You are on page 1of 47

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang Penelitian

Penyakit Thalassemia merupakan penyakit herediter yang ditandai dengan defisiensi gen

yang mensintesis rantai globin pada haemoglobin, penderita dengan -thalassemia

menunjukkan penurunan produksi -globin dan penderita dengan -thalassemia menunjukkan

penurunan -globin. Kegagalan sintesa globin ini menyebabkan tidak terbentuknya

haemoglobin sehingga menghasilkan anemia dengan morfologi eritrosit mikrositik dan

hipokromik (Hilliard, 1996; Weatherall , 1997). Thalassemia adalah penyakit genetik paling

banyak didunia, mengenai hampir 200 juta di seluruh dunia. Sekitar 15% kulit hitam Amerika

adalah karier alfa-thalassemia dan 3% trait alfa-thalassemia, sedangkan beta thalassemia

sebesar 10-15% ditemukan di mediterania dan asia tenggara serta 0,8% di Amerika ( Benz,

2005). Manifestasi klinis thalassemia adalah anemia hipokrom mikrositer, chipmunk facies

karena hiperplasia tulang maksila, anemia hemolitik menyebabkan splenomegali, ulkus di

lengan, batu kandung empedu dan gagal jantung kongesif ( Benz, 2005). Penegakkan

diagnosa Thalassemia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, hapusan darah tepi, dan

elektroporesis haemoglobin (Benz, 2009). Tatalaksana penderita thalassemia meliputi

transfusi darah reguler, terapi pengikat besi, splenektomi, transplantasi sumsum tulang

alogenik, pemberian obat yang meningkatkan kadar hemoglobin F (Hb F), dan terapi gen

(Saputra, 2006).

Penderita thalassemia membutuhkan transfusi darah sepanjang hidupnya, dimana keadaan

ini menimbulkan konsekuensi berupa penularan infeksi virus dan deposit zat besi berlebihan

(iron overload ). Kelebihan zat besi penderita Thalassemia berasal dari transfusi darah

berulang serta peningkatan penyerapan besi di saluran cerna, yang disimpan di jaringan.

Kelebihan besi ini dapat menyebabkan kerusakan seluler dan jaringan yang serius melalui

1
terbentuknya radikal bebas hidroksil, radikal bebas ini dapat merusak protein, lipid, dan DNA

sehingga menyebabkan destruksi organela-organela seluler, kematian sel, dan fibrosis.

Penyimpanan besi di dalam semua organ tubuh, terutama liver, organ endokrin, dan organ

jantung. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi dan kerusakan organ-organ tersebut (Porter,

2005). Pengukuran kadar ferritin serum merupakan pemeriksaan langsung status besi dalam

tubuh yang sederhana, prosedur yang kurang invasif yang akurasi menilai status besi dalam

tubuh, besi didalam tubuh dikatakan overload jika kadar feritin serum > 1000 ng/mL

(Herbert, 1997). Kadar ferritin yang rendah berasosiasi dengan rendahnya kemungkinan

terjadinya gagal jantung dan memperpanjang ketahanan hidup (hazard ratio=2,45,

p<0,005),dengan menggunakan acuan kadar ferritin <1000 ng/mL (Borgna-Pignati, 2004)

Dahulu, banyak pasien meninggal dunia sebelum remaja, akhir tahun 1970 tercatat 50%

penderita thalassemia di Italia meninggal dunia sebelum usia 12 tahun disebabkan oleh

komplikasi dari kelebihan besi tubuh . Transfusi darah secara reguler dan khelasi besi

desferoksamine telah merubah prognosis penyakit menjadi lebih baik (Olivieri, 1994;

Borgna-Pinati, 2004). Terapi khelasi (pengikatan) zat besi penting untuk mencegah atau

mengurangi overload zat besi di dalam organ, dimana pemberiannya dimulai ketika kadar

ferritin mencapai > 1000 ng/ml, atau setelah mendapat transfusi sebanyak 10-15 unit darah.

Ada dua khelasi besi yaitu desferoksamine dan deferiprone (Borgna-Pignatti, 2004).

Desferoksamine merupakan khelasi besi yang telah terbukti secara klinis dan effektif untuk

pengobatan jangka panjang penderita Thalassemia dan keadaan overload besi lainnya seperti

sindroma myelodisplasia, penyakit sickle cell. Sejak diperkenalkan, lebih dari tiga dekade

yang lalu, desferoksamine sebagai khelasi zat besi secara dramatis dapat menurunkan

mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup penderita-penderita yang menjalani tranfusi secara

rutin (Borgna, 1998; Francini, 2004). Efek samping desferoksamine jangka panjang adalah

toksik terhadap saraf penglihatan dan pendengaran, sedangkan komplikasi akut adalah nyeri
2
atau rasa tidak enak di perut, diare, mual, muntah, hipotensi, dan anafilaksis (Schrier, 2009).

Pemberian desferoksamine secara infus subkutan direkomendasikan karena dapat dilakukan

dirumah, pemberian secara dini desferoksamine pada kelebihan zat besi karena tranfusi akan

menurunkan penimbunan zat besi pada organ dan membantu melindungi terhadap terjadinya

diabetes mellitus, penyakit jantung dan kematian dini pada penderita thalassemia mayor.

Desferoksamine merupakan asam trihidroksamik yang diproduksi oleh Streptomyces Pilosus,

berfungsi meningkatkan ekskresi besi melalui urine pada penderita thalassemia dan dapat

diberikan secara intramuskuler, intravena, atau subkutan (Britthenham, 1994). Sarjana

Franchini menemukan fakta bahwa kombinasi desferoksamine secara infus subkutan (selama

8-12 jam,dua kali seminggu) dengan deferiprone per oral (75 mg/kg/hari) sama efektifnya

dengan pemberian desferoksamine secara infus subkutan saja (selama 8-12 jam, lima kali

seminggu)(Franchini, 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penurunan serum ferritin setelah

mendapatkan desferoksamine infus subkutan, termasuk didalamnya profil klinis dan

laboratoris.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah profil perubahan kadar ferritin serum penderita thalassemia yang

mendapat desferoksamine secara infus kontinyu subkutan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perubahan kadar ferritin serum penderita thalassemia yang mendapat

desferoksamine secara infus kontinyu subkutan.

3
1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui karakteristik demografik penderita thalassemia yang meliputi umur, jenis

kelamin.

1.3.2.2 Mengetahui klinis penderita thalassemia yang meliputi tinggi dan berat badan, indeks

massa tubuh, pembesaran limpa, pembesaran hati, golongan darah, kebutuhan darah

perbulan-pertahun dan total tranfusi yang telah dilakukan sebelumnya

1.3.2.3 Mengetahui kadar Haemoglobin, fungsi hati (SGOT/SGPT), fungsi ginjal (Kreatinin

Serum dan BUN), kadar ferritin serum sebelum pemberian desferoksamine secara

infus kontinyu subkutan pada penderita thalassemia.

1.3.2.4 Mengetahui perubahan Haemoglobin dan ferritin serum setelah pemberian

desferoksamine secara infus kontinyu subkutan pada penderita thalassemia.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dari segi Ilmu Pengetahuan

Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang gambaran profil klinis

dan laboratoris penderia thalassemia dan keuntungan pemberian desferoksamine

secara infus kontinyu subkutan dan dapat dijadikan sebagai data penelitian

selanjutnya.

2. Dari segi Pelayanan Kesehatan

Dapat lebih selektif dalam menentukan penderita mana yang memerlukan

pemberian desferoksamine pada penderita-penderita yang memerlukan

transfusi darah jangka panjang

4
Dapat melakukan upaya lebih dini dalam pemberian desferoksamine pada

penderita yang mendapat transfusi sepanjang hidup, khususnya pada penderita

thalassemia untuk mencegah kerusakan organ akibat deposit zat besi (iron

overload)

3. Dari segi Penderita

Dapat menerima terapi desferoksamine infuse subkutan secara dini untuk mencegah

komplikasi akibat penimbunan zat besi.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Thalassemia

5
Thalassemia merupakan penyakit herediter yang ditandai dengan defisiensi gen yang

mensintesis rantai globin pada haemoglobin, penderita dengan -thalassemia menunjukkan

penurunan produksi -globin dan penderita dengan -thalassemia menunjukkan penurunan -

globin. Kegagalan sintesa globin ini menyebabkan tidak terbentuknya haemoglobin sehingga

menghasilkan anemia dengan morfologi eritrosit mikrositik dan hipokromik (Hilliard, 1996;

Weatherall, 1997). Spektrum penyakit ini mulai dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk

heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau thalassemia trait (carier = pembawa sifat)

hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor (Giardina,

1992).

-Thalassemia adalah penyakit genetik paling banyak didunia, diperkirakan 1,5 %

populasi dunia, mengenai hampir 200 juta di seluruh dunia (Prabhu, 2009). Sekitar 15% kulit

hitam Amerika adalah karier alfa-thalassemia dan 3% trait alfa-thalassemia, sedangkan beta

thalassemia sebesar 10-15% ditemukan di mediterania dan asia tenggara serta 0,8% di

Amerika ( Benz, 2005). Manifestasi klinis thalassemia adalah anemia hipokrom mikrositosis,

chipmunk facies karena ekspansi sumsum tulang pada tulang maksila da tengkorak, tanda

anemia hemolitik, hepatomegali dan splenomegali, gangguan pertumbuhan, gangguan

maturitas seksual, batu kandung empedu dan gagal jantung kongesif ( Benz, 2005).

