pembuluh darah di leher menonjol dan
disertai muntah.
3.2.4 Riwayat Penyakit Sekarang
An.X berumur 1 tahun 2 bulan, datang berobat dengan keluhan
batuk-batuk kuat yang berulang diikuti bunyi melengking pada saat
tarik nafas selama 1 minggu. Pada saat diperiksa anak tampak sesak
disertai panas tinggi. Ny. X mengeluh anak selama batuk, wajah tampak
merah kebiruan hingga terlihat urat pembuluh darah di leher menonjol
dan disertai muntah. Keadaan ini berlangsung berulang-ulang, dan anak
menjadi malas makan dan minum.
3.2.5 Riwayat Peyakit Dahulu
An. X pernah mengalami batuk dan panas ringan, batuk mula-mula
timbul pada malam hari, kemudian siang hari dan menjadi hebat.
3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu dan ayah An. X mengatakan tidak pernah mengalami gejala
penyakit pertusis, namun nenek An.X pernah mengalami penyakit ini
sejak umur 1 tahun. Keluarga lain tidak mempunyai riwayat penyakit
yang serius seperti DM, Stroke, Hipertensi, dan lain-lain.
3.2.6 Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi DPT tidak lengkap, hanya diberikan satu kali selama
usia 1 tahun. Tetangga anak ini banyak yang mengalami batuk dan
pilek.
3.2.7 Riwayat Tumbuh Kembang
a. Personal sosial
Ibu An. X mengatakan kalau dirumah anaknya lincah, tidak mau
diam dan aktif bergerak
b. Motorik Halus
An. X terbiasa melakukan gerakan seperti memasukkan benda
kedalam mulutnya, menagkap objek atau benda-benda. Memegang
kaki dan mendorong kearah mulutnya
c. Motorik Kasar
Anak dapat tengkurap dan berbalik sendiri, dapat merangkak
mendekati benda atau seseorang.
d. Kognitif
An. X berusaha memperluas lapangan pandangan, tertawa dan
menjerit karena gembira bila diajak bermain, mulai berbicara tapi
belum jelas bahasanya.
e. Prenatal
Ibu by. X mengatakan selama kehamilan itu merasakan mual dan
muntah yang berlebih (hiperemesis) pada usia kandungan 1-4
bulan. Selama itu ibu tidak nafsu makan dan hanya mengkonsumsi
susu ibu hamil saja. Dan pernah bedrest selama beberapa minggu.
b. Natal
Ibu melahirkan secara normal. Persalinan dibantu oleh bidan di
rumah sakit. Kehamilannya berusia 32 minggu dengan berat bayi
baru lahir yaitu 2300 gram. Panjang badan bayi yaitu 45 cm.
c. Post Natal
Ibu By. X mengatakan bayi lahir dengan berat badan kurang dari
normal, sucking dan rooting pada By. X lemah, ASI Ny. X kurang
dan saat ini bayi dibantu dengan susu formula. By. X pernah
mengalami sesak nafas saat umur 3 bulan
3.2.8 ADL
a. Nutrisi : Muntah, anoreksia
b. Aktivitas : Pada stadium akut proksimal terjadi lemas
atau lelah
c. Istirahat tidur : terganggu, akibat serangan batuk panjang
dan berulang-ulang.
d. Personal hygiene : lidah menjulur keluar dan gelisah yang
berakibat keluar liur berlebihan
e. eliminasi : terkencing-kencing bila sedang batuk
3.2.9 Genogram
Keterangan Gambar :
= Perempuan

