You are on page 1of 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN OSTEOPOROSIS

ANATOMI TULANG (muskuloskeletal )


Sistem skeletal adalah sistem yang terdiri dari tulang (rangka) dan struktur yang membangun
hubungan (sendi) di antara tulang-tulang tersebut. Secara umum fungsi dari sistem skeletal
adalah:
1. Menyediakan bentuk untuk menopang tubuh,
2. Sebagai alat gerak pasif,
3. Melindungi organ-organ internal dari trauma mekanik,
4. Menyimpan dan melindungi sumsum tulang selaku sel hemopoietic (red bone marrow),
5. Menyediakan tempat untuk menyimpan kelebihan kalsium, dan
6. Menyimpan lemak (yellow bone marrow).

Pada manusia, rangka dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu rangka aksial
(membentuk sumbu tubuh, meliputi tengkorak, kolumna vertebra, dan toraks) dan rangka
apendikular (meliputi ekstremitas superior dan inferior).
Berdasarkan bentuknya dan ukurannya, tulang dapat dibagi menjadi beberapa penggolongan:
1. Tulang panjang, yaitu tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai, dan kaki
(kecuali tulang-tulang pergelangan tangan dan kaki). Badan tulang ini disebut diafisis,
sedangkan ujungnya disebut epifisis.
2. Tulang pendek, yaitu tulang-tulang pergelangan tangan dan kaki.
3. Tulang pipih, yaitu tulang iga, bahu, pinggul, dan kranial.
4. Tulang tidak beraturan, yaitu tulang vertebra dan tulang wajah
5. Tulang sesamoid, antara lain tulang patella dan tulang yang terdapat di metakarpal 1-2
dan metatarsal 1.

Anatomi tulang panggul


Tulang tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa dapat
dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang tulang ini satu dengan lainnya
berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis.
Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os
ilium.Dibawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tl
panggul)dan os koksigis(tl.tungging).

Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit,
tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar,misalnya
ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat
dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran
kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang. Secara fungsional,
panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor:
Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false
pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada
ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ organ abdominal selain itu pelvis mayor
merupakan tempat perlekatan otot otot dan ligamen ke dinding tubuh.
pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus
dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus
levator ani dan muskulus koksigeus.

PEMBAHASAN OSTEOPOROSIS
A. DEFINISI
osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan
adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang. Osteoporosis bukan hanya berkurangnya
kepadatan tulang tetapi juga penurunan kekuatan tulang. Pada osteoporosis kerusakan tulang
lebih cepat daripada perbaikan yang dilakukan oleh tubuh. Osteoporosis sering disebut juga
dengan keropos tulang. Tulang-tulang yang sering mengalami fraktur/patah yaitu : tulang ruas
tulang belakang, tulang pinggul, tungkai dan pergelangan lengan bawah. (WHO)

Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandaipengurangan massa


tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitastulang yang meningkat, sehingga resiko
fraktur menjadi lebih besar. Insidenosteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya
populasi usia lanjut (Adam,2002; Kaniawati, 2003; Hammett, 2004; Sennang, 2006).
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa
tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan resiko terjadinya patah tulang meningkat. Dalam
keadaan Fisiologis/normal, tulang kita juga mengalami pengeroposan yang diikuti dengan
pembentukan sel-sel tulang baru di bagian tulang yang keropos, sedangkan pada penyakit tulang
osteoporosis, pengeroposan tulang terjadi berlebihan dan tidak diikuti proses pembentukan yang
cukup sehingga tulang jadi lebih tipis dan rapuh. (artikel kesehatan)

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa
tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang
dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang. (Wikipedia)

Osteoporosis pada tulang belakang dapat menyebabkan


masalah serius bagi perempuan. Sebuah fraktur di daerah ini
terjadi dari hari-hari kegiatan seperti naik tangga,
mengangkat benda, atau membungkuk ke depan

Miring bahu
Kurva di bagian belakang
Tinggi badan
Nyeri punggung
Postur membungkuk
Perut buncit

Osteoporosis dapat terjadi pada setiap tulang Anda, tetapi yang paling umum di pergelangan
tangan, pinggul, dan tulang belakang, juga disebut tulang belakang Anda. Vertebra penting
karena tulang menopang tubuh Anda untuk berdiri dan duduk tegak.