Penegakkan diagnosa Thalassemia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, hapusan

darah tepi, dan elektroporesis haemoglobin (Benz, 2009). Tatalaksana penderita thalassemia

meliputi transfusi darah reguler, terapi pengikat besi, splenektomi, transplantasi sumsum

tulang alogenik, pemberian obat yang meningkatkan kadar hemoglobin F (Hb F), dan terapi

gen (Saputra, 2006).

2.2 Patofisiologi kelebihan zat besi ( iron Overload )

6
Pada individu sehat, metabolisme zat besi dalam keadaan seimbang, penyerapan zat

besi melalui diet rata-rata 1-2 mg tiap hari dan kehilangan yang sama melalui kehilangan sel

epitel dan darah. Setelah diserap dari duodenum, zat besi masuk plasma membentuk

kompleks dengan transferin, sebuah polipeptida rantai tunggal dengan afinitas yang tinggi

terhadap Fe3+. Besi terikat transferin dalam plasma merupakan suplai besi utama untuk

erythron, kemudian masuk sel hepatosit dan jaringan lainnya. Didalam sel, zat besi disimpan

dalam ferritin, sebuah protein besar yang mempunyai kemampuan menyimpan 4500 ion Fe3+

dan ferritin ditemukan di dalam serum dalam proporsi yang kecil (Porter, 2005).

Penderita yang mendapat transfusi sel darah merah berulang untuk anemia yang tidak

berkaitan dengan kehilangan darah, akan meningkatkan intake zat besi, sebagai contoh

penderita thalassemia yang mendapat transfusi darah sampai 300 mg/Kg berat badan/ tahun

akan meningkat 10 kali lipat penyerapan zat besi daripada orang normal. Didalam darah Fe

berikatan dengan Transferrin dan nontransferrin (NTBI=NonTransferrin-Bound Iron),

kemudian disimpan pada sel di organ liver, jantung, gonad, dan endokrin dalam bentuk

ferritin dan hemosiderins. Zat besi beredar dalam tubuh berupa ferri (Fe 3+) dan ferro (Fe 2+),

bentuk berubah melalui donasi atau menerima electron. Transfer elektron ini diperlukan

untuk banyak fungsi molekul-zat besi yang terkoordinasi seperti sitokrom dan haemoglobin.

Bentuk komplek besi yang labil dan NTBI terlibat dalam transfer elektron yang menghasilkan

radikal bebas hidroksil yang disebut highly reactive hydroxyl radical melalui reaksi Haber

Weiss. Dalam reaksi Haber Weiss, superoksida relatif kurang reaktif terhadap hidrogen

peroksida dalam menghasilkan molekul oksigen, ion hidroksida dan highly reactive hydroxyl

radical (porter, 2005).

Kelebihan zat besi dalam sel dapat bertindak sebagai agen Fenton, mengkatalisasi

reaksi Haber-Weiss:

7
H2O2 + Fe (2+) OH- + Fe (3+) + OH. ( radikal hidroksida)

O2 (anion superoksida ) + Fe (3+) O2 + Fe (2+)

hasil akhir : O2- + H2O2 O2 + OH- + HO. (Schrier, 2009)

Karena tingginya aktifitas radikal hydroksida, dapat menyebabkan kerusakan

oksidatif terhadap lemak, protein, dan molekul DNA. Dimulai abstraksi dari atom hydrogen

sebagai radikal hidroksida (dalam menghasilkan molekul air) terhadap lemak menyebabkan

penyusunan kembali molekul lemak peroksida dan lemak peroksida ini memicu terbentuknya

lemak peroksida lebih lanjut dalam reaksi berantai.hasil akhirnya adalah terjadi dekomposisi

lemak yang berefek dalam integritas terhadap organela, konsekuensinya terjadi kerusakan sel

akibat kebocoran (leakage) enzim lisosom dan kegagalan relatif dari sel, yang kemudian

menyebabkan kematian sel. Efek lainnya adalah peningkatan produksi transforming growth

factor 1 yang menyebabkan peningkatan sintesa kolagen dan fibrosis. Secara keseluruhan,

oleh karena kerusakan oksidatif yang diinduksi zat besi ( iron-induced oxidative damage)

dapat menyebabkan kematian sel dan/atau fibrosis. (Porter, 2005).

Gambar 2.1 consequences of iron-mediated toxicity . ( diambil dari disorders of hemoglobin:

genetic, pathophysiology and clinical management;2001:979-1027 )

8
2.3 Konsekuensi kelebihan zat besi

Penderita yang tergantung tranfusi seperti penderita thalassemia, yang tidak pernah

mendapat terapi kelasi, berkembang secara progresif akibat akumulasi zat besi, dimana

bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan dan tentunya kematian. Prevalensi

komplikasi tersebut antara lain gagal jantung 6,8 %, aritmia 5,7 %, hypogonadism,

hypothyroid 10,8 %, Diabetes 6,4 %, infeksi HIV 1,7 %, dan thrombosis 1,1 % (Brogna,

2004).

Sebanyak 200 mg zat besi terkandung dalam 420 mL darah donor atau hampir 1,08

mg zat besi per 1 mL sel darah merah murni. Rerata pendeita thalassemia mayor mendapat

transfusi sebanyak 0,4 mg/Kg/d2, namun bervariasi satu sama lain (Porter, 2010).

Akumulasi zat besi ini terjadi di semua organ tubuh, terutama pada sel dengan kadar

reseptor transferrin yang tinggi (seperti jantung, hati, tiroid, gonad, dan kelenjar pancreas)

sehingga menyebabkan komplikasi seperti kardiomiopati, sirosis hati, kegagalan kelenjar

endokrin dan diabetes. Zat besi ini disimpan dalam transferrin, protein yang bertanggung

jawab terhadap transport zat besi didalam darah.

Konsekuensi dari akumulasi zat besi pada organ, antara lain:

Liver : penyimpanan utama zat besi, pada awal menyebabkan hepatomegali ringan-

sedang, lebih lanjut dapat terbentuk fibrosis dan sirosis. Bersamaan dengan kondisi

trauma liver lainnya, kerusakan liver sekunder karena kelebihan timbunan zat besi

dapat memproduksi fibrosis. Keadaan hemochromatosis yang berkepanjangan, dapat

menyebabkan terjadinya sirosis mikronoduler. Hemosiderotic pada liver

memproduksi inflamasi, dengan konsekuensi meningkatkan level dari serum

transminase. Abnormalitas fungsi sintesis pada liver merupakan indikasi dari

penyakit yang berat/advanced


9
Jantung : kardiomiopati kongestif, kelainan yang sering terjadi pada keadaan

kelebihan zat besi. Tetapi kelainan lain dapat terjadi, antara lain : perikarditis,

kardiomiopati restriktif dan angina tanpa penyakit Jantung koroner. Ada korelasi yang

kuat antara jumlah kumulatif tranfusi darah dengan gangguan fungsi jantung pada

penderita anak dengan thalassemia.

Endokrin : disfungsi pankreas sering terjadi pada keadaan kelebihan zat besi,

beberapa orang berkembang menjadi diabetes (40%) yang memerlukan terapi insulin.

Disfungsi kelenjar pituitary dan thyroid (33%) dapat terjadi pada keadaan overload

zat besi, penurunan kadar gonadotropin (10%) hingga infertilitas sekunder dapat

terjadi

Abnormalitas micellaneous : hiperpigmentasi kulit, artropati sendi, osteoporosis dan

hipertensi pulmonal, dapat disebabkan karena overload zat besi.

2.4 Terapi pengikat besi (Iron-chelating therapy)

Terapi konservatif thalassemia adalah tranfusi sel darah merah secara teratur dalam

rangka mempertahankan kadar haemoglobin dalam atas normal, hal ini menyebabkan

penimbunan berlebih zat besi pada organ dan menyebabkan kegagalan fungsi kelenjar

endokrin, hati dan jantung (Boturao, 2002). Tujuan terapi pengikat besi adalah menurunkan

beban zat besi dalam tubuh, terutama besi dalam bentuk labil di plasma dan di dalam seluler,

dengan penurunan zat besi diharapkan menurunkan produksi reactive oxygen species,

sehingga menurunkan kemungkinan kerusakan pada organ-organ penting seperti hati dan

jantung, dengan hasil menurunkan morbiditas dan memperbaiki ketahanan hidup (Glikstein,

2006; Schrier, 2009).

10
Terapi pengikat besi diperlukan untuk mencegah dan menurunkan kelebihan zat besi

dalam jaringan sehingga dapat mencegah kerusakan jaringan dan organ. Terapi pengikat besi

diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 ng/mL atau saturasi transferin

lebih dari 50% atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.

