Professional Documents
Culture Documents
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
MUHAMMAD NURUL HUDA
NIM: 12010051
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
MUHAMMAD NURUL HUDA
NIM: 12010051
Oleh
MUHAMMAD NURUL HUDA
NIM: 12010051
Menyetujui,
Tim Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Puket I STTIF Bogor
Saya ucapkan banyak terima kasih karena selama ini dalam mengikuti
pendidikan Sarjana Farmasi sampai dengan proses penyelesaian Tugas Akhir,
berbagai pihak telah memberikan fasilitas, membantu, membina dan membimbing
saya. Untuk itu khususnya kepada :
1. Ibu Siti Maryam M.Farm, Apt., selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Industri Dan Farmasi Bogor (STTIF) Bogor dan selaku pembimbing yang
telah menyediakan waktu, bantuan, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini.
2. Bapak Sofyan Ramani, S.Far., Apt, selaku ketua laboratorium Sekolah Tinggi
Teknologi Industri dan Farmasi Bogor.
3. Bapak Dr. Achmad Fauzi Isa selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, bantuan, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
penyusunan proposal penelitian ini.
4. Para dosen Sekolah Tinggi Teknologi Industri Dan Farmasi Bogor (STTIF)
yang telah sabar mengajari saya dalam menempuh pendidikan sarjana
farmasi.
5. Para staf Sekolah Tinggi Teknologi Industri Dan Farmasi Bogor (STTIF)
yang telah banyak membantu dalam urusan administrasi dan menjaga
ketertiban dikampus.
6. Ibu dan bapak tercinta, yang telah mendukung saya baik moril dan materil.
Tanpa ibu dan bapak, saya tidak akan bisa meneruskan mencari ilmu sampai
sekarang. Terima kasih atas perjuanganmu yang tak akan pernah bisa saya
ganti dengan materil.
1
7. Kakak Rofiq Masudi dan teteh Raudhoh Nasyiah yang telah menyemangati
dan membantu saya baik moril dan materil, serta selalu memberikan saya
nasihat dan arahan.
8. Teman teman satu angkatan 15 yang telah memberi motivasi dan
persaudaraan yang luar biasa, kalian yang menjadi saudara saya khususnya
saat di kampus dan di mana saja kalian tetap saudara saya.
9. Saudara dari kampak squad, Sugiatno, Nur Haidir, whisnu Eka Darmawan,
M. wildan terima ksih atas semua bantuannya, saya tidak bisa membalas budi
kebaikan kalian.
Saya menyadari, tugas akhir ini masih banyak kelemahan dan kekurangan
nya. Karena itu kritik dan saran yang membangun saya harapkan dan diterima
dengan senang hati.
Demikian tugas akhir ini saya tulis, mudah mudahan keberadaan Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita, dan masyarakat pada
umumnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.5 Hipotesis.....................................................................................................4
2.2 Simplisia.....................................................................................................7
2.4.1 Definisi.............................................................................................9
3
2.4.3.1 Diabetes Melitus Tipe I........................................................10
2.5 Metformin...................................................................................................13
2.6 Aloksan.......................................................................................................13
3.2.1 Alat....................................................................................................15
3.2.1 Bahan................................................................................................15
Bertingkat.........................................................................................16
4
3.4.9 Pembuatan Sediaan Suspensi Estrak n-Heksan Sarang Semut.........18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Dewasa ini diabetes melitus menjadi salah satu masalah kesehatan yang
besar. International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak
183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM. Data dari studi
global menunjukan bahwa jumlah penderita DM pada tahun 2011 telah mencapai
366 juta orang, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun
2030. Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM di
Asia Tenggara.. Sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Sebagian besar penderita DM berusia antara 40-59 tahun
(Trisnawati, 2013).
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu gangguan metabolisme yang ditandai
oleh hiperglikemia maupun abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein. Hal tersebut dapat terjadi karena penurunan sekresi insulin,
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya. Komplikasi kronis mikrovaskular,
makrovaskular dan neuropati dapat terjadi akibat Diabetes Melitus (Dipiro et al,
2009)
Hiperglikemia merupakan keadaan dimana jumlah glukosa dalam darah
melebihi batas normal (> 200 mg/dl atau 11,1mmol/L). Peningkatan glukosa
dalam darah terjadi ketika pankreas memiliki sedikit insulin atau ketika sel tidak
dapat menerima respon insulin untuk menangkap glukosa dalam darah.
Hiperglikemia merupakan tanda dari penyakit diabetes millitus. Ketika
hiperglikemia semakin kronis, hal ini bisa memicu timbulnya diabetes. (American
Assosiation Diabetes, 2000).