= Laki-laki

3.2.10 Pengkajian Pola Gordon

a. Persepsi terhadap kesehatan


Ibu An. X mengatakan anaknya dirawat saat ini karena keluhan batuk-
batuk kuat yang berulang diikuti bunyi melengking pada saat tarik nafas
selama 1 minggu
b. Pola istirahat tidur
An. X kurang tidur, saat ingin tidur merasa tidak nyaman karena terus-
terusan batuk,pilek dan panas
c. Pola nutrisi metabolik
An. X selama dirawat terpasang NGT, An. X mendapatkan ASI dari
ibunya, dan ada tambahan susu formula karena ASI ibunya kurang.
d. Pola eleminasi
An. X BAK 9 kali/hari, wana kuning, jernih, dan berbau khas.
Sedangkan BAB 8 kali/hari, warna kekuningan dengan konsistensi
lembek.
e. Pola kognitif perseptual
Ibu An. X mengatakan tidak mengetahui tentang apa yang sedang
dialami anaknya. Ibu An. X hanya mengetahui kalau anaknya kecil,
tidak mengetahui kalau anaknya mengalami berat bayi rendah atau
prematur.
f. Pola konsep diri
Ibu An. X mengatakan tidak malu terhadap kondisi anaknya sekarang.
Ibu An. X percaya jika anaknya dapat sembuh dan tumbuh kembangnya
akan normal.
g. Pola koping
Ibu An. X mengatakan merasa cemas terhadap kondisi anaknya. Saat di
luar atau saat tidak menungguinya ibu An. X merasa was-was terhadap
anaknya, ibu An. X menggunakan waktunya saat di luar untuk
beristirahat. Setiap 2 jam ibu An. X masuk untuk mengetahui keadaan
anaknya sekarang. Selain itu ibu An. X masuk jika dipanggil oleh
perawatnya karena An. X menangis.
h. Pola seksual
An. X berjenis kelamin perempuan, alat kelamin bersih, tidak ada
kelainan, warna labia lebih gelap dari kulit sekitar, Labia mayora belum
menutup labia minora.
i. Pola peran hubungan
Selama di RS ibu An. X setiap 2 jam masuk untuk melihat anaknya atau
kalau dipanggil oleh perawatnya, ibu An. X masuk untuk mengecek
keadaan anaknya, apakah sedang menangis, lapar, atau karena BAB
atau BAK, terkadang hanya masuk untuk bisa dekat dengan anaknya.
j. Pola nilai dan kepercayaan
Ibu An. X mengatakan semua keluarganya adalah muslim, semua ikut
mendoakan agar by. X bisa cepat sembuh dan cepat berkumpul
dengan keluarganya kembali.

3.2.10 Pemeriksaa Fisik

a) Tanda-tanda vital
1) Keadaan umum : compomentis, lemah
2) Tekanan darah : 90/60 mmHg
3) Nadi : 80 x/menit
4) Suhu : 400C
5) Respirasi : 18 x/menit
b) Pemeriksaan Kepala
1) Kulit dan rambut
Warna kulit merah muda (normal) tidak ada lesi,
penyebaran merata, warna rambut hitam, rambut bersih, kulit
normal sawo matang.
2) Kepala
Bentuk lonjong, simetris, ukran normacephali, tidak ada nyeri
tekan.
3) Mata
simetris, palpebra tidak ada edema dan lesi, bulu mata bersih dan
tidak rontok, konjungtiva pucat dan tidak terdapat edema, sclera putih,
pupil reflek cahaya baik, ukuran isokor.
4) Telinga
Ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri, tidak ada serumen
pada lubang telinga, tidak ada benjolan, tes pendengaran Rinne +, Weber
lateralisasi Swabach memanjang.
5) Hidung
Simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi. Palpasi Tidak ada
benjolan.
6) Mulut
Inspeksi bentuk mulut simetris, lidah bersih dan merah, gigi bersih,
bibir kering, tidak ada karang gigi. Tes perasa normal.
7) Leher
Bentuk leher kurang simetris, terdapat benjolan di leher, ada
pembesaran di kelenjar tiroid.
8) thoraks
Pemeriksaan paru
Inspeksi : simetris, pola nafas reguler, batuk tidak ada
Palpasi : getaran lokal femitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : tidak terkaji
Auskultasi : tidak terkaji
Pemeriksaan jantung
Inspeksi :tidak terkaji
Palpasi :tidak terkaji
Perkusi :tidak terkaji
Auskultasi :s1 dan s2 normal
9) Abdomen
Inspeksi : perut datar, simetris, tidak ada massa dan benjolan
Auskultasi : bising usus 7x/menit, kualitas adekuat
Palpasi : tidak ada nyeri dan benjolan
Perkusi : bunyi timpani
10) Pemeriksaan kelamin
Tidak terkaji