Mekanisme dari khelasi zat besi dalam melindungi sel atas toksisitas zat besi dalam

dua cara. Pertama, pengeluaran kelebihan zat besi dari tubuh. Setelah besi beracun hilang,

mekanisme perbaikan tubuh dapat beraksi untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi akibat

toksisitas zat besi, kemampuan khelasi mengeluarkan zat besi tergantung dua faktor yaitu

kecepatan khelasi mengurangi timbunan besi dan kemampuan zat besi berakumulasi. Kedua,

netralisasi zat besi bebas. Kuatnya ikatan khelasi dengan besi telah menghambat keampuan

ion besi mengkatalisasi reaksi redoks. Ion besi mempunyai enam sisi koordinasi

elektrokimia, khelasi desferoksamine mempunyai enam sisi (hexidentate) yang dapat

mengikat secara kompit ke enam sisi zat besi sehingga tidak aktif (Prabhu, 2009).

Sejak diperkenalkan, lebih dari tiga dekade tahun yang lalu, preparat pengikat besi,

desferoksamine secara dramatis menurunkan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup

penderita-penderita yang mendapat transfusi sepanjang hidupnya. Desferoksamine secara

nyata memperbaiki prognosis penderita thalassemia, pemberian adekuat secara parenteral

dapat menurunkan atau mencegah akumulasi besi dan kerusakan organ yang dimediasi zat

besi, sehingga dapat menurunkan secara konsisten morbiditas dan mortalitas (Galanello,

2004).

Sejak akhir tahun 1960 desferoksamine mesylate telah dijadikan standard emas

pemakaian khelasi besi, meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia hidup

penderita thalasemia (Prabhu, 2009). Desferoksamine di berikan 20-50 mg/KgBB/hari baik

secara infus subkutan atau intravena. Pemberian subkutan melalui pompa infus dalam waktu

11
8-12 jam selama 5-7 hari perminggu, dengan lokasi umumnya di daerah dinding perut,

namun deltoid maupun paha lateral dapat menjadi alternatif bagi penderita. Zat Besi yang

terkhelasi oleh desferoksamine terutama diekskresikan melalui urine, tetapi sepertiganya

juga melalui tinja. Ekskresi Fe meningkat 2 kali lipat dengan penambahan asam askorbat

(vitamin C) 200-500 mg/hari. Namun penambahan asam askorbat dapat meningkatkan

toksisitas Fe pada jaringan, sehingga pemberiannya hanya untuk penderita tanpa deposit Fe

berat (Giardina, 1992; Brittenham, 1994; Pignatti, 1998; Spandiman, 2003; Franchini, 2004;

Schrier, 2009).

Didalam sirkulasi dan jaringan, desferoksamine berikatan dengan besi dan bentuk

ikatan besi dapat di ekskresikan secara efisien dalam urine dan empedu, dengan beberapa

tahap yaitu desferoksamine mengikat satu atom besi, besi yang diikat adalah besi yang

dikeluarkan dari sistem retikuloendotelial dari katabolisme sel darah merah dan segera

dikeluarkan melalui urine, sedang desferoksamine yang tidak terikat masuk kedalam sel

parenkim hati, berinteraksi dengan besi intraseluler lalu di keluarkan melalui empedu, selain

itu desferoksamine juga mengeluarkan langsung besi dari sel miokard (Hershko, 2001;

Schrier, 2009).

Pengalaman empat dekade penggunaan deferoksamine mesylate telah jelas

menunjukkan manfaat sebagai zat khelasi, yaitu : 1. Konsentrasi besi di hati dipertahankan

pada kadar normal atau sedikit meningkat, 2. Mencegah Fibrosis hati, 3. Penyakit jantung

akibat induksi besi secara nyata menurun, 4. Pertumbuhan normal dan perkembangan seksual

dapat dicapai, 5. Kelangsungan hidup jangka panjang dapat ditingkatkan ( Prabhu, 2009).

Komplikasi penggunaan jangka panjang desferoksamine adalah kerusakan syaraf

penglihatan dan pendengaran yang terjadi sekitar 30,3%, sedangkan rasa tidak nyaman/nyeri

di perut, diare, mual, muntah, hipotensi, dan anafilaksis merupakan komplikasi akut yang

12
terjadi sekitar 14,6% dari semua penderita yang mendapat infus desferoksamine (Olivieri,

1986).

Sekarang Desferoksamine memiliki manfaat potensial yaitu sebagai antiproliferatif,

anti inflamasi, dan agen imunosupresif, sehingga mengilhami minat dalam merawat pasien

dengan tumor jaringan yang solid dengan pemberian desferoksamine secara intravena dan /

atau infus kontinyu (Iacobini, 1997).

Evaluasi kelebihan zat besi sulit dan peran ferritin serum sebagai indikator masih

diperdebatkan. Rendahnya kadar ferritin berasosiasi dengan rendahnya kemungkinan

terjadinya gagal jantung (hazard ratio = 3,35, p<0,005) dan perpanjangan ketahanan hidup

(hazard ratio = 2,45, p<0,005) dengan menggunakan patokan kadar ferritin 1.000 ng/mL

(brogna, 2004).

Selain desferoksamine, pengikat besi lannya adalah deferipron, yang diberikan secara

oral sendiri atau kombinasi dengan desferoksamine pada penderita yang tingkat kepatuhan

terhadap Desferoksamine rendah. Terapi standar deferipron adalah 75 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 3 dosis. Efek samping deferiprone adalah atropati, neutropenia/agranulositosis,

gangguan pencernaan, kelainan imunologis, defisiensi seng, dan fibrosis hati ( Hoffbrand,

2005; Beshlawy, 2008).

2.5 Cara pemberian desferoksamine

Desferoksamine merupakan pilihan pertama pengikat besi. Sayangnya karena

desferoksamine mempunyai waktu paruh yang pendek dan daya absorbsi disaluran cerna

yang rendah, maka desferoksamine sebaiknya diberikan secara parenteral. Pemberian

parenteral melalui intravena atau infus subkutan, biasanya diberikan infus kontinyu subkutan

selama 8-12 jam dengan menggunakan pompa portable memakai baterai sebagai sumber

13
listriknya. Pemberian desferoksamine secara subkutan efektif dalam jangka pendek dan lebih

disukai/ditoleransi oleh penderita-penderita baik anak maupun dewasa (Franchini, 2000).

Cara pemberian desferoksamine secara infus subkutan dan intravena terbukti lebih

berhasil dari pada cara pemberian yang lainnya, dimana sedikit keluhan yang berkaitan

dengan pemberian secara infus subkutan, 66% penderita menggunakan desferoksamine

secara subkutan tanpa keluhan (Kontoghiorghes, 2000).

Sejak diperkenalkan tahun 1976, pemberian desferoksamine secara infus kontinyu

subkutan menggunakan pompa portable telah terbukti paling efektif dan metode paling aman

untuk mencegah dan mengobati kelebihan zat besi ( Franchini, 2000). Pada penderita

thalassemia desferoksamine diberikan malam hari secara infus kontinyu subkutan selama 8-

12 jam dengan menggunakan pompa bertenagakan baterai, melalui jarum bersayap 25 Gauge

untuk mengurangi rasa tidak nyaman. Komplikasi Iritasi lokal dan bengkak di tempat injeksi

sering terjadi, biasanya sementara atau dapat dikontrol dengan menurunkan laju infus (Forget,

2000). Efek samping desferoksamine jangka panjang adalah toksik terhadap saraf penglihatan

dan pendengaran, sedangkan komplikasi akut adalah nyeri atau rasa tidak enak di perut, diare,

mual, muntah, hipotensi, dan anafilaksis (Schrier, 2009).

2.6 Ferritin serum

Tidak ada satupun pengukuran kelebihan zat besi secara menyeluruh dan secara

prospektif untuk memprediksi zat besi yang berkaitan dengan komplikasi pada penderita

thalassemia mayor. Biopsi hati dengan pengukuran biokimia dari konsentrasi zat besi dalam

hati merupakan standard emas untuk penilaian simpanan besi tubuh secara total. Kadar besi

hati 15 mg per berat badan kering berasosiasi dengan besarnya resiko penyakit jantung yang

diinduksi besi. Idealnya pemeriksaan besi hati setiap tahun akan memberikan perkiraan

14
akurat akumulasi besi pada penderita thalassemia mayor yang mendapat transfusi reguler dan

terapi khelasi ( Prabhu, 2009).

Ferritin merupakan pengukuran yang tersedia saat ini tetapi estimasi kadar ferritin

tidak berkorelasi terhadap kadar besi di hati. Pengukuran ferritin secara serial merupakan

prediksi komplikasi penyakit jantung yang diinduksi zat besi ( Prabhu, 2009).

Karena protein ferritin serum adalah sebuah reaktant fase akut, meningkat dengan

proses-proses inflamasi pada penyakit kronis, untuk menentukan apakah tingginya protein

ferritin serum disebabkan oleh kelebihan zat besi atau inflamasi,perlu juga menentukan kadar

zat besi da persentase transferrin. Transferrin adalah kebalikan reaktant fase akut, sehingga

apabila tingginya kadar ferritin serum diikuti tingginya persentase saturasi dalam transferrin

serum normal mengindikasikan kelebihan zat bes (iron overload), dan apabila tingginya

kadar ferritin serum diikuti dengan persentase saturasi transferrin < 45 mengindikasikan

inflamasi yg disebabkan tingginya ferritin (Herbert, 1997).