1
2
Dalam penelitian ini sampel sarang semut yang bukan merupakan umbi
sarang semut pada umumnya atau tumbuhan sarang semut, tetapi sarang semut
yang akan diuji merupakan sarang semut yang bukan dari bagian tumbuhan
namun berada pada tumbuhan tersebut dan ditemukan di daerah Jambi yang
sudah turun temurun digunakan masyarakat jambi sebagai obat tradisional untuk
diabetes.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai sarang semut tersebut
untuk menguji aktivitas antidiabetes yang dimilikinya, serta mengidentifikasi
senyawa kimia yang terkandung di dalam sarang semut secara kualitatif, sehingga
nantinya bisa dibuat dasar pemakaian alternatif obat tradisional atas paparan dari
masyarakat jambi tersebut.
1.5 Hipotesis
Ekstrak maserasi bertingkat dari pelarut n-heksan dan air sarang semut
memiliki aktivitas penurunan kadar glukosa darah terhadap tikus putih (Rattus
novergicus) jantan yang telah diinduksi dengan aloksan.
5
6
Sarang semut memberikan ekstraksi zat aktif yang optimal ketika berusia 4
tahun. Pengolahannya secara tradisional cukup mudah, hanya dengan merebus
daging umbi yang sudah dikeringkan sampai mendidih. Kemudian disaring dan
diminum airnya. Dengan cara merebus, zat aktif yang bisa diambil hanya 5%.
Menurut penelitian di Australia, lebih baik jika tanaman ini diekstraksi dengan
larutan campuran alkohol-air (Alam dan Waluyo, 2006).
(Gambar tumbuhan epifit sarang semut dari bangsa Rubiaceae yang dapat
berasosiasi dengan semut (Subroto dan Saputro, 2008).
7
Sarang semut yang akan diuji merupakan sarang semut yang bukan dari
bagian tumbuhan yang seperti halnya tumbuhan epifit sarang semut yang dewasa
ini banyak beredar.
2.2 Simplisia
Pengertian simplisia menurut Departemen Kesehatan RI adalah bahan alami
yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan
kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.
Menurut Gunawan dan Sri, (2004) simplisia merupakan istilah yang dipakai
untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau
belum mengalami perubahan bentuk.
Menurut Gunawan dan Sri, (2004) Simplisia dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu:
1. Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian
tanaman, eksudat tanaman, Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan
keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya.
2. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.
3. Simplisia Mineral
8
Simplisia mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan
kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga.
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang disaring mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein. Senyawa aktif yang terdapat
dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi
yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Dalam buku Farmakope Indonesia Edisi 4 disebutkan bahwa ekstrak adalah
sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia
nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Kemenkes RI.
2000).
Macam-macam ekstraksi adalah maserasi, perkolasi, refluks, sokletasi,
digesti, infus, dan dekok. Hasil yang diperoleh dari penyarian simplisia nabati
atau simplisia hewani menurut cara yang cocok disebut ekstrak. Ekstrak bisa
dalam bentuk sediaan kering, kental dan cair. Ekstrak kering harus mudah digerus
menjadi serbuk (Ditjen POM, 2000).
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam)
adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu
direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air,
misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam
buku resmi kefarmasian (Depkes, 1995).
Menurut Harborne (1987), metode maserasi digunakan untuk mengekstrak
jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang
kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut
dapat dihindari. Keuntungan dari metode ini adalah unit alat yang dipakai
sederhana karena hanya dibutuhkan bejana perendam, biaya operasionalnya relatif
9
rendah, prosesnya relatif hemat penyari, dan tanpa pemanasan. Kekurangan dari
metode ini adalah waktu yang relatif lama dan membutuhkan banyak pelarut.
Ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan prinsip kelarutan. Prinsip
kelarutan adalah like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa
polar, demikian juga sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa
nonpolar, pelarut organik akan melarutkan senyawa organik. Ekstraksi senyawa
aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat
kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimum, baik
jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam sampel uji.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
lain adalah berkurangnya reseptor insulin atau tidak bekerja dengan semestinya
(Tjay dan Rahardja, 2007).
ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita
DM tipe 1 sebagian besar oleh karena proses autoimun dan sebagian kecil non
autoimun. DM tipe 1 yang tidak diketahui penyebabnya juga disebut sebagai type
1 idiopathic. DM tipe 1 sebagian besar (75% kasus) terjadi sebelum usia 30 tahun
Dan DM Tipe ini diperkirakan terjadi sekitar 5-10 % dari seluruh kasus DM yang
ada (Adam, 2006).
