Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit Thalassemia merupakan penyakit herediter yang ditandai dengan defisiensi gen
hipokromik (Hilliard, 1996; Weatherall , 1997). Thalassemia adalah penyakit genetik paling
banyak didunia, mengenai hampir 200 juta di seluruh dunia. Sekitar 15% kulit hitam Amerika
sebesar 10-15% ditemukan di mediterania dan asia tenggara serta 0,8% di Amerika ( Benz,
2005). Manifestasi klinis thalassemia adalah anemia hipokrom mikrositer, chipmunk facies
lengan, batu kandung empedu dan gagal jantung kongesif ( Benz, 2005). Penegakkan
diagnosa Thalassemia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, hapusan darah tepi, dan
transfusi darah reguler, terapi pengikat besi, splenektomi, transplantasi sumsum tulang
alogenik, pemberian obat yang meningkatkan kadar hemoglobin F (Hb F), dan terapi gen
(Saputra, 2006).
ini menimbulkan konsekuensi berupa penularan infeksi virus dan deposit zat besi berlebihan
(iron overload ). Kelebihan zat besi penderita Thalassemia berasal dari transfusi darah
berulang serta peningkatan penyerapan besi di saluran cerna, yang disimpan di jaringan.
Kelebihan besi ini dapat menyebabkan kerusakan seluler dan jaringan yang serius melalui
1
terbentuknya radikal bebas hidroksil, radikal bebas ini dapat merusak protein, lipid, dan DNA
Penyimpanan besi di dalam semua organ tubuh, terutama liver, organ endokrin, dan organ
jantung. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi dan kerusakan organ-organ tersebut (Porter,
2005). Pengukuran kadar ferritin serum merupakan pemeriksaan langsung status besi dalam
tubuh yang sederhana, prosedur yang kurang invasif yang akurasi menilai status besi dalam
tubuh, besi didalam tubuh dikatakan overload jika kadar feritin serum > 1000 ng/mL
(Herbert, 1997). Kadar ferritin yang rendah berasosiasi dengan rendahnya kemungkinan
Dahulu, banyak pasien meninggal dunia sebelum remaja, akhir tahun 1970 tercatat 50%
penderita thalassemia di Italia meninggal dunia sebelum usia 12 tahun disebabkan oleh
komplikasi dari kelebihan besi tubuh . Transfusi darah secara reguler dan khelasi besi
desferoksamine telah merubah prognosis penyakit menjadi lebih baik (Olivieri, 1994;
Borgna-Pinati, 2004). Terapi khelasi (pengikatan) zat besi penting untuk mencegah atau
mengurangi overload zat besi di dalam organ, dimana pemberiannya dimulai ketika kadar
ferritin mencapai > 1000 ng/ml, atau setelah mendapat transfusi sebanyak 10-15 unit darah.
Ada dua khelasi besi yaitu desferoksamine dan deferiprone (Borgna-Pignatti, 2004).
Desferoksamine merupakan khelasi besi yang telah terbukti secara klinis dan effektif untuk
pengobatan jangka panjang penderita Thalassemia dan keadaan overload besi lainnya seperti
sindroma myelodisplasia, penyakit sickle cell. Sejak diperkenalkan, lebih dari tiga dekade
yang lalu, desferoksamine sebagai khelasi zat besi secara dramatis dapat menurunkan
mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup penderita-penderita yang menjalani tranfusi secara
rutin (Borgna, 1998; Francini, 2004). Efek samping desferoksamine jangka panjang adalah
toksik terhadap saraf penglihatan dan pendengaran, sedangkan komplikasi akut adalah nyeri
2
atau rasa tidak enak di perut, diare, mual, muntah, hipotensi, dan anafilaksis (Schrier, 2009).
dirumah, pemberian secara dini desferoksamine pada kelebihan zat besi karena tranfusi akan
menurunkan penimbunan zat besi pada organ dan membantu melindungi terhadap terjadinya
diabetes mellitus, penyakit jantung dan kematian dini pada penderita thalassemia mayor.
berfungsi meningkatkan ekskresi besi melalui urine pada penderita thalassemia dan dapat
Franchini menemukan fakta bahwa kombinasi desferoksamine secara infus subkutan (selama
8-12 jam,dua kali seminggu) dengan deferiprone per oral (75 mg/kg/hari) sama efektifnya
dengan pemberian desferoksamine secara infus subkutan saja (selama 8-12 jam, lima kali
seminggu)(Franchini, 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penurunan serum ferritin setelah
laboratoris.
3
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui karakteristik demografik penderita thalassemia yang meliputi umur, jenis
kelamin.
1.3.2.2 Mengetahui klinis penderita thalassemia yang meliputi tinggi dan berat badan, indeks
massa tubuh, pembesaran limpa, pembesaran hati, golongan darah, kebutuhan darah
1.3.2.3 Mengetahui kadar Haemoglobin, fungsi hati (SGOT/SGPT), fungsi ginjal (Kreatinin
Serum dan BUN), kadar ferritin serum sebelum pemberian desferoksamine secara
secara infus kontinyu subkutan dan dapat dijadikan sebagai data penelitian
selanjutnya.