3.2.11 Analisa Data

No Data fokus Etiologi Problem TTD


1. Ds : -Mengeluh batuk- Peningkatan Ketidakefektifan SA
batuk kuat yang berulang frekuensi pola napas
diikuti bunyi melengking pernafasan
pada saat tarik nafas selama
1 minggu.
Do : - RR : 18x/menit
- Nafas cuping hidung
dan retraksi pada
daerah suprastenal
- TD 90/60 mmHg
- Suhu tubuh 400 C
- Nafas cepat dan
dangkal
- Anak tampak sesak
disertai panas tinggi
2. Ds : Reflek batuk Nyeri SA
- Ibu mengeluh anak
selama batuk wajah tampak
merah kebiruan hingga
terlihat urat pembuluh
darah di leher menonjol

Do :
- Wajah tampak merah
kebiruan
- suhu tubuh 40 oC
- tampak lakrimasi dan
saliva
- muntah
- gejala pilek, batuk
ringan, dan panas yang
tidak terlalu tinggi,
keadaan ini berlangsung
berulang-ulang.
3. Ds : Intake Perubahan nutrisi SA
- Ibu mengeluh anak makanan kurang dari
menjadi malas makan menurun kebutuhan
dan minum
Do :
- Suhu 40 oC
- TD 90/60 mmHg
- Kesadaran apatis

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan peningkatan
frekuensi pernafasan
b. Nyeri berhubungan dengan reflek batuk
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
makanan menurun
3.3 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Paraf


1. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji frekuensi, kedalaman SA
berhubungan dengan selama 1 x 24 jam, klien menunjukkan pernafasan, ekspansi dada, dan
peningkatan frekuensi pola napas yang efektif dengan kriteria irama pernafasan, lalu catat
pernafasan hasil: hasilnya
- Suhu tubuh normal 370 C 2. Auskultasi suara nafas, cata
- TTV Normal adanya suara tambahan
- Tidak ada keluhan batuk 3. Monitor respirasi dan status O2
- Keluarga mampu mengerti tentang 4. Monitor TD, nadi, dan RR
sesak yang dialami anaknya 5. Monitor suhu, warna, dan
- Klien mengungkapkan sesak kelembaban kulit
berkurang
2. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara SA
reflek batuk selama 3 x 24 jam, klien menunjukkan komperehensif termasuk lokasi,
pola napas yang efektif dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi,
hasil: kualitas dan faktor prespitasi
- Wajah tampak normal 2. Observasi reaksi nonverbal dari
- Suhu tubuh normal ketidaknyaman
- Tidak mengeluh muntah 3. Pilih dan lakukan penanganan
- Tidak mengeluh batuk,pilek, dan nyeri (farmakologi, non
panas secara berulang farmakologi dan interpersonal)
4. Tingkatkan istirahat
5. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
3. Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Berikan makanan yang terpilih SA
dari kebutuhan berhubungan selama 3 x 24 jam, klien menunjukkan (sudah dikonsultasikan dengan ahli
dengan intake makanan pola napas yang efektif dengan kriteria gizi)
menurun hasil: 2. Monitor jumlah nutrisi dan
- Tanda-tanda vital normal kandungan kalori
- Suhu normal 370 C 3. Berikan keluarga informasi tentang
- Tidak terjadi penurunan berat kebutuhan nutrisi
badan yang berarti 4. Kaji kemampuan pasien untuk
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3.4 Implementasi Keperawatan

No. Diagnosa Implementasi Paraf


1. Ketidakefektifan pola napas 1. Mengkaji frekuensi, kedalaman pernafasan, ekspansi dada, dan irama SA
berhubungan dengan peningkatan pernafasan, lalu catat hasilnya
frekuensi pernafasan 2. Mengauskultasi suara nafas, cata adanya suara tambahan
3. Memonitor respirasi dan status O2
4. Memonitor TD, nadi, dan RR
5. Memonitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
2. Nyeri berhubungan dengan reflek 1. Melakukan pengkajian nyeri secara komperehensif termasuk lokasi, SA
batuk karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyaman
3. memilih dan melakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan interpersonal
4. Meningkatkan istirahat
5. Mengkolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
3. Perubahan nutrisi kurang dari 1. Memberikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan SA
kebutuhan berhubungan dengan ahli gizi)
intake makanan menurun 2. Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
3. Memberikan keluarga informasi tentang kebutuhan nutrisi
4. Mengkaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
5. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3.5 Evaluasi