Ferritin serum secara luas berkorelasi dengan simpanan zat besi dalam tubuh, tetapi

pada Thalassemia mayor, variasi simpanan zat besi dalam tubuh terhitung hanya 57% dalam

ferritin plasma. Variasi ini hanya sebagian karena inflamasi meningkatkan level ferritin serum

dengan tidak tergantung kadar zat besi tubuh dan sebagian karena distribusi zat besi hati

diantara makrofag( sel kupffer) dan hepatosit di dalam hati sebagai dampak utama dalam

ferritin plasma. Tidak seperti ferritin jaringan, ferritin serum didominasi zat besi bebas dan

disekresikan oleh makrofag secara proporsional untuk konten zat besi sampai mendekati

3000 g/L. Hubungan antara ferritin serum dan simpanan zat besi adalah sama pada

thalassemia mayor dan penyakit sel sikle (Porter, 2010). Secara klinis, penurunan simpanan

zat besi tubuh dapat diidentifikasi dengan penurunan secara nyata konsentrasi total ferritin

serum dan/atau melalui penurunan zat besi stabil didalam sumsum tulang (Herbert, 1997).

15
Menurut sarjana Herbert, pengukuran protein ferritin serum secara umum dapat

diterima sebagai cara non invasif terbaik dalam rangka menentukan simpanan zat besi tubuh

(Herbert, 1997).

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

PENDERITA THALASSEMIA

TRANSFUSI DARAH BERULANG


Absorpsi Fe di usus
Profil klinis dan laboratoris

Deposit Fe dalam darah INFEKSI KADAR HAEMOGLOBIN


NTBI
(ferritin)

DESFEROKSAMINE

radikal bebas hidroksil


TGF-1

Peroksida lemak, protein dan DNA

Kerusakan lisosom dan pengeluaran enzim Sintesa kolagen 16


Kerusakan organela sel
Fibrosis

Kerusakan sel Kerusakan organ

: sebab yang diteliti

: sebab yang tidak diteliti

: Parameter yang diteliti

: Parameter yang tidak diteliti

3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual

Dalam rangka mengatasi anemia, penderita thalassemia membutuhkan transfusi darah

berulang sepanjang hidupnya, dimana keadaan ini menimbulkan konsekuensi berupa

penularan infeksi virus dan deposit zat besi berlebihan (iron overload ) dalam semua organ

tubuh, terutama liver, organ endokrin,dan organ jantung. Penderita yang mendapat transfusi

sel darah merah berulang untuk anemia yang tidak berkaitan dengan kehilangan darah, akan

meningkatkan intake zat besi, sebagai contoh penderita thalassemia yang mendapat transfusi

darah sampai 300 mg/Kg berat badan/ tahun akan meningkat 10 kali lipat penyerapan zat besi

daripada orang normal. Didalam darah Fe berikatan dengan Transferrin dan nontransferrin

(NTBI=NonTransferrin-Bound Iron), kemudian disimpan pada sel di organ liver, jantung,

gonad, dan endokrin dalam bentuk ferritin dan hemosiderins. Zat besi beredar dalam tubuh

berupa ferri (Fe3+) dan ferro (Fe 2+), bentuk berubah melalui donasi atau menerima electron.

Transfer elektron ini diperlukan untuk banyak fungsi molekul-zat besi yang terkoordinasi

seperti sitokrom dan haemoglobin. Bentuk komplek besi yang labil dan NTBI terlibat dalam

17
transfer elektron yang menghasilkan radikal bebas hidroksil yang disebut highly reactive

hydroxyl radical melalui reaksi Haber Weiss. Dalam reaksi Haber Weiss ini superoksida,

relatif kurang reaktif terhadap hidrogen peroksida dalam menghasilkan molekul oksigen, ion

hidroksida dan highly reactive hydroxyl radical:

O2- + H2O2 O2 + OH- + HO

Karena tingginya aktifitas radikal hydroksida, dapat menyebabkan kerusakan

oksidatif terhadap lemak, protein, dan molekul DNA. Dimulai abstraksi dari atom hydrogen

sebagai radikal hidroksida (dalam menghasilkan molekul air) terhadap lemak menyebabkan

penyusunan kembali molekul lemak peroksida dan lemak peroksida ini memicu terbentuknya

lemak peroksida lebih lanjut dalam reaksi berantai.hasil akhirnya adlah terjadi dekomposisi

lemak yang berefek dalam integritas terhadap organela, konsekuensinyaterjadi kerusakan sel

akibat kebocoran (leakage) enzim lisosom dan kegagalan relatif dari sel, yang kemudian

menyebabkan kematian sel. Efek lainnya adalah peningkatan produksi transforming growth

factor 1 yang menyebabkan peningkatan sintesa kolagen dan fibrosis. Secara keseluruhan,

oleh karena kerusakan oksidatif yang diinduksi zat besi ( iron-induced oxidative damage)

dapat menyebabkan kematian sel dan/atau fibrosis.

Selain itu pada penderita thalassemia ditemukan penurunan antioksidan dalam darah

seperti lycopene, ubiquinol, ubiquinone,vitamin A, vitamin E, vitamin C dan -carotene.

Ketidakseimbangan ini menyebabkan kerusakan sel yang berakibat pada ganguan fungsi dan

kerusakan organ. Deposit zat besi berlebihan merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada penderita-penderita yang mendapat transfusi jangka panjang. Terapi pengikat

besi diperlukan untuk mencegah dan menurunkan deposit zat besi dalam jaringan sehingga

dapat mencegah kerusakan jaringan dan organ. Untuk mengurangi deposit zat besi di dalam

organ diberikan desferoksamine sebagai khelasi besi diberikan secara infus subkutan karena
18
pemberian desferoksamine secara subkutan efektif dalam jangka pendek dan lebih

disukai/ditoleransi oleh penderita-penderita baik anak maupun dewasa. Desferoksamine akan

mengikat zat besi di darah, ferritin, dan hemosiderin, kemudian di ekskresi melalui ginjal

bersama urine dan saluran cerna bersama faeces, sehingga kadar ferritin didalam serum

menurun. Ekskresi Fe melalui urine meningkat 2 kali lipat dengan penambahan asam

askorbat (vitamin C) 200-500 mg/hari.

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan deskriptif retrospektif

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di unit rawat jalan Hemato-Onkologi Medik RSU Dr.

Soetomo Surabaya, mulai januari 2008 Desember 2009.

4. 3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1 Populasi Penelitian

19
Populasi penelitian adalah DMK penderita Thalassemia dewasa yang datang

ke unit rawat jalan Hemato-Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya

tahun januari 2008- desember 2009 yang mendapat desferoksamine infus

subkutan

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah adalah DMK penderita Thalassemia yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi

4.2.2.1 Kriteria Inklusi

1. Penderita Thalassemia dewasa yang berkunjung di unit rawat jalan hemato-


onkologi medik selama periode januari 2008 Desember 2009

2. Pria atau wanita usia 13 tahun

3. Mendapat terapi desferoksamine infus subkutan

4.2.2.2 Kriteria Eksklusi

1. Kadar serum kreatinin > 1,2 mg/dL


2. Kadar SGOT > 5x kadar normal
4.2.2.4 Besar Sampel

Seluruh DMK penderita Thalassemia dewasa yang datang ke unit

rawat jalan Hemato-Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya selama

periode Januari 2008 desember 2009 yang mendapat desferoksamine infus

subkutan

4.3. Definisi Operasional

a. Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif,

disebabkan oleh penurunan atau absennya produksi dari salah satu rantai

globin, tersering dijumpai adalah rantai alfa dan rantai beta (Hilliard, 1996;

20
Weatherall, 1997). Tanda dan gejala klinis thalassemia adalah anemia,

gangguan tumbuh kembang, pembesaran perut karena pembesaran limpa dan

hepar, serta mongoloid facies/facies rodent (Supandiman, 2003). Penegakkan

diagnosa Thalassemia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, hapusan

darah tepi, dan elektroporesis haemoglobin (Benz, 2009)

b. Penderita Thalassemia dewasa adalah penderita yang sudah terdiagnosa sebagai

thalassemia, yang berusia lebih atau sama dengan 13 tahun, dimana

sebelumnya telah kontrol dan mendapat terapi di poli hematologi anak

c. Desferoksamine adalah preparat khelasi/pengikat besi, berbentuk serbuk

berwarna putih dalam botol vial kemasan 500 mg/vial, dengan nama dagang

desferal

d. Pemberian desferoksamine secara infus kontinyu subkutan

e. Umur dihitung dalam tahun sejak lahir sampai ulangtahun terakhir saat

pemberian terapi desferoksamine

f. Tinggi badan (TB) diukur dalam centimeter (cm) diukur dalam posisi berdiri

tanpa alas kaki

g. Berat badan (BB) diukur dalam kilogram (Kg) diukur tanpa alas kaki

h. Ferritin serum adalah salah satu bentuk penyimpanan zat besi didalam darah.

i. Ferritin serum pre terapi adalah kadar ferritin serum sebelum pemberian

desferoksamine.