4
Dapat melakukan upaya lebih dini dalam pemberian desferoksamine pada
thalassemia untuk mencegah kerusakan organ akibat deposit zat besi (iron
overload)
Dapat menerima terapi desferoksamine infuse subkutan secara dini untuk mencegah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Thalassemia
5
Thalassemia merupakan penyakit herediter yang ditandai dengan defisiensi gen yang
globin. Kegagalan sintesa globin ini menyebabkan tidak terbentuknya haemoglobin sehingga
menghasilkan anemia dengan morfologi eritrosit mikrositik dan hipokromik (Hilliard, 1996;
Weatherall, 1997). Spektrum penyakit ini mulai dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk
heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau thalassemia trait (carier = pembawa sifat)
hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor (Giardina,
1992).
populasi dunia, mengenai hampir 200 juta di seluruh dunia (Prabhu, 2009). Sekitar 15% kulit
hitam Amerika adalah karier alfa-thalassemia dan 3% trait alfa-thalassemia, sedangkan beta
thalassemia sebesar 10-15% ditemukan di mediterania dan asia tenggara serta 0,8% di
Amerika ( Benz, 2005). Manifestasi klinis thalassemia adalah anemia hipokrom mikrositosis,
chipmunk facies karena ekspansi sumsum tulang pada tulang maksila da tengkorak, tanda
maturitas seksual, batu kandung empedu dan gagal jantung kongesif ( Benz, 2005).
darah tepi, dan elektroporesis haemoglobin (Benz, 2009). Tatalaksana penderita thalassemia
meliputi transfusi darah reguler, terapi pengikat besi, splenektomi, transplantasi sumsum
tulang alogenik, pemberian obat yang meningkatkan kadar hemoglobin F (Hb F), dan terapi
6
Pada individu sehat, metabolisme zat besi dalam keadaan seimbang, penyerapan zat
besi melalui diet rata-rata 1-2 mg tiap hari dan kehilangan yang sama melalui kehilangan sel
epitel dan darah. Setelah diserap dari duodenum, zat besi masuk plasma membentuk
kompleks dengan transferin, sebuah polipeptida rantai tunggal dengan afinitas yang tinggi
terhadap Fe3+. Besi terikat transferin dalam plasma merupakan suplai besi utama untuk
erythron, kemudian masuk sel hepatosit dan jaringan lainnya. Didalam sel, zat besi disimpan
dalam ferritin, sebuah protein besar yang mempunyai kemampuan menyimpan 4500 ion Fe3+
dan ferritin ditemukan di dalam serum dalam proporsi yang kecil (Porter, 2005).
Penderita yang mendapat transfusi sel darah merah berulang untuk anemia yang tidak
berkaitan dengan kehilangan darah, akan meningkatkan intake zat besi, sebagai contoh
penderita thalassemia yang mendapat transfusi darah sampai 300 mg/Kg berat badan/ tahun
akan meningkat 10 kali lipat penyerapan zat besi daripada orang normal. Didalam darah Fe
kemudian disimpan pada sel di organ liver, jantung, gonad, dan endokrin dalam bentuk
ferritin dan hemosiderins. Zat besi beredar dalam tubuh berupa ferri (Fe 3+) dan ferro (Fe 2+),
bentuk berubah melalui donasi atau menerima electron. Transfer elektron ini diperlukan
untuk banyak fungsi molekul-zat besi yang terkoordinasi seperti sitokrom dan haemoglobin.
Bentuk komplek besi yang labil dan NTBI terlibat dalam transfer elektron yang menghasilkan
radikal bebas hidroksil yang disebut highly reactive hydroxyl radical melalui reaksi Haber
Weiss. Dalam reaksi Haber Weiss, superoksida relatif kurang reaktif terhadap hidrogen
peroksida dalam menghasilkan molekul oksigen, ion hidroksida dan highly reactive hydroxyl
Kelebihan zat besi dalam sel dapat bertindak sebagai agen Fenton, mengkatalisasi
reaksi Haber-Weiss:
7
H2O2 + Fe (2+) OH- + Fe (3+) + OH. ( radikal hidroksida)
oksidatif terhadap lemak, protein, dan molekul DNA. Dimulai abstraksi dari atom hydrogen
sebagai radikal hidroksida (dalam menghasilkan molekul air) terhadap lemak menyebabkan
penyusunan kembali molekul lemak peroksida dan lemak peroksida ini memicu terbentuknya
lemak peroksida lebih lanjut dalam reaksi berantai.hasil akhirnya adalah terjadi dekomposisi
lemak yang berefek dalam integritas terhadap organela, konsekuensinya terjadi kerusakan sel
akibat kebocoran (leakage) enzim lisosom dan kegagalan relatif dari sel, yang kemudian
menyebabkan kematian sel. Efek lainnya adalah peningkatan produksi transforming growth
factor 1 yang menyebabkan peningkatan sintesa kolagen dan fibrosis. Secara keseluruhan,
oleh karena kerusakan oksidatif yang diinduksi zat besi ( iron-induced oxidative damage)
8
2.3 Konsekuensi kelebihan zat besi
Penderita yang tergantung tranfusi seperti penderita thalassemia, yang tidak pernah
mendapat terapi kelasi, berkembang secara progresif akibat akumulasi zat besi, dimana
komplikasi tersebut antara lain gagal jantung 6,8 %, aritmia 5,7 %, hypogonadism,
hypothyroid 10,8 %, Diabetes 6,4 %, infeksi HIV 1,7 %, dan thrombosis 1,1 % (Brogna,
2004).
Sebanyak 200 mg zat besi terkandung dalam 420 mL darah donor atau hampir 1,08
mg zat besi per 1 mL sel darah merah murni. Rerata pendeita thalassemia mayor mendapat
transfusi sebanyak 0,4 mg/Kg/d2, namun bervariasi satu sama lain (Porter, 2010).
Akumulasi zat besi ini terjadi di semua organ tubuh, terutama pada sel dengan kadar
reseptor transferrin yang tinggi (seperti jantung, hati, tiroid, gonad, dan kelenjar pancreas)
endokrin dan diabetes. Zat besi ini disimpan dalam transferrin, protein yang bertanggung
Liver : penyimpanan utama zat besi, pada awal menyebabkan hepatomegali ringan-
sedang, lebih lanjut dapat terbentuk fibrosis dan sirosis. Bersamaan dengan kondisi
trauma liver lainnya, kerusakan liver sekunder karena kelebihan timbunan zat besi
kelebihan zat besi. Tetapi kelainan lain dapat terjadi, antara lain : perikarditis,
kardiomiopati restriktif dan angina tanpa penyakit Jantung koroner. Ada korelasi yang
kuat antara jumlah kumulatif tranfusi darah dengan gangguan fungsi jantung pada
Endokrin : disfungsi pankreas sering terjadi pada keadaan kelebihan zat besi,
beberapa orang berkembang menjadi diabetes (40%) yang memerlukan terapi insulin.