B. KLASIFIKASI
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria usia
lanjut dengan penyebab yang belum diketahui.
Osteoporosis postmenopause merupakan osteoporosis tipe I pada wanita usia 51-65
tahun. Secara patogenesis terjadi ketidakseimbangan prosesremodeling tulang antara resorpsi
yang meningkat dengan cepat dan formasitulang berjalan relatif lebih lambat. (Lindsay, 2001;
Djokomoeljanto 2003; Raisz,2005; Adnan, 2008)

2. Osteoporosis sekunder
osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Cushing's disease
Hyperthyroidism
Hyperparathyroidism
Hypogonadism
Kelainan hepar
Kegagalan ginjal kronis
Kurang gerak
Kebiasaan minum alcohol
Pemakai obat-obatan/corticosteroid
Kelebihan kafein
Merokok
3. Osteoporosis anak
Osteoporosis pada anak disebut juvenile idiopathic osteoporosis.
C. ETIOLOGI
a) Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita),
yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala
timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat
ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita
osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita
penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
b) Osteoporosis senilis terjadi karena kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan di antara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada usia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.Penyakit ini bisa disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-
obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
c) Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.

D. FAKTOR RESIKO
Menurut WHO, Faktor resiko yang memudahkan Osteoporosis:
a) Asupan zat gizi yang tidak seimbang khususnya kurang kalsium dan vitamin D
b) Proses penuaan
c) Faktor keturunan
Menurut artikel kesehatan, factor resiko osteoporosis,yaitu:
a) Wanita. Resiko osteoporosis pada wanita lebih tinggi daripada pria karena, umumnya massa
tulangnya lebih kecil dan proses menopause pada Wanita.
b) Usia. Resiko osteoporosis meningkat 1-2 kali setiap bertambah usia 10 tahun
c) Kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol
d) Ras Asia dan Kaukasia beresiko tinggi untuk mengalami osteoporosis daripada ras Afrika.
e) Genetik. Riwayat osteoporosis atau patah tulang di usia lebih dari;50 tahun pada keluarga juga
merupakan faktor resiko osteoporosis.
f) Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit hati, ginjal,dapat meningkatkan resiko osteoporosis.
g) Asupan kalsium dan vitamin D yang kurang adalah faktor resiko penting dalam osteoporosis
h) Penggunaan obat-obatan seperti steroid, obat anti kejang (Phenobarbital dan; Phenytoin),
antasida yang mengandung aluminium, metotreksat, siklosporin A merupakan faktor resiko
osteoporosis karena menyebabkan pengeluaran kalsium dari tulang dalam jumlah banyak.

E. MENIFESTASI KLINIS

Adapun gejala-gejala dari osteoporosis (WHO),yaitu:


a) Sakit punggung (semakin parah jika telah terjadi patah tulang)
b) Nyeri tulang (atau biasa orang awam kenal dengan sensasi ngilu)
c) Fraktur
Fraktur umumnya terjadi ketika penyakit ini sudah dalam tahap lanjut, di mana penipisan tulang
yang parah dan kerusakan sudah terjadi.
d) Tinggi berkurang (akibat pembungkukan tulang), Postur bungkuk (kifosis)
e) Sakit leher (semakin parah jika terjadi patah tulang belakang)

Gejala-gejala osteoporosis menurut para tim medis lain,yaitu:


a) Nyeri tulang akut.. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa
fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
b) Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
c) Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
d) Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis
angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
e) Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri
tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah
tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung
akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
f) Kecenderungan penurunan tinggi badan
g) Postur tubuh kelihatan memendek