Dalam perawatan diabetes tipe 1 dimana disebabkan oleh pankreas yang
kesulitan menghasilkan insulin, maka insulin harus ditambahkan setiap hari,
umumnya dengan cara suntikan insulin. Cara lain adalah dengan memperbaiki
fungsi kerja pankreas. Jika pankreas bisa kembali berfungsi dengan normal, maka
pankreas bisa meemnuhi kebutuhan insulin yang dibutuhkan tubuh (Munden,
2007).
2.4.3.2 Diabetes Melitus Tipe II
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non
insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Bentuk DM ini bervariasi mulai
yang dominan Resistensi insulin defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi
insulin. Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di
jaringan perifer (Insulin resistance) dan disfungsi sel . Akibatnya, pankreas tidak
mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin
resistance . Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif.
Kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini (Adam, 2006).
DM tipe 2 umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi
gangguan pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi insulin masih
dalam batas normal sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe 2 sering ditemukan
komplikasi Mikrovaskuler dan makrovaskuler. Diabetes tipe 2 lebih banyak
prevalensinya daripada tipe 1, sekitar 90%-95% pengidap diabetes mellitus tipe 2
dari semua penderita diabetes. Diabetes tipe 2 pada tahap awal diobati dengan
cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan
karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Langkah yang berikutnya jika
perlu perawatan dengan obat antidiabetes oral (Lanywati, 2011).
12
2.5 Metformin
Metformin adalah obat antihiperglikemik oral dari golongan biguanida
untuk penderita diabetes militus tanpa ketergantungan terhadap insulin.
Mekanisme kerja metformin yang tepat tidak jelas, walaupun demikian metformin
dapat memperbaiki sensitivitas hepatik dan periferal terhadap insulin tanpa
menstimulasi sekresi insulin serta menurunkan absorpsi glukosa dari saluran
lambung-usus. Metformin hanya mengurangi kadar glukosa darah dalam keadaan
hiperglikemia serta tidak menyebabkan hipoglikemia bila diberikan sebagai obat
tunggal. Metformin tidak menyebabkan pertambahan berat badan bahkan
cendrung dapat menyebabkan kehilangan berat badan. (Tjay dan Rahardja, 2007)
2.6 Aloksan
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi
diabetes pada binatang percobaan. Mekanisme aksi dalam menimbulkan perusakan
yang selektif belum diketahui dengan jelas. Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan
secara invitro menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium
dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya
ion kalsium dari mitokondria ini mengakibatkan gangguan homeostasis yang merupakan
awal dari kematian sel. Pemberian aloksan adalah suatu cara yang cepat untuk
menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada hewan
percobaan. Aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal,
intramuscular dan subkutan. (yuriska, 2009).
Aloksan lazim digunakan karena zat kimia ini menimbulkan hiperglikemik yang
permanen dalam 2-3 hari (Suharmiati, 2003). Menurut Mumuh (2000), dosis aloksan
14
yang dipakai untuk hewan percobaan adalah 125 mg/kg BB. Induksi aloksan
dilakukan dibawah kulit (subcutan) dengan catatan 1 gram aloksan dilarutkan
kedalam NaCl 0,9% sebanyak 10 ml. Tikus yang telah diinduksi aloksan ditunggu
selama 3 hari untuk melihat hiperglikemik pada tikus.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai dengan Mei
2016, bertempat di Laboratorium Kampus Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan
Farmasi Bogor, Jln. Parung Aleng, RT/RW 04/07 Desa Cikeas, Kab. Bogor 16111,
Jawa Barat.
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
Hewan uji yang akan digunakan adalah tikus putih (Rattus novergicus)
jantan galur Sprague-Dawley.
15
3.4 Prosedur Kerja
16
17
AB
% Kadar Air : 100
A
Keterangan :
A : bobot sampel sebelum pemanasan (g)
B : bobot sampel setelah pemanasan (g)
3.4.4 Pembuatan Ekstrak n-Heksan Dan Air Sarang Semut
3.4.4.1 Cara Pembuatan Ekstrak Dengan Metode Maserasi Bertingkat.
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara masrasi beringkat, sarang semut
yang sudah dihaluskan dan ditambahkan dengan pelarut heksana dan air, secara
bertahap dari pelarut yang paling nonpolar, hingga polar, yaitu heksana terlebih
dahulu kemudian baru air.