Disfungsi kelenjar pituitary dan thyroid (33%) dapat terjadi pada keadaan overload
zat besi, penurunan kadar gonadotropin (10%) hingga infertilitas sekunder dapat
terjadi
Terapi konservatif thalassemia adalah tranfusi sel darah merah secara teratur dalam
rangka mempertahankan kadar haemoglobin dalam atas normal, hal ini menyebabkan
penimbunan berlebih zat besi pada organ dan menyebabkan kegagalan fungsi kelenjar
endokrin, hati dan jantung (Boturao, 2002). Tujuan terapi pengikat besi adalah menurunkan
beban zat besi dalam tubuh, terutama besi dalam bentuk labil di plasma dan di dalam seluler,
dengan penurunan zat besi diharapkan menurunkan produksi reactive oxygen species,
sehingga menurunkan kemungkinan kerusakan pada organ-organ penting seperti hati dan
jantung, dengan hasil menurunkan morbiditas dan memperbaiki ketahanan hidup (Glikstein,
10
Terapi pengikat besi diperlukan untuk mencegah dan menurunkan kelebihan zat besi
dalam jaringan sehingga dapat mencegah kerusakan jaringan dan organ. Terapi pengikat besi
diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 ng/mL atau saturasi transferin
Mekanisme dari khelasi zat besi dalam melindungi sel atas toksisitas zat besi dalam
dua cara. Pertama, pengeluaran kelebihan zat besi dari tubuh. Setelah besi beracun hilang,
mekanisme perbaikan tubuh dapat beraksi untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi akibat
toksisitas zat besi, kemampuan khelasi mengeluarkan zat besi tergantung dua faktor yaitu
kecepatan khelasi mengurangi timbunan besi dan kemampuan zat besi berakumulasi. Kedua,
netralisasi zat besi bebas. Kuatnya ikatan khelasi dengan besi telah menghambat keampuan
ion besi mengkatalisasi reaksi redoks. Ion besi mempunyai enam sisi koordinasi
mengikat secara kompit ke enam sisi zat besi sehingga tidak aktif (Prabhu, 2009).
Sejak diperkenalkan, lebih dari tiga dekade tahun yang lalu, preparat pengikat besi,
dapat menurunkan atau mencegah akumulasi besi dan kerusakan organ yang dimediasi zat
besi, sehingga dapat menurunkan secara konsisten morbiditas dan mortalitas (Galanello,
2004).
Sejak akhir tahun 1960 desferoksamine mesylate telah dijadikan standard emas
pemakaian khelasi besi, meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia hidup
secara infus subkutan atau intravena. Pemberian subkutan melalui pompa infus dalam waktu
11
8-12 jam selama 5-7 hari perminggu, dengan lokasi umumnya di daerah dinding perut,
namun deltoid maupun paha lateral dapat menjadi alternatif bagi penderita. Zat Besi yang
juga melalui tinja. Ekskresi Fe meningkat 2 kali lipat dengan penambahan asam askorbat
toksisitas Fe pada jaringan, sehingga pemberiannya hanya untuk penderita tanpa deposit Fe
berat (Giardina, 1992; Brittenham, 1994; Pignatti, 1998; Spandiman, 2003; Franchini, 2004;
Schrier, 2009).
Didalam sirkulasi dan jaringan, desferoksamine berikatan dengan besi dan bentuk
ikatan besi dapat di ekskresikan secara efisien dalam urine dan empedu, dengan beberapa
tahap yaitu desferoksamine mengikat satu atom besi, besi yang diikat adalah besi yang
dikeluarkan dari sistem retikuloendotelial dari katabolisme sel darah merah dan segera
dikeluarkan melalui urine, sedang desferoksamine yang tidak terikat masuk kedalam sel
parenkim hati, berinteraksi dengan besi intraseluler lalu di keluarkan melalui empedu, selain
itu desferoksamine juga mengeluarkan langsung besi dari sel miokard (Hershko, 2001;
Schrier, 2009).
menunjukkan manfaat sebagai zat khelasi, yaitu : 1. Konsentrasi besi di hati dipertahankan
pada kadar normal atau sedikit meningkat, 2. Mencegah Fibrosis hati, 3. Penyakit jantung
akibat induksi besi secara nyata menurun, 4. Pertumbuhan normal dan perkembangan seksual
dapat dicapai, 5. Kelangsungan hidup jangka panjang dapat ditingkatkan ( Prabhu, 2009).
penglihatan dan pendengaran yang terjadi sekitar 30,3%, sedangkan rasa tidak nyaman/nyeri
di perut, diare, mual, muntah, hipotensi, dan anafilaksis merupakan komplikasi akut yang
12
terjadi sekitar 14,6% dari semua penderita yang mendapat infus desferoksamine (Olivieri,
1986).
anti inflamasi, dan agen imunosupresif, sehingga mengilhami minat dalam merawat pasien
dengan tumor jaringan yang solid dengan pemberian desferoksamine secara intravena dan /
Evaluasi kelebihan zat besi sulit dan peran ferritin serum sebagai indikator masih
terjadinya gagal jantung (hazard ratio = 3,35, p<0,005) dan perpanjangan ketahanan hidup
(hazard ratio = 2,45, p<0,005) dengan menggunakan patokan kadar ferritin 1.000 ng/mL
(brogna, 2004).