F. PATOFISIOLIGI

Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan
factor lingkungan.
Factor genetic meliputi:
- usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
Factor lingkungan meliputi:
- merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia nervosa
dan pemakaian obat-obatan.
Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah
ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang
maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan
tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang
total yang disebut osteoporosis.
Di samping penuaan dan menopause, penipisan tulang diakibatkan oleh pemberian
steroid sehingga mengakibatkan penurunan pembentukan tulang (bone formation) dan
peningkatan resorpsi tulang (bone resorption). Steroid menghambat sintesis kolagen tulang oleh
osteoblast yang telah ada, dan mencegah transformasi sel-sel prekursor menjadi osteoblast yang
dapat berfungsi dengan baik. Di samping itu, steroid juga sangat mereduksi sintesis protein.
Gambaran histomorfometrik menunjukkan penurunan tingkat aposisi mineral, dan penipisan
dinding tulang, yang diduga karena umur osteoblast yang semakin pendek. Efek steroid terhadap
osteoblast juga melalui gangguan atas respons osteoblast terhadap hormon paratiroid,
prostaglandin, sitokin, faktor pertumbuhan, dan 1,25-dihydrozy vitamin D. Sintesis dan aktivitas
faktor-faktor parakrin lokal mungkin juga terganggu. Dibandingkan proses penuaan, penipisan
tulang dalam osteoporosis akibat steroid lebih luas, karena permukaan-permukaan yang
mengalami resorpsi dan hambatan formasi tulang juga lebih luas.
Berbeda dengan efek steroid atas pembentukan tulang, penelitian mengenai gangguan
resorpsi tulang masih terbatas. Diduga, pengaruh steroid terhadap resorpsi tulang berlangsung
melalui hormon paratiroid. Penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa setelah
pengangkatan kelenjar paratiroid, respons osteoklastik terhadap steroid sepenuhnya hilang,
sehingga disimpulkan bahwa resorpsi tulang terutama dikendalikan oleh hormon paratiroid.
Namun, kebanyakan penelitian pada manusia tidak menemukan peningkatan kadar hormon
paratiroid setelah pemberian terapi steroid. Penelitian lain menemukan peningkatan fragmen-
fragmen hormon paratiroid, tetapi kadar hormon yang utuh tidak terpengaruh.
Efek steroid terhadap absorpsi kalsium dalam usus tidak sama di setiap segmen-segmen
usus tidak sama. Absorpsi di duodenum lebih kecil, tetapi absorpsi di kolon meningkat. Di
samping penurunan absorpsi kalsium, steroid dapat meningkatkan ekskresi kalsium dalam urine.
Pada pasien dengan pemberian steroid jangka panjang, hiperkalsiuria kemungkinan besar akibat
mobilisasi kalsium di tulang-tulang dan penurunan reabsorpsi kalsium di tubuli renal. Steroid
mungkin mengganggu metabolisme vitamin D, walaupun dugaan ini belum didasari bukti kuat.
Kadar 1,25 dihydroxyvitamin D dalam serum menurun akibat pemberian steroid, tetapi
perubahan dari 25-hydroxyvitamin D menjadi 1,25 dihydroxyvitamin D tidak mengalami
perubahan.
Steroid eksogen akan menghambat sekresi gonadotropin dari hipofisis, sehingga fungsi
gonad terganggu. Akibatnya, produksi estrogen dan testosteron menurun. Steroid menghambat
sekresi LH, dan menurunkan produksi estrogen yang difasilitasi oleh FSH. Efek steroid yang lain
adalah menurunkan sekresi hormon seks adrenal. Defisiensi estrogen dan pemakaian steroid
saling memperkuat efek terhadap laju penipisan tulang. Ketika bone thinning terjadi, bagian
trabekular lebih dulu terpengaruh dibandingkan bagian kortikal. Dengan demikian fraktur lebih
sering terjadi di tulang-tulang pipih.
Hiperkalsiuria dan bone thinning terjaadi dalam 6 bulan sampai 12 bulan seterlah
pemakaian steroid eksogen. Setelah itu, laju penipisan tulang melambat hingga 2 sampai 3 kali
dibandingkan keadaan normal. Risiko osteoporosis akibat steroid juga meningkat ketika dosis
yang diberikan lebih tinggi. Belum jelas, apakah risiko timbul akibat pemberian dosis steroid
yang lebih tinggi (prednison > 7,5 mg/d) dalam jangka waktu pendek (< 6 bulan), atau dosis
yang rendah (prednison < 7,5 mg/d) tetapi dalam waktu lebih lama (> 6 bulan). Yang jelas, risiko
osteoporosis meningkat dengan dosis kumulatif steroid lebih tinggi. Secara umum, dosis yang
rendah lebih aman dibandingkan dosis tinggi, namun tidak jelas berapa dosis yang benar-benar
aman. Laju penipisan tulang bisa meningkat hanya dengan pemberian 5-10 mg prednison setiap
hari dan juga dengan steroid melalui inhalasi. Pemberian steroid dalam dosis berapapun perlu
disertai dengan penilaian risiko osteoporosis dan pemantauan secara terus-menerus untuk
mencegah fraktur.
Secara skematis, patofisiologi osteoporosis akibat pemberian steroid dapat digambarkan
sebagai 2 proses utama. Proses yang pertama adalah penurunan pembentukan tulang dan
kenaikan resorpsi tulang. Terapi steroid secara kronik menurunkan umur osteoblast dan
meningkatkan apoptosis. Pemberian steroid juga meningkatkan maturasi dan kegiatan osteoclast
dan mengakibatkan antiapoptotik secara langsung. Dengan menurunkan absorpsi kalsium dari
usus dan meningkatkan ekskresi kalsium urine, steroid mengakibatkan resoprsi tulang dan
hiperparatiroidisme sekunder. Steroid menghambat produksi hormon steroid seksual dan sekresi
dari adrenal, ovarium dan testis yang juga mengakibatkan resorpsi tulang.