Proses maserasi dilakukan selama 3x24 jam dengan beberapa kali
pengadukan, dibuat dengan cara 150 gr sarang semut ditambahkan dengan
18
pelarut n-heksan sebanyak 300 ml selama 24 jam kemudian diperas dan disaring,
ampas sarang semut ditambahkan pelarut n-heksan kembali sebanyak 300ml,
kemudian diperas dan disaring kembali, proses ini dilakukan 3x24 jam dan filtrat
n-heksan ditampung untuk dilakukan pemekatan. Kemudian ampas sarang semut
dari ekstrak n-heksan tersebut di maserasi kembali dengan air sebanyak 300 ml
selama 3x24 jam kemudian diperas dan disaring, proses ini sama, filtrat air
ditampung untuk dilakukan pemekatan.
a. Uji Alkaloid
b. Uji Flavonoid
c. Uji Saponin
d. Uji Tanin
Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus putih (Rattus novergicus) jantan
galur Sprague-Dawley dengan bobot 200 - 250 gram sebanyak 30 ekor, tikus
terlebih dahulu diadaptasi dengan lingkungan selama kurang lebih 1 minggu,
dengan pemberian makan kosentrat jenis 512 satu kali dalam sehari sebanyak
kurang lebih 360 gr dari jumlah tikus (30 ekor), dan dengan minum yang tidak
ditakar. Tikus yang telah diadaptasi selama 1 minggu, kemudian pada hari ke-7
tikus dipuasakan selama 16 jam. Setelah dipuasakan tikus dicek kadar glukosa
darahnya, kemudian tikus diinduksi dengan aloksan 0,31 ml dengan konsentrasi
125 mg/kg BB. Tikus yang telah diinduksi dengan aloksan ditunggu selama 3 hari
atau 72 jam untuk melihat efek Hiperglikemi pada tikus. Jika penginduksian yang
dilakukan tidak mendapatkan hasil positif maka dilakukan pengulangan dengan
dosis yang lebih tinggi (Mumuh, 2000).
g. Setelah 3 hari atau sekitar 72 jam darah tikus diambil dan dicek
kadar glukosa darah dengan menggunakan alat glukometer.
3. Kelompok Perlakuan III diberi ekstrak air sarang semut dengan konsentrasi
1gr/ml dengan dengan pemberian 2 kali sehari.
4. Kelompok Perlakuan IV pada tikus putih jantan diberi ekstrak air sarang
semut dengan konsentrasi 0,5gr/ml dengan pemberian 2 kali sehari.
Y ij =+ i + ij
22
Yij= nilai pengamatan faktor perlakuan ekstrak taraf ke-i dan ulangan ke-j
= rataan umum
i = pengaruh perlakuan ekstrak ke-i. i= 1, 2, 3, 4,5,6.
i = 1 adalah kontrol (-) dengan Na CMC 1%
i = 2 adalah control (+) dengan metformin 500 mg
i = 3 adalah ekstrak air sarang semut dengan konsentrasi 1 gr/ml
i = 4 adalah ekstrak air sarang semut dengan konsentrasi 0.5 gr/ml
i = 5 adalah ekstrak n-heksan sarang semut dengan konsentrasi 1 gr/ml
i = 6 adalah ekstrak n-heksan sarang semut dengan konsentrasi 0.5 gr/ml
ij = pengaruh acak yang menyebar normal pada perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j. j=1,2,3,4,5,6.
DAFTAR PUSTAKA
Adam J.M.F., Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang Baru.
Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 127:37-40 .
Agoes A., 1991, Pengobatan Tradisional di Indonesia, Medika No. 8, Thn 17,
hal.632.
Alam, S. dan S. Waluyo. 2006. Sarang Semut Primadona Baru di Papua. Majalah
Nirmala. Edisi Juli 2006, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Arief Mansjoer dkk, 2005. Diabetes Melitus Kapita Selekta Kedokteran, edisi
3,jilid I, Media Aesculapius FK UI, pp:580-588.
Dheer, R. dan P. Bhatnagar, 2010. Sebuah studi tentang aktivitas antidiabetes dari
Barleria prionitis Linn. Ind J. Pharm, 42:.. 70-73.
23
24
Gunawan, D., Sri, M. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Manna, P., M. Sinha, and P.C. 2009. Protective Role of Arjunolic Acid in
Response to Streptozotocin Induced Type-I Diabetes via
Mitochondrial Dependent and Independent Pathways. Toxicology
257:53-56.
Mumuh. 2000. Efektivitas penggunaan Aloksan terhadap hewan uji Tikus dan
cara penyuntikan aloksan yang efektif. Bandung : UNPAD.
Putri, Z.F. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle
L.) terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus
multiresisten. Surakarta: Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah,.
Subroto M.A., Saputro H. 2008. Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut. Jakarta:
Penebar Swadaya: 2016: 15-16.
Trisnawati SK, Setyorogo S. 2012. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat: Jurnal Ilmiah
Kesehatan. 2013;5(1):6-11.
Yuriska F, A. 2009. Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar.
Semarang: Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
.
26
Lampiran : Perlakuan
Pengelompokan Tikus
Adaptasi
Semua kelompok di
induksi aloksan
Tikus hiperglikemia