Selain desferoksamine, pengikat besi lannya adalah deferipron, yang diberikan secara
oral sendiri atau kombinasi dengan desferoksamine pada penderita yang tingkat kepatuhan
gangguan pencernaan, kelainan imunologis, defisiensi seng, dan fibrosis hati ( Hoffbrand,
desferoksamine mempunyai waktu paruh yang pendek dan daya absorbsi disaluran cerna
parenteral melalui intravena atau infus subkutan, biasanya diberikan infus kontinyu subkutan
selama 8-12 jam dengan menggunakan pompa portable memakai baterai sebagai sumber
13
listriknya. Pemberian desferoksamine secara subkutan efektif dalam jangka pendek dan lebih
Cara pemberian desferoksamine secara infus subkutan dan intravena terbukti lebih
berhasil dari pada cara pemberian yang lainnya, dimana sedikit keluhan yang berkaitan
subkutan menggunakan pompa portable telah terbukti paling efektif dan metode paling aman
untuk mencegah dan mengobati kelebihan zat besi ( Franchini, 2000). Pada penderita
thalassemia desferoksamine diberikan malam hari secara infus kontinyu subkutan selama 8-
12 jam dengan menggunakan pompa bertenagakan baterai, melalui jarum bersayap 25 Gauge
untuk mengurangi rasa tidak nyaman. Komplikasi Iritasi lokal dan bengkak di tempat injeksi
sering terjadi, biasanya sementara atau dapat dikontrol dengan menurunkan laju infus (Forget,
2000). Efek samping desferoksamine jangka panjang adalah toksik terhadap saraf penglihatan
dan pendengaran, sedangkan komplikasi akut adalah nyeri atau rasa tidak enak di perut, diare,
Tidak ada satupun pengukuran kelebihan zat besi secara menyeluruh dan secara
prospektif untuk memprediksi zat besi yang berkaitan dengan komplikasi pada penderita
thalassemia mayor. Biopsi hati dengan pengukuran biokimia dari konsentrasi zat besi dalam
hati merupakan standard emas untuk penilaian simpanan besi tubuh secara total. Kadar besi
hati 15 mg per berat badan kering berasosiasi dengan besarnya resiko penyakit jantung yang
diinduksi besi. Idealnya pemeriksaan besi hati setiap tahun akan memberikan perkiraan
14
akurat akumulasi besi pada penderita thalassemia mayor yang mendapat transfusi reguler dan
Ferritin merupakan pengukuran yang tersedia saat ini tetapi estimasi kadar ferritin
tidak berkorelasi terhadap kadar besi di hati. Pengukuran ferritin secara serial merupakan
prediksi komplikasi penyakit jantung yang diinduksi zat besi ( Prabhu, 2009).
Karena protein ferritin serum adalah sebuah reaktant fase akut, meningkat dengan
proses-proses inflamasi pada penyakit kronis, untuk menentukan apakah tingginya protein
ferritin serum disebabkan oleh kelebihan zat besi atau inflamasi,perlu juga menentukan kadar
zat besi da persentase transferrin. Transferrin adalah kebalikan reaktant fase akut, sehingga
apabila tingginya kadar ferritin serum diikuti tingginya persentase saturasi dalam transferrin
serum normal mengindikasikan kelebihan zat bes (iron overload), dan apabila tingginya
kadar ferritin serum diikuti dengan persentase saturasi transferrin < 45 mengindikasikan
Ferritin serum secara luas berkorelasi dengan simpanan zat besi dalam tubuh, tetapi
pada Thalassemia mayor, variasi simpanan zat besi dalam tubuh terhitung hanya 57% dalam
ferritin plasma. Variasi ini hanya sebagian karena inflamasi meningkatkan level ferritin serum
dengan tidak tergantung kadar zat besi tubuh dan sebagian karena distribusi zat besi hati
diantara makrofag( sel kupffer) dan hepatosit di dalam hati sebagai dampak utama dalam
ferritin plasma. Tidak seperti ferritin jaringan, ferritin serum didominasi zat besi bebas dan
disekresikan oleh makrofag secara proporsional untuk konten zat besi sampai mendekati
3000 g/L. Hubungan antara ferritin serum dan simpanan zat besi adalah sama pada
thalassemia mayor dan penyakit sel sikle (Porter, 2010). Secara klinis, penurunan simpanan
zat besi tubuh dapat diidentifikasi dengan penurunan secara nyata konsentrasi total ferritin
serum dan/atau melalui penurunan zat besi stabil didalam sumsum tulang (Herbert, 1997).
15
Menurut sarjana Herbert, pengukuran protein ferritin serum secara umum dapat
diterima sebagai cara non invasif terbaik dalam rangka menentukan simpanan zat besi tubuh
(Herbert, 1997).
BAB III
PENDERITA THALASSEMIA
DESFEROKSAMINE
penularan infeksi virus dan deposit zat besi berlebihan (iron overload ) dalam semua organ
tubuh, terutama liver, organ endokrin,dan organ jantung. Penderita yang mendapat transfusi
sel darah merah berulang untuk anemia yang tidak berkaitan dengan kehilangan darah, akan
meningkatkan intake zat besi, sebagai contoh penderita thalassemia yang mendapat transfusi
darah sampai 300 mg/Kg berat badan/ tahun akan meningkat 10 kali lipat penyerapan zat besi
daripada orang normal. Didalam darah Fe berikatan dengan Transferrin dan nontransferrin
gonad, dan endokrin dalam bentuk ferritin dan hemosiderins. Zat besi beredar dalam tubuh
berupa ferri (Fe3+) dan ferro (Fe 2+), bentuk berubah melalui donasi atau menerima electron.