G. PATHWAY NURSING
H. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan.

I. PENATALAKSAAN
a) Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan
kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi tulang
b) Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan progesterone
untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c) Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
d) Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi
kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED).
Pemeriksaan ini untuk menilai kecepatan bone turnover.
Penilaian bone turnover rate dilakukan dengan membandingkan aktivitas formasi tulang
dengan aktivitas resorpsi tulang. Apabila aktivitas pembentukan/formasi tulang lebih kecil
dibandingkan dengan aktivitas resorpsi tulang maka pasien ini memiliki risiko tinggi terhadap
osteoporosis. Evaluasi biokimia ini dilakukan melalui pemeriksaan darah dan urine pagi hari.
1) Petanda untuk menilai aktivitas pembentukan tulang (bone formation)
Osteocalcin yaitu protein yang dihasilkan oleh osteoblas dyang berfungsi membantu proses
mineralisasi tulang.
Alkali fosfatase tulang yaitu enzim yang dihasilkan osteoblas yang berfungsi sebagai katalisator
proses mineralisasi tulang.

2) Petanda untuk menilai aktivitas resorpsi tulang (bone resorption)


Deoxypyridinolin/ -Crosslink yaitu protein penguat mekanik tulang yang dilepaskan ke dalam
peredaran darah dan dikeluarkan melalui urin jika terjadi proses resorpsi/ penyerapan tulang.
CTx (C-Telopeptide) yaitu hasil pemecahan protein kolagen tipe 1 yang spesifik untuk tulang.
Selain itu, pemeriksaan kadar CTx dan deoxypyridinolin dapat digunakan untuk
menilai/pemantauan keberhasilan terapi (sebelum pemeriksaan densitas mineral tulang
berikutnya).
Radiologi
Pemeriksaan radiologi vertebra torakalis dan lumbalis AP dan lateral dilakukan untuk
mencari adanya fraktur. Nilai diagnostik pemeriksaan radiologi biasa untuk mendeteksi
osteoporosis secara dini kurang memuaskan karena pemeriksaan ini baru dapat mendeteksi
osteoporosis setelah terjadi penurunan densitas massa tulang lebih dari 30%.

Pemeriksaan bone densitometri (DEXA)


Pemeriksaan densitometri tulang dilakukan menggunakan alat DEXA. Biasanya
digunakan untuk mengukur densitas massa tulang pada daerah lumbal, femur proksimal, lengan
bawah distal dan seluruh tubuh. Secara rutin, untuk diagnosis osteoporosis cukup diperiksa
densitometri pada vertebra lumbal dan pangkal paha (femur proksimal). Bila terdapat
keterbatasan biaya, dapat dipertimbangkan pemeriksaan hanya pada 1 daerah, yaitu pada daerah
lumbal untuk wanita yang berumur kurang dari 60 tahun, atau daerah pangkal paha (femur
proksimal) pada wanita yang berumur lebih dari 60 tahun dan pada pria.
Alat pemeriksaan Densitometri