21
j. Ferritin serum post terapi adalah kadar ferritin serum 4 minggu sesudah

pemberian desferoksamine.

k. Kadar serum Haemoglobin (Hb) diukur melalui darah vena, dilakukan

pemeriksaan Hb sebelum dan 4 minggu sesudah pemberian injeksi

desferoksamine subkutan

l. Kadar SGOT dan SGPT diukur melalui darah vena, dilakukan pemeriksaan Hb

sebelum pemberian injeksi desferoksamine subkutan

m. Kadar serum kreatinin dan BUN diukur melalui darah vena, dilakukan

pemeriksaan Hb sebelum pemberian injeksi desferoksamine subkutan serta

perhitungan estimated GFR(eGFR) dengan rumus Cockroft-Gault.

4.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang poliklinik hematologi-onkologi medik

RSUD Dr. Soetomo terhadap semua rekam medis penderita thalassemia yang

mendapatkan terapi desferoksamine infuse subkutan antara Januari 2008 31

Desember 2009.

4.5 Analisa Data

a) Analisa deskriptif untuk melihat karakteristik subyek penelitian disajikan dalam

bentuk tabel dan diagram

b) Data bersifat rasio dilakukan uji normalitas dengan uji Shapiro-wilk satu sampel,

dengan nilai p>0.05 untuk data berdistribusi normal. Bila data berdistribusi

normal digunakan uji parametrik, sedangkan bila tidak normal digunakan uji

non parametrik.
22
c) Untuk mengetahui signifikansi menggunakan uji Paired sample T-test untuk

distribusi data normal atau uji Wilcoxon Signed Rank Test untuk distribusi data

yang tidak normal.

4.6 Protokol Penelitian

DMK penderita Thalassemia dewasa yang datang ke unit rawat


jalan Hemato-Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya selama
periode Januari 2008 desember 2009 yang mendapat
desferoksamine infus subkutan

Kriteria inklusi : Px Thalassemia


dewasa di unit rawat jalan HOM Kriteria eksklusi : Kadar serum
2008 Desember 2009; Pria atau kreatinin > 1,2 mg/dL; Kadar
wanita usia 13 tahun; Mendapat SGOT > 5x kadar normal
terapi desferoksamine infus
subkutan

Pengambilan data

Analisis Data

HASIL

4.7 Kelemahan Penelitian

Penelitian ini hanya dilakukan pada penderita Thalassemia dewasa yang datang ke

unit rawat jalan Hemato-Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya yang

23
mendapat desferoksamine infus subkutan, jadi tidak dapat menggambarkan kondisi di

masyarakat.

Data penelitian adalah data sekunder sehingga banyak data yang diperlukan tidak

tercatat dalam rekam medis yang mengakibatkan banyaknya sampel penelitian yang

dieksklusi.

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini didapatkan 30 DMK penderita Thalasemia di unit rawat jalan

Hemato-Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya, mulai januari 2008 Desember 2009,

yang pernah mendapat terapi infus desferoksamine subkutan dan yang telah memenuhi

criteria inklusi dan eksklusi.

Adapun hasil data yang diperoleh adalah seperti tercantum dibawah ini :

Tabel 5. Profil klinis dan laboratorium penderita Thalasemia mayor

Parameter Penderita Nilai Terendah Nilai Tertinggi


(n= 30)

Jenis Kelamin (Laki/Wanita) 15 (50%) / 15 (50%)

Umur (tahun) 24,4 4,65 17 35

Berat Badan (Kg) 43 4,04 34 51

Tinggi Badan (cm) 156,5 110 165

Indeks Massa Tubuh (Kg/m2) 17.85 3,04 15,23 33,33

24
Parameter Penderita Nilai Terendah Nilai Tertinggi
(n= 30)

Umur awal diagnosa 5 1 23


thalassemia (tahun)

Kebutuhan tranfusi/bln
4 2 6
(Kantong/bln)

Kebutuhan tranfusi/thn
48 24 72
(Kantong/thn)

Total tranfusi sebelum terapi


912 96 1656
desferoksamine (kantong)

Kadar ferritin sebelum terapi


5.509 1.386 26.840
(g/dL)

Kadar serum kreatinin (g/dL) 0,85 0,78 1,2

Kadar BUN (g/dL) 19,03 1,95 15 25

eGFR 73,67 12,27 45,25 95,79

Kadar SGOT (g/dL) 41 32 48

Kadar SGPT (g/dL) 39 26 52

Kadar ferritin sesudah terapi


3.675 1.042 21.920
(g/dL)

Beda Kadar ferritin sebelum-


1.156 130 5.320
sesudah terapi (g/dL)

Kadar Hb sebelum terapi


8,85 7,8 9,8
(g/dL)

Kadar Hb sebelum terapi


7,6 6,7 9,0
(g/dL)

Beda Kadar Hb sebelum-


1,3 0,2 2,0
sesudah terapi (g/dL)

Penderita Thalassemia yang ikut dalam penelitian ini adalah 30 orang , terdiri dari

15 orang laki-laki dan 15 orang wanita. Rerata usia penderita Thalassemia dalam penelitian
25
ini adalah 24,4 4,65 tahun. Usia termuda dalam penelitian ini adalah 17 tahun dan tertua

adalah 35 tahun, dimana Umur 10-20 thn sebanyak 20%, 20-30 thn sebanyak 67%, dan umur

30-40 thn sebanyak 13%

Rerata berat badan penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 43 4,04

Kg. Berat badan teringan dalam penelitian ini adalah 34 Kg dan terberat adalah 51 Kg. Berat

badan 30-40 Kg sebanyak 33%, 40-50 Kg sebanyak 57%, dan 50-60 Kg sebanyak 10%.

Nilai tengah tinggi badan penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 156,5

cm. Tinggi badan terpendek dalam penelitian ini adalah 110 cm dan tertinggi adalah 165 cm.

Tinggi badan 110-120 cm sebanyak 6%, 130-140 cm sebanyak 6%, 140-150 cm sebanyak

50%, dan 160-170 cm sebanyak 38%.

Rerata indeks massa tubuh penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 17.85

3,04 Kg/m2. indeks massa tubuh terendah dalam penelitian ini adalah 15,23 Kg/m2 dan

tertinggi adalah 33,33 Kg/m2. IMT 18,5 Kg/m 2 sebanyak 53%, 18,6-24,4 Kg/m2 sebanyak

44%, dan 24,5 Kg/m2 sebanyak 3%.

Nilai tengah umur saat diagnosa penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah

5 tahun. Umur saat diagnosa termuda dalam penelitian ini adalah 1tahun dan tertua adalah 23

tahun.

Nilai tengah kebutuhan transfusi perbulan penderita Thalassemia dalam penelitian ini

adalah 4 kantong darah. kebutuhan transfusi perbulan tersedikit dalam penelitian ini adalah 2

kantong darah dan terbanyak adalah 6 kantong darah. Kebutuhan transfusi darah 2

kantong/bln sebanyak 1orang, 4 kantong/bln sebanyak 25 orang, dan 6 kantong/bln sebanyak

4 orang.

Nilai tengah kebutuhan transfusi pertahun penderita Thalassemia dalam penelitian ini

adalah 48 kantong darah. kebutuhan transfusi perbulan tersedikit dalam penelitian ini adalah

24 kantong darah dan terbanyak adalah 72 kantong darah. Kebutuhan transfusi darah 2

26
kantong/bln sebanyak 1orang, 4 kantong/bln sebanyak 25 orang, dan 6 kantong/bln sebanyak

4 orang.

Sedangkan Nilai tengah total transfusi sebelum pemberian desferoksamine penderita

Thalassemia dalam penelitian ini adalah 912 kantong darah. kebutuhan transfusi perbulan

tersedikit dalam penelitian ini adalah 96 kantong darah dan terbanyak adalah 1656 kantong

darah. Kebutuhan transfusi darah 24 kantong/thn sebanyak 1orang, 48 kantong/thn sebanyak

25 orang, dan 72 kantong/thn sebanyak 4 orang.

Nilai tengah kadar Serum Kreatinin penderita Thalassemia dalam penelitian ini

adalah 0,85 g/dL. Kadar Serum Kreatinin terendah dalam penelitian ini adalah 0,78 g/dL

dan tertinggi adalah 1,2 g/dL.

Rerata kadar BUN penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 19,03 1,95

g/dL. Kadar BUN terendah dalam penelitian ini adalah 15 g/dL dan tertinggi adalah 25 g/dL

Rerata eGFR penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 73,67 12,27.

eGFR terendah dalam penelitian ini adalah 45,25 dan tertinggi adalah 95,79.

Nilai tengah kadar SGOT penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 41

g/dL. Kadar SGOT terendah dalam penelitian ini adalah 32 g/dL dan tertinggi adalah 68

g/dL. Nilai tengah kadar SGPT penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 39 g/dL.

Kadar SGPT terendah dalam penelitian ini adalah 26 g/dL dan tertinggi adalah 52 g/dL.

