Professional Documents
Culture Documents
Belanda
Perbedaan
Sistem Penganggaran
Orde baru : Menggunakan anggaran berimbang dimana diusahakan agar
penerimaan dan pengeluaran seimbang
Reformasi : Menggunakan anggaran berbasis kinerja
Tahun anggaran
Orde baru : dimulai tanggal 1 April 31 Maret
Reformasi : dimula tanggal 1 Januari 31 Desember
Persamaan
Siklus Anggaran (tidak berubah)
1. Penyusunan RAPBN
2. Pembahasan RUU APBN
3. Pelaksanaan UU APBN
4. Pengawasan UU APBN
5. Pertanggungjawaban Anggaran Negara
Pada bulan maret 1809, setelah menjual tanah weltevreden, pemerintahan Daendels
memutuskan membangun sebuah istana yang berhadapan dengan lapangan parade
Waterlooplein. Istana ini rencananya digunakan sebagai pusat pemerintahan dan dipakai
untuk kepentingan gubernur jenderal, dalam rangka pemberian kebijakan. Selain itu, gedung
ini juga difungsikan sebagai tempat tahanan.
Kemudian, pembangunan istana ini dilanjutkan oleh Letnan Kolonel J.C Schultze, perwira
yang berpengalaman membangun gedung Societet Harmonie di Batavia. Namun,
pembangunan istana sempat terhenti karena Hindia Belanda beralih kekuasan ke Inggris.
Hindia Belanda kemudian dikuasai kembali oleh Belanda setelah melalui kesepakatan
Inggris- Belanda. Pada periode ini, perbaikan perekonomian mulai dilaksanakan. Jenderal
Du Bus (1826), sebagai Gubernur Jenderal pada masa itu, melanjutkan pembangunan
istana tersebut dengan bantuan Ir. Tromp, yang selesai pada 1828. Bangunan tersebut
digunakan sebagai kantor pemerintahan Hindia Belanda, yang diresmikan sendiri oleh
Gubernur Du Bus. Di tahun yang sama, Du Bus juga mendirikan De Javasche Bank dengan
alasan kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap memerlukan penertiban dan
pengaturan sistem pembayaran.
Pada tahun 1836, atas inisiatifnya, van Den Bosch mulai memberlakukan cultuurstelsel
(sistem tanam paksa) yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi yang memiliki
permintaan di pasar dunia. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka
mengenalkan penggunaan uang di masyarakat Hindia Belanda. Cultuurstelsel dan kerja rodi
(kerja paksa) mampu mengenalkan ekonomi uang pada masyarakat pedesaan. Hal ini
dilihat dengan meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi.
Kebijakan selanjutnya yang dilakukan pemeritahan Belanda di Hindia Belanda adalah
Laissez faire laissez passer, yaitu perekonomian diserahkan pada pihak swasta (kaum
kapitalis). Kebijakan ini dilakukan atas desakan kaum Humanis Belanda yang menginginkan
perubahan nasib warga agar lebih baik. Peraturan agraria baru ini bukannya mengubah
menjadi lebih baik melainkan menimbulkan penderitaan yang tidak layak. Pada masa ini
Departement van Financien dibentuk dan bertempat di istana Daendels karena pusat
pemerintahan berpindah ke tempat lain. Gedung ini dijadikan sebagai tempat
pengkoordinasian pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasif
keuangan ke tempat lain.
Pecahnya perang dunia II di Eropa yang terus menjalar hingga ke wilayah Asia Pasifik,
membuat kedudukan Indonesia sebagai jajahan Belanda sangat sulit, ditambah dengan
terjepitnya pemerintah Belanda akibat serbuan Jepang. Menjelang kedatangan Jepang di
Pulau jawa, Presiden DJB, Dr. G.G. van Buttingha Wichers berhasil memindahkan semua
cadangan emas ke Australia dan Afrika Selatan melalui pelabuhan Cilacap.
Banyak dari tenaga ahli keuangan Belanda ditawan oleh Jepang, dan beberapa orang yang
ahli dan berpengalaman dijadikan sebagai tenaga pengajar keuangan pada putra-putri
Indonesia. Kekurangan tenaga keuangan menjadikan Jepang mendidik rakyat Hindia
Belanda untuk mengikuti pendidikan keuangan. Selama 1942-1945, Jepang menerapkan
beberapa kebijakan seperti, memaksa penyerahan seluruh aset bank, melakukan ordonansi
berupa perintah likuidasi untuk seluruh Bank Belanda, Inggris, dan Cina. Selain itu, Jepang
juga melakukan invasion money senilai 2,4 milyar gulden di pulau Jawa hingga 8 milyar
gulden (pada tahun 1946). Tujuan invasion money yang dilakukan oleh Jepang adalah
menghancurkan nilai mata uang Belanda yang sudah terlanjur beredar di Hindia Belanda.
.
Masa Kemerdekaan
Pasal 1 : Segala Badan-Badan Negara dan Peraturan-Peraturan yang ada sampai berdirinya
Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar masih berlaku asal saja tidak bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar tersebut.
Dengan adanya Peraturan Presiden tersebut tentu saja makin memperjelas dan mempertegas
pemberlakuan semua peraturan perundang-undangan yang pernah ada pada masa kolonial
sampai dengan adanya peraturan baru yang dapat menggantikannya. Demikian pula halnya
dengan ketentuan yang mengatur tentang hukum pidana -juga diberlakukan.