Transfer elektron ini diperlukan untuk banyak fungsi molekul-zat besi yang terkoordinasi
seperti sitokrom dan haemoglobin. Bentuk komplek besi yang labil dan NTBI terlibat dalam
17
transfer elektron yang menghasilkan radikal bebas hidroksil yang disebut highly reactive
hydroxyl radical melalui reaksi Haber Weiss. Dalam reaksi Haber Weiss ini superoksida,
relatif kurang reaktif terhadap hidrogen peroksida dalam menghasilkan molekul oksigen, ion
oksidatif terhadap lemak, protein, dan molekul DNA. Dimulai abstraksi dari atom hydrogen
sebagai radikal hidroksida (dalam menghasilkan molekul air) terhadap lemak menyebabkan
penyusunan kembali molekul lemak peroksida dan lemak peroksida ini memicu terbentuknya
lemak peroksida lebih lanjut dalam reaksi berantai.hasil akhirnya adlah terjadi dekomposisi
lemak yang berefek dalam integritas terhadap organela, konsekuensinyaterjadi kerusakan sel
akibat kebocoran (leakage) enzim lisosom dan kegagalan relatif dari sel, yang kemudian
menyebabkan kematian sel. Efek lainnya adalah peningkatan produksi transforming growth
factor 1 yang menyebabkan peningkatan sintesa kolagen dan fibrosis. Secara keseluruhan,
oleh karena kerusakan oksidatif yang diinduksi zat besi ( iron-induced oxidative damage)
Selain itu pada penderita thalassemia ditemukan penurunan antioksidan dalam darah
Ketidakseimbangan ini menyebabkan kerusakan sel yang berakibat pada ganguan fungsi dan
kerusakan organ. Deposit zat besi berlebihan merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada penderita-penderita yang mendapat transfusi jangka panjang. Terapi pengikat
besi diperlukan untuk mencegah dan menurunkan deposit zat besi dalam jaringan sehingga
dapat mencegah kerusakan jaringan dan organ. Untuk mengurangi deposit zat besi di dalam
organ diberikan desferoksamine sebagai khelasi besi diberikan secara infus subkutan karena
18
pemberian desferoksamine secara subkutan efektif dalam jangka pendek dan lebih
mengikat zat besi di darah, ferritin, dan hemosiderin, kemudian di ekskresi melalui ginjal
bersama urine dan saluran cerna bersama faeces, sehingga kadar ferritin didalam serum
menurun. Ekskresi Fe melalui urine meningkat 2 kali lipat dengan penambahan asam
BAB 4
METODE PENELITIAN
4. 3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder
19
Populasi penelitian adalah DMK penderita Thalassemia dewasa yang datang
subkutan
subkutan
disebabkan oleh penurunan atau absennya produksi dari salah satu rantai
globin, tersering dijumpai adalah rantai alfa dan rantai beta (Hilliard, 1996;
20
Weatherall, 1997). Tanda dan gejala klinis thalassemia adalah anemia,
berwarna putih dalam botol vial kemasan 500 mg/vial, dengan nama dagang
desferal
e. Umur dihitung dalam tahun sejak lahir sampai ulangtahun terakhir saat
f. Tinggi badan (TB) diukur dalam centimeter (cm) diukur dalam posisi berdiri
g. Berat badan (BB) diukur dalam kilogram (Kg) diukur tanpa alas kaki
h. Ferritin serum adalah salah satu bentuk penyimpanan zat besi didalam darah.
i. Ferritin serum pre terapi adalah kadar ferritin serum sebelum pemberian
desferoksamine.
21
j. Ferritin serum post terapi adalah kadar ferritin serum 4 minggu sesudah
pemberian desferoksamine.
desferoksamine subkutan
l. Kadar SGOT dan SGPT diukur melalui darah vena, dilakukan pemeriksaan Hb
m. Kadar serum kreatinin dan BUN diukur melalui darah vena, dilakukan
RSUD Dr. Soetomo terhadap semua rekam medis penderita thalassemia yang
Desember 2009.
b) Data bersifat rasio dilakukan uji normalitas dengan uji Shapiro-wilk satu sampel,
dengan nilai p>0.05 untuk data berdistribusi normal. Bila data berdistribusi
normal digunakan uji parametrik, sedangkan bila tidak normal digunakan uji
non parametrik.
22
c) Untuk mengetahui signifikansi menggunakan uji Paired sample T-test untuk
distribusi data normal atau uji Wilcoxon Signed Rank Test untuk distribusi data
Pengambilan data
Analisis Data
HASIL
Penelitian ini hanya dilakukan pada penderita Thalassemia dewasa yang datang ke
unit rawat jalan Hemato-Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya yang
23
mendapat desferoksamine infus subkutan, jadi tidak dapat menggambarkan kondisi di
masyarakat.
Data penelitian adalah data sekunder sehingga banyak data yang diperlukan tidak
tercatat dalam rekam medis yang mengakibatkan banyaknya sampel penelitian yang
dieksklusi.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini didapatkan 30 DMK penderita Thalasemia di unit rawat jalan
Hemato-Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya, mulai januari 2008 Desember 2009,
yang pernah mendapat terapi infus desferoksamine subkutan dan yang telah memenuhi
Adapun hasil data yang diperoleh adalah seperti tercantum dibawah ini :
24
Parameter Penderita Nilai Terendah Nilai Tertinggi
(n= 30)
Kebutuhan tranfusi/bln
4 2 6
(Kantong/bln)
Kebutuhan tranfusi/thn
48 24 72
(Kantong/thn)
Penderita Thalassemia yang ikut dalam penelitian ini adalah 30 orang , terdiri dari
15 orang laki-laki dan 15 orang wanita. Rerata usia penderita Thalassemia dalam penelitian
25
ini adalah 24,4 4,65 tahun. Usia termuda dalam penelitian ini adalah 17 tahun dan tertua
adalah 35 tahun, dimana Umur 10-20 thn sebanyak 20%, 20-30 thn sebanyak 67%, dan umur
Rerata berat badan penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 43 4,04
Kg. Berat badan teringan dalam penelitian ini adalah 34 Kg dan terberat adalah 51 Kg. Berat
badan 30-40 Kg sebanyak 33%, 40-50 Kg sebanyak 57%, dan 50-60 Kg sebanyak 10%.