mendiagnosis osteoporosis, digunakan T-


score. T score yang kurang dari 1 SD
dibawah nilai rata-rata BMD normal
memiliki risiko fraktur dua kali lipat.
Untuk osteoporosis sekunder, nilai Z-
score < [-] 2 sangat penting dalam
penegakkan diagnosis.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
a) Anamnesis
Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis.
Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain yang perlu
diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi
lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan
kalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan
merokok merupakan factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah
ppenyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia
menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita
osteoporosis juga perlu dipertanyakan.
Pengkajian psikososial. Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada
klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena perubahan yang
tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan
seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus.
Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas
dan takut pada pasien.
Pola aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan
yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah agility,
stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan
motorik halus) menurun.

Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis adalah :
Data subyektif :
- Klien mengeluh nyeri tulang belakang
- Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
- Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan
gerak
- Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun
- Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
- Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
- Klien mengatakan buang air besar susah dan keras

Data obyektif ;
- tulang belakang bungkuk
- terdapat penurunan tinggi badan
- klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
- terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
- klien tampak gelisah
- klien tampak meringis
a) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B(Breathing, blood, brain, bladder,
bowel dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga dada, apakah
pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan nyeri punggung yang
disertai pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi badan, perubahan gaya berjalan,
serta adakah deformitas tulang

b) Pemeriksaan diagnostic
- Radiology
- CT scan
- Pemeriksaan laboratorium
B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan
klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat
fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan
gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat
penurunan tinggi badan.
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
tulang belakang terlihat bungkuk.
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik
ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
C. INTERVENSI

Diagnose Tujuan dan Intervensi Rasional


criteria hasil
1. Nyeri akut yang Setelah diberikan Evaluasi keluhan Mempengaruhi
berhubungan tindakan nyeri/ketidaknyamanan, pilihan/pengawasan
dengan dampak keperawatan perhatikan lokasi dan keefektifan
sekunder dari diharapkan nyeri karakteristik termasuk intervensi.
fraktur vertebra berkurang dengan intensitas (skala 1-10).
ditandai dengan criteria hasil: Perhatikan petunjuk
klien mengeluh - klien dapat nyeri nonverbal
nyeri tulang mengekspresikan (perubahan pada tanda
belakang, perasaan vital dan
mengeluh bengkak nyerinya, emosi/prilaku).
pada pergelangan - klien dapat alternative lain
tangan, terdapat tenang dan Ajarkan klien tentang untuk mengatasi
fraktur traumatic istirahat, alternative lain untuk nyeri misalnya
pada vertebra, klien - klien dapat mengatasi dan kompres hangat,
tampak meringis mandiri dalam mengurangi rasa mengatur posisi
penanganan dan nyerinya untuk mencegah
perawatannya kesalahan posisi
secara sederhana. pada
tulang/jaringan
yang cedera.

Dorong menggunakan Memfokuskan


teknik manajemen kembali perhatian,
stress contoh relaksasi meningkatkan rasa
progresif, latihan nafasa control dan dapat
dalam, imajinasi meningkatkan
visualisasi, sentuhan kemampuan koping
teraupetik. dalam manajemen
nyeri yang
mungkin menetap
untuk periode lebih
lama.
Kolaborasi dalam
pemberian obat sesuai diberikan untuk
indikasi. menurunkan nyeri

D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi :
Nyeri berkurang
Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
Tidak terjadi cedera
Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
Status psikologis yang seimbang
Menunjukkan pengosongan usus yang normal
Terpeneuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi
Tinjauan Kasus
Ny D (58 thn) datang ke RS dengan keluhan nyeri panggul sejak 1 bulan terakhir, namun saat ini
nyeri mulai berkurang. Setelah dilakukan anamnesa oleh perawat ternyata Ny D sejak muda
tidak suka minum susu. Hasil rontgen menunjukkan adanya kerapuhan tulang. Ny D kemudian
menjalani pemeriksaan kalsium total, alkali fosfatase tulang. Dokter kemudian memberikan
terapi kalsium dan vitamin D.
Proses keperawatan
1. Pengkajian
a) Anamnesis
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.D
Umur : 58 Tahun.
Agama : Islam.
Suku Bangsa : Jawa Indonesia.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama.
Nyeri panggul
2. Riwayat penyakit sekarang.
Nyeri berkurang setelah diberikan perawatan.
3. Riwayat penyakit dahulu : -
4. Riwayat penyakit keluarga : -
5. Riwayat psikososial : -

b) Pemeriksaan fisik (HEAD TO TOE)