No. Diagnosa Evaluasi Paraf


1. Ketidakefektifan pola napas S: ibu mengatakan anak tidak mengeluh batuk lagi dan tidak ada bunyi SA
berhubungan dengan peningkatan melengking saat tarik nafas dalam
frekuensi pernafasan O: RR normal, TTV normal, tidak ada nafas cuping hidung
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
2. Nyeri berhubungan dengan reflek S: ibu mengatakan wajah anak sudah tampak mulai segar SA
batuk O: muntahnya berkurang, warna wajah kembali noemal
A: masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
3. Perubahan nutrisi kurang dari S : ibu mengatakan anak sudah mulai nafsu makan SA
kebutuhan berhubungan dengan O: anak sudah sadar penuh, TD dan suhu normal
intake makanan menurun A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pertusis atau batuk rejan merupakan infeksi bakteri pada paru-paru dan saluran
pernafasan yang mudah sekali menular. Penyakit ini dapat mengancam nyawa bila terjadi
pada lansia dan anak-anak, khususnya bayi yang blum cukup umur untuk mendapat vaksin
pertusis. Gejala batuk rejan akan muncul antara 7-21 hari usai bakteri Bordetella pertusis
yang menyebar melalui udara dan masuk ke pernapasan seseoarng. Batuk rejan yang cukup
parah pada bayi dan anak-anak bisa menyebabkan kerusakan pada paru-paru. Penderita batuk
rejan yang beresiko besar mengalami komplikasi bayi dan anak-anak dengan napas tersengal-
sengal, pneumonia, tekanan darah rendah, dehidrasi, mengalami kejang-kejang, kerusakan
otak, dan gagal ginjal. Pencegahan batuk rejan dapat diatasi dengan memberikan vaksinasi
pertusis pada anak dan juga pada ibu hamil.

4.2 Saran

Bagi para pembaca disarankan untuk dapat memahami penyakit pertusis yang dapat
membahayakan anak-anak agar bisa mencegah sedini mungkin agar tidak terserang batuk
rejan ini. Sedangkan bagi para perawat diharapkan lebih mampu dalam mengatasi dan
memahami konsep-konsep asuhan keperawatan pada penderita pertusis dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Andareto Obi. 2015. Penyakit Menular di Sekitar Anda (Begitu Mudah Menular dan
Berbahaya, Kenali, Hindari, dan Jauhi jangan sampai Tertular). Jakarta: Pustaka
Ilmu Semesta. [Serial Online]
https://books.google.co.id/books?id=FR7nCgAAQBAJ&pg=PT77&dq=definisi+p
ertusis+pada+anak&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjoq8jHh8jWAhWHKY8KHRwI
A70Q6AEIJjAA#v=onepage&q=definisi%20pertusis%20pada%20anak&f=false
(Diakses pada 28 September 2017)

Behram, Klieman & Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Buku Saku Keperawatan Anak. Jakarta:EGC

Muttaqin, Arif. Tanpa Tahun. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarat:Salemba. [Serial Online]
https://books.google.co.id/books?id=LhzANK2oLfoC&pg=PA86&dq=patofisiolog
i+pertusis+pada+anak&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=patofisiologi%2
0pertusis%20pada%20anak&f=false [Diakses pada 24 September 2017].

Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

Meadow. Sir Roy. 2005. Pediatrika, Edisi 7. Jakarta: Erlangga.

Sunayah. 1999. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta: EGC [Serial online]
https://books.google.co.id/books?id=i7iF6JaezwgC&printsec=frontcover&hl=id#v
=onepage&q&f=false (Diakses pada 28 September 2017)

Wong, Donna L. 2004. Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

You might also like