Rerata kadar Haemoglobin penderita Thalassemia sebelum pemberian

desferoksamine subkutan dalam penelitian ini adalah 8,8 5,39 g/dL. Kadar Haemoglobin

terendah dalam penelitian ini adalah 7,8 g/dL dan tertinggi adalah 9,8 g/dL. Kadar Hb 7-8

g/dL sebanyak 13%, 8-9 g/dL sebanyak 50%, dan 9-10 g/dL sebanyak 37%..

Rerata kadar Haemoglobin penderita Thalassemia setelah pemberian desferoksamine

subkutan dalam penelitian ini adalah 7,6 6,21 g/dL. Kadar Haemoglobin terendah dalam

27
penelitian ini adalah 6,7 g/dL dan tertinggi adalah 9,0g/dL. Kadar Hb 6-7 g/dL sebanyak

20%, 7-8 g/dL sebanyak 53%, dan 8-9 g/dL sebanyak 27%.

Nilai tengah serum ferritin sebelum pemberian desferoksamine subkutan penderita

Thalassemia dalam penelitian ini adalah 5.509 g/dL. Kadar serum ferritn terendah dalam

penelitian ini adalah 1.386 g g/dL dan tertinggi adalah 26.840 g/dL. Kadar ferritin serum

1000-10000 ng/dL sebanyak 94%, 10000-20000 ng/dL sebanyak 3%, 20000-30000 ng/dL

sebanyak 3%.

Nilai tengah serum ferritin sesudah pemberian desferoksamine subkutan penderita

Thalassemia dalam penelitian ini adalah 3.675 g/dL. Kadar serum ferritn terendah dalam

penelitian ini adalah 1.042 g g/dL dan tertinggi adalah 21.920 g/dL. Kadar ferritin serum

1000-10000 ng/dL sebanyak 94%, 10000-20000 ng/dL sebanyak 3%, 20000-30000 ng/dL

sebanyak 3%.

Nilai tengah Penurunan kadar serum ferritin sebelum pemberian desferoksamine

subkutan penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 1.156 g/dL. Penurunan kadar

serum ferritn terendah dalam penelitian ini adalah 130 g g/dL dan tertinggi adalah 5.320

g/dL. Penurunan ferritin serum 100-1000 ng/dL sebanyak 50%, 1000-3000 ng/dL sebanyak

16%, 3000-4000 ng/dL sebanyak 16%, 4000-5000 ng/dL sebanyak 10%, dan 5000-6000

ng/dL sebanyak 8%.

28
BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik populasi penelitian

Pada penelitian ini subyek penelitian adalah DMK penderita

thalassemia yang berkunjung di polklinik hemato-onkologi medik RSUD Dr.

Soetomo sebanyak 30 orang, terdiri dari 15 orang (50%) laki-laki dan 15

orang (50%) wanita. Hasil ini bebeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hamed et al., (2010) dari januari 2008-juni 2009 dimana didapatkan laki-laki

lebih banyak (65,20%) daripada wanita (24%)

Rerata umur pederita thalassemia ini adalah 24,4 4,65 tahun, dengan

umur termuda dalam penelitian ini adalah 17 tahun dan tertua adalah 35

tahun, dengan pembagian umur 10-20 thn sebanyak 20%, 20-30 thn sebanyak

67%, dan umur 30-40 thn sebanyak 13%. Hal ini berbeda dengan penelitian

wahidiyat (1979) yang menemukan bahwa semakin tua golongan umur,

semakin sedikit jumlah penderitanya. Hal ini dikarenakan semakin

bertambahnya waktu semakin baik pelayanan kesehatan sehingga semakin

tinggi usia harapan hidup penderita thalasemia.

29
Sedangkan Nilai tengah tinggi badan penderita thalassemia dalam

penelitian ini adalah 156,5 cm dengan perincian tinggi badan terpendek dalam

penelitian ini adalah 110 cm dan tertinggi adalah 165 cm.

Rerata berat badan penderita thalassemia dalam penelitian ini adalah

43 4,04 Kg, dimana berat badan teringan dalam penelitian ini adalah 34 Kg

dan terberat adalah 51 Kg.

Dari berat badan dan tinggi badan penderita thalassemia kami dapatkan

Rerata indeks massa tubuh penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah

17.85 3,04 Kg/m2. indeks massa tubuh terendah dalam penelitian ini

adalah 15,23 Kg/m2 dan tertinggi adalah 33,33 Kg/m2. Sebanyak 16 orang

(53,3%) mempunyai indek massa tubuh dengan kriteria kurus atau memiliki

berat badan dibawah Normal, sedangkan 13 orang (43,4%) mempunyai indeks

massa tubuh Normal atau memiliki berat badan ideal , serta seorang (3,3)

mempunyai indeks massa tubuh diatas normal atau masuk kriteria gemuk

(obesitas). Hal ini berbeda dengan penemuan Wahidiyat (1979) bahwa 2,7%

penderita thalasemia digolongkan gizi baik, sedangkan 64,1% gizi kurang dan

13,2% gizi buruk. Hal ini disebabkan semakin lama pelayanan kesehatan

semakin baik dan pengetahuan tentan asupan makanan bergizi juga meningkat

sehingga status gizi juga membaik.

Dalam penelitian ini kami dapatkan data golongan darah (sistem ABO)

terbanyak penderita thalassemia adalah golongan darah O sebanyak 16 orang

(53,3%),sedangkan yang lainnya yaitu golongan darah A sebanyak 4 orang

(13,3%), golongan darah B sebanyak 8 orang ( 26,7%), golongan darah AB

sebanyak 2 orang (6,7%). Sedangkan nilai tengah umur saat diagnosa

30
penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 5 tahun. Umur saat

diagnosa termuda dalam penelitian ini adalah 1tahun dan tertua adalah 23

tahun. Adapun nilai tengah kebutuhan transfusi perbulan penderita

Thalassemia dalam penelitian ini adalah 4 kantong darah. kebutuhan transfusi

perbulan tersedikit dalam penelitian ini adalah 2 kantong darah dan terbanyak

adalah 6 kantong darah. Serta didapatkan juga Nilai tengah kebutuhan

transfusi pertahun penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 48

kantong darah. kebutuhan transfusi perbulan tersedikit dalam penelitian ini

adalah 24 kantong darah dan terbanyak adalah 72 kantong darah. Sedangkan

Nilai tengah total transfusi sebelum pemberian desferoksamine penderita

Thalassemia dalam penelitian ini adalah 912 kantong darah. kebutuhan

transfusi perbulan tersedikit dalam penelitian ini adalah 96 kantong darah dan

terbanyak adalah 1656 kantong darah.

Nilai tengah kadar SGOT penderita Thalassemia dalam penelitian ini

adalah 41g/dL. Kadar SGOT terendah dalam penelitian ini adalah 32 g/dL

dan tertinggi adalah 68 g/dL. Sedangkan Nilai tengah kadar SGPT penderita

Thalassemia dalam penelitian ini adalah 39 g/dL. Kadar SGPT terendah

dalam penelitian ini adalah 26 g/dL dan tertinggi adalah 52 g/dL.

Nilai tengah kadar Serum Kreatinin penderita Thalassemia dalam

penelitian ini adalah 0,85 g/dL. Kadar Serum Kreatinin terendah dalam

penelitian ini adalah 0,78 g/dL dan tertinggi adalah 1,2 g/dL. Hal ini tidak

berbeda dengan penelitian Li Volti et al (1990), dan Aldudak et al (2000) yang

menemukan bahwa kadar kreatinin serum dan klirens kreatinin yang mendapat

terapi deferoksamine infus subkutan adalah dalam batas normal.

31
Dari kadar serum kreatinin, umur, dan berat badan diatas kami

melakukan estimasi terhadap fungsi ginjal melalui perhitungan laju filtrasi

glomerulus dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault. Rerata estimated

GFR (eGFR penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 73,67

12,27. estimated GFR (eGFR terendah dalam penelitian ini adalah 45,25 dan

tertinggi adalah 95,79. Hal ini tidak berbeda dengan penelitian Hamed et al

(2010) menemukan bahwa eGFR penderita thalasemia sebesar 92,67 25,16

(p<0,001).

Nilai tengah penurunan kadar serum ferritin penderita Thalasemia yang

mendapat desferoksamine infus subkutan pada penelitian kami sebesar 1.156

g/dL. Hal ini berbeda dengan hasil yang ditemukan Tamaddoni et al (2010)

bahwa setelah 1 tahun pemberian desferoksamine infus subkutan terjadi rerata

penurunan dari 2.945 591 g/dL menjadi 2.451 352 g/dL (p< 0,0001)

senada dengan Mashhadi et al (2011) mendapatkan angka penurunan dari

2.175 1098 g/dL menjadi 1.682 880 g/dL dengan p< 0,0001). Hal ini

disebabkan nilai awal kadar serum feritin peneltian kami lebih tinggi dari

penelitian lainnya sehingga perbedaannya juga lebih besar.

6.2 Analisa variabel

Kami mencoba melakukan ujikorelasi dengan SPSS 15 antara indeks

massa tubuh, estimasi GFR, penurunan Hb, dan penurunan kadar ferritin.

Kami tidak dapat melakukan uji parametrik dikarenakan distribusi data yang

kami peroleh tidak normal, meskipun telah dilakukan transformasi data agar

berdistribusi normal.