1) Keadaan umum : ComposMentis (CM)
2) Kesadaran :-
3) Vital Sign:
a. RR : - x/Menit.
b. Nadi: - x/Menit.
c. Suhu: - C.
d. TD: - mmHg.
4) BB/TB : BB- Kg,TB - cm
5) Kepala :
a. Mata : -
b. Telinga :-
c. Hidung :-
d. Mulut :-
e. Tenggorokan : -
6) Leher :-
7) Dada/Thorax :
a. Simetris :-
b. Retraksi dada :-
c. Ketinggalan gerak:-
8) Paru-paru :-
a. Suara dasar :-
b. Suara tambahan :-
c. Suara nafas :-
d. Bunyi nafas :-
e. Respirasi spontan :-
9) Jantung :
a. Bunyi jantung 1-2 murni :-
b. Bunyi jantung tambahan :-
c. Batas jantung kanan ;-
10) Abdomen :
a. Bentuk :
b. Bising usus :-
c. Peristaltik :-
d. Nyeri Tekan :-
11) Genitalia :-

12) Extremitas :-
Kanan
Kiri

Gerak - -
Tonus - -
Trofi - -
Reflek fisiologis - -
Reflek patologis - -
Meningeal sign - -
ANALIA DATA
SYMP ETIOLO MASA
NO
TOM GI LAH
1 DS:

- Klien Beberap Nyeri

mengel a tulang akut

uh nyeri belakang
panggul hancur
DO:
- TD -
mmHg,
Terbentu
N-
k
2. x/m,
lengkung
- BB: -
an C
abnorma edera
l
Ds:
-
men
ketegang
geluh
an otot
kemam
puan
Nyeri
gerak
akut
cepat
menuru
Kepedat
n
an tulang

DO :
- BB - Nyeri
kg, tulang
- TB -
cm

Pengero
posan
tulang
belakang

Kolaps

Cedera
ringan

2. Diagnose
Nyeri akut yang berhubungan dengan adanya lekungan yang abnormal
Risiko cedera yang berhubungan dengan adanya kolaps akibat pengeroposan tulang belakang.

3. Intervensi
Diagnose Tujuan dan criteria Intervensi Rasional
hasil
Nyeri akut Setelah diberikan Evaluasi keluhan Mempengaruhi
yang b/d tindakan keperawatan nyeri/ketidaknyamanan, pilihan/pengawasan
adanya diharapkan nyeri perhatikan lokasi dan keefektifan intervensi.
lekungan berkurang dengan karakteristik termasuk
yang criteria hasil: intensitas (skala 1-10).
abnormal - klien dapat Perhatikan petunjuk
mengekspresikan nyeri nonverbal
perasaan nyerinya, (perubahan pada tanda
- klien dapat tenang vital dan
dan istirahat, emosi/prilaku). alternative lain untuk
- klien dapat mandiri mengatasi nyeri
dalam penanganan Ajarkan klien tentang misalnya kompres
dan perawatannya alternative lain untuk hangat, mengatur
secara sederhana. mengatasi dan posisi untuk
mengurangi rasa mencegah kesalahan
nyerinya posisi pada
tulang/jaringan yang
cedera.

Memfokuskan
kembali perhatian,
meningkatkan rasa
Dorong menggunakan control dan dapat
teknik manajemen meningkatkan
stress contoh relaksasi kemampuan koping
progresif, latihan nafasa dalam manajemen
dalam, imajinasi nyeri yang mungkin
visualisasi, sentuhan menetap untuk
teraupetik. periode lebih lama.

diberikan untuk
menurunkan nyeri

Kolaborasi dalam
pemberian obat sesuai
indikasi.
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi :
Nyeri berkurang
Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
Tidak terjadi cedera
Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
Status psikologis yang seimbang
Menunjukkan pengosongan usus yang normal
Terpeneuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC,
2002.
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Adib, M, pengetahuan praktis ragam penyakit memetikan yang paling sering menyerang kita,
Jogjakarta: bukubiru, 2011

You might also like