Nilai tengah tinggi badan penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 156,5
cm. Tinggi badan terpendek dalam penelitian ini adalah 110 cm dan tertinggi adalah 165 cm.
Tinggi badan 110-120 cm sebanyak 6%, 130-140 cm sebanyak 6%, 140-150 cm sebanyak
Rerata indeks massa tubuh penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 17.85
3,04 Kg/m2. indeks massa tubuh terendah dalam penelitian ini adalah 15,23 Kg/m2 dan
tertinggi adalah 33,33 Kg/m2. IMT 18,5 Kg/m 2 sebanyak 53%, 18,6-24,4 Kg/m2 sebanyak
Nilai tengah umur saat diagnosa penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah
5 tahun. Umur saat diagnosa termuda dalam penelitian ini adalah 1tahun dan tertua adalah 23
tahun.
Nilai tengah kebutuhan transfusi perbulan penderita Thalassemia dalam penelitian ini
adalah 4 kantong darah. kebutuhan transfusi perbulan tersedikit dalam penelitian ini adalah 2
kantong darah dan terbanyak adalah 6 kantong darah. Kebutuhan transfusi darah 2
4 orang.
Nilai tengah kebutuhan transfusi pertahun penderita Thalassemia dalam penelitian ini
adalah 48 kantong darah. kebutuhan transfusi perbulan tersedikit dalam penelitian ini adalah
24 kantong darah dan terbanyak adalah 72 kantong darah. Kebutuhan transfusi darah 2
26
kantong/bln sebanyak 1orang, 4 kantong/bln sebanyak 25 orang, dan 6 kantong/bln sebanyak
4 orang.
Thalassemia dalam penelitian ini adalah 912 kantong darah. kebutuhan transfusi perbulan
tersedikit dalam penelitian ini adalah 96 kantong darah dan terbanyak adalah 1656 kantong
Nilai tengah kadar Serum Kreatinin penderita Thalassemia dalam penelitian ini
adalah 0,85 g/dL. Kadar Serum Kreatinin terendah dalam penelitian ini adalah 0,78 g/dL
Rerata kadar BUN penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 19,03 1,95
g/dL. Kadar BUN terendah dalam penelitian ini adalah 15 g/dL dan tertinggi adalah 25 g/dL
Rerata eGFR penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 73,67 12,27.
eGFR terendah dalam penelitian ini adalah 45,25 dan tertinggi adalah 95,79.
Nilai tengah kadar SGOT penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 41
g/dL. Kadar SGOT terendah dalam penelitian ini adalah 32 g/dL dan tertinggi adalah 68
g/dL. Nilai tengah kadar SGPT penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 39 g/dL.
Kadar SGPT terendah dalam penelitian ini adalah 26 g/dL dan tertinggi adalah 52 g/dL.
desferoksamine subkutan dalam penelitian ini adalah 8,8 5,39 g/dL. Kadar Haemoglobin
terendah dalam penelitian ini adalah 7,8 g/dL dan tertinggi adalah 9,8 g/dL. Kadar Hb 7-8
g/dL sebanyak 13%, 8-9 g/dL sebanyak 50%, dan 9-10 g/dL sebanyak 37%..
subkutan dalam penelitian ini adalah 7,6 6,21 g/dL. Kadar Haemoglobin terendah dalam
27
penelitian ini adalah 6,7 g/dL dan tertinggi adalah 9,0g/dL. Kadar Hb 6-7 g/dL sebanyak
20%, 7-8 g/dL sebanyak 53%, dan 8-9 g/dL sebanyak 27%.
Thalassemia dalam penelitian ini adalah 5.509 g/dL. Kadar serum ferritn terendah dalam
penelitian ini adalah 1.386 g g/dL dan tertinggi adalah 26.840 g/dL. Kadar ferritin serum
1000-10000 ng/dL sebanyak 94%, 10000-20000 ng/dL sebanyak 3%, 20000-30000 ng/dL
sebanyak 3%.
Thalassemia dalam penelitian ini adalah 3.675 g/dL. Kadar serum ferritn terendah dalam
penelitian ini adalah 1.042 g g/dL dan tertinggi adalah 21.920 g/dL. Kadar ferritin serum
1000-10000 ng/dL sebanyak 94%, 10000-20000 ng/dL sebanyak 3%, 20000-30000 ng/dL
sebanyak 3%.