32
Pada uji Test of Normality kolmogorov-smirnov, menghasilkan skor

indeks massa tubuh, estimasi GFR, penurunan Hb, dan penurunan kadar

ferritin mempunyai nilai p =0,000. Oleh karena nilai p<0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa distribusi data tidak normal. Kemudian distribusi data

yang tidak normal tersebut kami lakukan tranformasi data agar distribusi data

normal tetapi tidak berhasil. Oleh karena itu, diputuskan untuk menggunakan

uji alternatif yaitu uji Spearman

Dari uji korelasi Spearman kami peroleh dua korelasi positif yaitu 1)

nilai significancy 0,000 antara estimasi laju filtrasi glomerulus (GFR) dengan

penurunan kadar ferrtin setelah pemberian terapi desferoksamine subkutan.

Nilai korelasi Spearman sebesar 0,590 menunjukkan bahwa arah korelasi

positif dengan kekuatan korelasi sedang.

2) nilai significancy 0,000 antara penurunan haemoglobin dengan

penurunan kadar ferrtin setelah pemberian terapi desferoksamine subkutan.

Nilai korelasi Spearman sebesar 0,371 menunjukkan bahwa arah korelasi

positif dengan kekuatan korelasi lemah.

Sedangkan dari uji korelasi Spearman antara kadar ferritin sebelum

dengan penurunan kadar ferritin setelah pemberian desferoksamine subkutan

dengan hasil nilai significancy 0,000 antara kadar ferritin sebelum pemberian

terapi desferoksamine subkutan dengan penurunan kadar ferrtin setelah

pemberian terapi desferoksamine subkutan. Nilai korelasi Spearman sebesar

0,674 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi

kuat.

33
Kami mencoba melakukan uji statistik dengan SPSS 15 terhadap

Selisih kadar ferritin antara sebelum dengan sesudah pemberian

desferoksamine infus subkutan. Data kami uji distribusi normalitasnya dengan

menggunakan Test of Normality kolmogorov-smirnov, bila hasilnya normal

maka kami akan melakukan uji statistik Paired sample T-test dan apabila

ternyata distribusi data tidak normal maka kami akan melakukan uji statistik

Wilcoxon Signed Rank Test.

Setelah melakukan uji Test of Normality kolmogorov-smirnov, ternyata

distribusi data normal (lampiran uji statistik). Maka kami melakukan uji

statistik Paired sample T-test. Kami memperoleh hasil : Selisih kadar ferritin

antara sebelum dengan sesudah pemberian desferoksamine infus subkutan

adalah 1721,400. Uji-t memberikan nilai t = 6,256 dengan derajat kebebasan

29. Sedangkan output SPSS memberikan nilai p-value untuk uji 2 sisi (2-

tailed) = 0,000 berarti lebih kecil dari = 0,05. Maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa terdapat penurunan yang signifikan dari kadar ferritin serum setelah

pemberian desferoksamine infus subkutan (lampiran uji statistik 1).

34
BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari populasi penderita

thalassemia didapatkan :

1. Karakteristik penderita thalasemia berdasarkan Rerata umur adalah 24,4

4,65 tahun, dengan umur termuda dalam penelitian ini adalah 17 tahun

dan tertua adalah 35 tahun. Jenis kelamin laki-laki dan wanita sama

banyak yaitu 15 orang.

2. Dari berat badan dan tinggi badan penderita thalassemia kami dapatkan

mayoritas penderita thalassemia mempunyai indek massa tubuh dengan

kriteria kurus atau memiliki berat badan dibawah Normal, sedangkan 13

orang mempunyai indeks massa tubuh Normal atau memiliki berat badan

ideal , serta seorang mempunyai indeks massa tubuh diatas normal atau

masuk kriteria gemuk (obesitas).

3. Data golongan darah (sistem ABO) terbanyak penderita thalassemia adalah

golongan darah O sebanyak 16 orang, sedangkan yang lainnya yaitu

golongan darah A sebanyak 4 orang, golongan darah B sebanyak 8 orang,


35
golongan darah AB sebanyak 2 orang. Sedangkan nilai tengah umur saat

diagnosa penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 5 tahun. Umur

saat diagnosa termuda dalam penelitian ini adalah 1tahun dan tertua adalah

23 tahun. Adapun nilai tengah kebutuhan transfusi perbulan penderita

Thalassemia dalam penelitian ini adalah 4 kantong darah. kebutuhan

transfusi perbulan tersedikit dalam penelitian ini adalah 2 kantong darah

dan terbanyak adalah 6 kantong darah. Serta didapatkan juga Nilai tengah

kebutuhan transfusi pertahun penderita Thalassemia dalam penelitian ini

adalah 48 kantong darah. kebutuhan transfusi perbulan tersedikit dalam

penelitian ini adalah 24 kantong darah dan terbanyak adalah 72 kantong

darah. Sedangkan Nilai tengah total transfusi sebelum pemberian

desferoksamine penderita Thalassemia dalam penelitian ini adalah 912

kantong darah. kebutuhan transfusi perbulan tersedikit dalam penelitian ini

adalah 96 kantong darah dan terbanyak adalah 1656 kantong darah.

4. Fungsi faal hati (SGOT/SGPT) dan faal ginjal (Serum Kreatinin/BUN)

pada semua penderita thalassemia yang diteliti dalam batas normal.

5. Terdapat penurunan yang signifikan dari kadar ferritin serum setelah

pemberian desferoksamine infus kontinyu subkutan dan terdapat

penurunan yang signifikan dari kadar haemoglobin serum setelah

pemberian desferoksamine infus kontinyu subkutan. Kesimpulan ini

berlaku hanya untuk populasi dalam penelitian ini saja dan tidak mewakili

populasi penderita thalassemia secara keseluruhan.

36
7.2 SARAN

Beberapa hal yang mungkin perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari

penelitian ini adalah :

1. Agar para pelayan kesehatan menyediakan waktu lebih banyak dalam

memberi edukasi keepada penderita thalassemia bahwa pentingnya kontrol

rutin untk menilai adanya kelebihan zat besi dalam tubuh sehingga dapat

memberikan khelasi besi sejak dini agar timbulnya kelebihan zat besi dan

timbulnya komplikasi dari kelebihan zat besi dapat dicegah semaksimal

mungkin.

2. Agar para pembuat kebijaksanaan memberi perhatian terhadap penderita

thalassemia dengan menyediakan obat khelasi zat besi dalam bentuk

apapun dalam rangka mencegah timbulnya kelebihan zat besi serta

komplikasinya.

3. Agar pengelolaan DMK dan pengisian data dasar lebih dioptimalkan

sehingga data dapat tercatat sebaik mungkin guna memudahkan penelitian-

penelitian yang bersifat restropektif di masa mendatang

4. Agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala lebih besar

dengan tehnik acak sehingga dapat mewakili populasi penderita

thalassemia secara keseluruhan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Aldudak B, Karabay B, Noyan A, Ozel A, Anarat A, Sasmaz I, Killin CY, Gali E, Dikmen N

(2000). Renal function with B-thalassemia major. Pediatr Nephrol,15:109-112

Benz JE (2005). Hemoglobinopathies. In: Harrisons principles of Internal Medicine16 th

edition.editors: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson

JL. McGraw-Hill.pp 593-600

Benz JE (2009). Clinical manifestations and diagnosis of the thalassemias.

www.uptodate.com

Beshlawy A, Manz C (2008). Iron chelation in Thalassemia: combined or monotherapy. The

Egyptian Experience. Ann Hematol, 87 :pp 545-50

Boturao-neto E, Marcopito LF, Zago MA (2002). Urinary iron excretion induced by

intravenous infusion of deferoxamine in -Thalassemia homozygous patients. Braz J

Med Biol Res 35(11). pp1319-28

Brittenham GM, Griffith PM, Nienhuis AW (1994). Efficacy of deferoxamine in preventing

complications of iron overload in patients with Thalassemia Major. NEJM.331:pp

567-73

Borgna C, Franchini M, Gandini G (1998). Subcutaneous bolus injections of deferoxamine in

adult patient affected by onco-hematologic disease and iron overload.

Haemologica,83:pp 788-90

Borgna-Pignatti C, Galanello R (2004). Thalassemia and related disorders: Quantitative

disorders of hemoglobin synthesis. In: Wintrobes Clinical Hematology. Eleventh

38
edition. editors: Greer JP, Foerste J, Lukens JN, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader

B. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia,pp 1319-52

Borgna-Pignatti C, Rugoloto S, Stefano PD, Zhao H, CappelliniMD, Vecchio GC (2004).

Survival and complications in patients with thallassemia major treated with

transfusion and deferoxamine. Haematologica;89(10). pp 1187-93

Forget BG, Pearson HA (2000). Hemoglobin synthesis and the thalassemia.

In:Basicprinciples and practice, 3rd ed, Hoffman R, Benz JR, Shattil SJ (eds).

Churchill livingstone, New York.p. 1525

Franchini M, Gandini G, Gironcoli M (2000). Safety and efficacy of subcutaneous bolus

injections of deferoxamine in adult patients with iron overload. Blood,95(9):pp 2776-

Franchini M, Veneri D (2004). Iron-chelation therapy: an update. The hematologi jurnal,5:pp

587-92

Galanello R (2004). New iron chelators. Am Soc of Hem.pp 15-20

Giardina PJ, Hilgartner MW (1992).Update on Thalassemia. Pediatric in review,13:pp 55-62

Glikstein H, El RB, Link G (2006). Action of Chelators in iron-loaded cardiac cell:

accessibility to intracellular labile iron and functional consequences. Blood ;

108:3195

Hamed EA, ElMelegy N (2010). Renal functions in pediatric patients with beta-thalassemia

major: relation to chelation theraphy: original prospectif study. Italian journal of

pediatric,36:39

39
Herbert V, Jayatilleke E, Shaw S, Rosman AS, Giardina P, Grady RW (1997). Serum Ferritin

Iron, a new test, Measures human body iron stored unconfound by inflammation.

Stem Cells;15,pp 291-6

Hershko C, Konijn AM, Nick HP, (2001). ICL670A: a new synthetic oral chelator:evaluation

in hypertransfused rats with selective radioiron probes of hepatocellular and

reticuloendothelial iron stores and in iron-loaded rat heart cell in culture.

Blood;97:1115

Hilliard LM, Berkow RL (1996). The Thalassemia Syndrome. Cardiovacular update,13:pp

157-62

Hoffbrand AV, Pettit JE (2005). Kelainan genetic pada hemoglobin. Dalam: Kapita selekta

Hematologi. Penerbit buku kedokteran EGC,hal: 64-75

Iacobini M, Giuseppe P, Flamina C, Francesco MP, Beate W, Adriana M, Domenico DP

(1997). Superoxide release by human polymorphonuclear leukocytes in the presence

of deferoxamine. Haematologica;82:411-414

Kontoghiorghes GJ, Pattichi K, Hadjigavriel M, Kolnagou A (2000) transfusional iron

overload and chelation therapy with deferoxamine and deferiprone (L1).

Transfusional Science,23;211-223

Li Volti S, Di gregorio F, Schiliro G (1990). Acute change in renal function associated wiyh

deferoxamine therapy. Am J Dis Child, 144;1069-1070

Mashhadi MA, Rezvani AR, Nadari M, Moghaddan EM (2011). The best iron chelation

therapy in major thalassemia patients in combination os desferroxamine and

deferprone. International Journal of Hematologu Oncology and stem cell

research,5;19-23
40
Olivieri NF, Nathan DG, Macmillan JH, Wayne AS, Lu P, McGee A (1994). Survival in

Medically Treated Patients wth Homozygous -Thalassemia. NEJM (331):574-578

Olivieri NF, Buncic JR, Chew E (1986). Visual and auditory neurotoxicity in patients

receiving subcutaneous deferoxamine infusions. N Engl J Med;314:869

Porter J (2005). Pathophysiology of iron overload. Hematologi/Oncologi clinics: supplemen

1. Department of Haematology, University college London, Gower street, United

Kingdom:pp 7-12

Porter J , Shah F (2010). Iron overload in Thalassemia and related conditions: Therapeutic

Goals and Assessment of response to chelation therapies. In: Thalassemia. Canellos

GP, Berliner N, Forget B (eds). Hematologi/Oncologi clinics of North America 24;

(6): pp 1109-30

Prabhu R, Prabhu V, Prabhu RS (2009). Iron overload in beta thalassemia-A review. J Biosci

Tech 1(1):pp 20-31

Sastroasmoro S, Aminullah A, Yusuf R, Munasin Z (2002). Variable dan hubungan antar

variable. Dalam: Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Editor: Sastroasmoro A,

Ismael S. Sagung Seto, Jakarta,hal: 254-7

Saunders BD, Trapp RG (1990). Probability Sampling and Probability distributions. In: Basic

and clinical Biostatics. Appleton and Lange,pp 64-74

Saputra (2006). Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam ilmu kedokteran.

Cermin Dunia Kedokteran 153, 21-25

Schrier SL, Bacon BR (2009). Chelation therapy for iron overload states. www.uptodate.com

41
Supandiman I, Sumantri R, Fadjari H (2003). Thalassemia. Dalam: Pedoman Diagnosis dan

terapi Hematologi onkologi medic. Penerbit Q-Communication Bandung,hal: 195-

201

Tamaddoni A, Ramesam MS (2010). Comparison between deferroxamine and combined

therapy with deferroxamine and deferiprone in iron overloaded Thalassemia petients.

Iranian red crescent medical journal,12;655-659

Wahidiyat I (1979). Penelitian thalassemia di Jakarta (dissertation). Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 1979:3-20.

LAMPIRAN 1

42
LEMBAR PENGUMPUL DATA

Nama : No. reg :

Alamat: Tanggal lab :

Umur/Sex : Tanggal periksa:

TB : . cm BB : kg

BMI : . Kg/m2 umur Dx:.........tahun

Rpd :

Lama Thalassemia : .. tahun Tx :

Tensi : ./.. mmHg Nadi: ...x/min RR:....x/min

Pemeriksaan abdomen : hepar :......... lien :.........

Laboratorium

Ferritin I : g/dL Hb I : mg/dL

II : g/dL Hb II : mg/dL

SGOT : mg/dL SGPT : mg/dL

BUN : ..................mg/dL SK :...................mg/dL

LAMPIRAN 2

Statistics

43
tinggi badan
umur dalam berat badan
responden centimeter dlm Kg
N Valid 30 30 30
Missing 0 0 0
Mean 24.40 154.57 43.07
Median 25.00 156.50 43.00
Mode 25 160 40
Std. Deviation 4.651 7.338 4.042
Variance 21.628 53.840 16.340
Skewness .307 -1.212 .096
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis -.355 1.626 -.202
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum 17 135 34
Maksimum 35 165 51

Statistics

beda ferritin
kadar ferritin kadar ferritin sebelum-
sebelum Tx sesudah TX sesudah Tx
N Valid 30 30 30
Missing 0 0 0
Mean 7038.73 5317.33 1681.57
Median 5509.00 3675.00 1156.00
Mode 1386(a) 1042(a) 390
Std. Deviation 5439.174 4489.250 1516.841
Variance 29584617.306 20153363.954 2300806.116
Skewness 2.652 2.650 1.167
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis 7.635 7.510 .572
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum 1386 1042 130
Maksimum 26840 21920 5320
a Multiple modes exist. The smallest value is shown

Statistics

beda Hb pre-
Hb pre tx X10 Hb post tx X10 post tx
N Valid 30 30 30

44
Missing 0 0 0
Mean 8.823 7.550 1.270
Median 8.850 7.600 1.300
Mode 8.6(a) 7.1(a) 1.5
Std. Deviation .5393 .6213 .4252
Variance .291 .386 .181
Skewness -.321 .438 -.590
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis -.108 -.500 -.090
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum 7.8 6.7 .2
Maksimum 9.8 9.0 2.0
a Multiple modes exist. The smallest value is shown

Statistics

kadar SGOT kadar SGPT


N Valid 30 30
Missing 0 0
Mean 41.50 38.57
Median 41.00 39.00
Mode 42 39
Std. Deviation 6.668 4.861
Variance 44.466 23.633
Skewness 2.319 -.082
Std. Error of Skewness .427 .427
Kurtosis 8.087 2.067
Std. Error of Kurtosis .833 .833
Minimum 32 26
Maksimum 68 52

Statistics

kadar serum
Kratinin kadar BUN estimasi GFR
N Valid 30 30 30
Missing 0 0 0

45
Mean .8747 19.03 73.6740
Median .8500 19.00 72.7050
Mode .85 20 45.25(a)
Std. Deviation .08411 1.956 12.27006
Variance .007 3.826 150.554
Skewness 2.272 .661 -.129
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis 6.936 1.937 -.370
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum .78 15 45.25
Maksimum 1.20 25 95.79
a Multiple modes exist. The smallest value is shown

Statistics

beda ferritin
umur beda Hb sebelum-
responden pre-post tx sesudah Tx
N Valid 30 30 30
Missing 0 0 0
Mean 24.40 12.700 1681.57
Median 25.00 13.000 1156.00
Mode 25 15.0 390
Std. Deviation 4.651 4.2520 1516.841
Variance 21.628 18.0793 2300806.116
Skewness .307 -.590 1.167
Std. Error of Skewness .427 .427 .427
Kurtosis -.355 -.090 .572
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833
Minimum 17 2.0 130
Maksimum 35 20.0 5320

Statistics

tinggi badan
dalam berat badan kadar ferritin kadar ferritin
centimeter dlm Kg sebelum Tx sesudah TX
N Valid 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0
Mean 153.07 43.07 7038.73 5317.33
46
Median 156.50 43.00 5509.00 3675.00
Mode 160 40 1386(a) 1042(a)
Std. Deviation 12.148 4.042 5439.174 4489.250
Variance 147.582 16.340 29584617.306 20153363.954
Skewness -2.660 .096 2.652 2.650
Std. Error of Skewness .427 .427 .427 .427
Kurtosis 7.588 -.202 7.635 7.510
Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833 .833
Minimum 110 34 1386 1042
Maksimum 165 51 26840 21920
a Multiple modes exist. The smallest value is shown

47

You might also like