subkutan penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 1.156 g/dL. Penurunan kadar
serum ferritn terendah dalam penelitian ini adalah 130 g g/dL dan tertinggi adalah 5.320
g/dL. Penurunan ferritin serum 100-1000 ng/dL sebanyak 50%, 1000-3000 ng/dL sebanyak
16%, 3000-4000 ng/dL sebanyak 16%, 4000-5000 ng/dL sebanyak 10%, dan 5000-6000
28
BAB 6
PEMBAHASAN
orang (50%) wanita. Hasil ini bebeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hamed et al., (2010) dari januari 2008-juni 2009 dimana didapatkan laki-laki
Rerata umur pederita thalassemia ini adalah 24,4 4,65 tahun, dengan
umur termuda dalam penelitian ini adalah 17 tahun dan tertua adalah 35
tahun, dengan pembagian umur 10-20 thn sebanyak 20%, 20-30 thn sebanyak
67%, dan umur 30-40 thn sebanyak 13%. Hal ini berbeda dengan penelitian
29
Sedangkan Nilai tengah tinggi badan penderita thalassemia dalam
penelitian ini adalah 156,5 cm dengan perincian tinggi badan terpendek dalam
43 4,04 Kg, dimana berat badan teringan dalam penelitian ini adalah 34 Kg
Dari berat badan dan tinggi badan penderita thalassemia kami dapatkan
Rerata indeks massa tubuh penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah
17.85 3,04 Kg/m2. indeks massa tubuh terendah dalam penelitian ini
adalah 15,23 Kg/m2 dan tertinggi adalah 33,33 Kg/m2. Sebanyak 16 orang
(53,3%) mempunyai indek massa tubuh dengan kriteria kurus atau memiliki
massa tubuh Normal atau memiliki berat badan ideal , serta seorang (3,3)
mempunyai indeks massa tubuh diatas normal atau masuk kriteria gemuk
(obesitas). Hal ini berbeda dengan penemuan Wahidiyat (1979) bahwa 2,7%
penderita thalasemia digolongkan gizi baik, sedangkan 64,1% gizi kurang dan
13,2% gizi buruk. Hal ini disebabkan semakin lama pelayanan kesehatan
semakin baik dan pengetahuan tentan asupan makanan bergizi juga meningkat
Dalam penelitian ini kami dapatkan data golongan darah (sistem ABO)
30
penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 5 tahun. Umur saat
diagnosa termuda dalam penelitian ini adalah 1tahun dan tertua adalah 23
perbulan tersedikit dalam penelitian ini adalah 2 kantong darah dan terbanyak
transfusi perbulan tersedikit dalam penelitian ini adalah 96 kantong darah dan
adalah 41g/dL. Kadar SGOT terendah dalam penelitian ini adalah 32 g/dL
dan tertinggi adalah 68 g/dL. Sedangkan Nilai tengah kadar SGPT penderita
penelitian ini adalah 0,85 g/dL. Kadar Serum Kreatinin terendah dalam
penelitian ini adalah 0,78 g/dL dan tertinggi adalah 1,2 g/dL. Hal ini tidak
menemukan bahwa kadar kreatinin serum dan klirens kreatinin yang mendapat
31
Dari kadar serum kreatinin, umur, dan berat badan diatas kami
12,27. estimated GFR (eGFR terendah dalam penelitian ini adalah 45,25 dan
tertinggi adalah 95,79. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian Hamed et al
(p<0,001).
g/dL. Hal ini berbeda dengan hasil yang ditemukan Tamaddoni et al (2010)
penurunan dari 2.945 591 g/dL menjadi 2.451 352 g/dL (p< 0,0001)
2.175 1098 g/dL menjadi 1.682 880 g/dL dengan p< 0,0001). Hal ini
disebabkan nilai awal kadar serum feritin peneltian kami lebih tinggi dari
massa tubuh, estimasi GFR, penurunan Hb, dan penurunan kadar ferritin.
Kami tidak dapat melakukan uji parametrik dikarenakan distribusi data yang
kami peroleh tidak normal, meskipun telah dilakukan transformasi data agar
berdistribusi normal.
32
Pada uji Test of Normality kolmogorov-smirnov, menghasilkan skor
indeks massa tubuh, estimasi GFR, penurunan Hb, dan penurunan kadar
ferritin mempunyai nilai p =0,000. Oleh karena nilai p<0,05, maka dapat
yang tidak normal tersebut kami lakukan tranformasi data agar distribusi data
normal tetapi tidak berhasil. Oleh karena itu, diputuskan untuk menggunakan
Dari uji korelasi Spearman kami peroleh dua korelasi positif yaitu 1)
nilai significancy 0,000 antara estimasi laju filtrasi glomerulus (GFR) dengan
dengan hasil nilai significancy 0,000 antara kadar ferritin sebelum pemberian
kuat.
33
Kami mencoba melakukan uji statistik dengan SPSS 15 terhadap
maka kami akan melakukan uji statistik Paired sample T-test dan apabila
ternyata distribusi data tidak normal maka kami akan melakukan uji statistik
distribusi data normal (lampiran uji statistik). Maka kami melakukan uji
statistik Paired sample T-test. Kami memperoleh hasil : Selisih kadar ferritin
29. Sedangkan output SPSS memberikan nilai p-value untuk uji 2 sisi (2-
tailed) = 0,000 berarti lebih kecil dari = 0,05. Maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat penurunan yang signifikan dari kadar ferritin serum setelah
34
BAB 7
7.1 KESIMPULAN
thalassemia didapatkan :
4,65 tahun, dengan umur termuda dalam penelitian ini adalah 17 tahun
dan tertua adalah 35 tahun. Jenis kelamin laki-laki dan wanita sama
2. Dari berat badan dan tinggi badan penderita thalassemia kami dapatkan
orang mempunyai indeks massa tubuh Normal atau memiliki berat badan
ideal , serta seorang mempunyai indeks massa tubuh diatas normal atau
saat diagnosa termuda dalam penelitian ini adalah 1tahun dan tertua adalah
dan terbanyak adalah 6 kantong darah. Serta didapatkan juga Nilai tengah
berlaku hanya untuk populasi dalam penelitian ini saja dan tidak mewakili
36
7.2 SARAN
Beberapa hal yang mungkin perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari
rutin untk menilai adanya kelebihan zat besi dalam tubuh sehingga dapat
memberikan khelasi besi sejak dini agar timbulnya kelebihan zat besi dan
mungkin.
komplikasinya.
4. Agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala lebih besar
37
DAFTAR PUSTAKA
Aldudak B, Karabay B, Noyan A, Ozel A, Anarat A, Sasmaz I, Killin CY, Gali E, Dikmen N
edition.editors: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson
www.uptodate.com
567-73
Haemologica,83:pp 788-90
38
edition. editors: Greer JP, Foerste J, Lukens JN, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader
In:Basicprinciples and practice, 3rd ed, Hoffman R, Benz JR, Shattil SJ (eds).
587-92
108:3195
Hamed EA, ElMelegy N (2010). Renal functions in pediatric patients with beta-thalassemia
pediatric,36:39
39
Herbert V, Jayatilleke E, Shaw S, Rosman AS, Giardina P, Grady RW (1997). Serum Ferritin
Iron, a new test, Measures human body iron stored unconfound by inflammation.
Hershko C, Konijn AM, Nick HP, (2001). ICL670A: a new synthetic oral chelator:evaluation
Blood;97:1115
157-62
Hoffbrand AV, Pettit JE (2005). Kelainan genetic pada hemoglobin. Dalam: Kapita selekta
of deferoxamine. Haematologica;82:411-414
Transfusional Science,23;211-223
Li Volti S, Di gregorio F, Schiliro G (1990). Acute change in renal function associated wiyh
Mashhadi MA, Rezvani AR, Nadari M, Moghaddan EM (2011). The best iron chelation
research,5;19-23
40
Olivieri NF, Nathan DG, Macmillan JH, Wayne AS, Lu P, McGee A (1994). Survival in
Olivieri NF, Buncic JR, Chew E (1986). Visual and auditory neurotoxicity in patients
Kingdom:pp 7-12
Porter J , Shah F (2010). Iron overload in Thalassemia and related conditions: Therapeutic
(6): pp 1109-30
Prabhu R, Prabhu V, Prabhu RS (2009). Iron overload in beta thalassemia-A review. J Biosci
Saunders BD, Trapp RG (1990). Probability Sampling and Probability distributions. In: Basic
Saputra (2006). Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam ilmu kedokteran.
Schrier SL, Bacon BR (2009). Chelation therapy for iron overload states. www.uptodate.com
41
Supandiman I, Sumantri R, Fadjari H (2003). Thalassemia. Dalam: Pedoman Diagnosis dan
201
LAMPIRAN 1
42
LEMBAR PENGUMPUL DATA
TB : . cm BB : kg
Rpd :
Laboratorium
II : g/dL Hb II : mg/dL
LAMPIRAN 2
Statistics
43
tinggi badan
umur dalam berat badan
responden centimeter dlm Kg
N Valid 30 30 30
Missing 0 0 0
Mean 24.40 154.57 43.07
Median 25.00 156.50 43.00
Mode 25 160 40
Std. Deviation 4.651 7.338 4.042
Variance 21.628 53.840 16.340
Skewness .307 -1.212 .096
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis -.355 1.626 -.202
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum 17 135 34
Maksimum 35 165 51
Statistics
beda ferritin
kadar ferritin kadar ferritin sebelum-
sebelum Tx sesudah TX sesudah Tx
N Valid 30 30 30
Missing 0 0 0
Mean 7038.73 5317.33 1681.57
Median 5509.00 3675.00 1156.00
Mode 1386(a) 1042(a) 390
Std. Deviation 5439.174 4489.250 1516.841
Variance 29584617.306 20153363.954 2300806.116
Skewness 2.652 2.650 1.167
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis 7.635 7.510 .572
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum 1386 1042 130
Maksimum 26840 21920 5320
a Multiple modes exist. The smallest value is shown
Statistics
beda Hb pre-
Hb pre tx X10 Hb post tx X10 post tx
N Valid 30 30 30
44
Missing 0 0 0
Mean 8.823 7.550 1.270
Median 8.850 7.600 1.300
Mode 8.6(a) 7.1(a) 1.5
Std. Deviation .5393 .6213 .4252
Variance .291 .386 .181
Skewness -.321 .438 -.590
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis -.108 -.500 -.090
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum 7.8 6.7 .2
Maksimum 9.8 9.0 2.0
a Multiple modes exist. The smallest value is shown
Statistics
Statistics
kadar serum
Kratinin kadar BUN estimasi GFR
N Valid 30 30 30
Missing 0 0 0
45
Mean .8747 19.03 73.6740
Median .8500 19.00 72.7050
Mode .85 20 45.25(a)
Std. Deviation .08411 1.956 12.27006
Variance .007 3.826 150.554
Skewness 2.272 .661 -.129
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis 6.936 1.937 -.370
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum .78 15 45.25
Maksimum 1.20 25 95.79
a Multiple modes exist. The smallest value is shown
Statistics
beda ferritin
umur beda Hb sebelum-
responden pre-post tx sesudah Tx
N Valid 30 30 30
Missing 0 0 0
Mean 24.40 12.700 1681.57
Median 25.00 13.000 1156.00
Mode 25 15.0 390
Std. Deviation 4.651 4.2520 1516.841
Variance 21.628 18.0793 2300806.116
Skewness .307 -.590 1.167
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis -.355 -.090 .572
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum 17 2.0 130
Maksimum 35 20.0 5320
Statistics
tinggi badan
dalam berat badan kadar ferritin kadar ferritin
centimeter dlm Kg sebelum Tx sesudah TX
N Valid 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0
Mean 153.07 43.07 7038.73 5317.33
46
Median 156.50 43.00 5509.00 3675.00
Mode 160 40 1386(a) 1042(a)
Std. Deviation 12.148 4.042 5439.174 4489.250
Variance 147.582 16.340 29584617.306 20153363.954
Skewness -2.660 .096 2.652 2.650
Std. Error of Skewness .427 .427 .427 .427
Kurtosis 7.588 -.202 7.635 7.510
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833 .833
Minimum 110 34 1386 1042
Maksimum 165 51 26840 21920
a Multiple modes exist. The smallest value is shown
47