Untuk menegaskan kembali pemberlakuan hukum pidana pada masa kolonial tersebut, pada
tanggal 26 Februari 1946, pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No. 1 tahun
1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan
dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van
Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 -nya yang menyatakan, Dengan
menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik Indonesia tertanggal 10 Oktober
1945 No. 2, menetapkan bahwa peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku
ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 maret 1942.
Meskipun demikian, dalam Pasal XVII UU No. 2 Tahun 1946 juga terdapat ketentuan yang
menyatakan bahwa Undang-undang ini mulai berlaku buat pulau Jawa dan Madura pada hari
diumumkannya dan buat daerah lain pada hari yang akan ditetapkan oleh Presiden. Dengan
demikian, pemberlakuan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek
van Strafrecht hanya terbatas pada wilayah jawa dan Madura.
UNDANG-UNDANG TENTANG ADMINISTRASI KEUNGAN NEGARA
Keuangan Negara merupakan hal terpenting dalam suatu Negara yang berdaulat,
tanpa adanya keuangan Negara tidak mungkin suatu Negara yang berdaulat dapat
menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai badan hukum yang bersifat publik dan
semua alat dan kelengkapan Negara dapat berjalan dengan baik.
Awal perkembangan keuangan Negara di mulai pada akhir abad ke dua puluh ketika
Negara mulai ikut campur dalam kepentingan negaranya ini yang dapat di sebut
dengan Negara modern (welfare state modern).
Selama ini pengertian keuangan Negara hanya bersumber pada APBN saja,
walaupun pada prinsipnya pengelolaan tersebut juga selain bersumber pada Negara
juga bersumber pada daerah yang menggunakannya tidak hanya Negara sebagai
badan hukum publik tetepi juga badan-badan hukum lain yang pengelolaan dan
penggunaanya serta pertanggungjawabannya dari setiap badan hukum berbeda.
Oleh sebab itu pengertian keuangan keuangan Negara dapat memiliki substansi
yang dapat di tinjau dalam arti luas dan arti sempit. Menurut Dr Muhammad Djafar
Saidi SH MH keuangan Negara dalam arti luas mencakup, anggaran pendapatan
dan belanja Negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, keuangan Negara
pada badan usaha milik Negara/badan usaha milik daerah.
Dari pengertian tersebut sangat jelas bahwa sumber keuangan Negara bersumber
pada APBN, APBD, tetapi hal tersebut juga dapat meliputi pengertian keuangan
yang bersumber pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun milik daerah
(BUMD) atau Badan Hukum Milik Negara (BHMH).
Berdasarkan dari kedudukan serta fungsi dari sumber keuangan Negara maka
masing masing sangat berbeda, menurut literatur hukum dan ekonomi Anglo Saxon
keuangan tidak hanya meliputi dari APBN atau APBD saja tetapi state owned
company yang sering disebut dengan public finance (Otto Eickstein, 1979;
Musgrave, Richard A.,1959; Roger Douglas & Melinda Jones, 1996) yang juga
membicarakan APBN, APBD, dan BUMN serta BUMD maka sebaiknya istilah
keuangan Negara di rubah menjadi Keuangan Publik. Dikarenakan fungsi keuangan
publik sangatlah penting maka perlulah di ketahui bagaimana tata cara
pengelolaannya yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan secara baik dalam
masing masing keuangan tersebut.
Perlu arif dan bijaksana dalam pengelolaan keuangan negara, karena merupakan
bagian dari tata cara pelaksanaan pemerintahan dalam suatu Negara. Pengelolaan
keuangan Negara merupakan kegiatan pejabat dari suatu pengelolaan yang harus
sesuai dengan kewenangan dan kedudukan yang dapat diliputi oleh perencanaan,
pengawasan, serta adanya pertanggungjawaban. Menurut UUKN, terdapat asas-
asas tentang pengelolaan keuangan Negara antara lain, pertama, asas akuntabilitas
yang berorientasi pada hasil adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan Negara harus dapat di
pertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelima, asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
adalah asas yang memberikan kebebasan bagi badan pemeriksa keuangan untuk
melakukan pemeriksaan keuangan Negara dengan tidak boleh dipengaruhi oleh
siapapun dan oleh apappun.Menyikapi tentang pengawasan dalam pengelolaan
keuangan Negara tentu saja tidak semua lembaga pemeriksa dan pengawas baik di
tingkat pusat maupun daerah dapat menjalankan fungsi dan tugasnya secara
prosedural terhadap masing masing-keuangan badan hukum tersebut.
Hal tersebut di karenakan pengelolaan badan hukum publik dan dan badan hukum
privat sangat berbeda cara pengelolaanya mengingat untuk meningkatkan
akuntabilitas dalam keuangan harus jelas batasan batasannya, sehingga jangan
sampai terjadi keuangan BUMN atau BUMD mempertanggungjawabkan oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang mewakili masing-masing badan
hukum publik tersebut.
Merujuk pada konstitusi Undang Undang Dasar 1945, juga harus memperhatikan
fungsi keuangan publik sebagai lembaga atau badan hukum yang mengelola dan
bertanggungjawab danal keuangan publik. Menurut Undang-Undang Nomor 17
tahun 2003 tentang Keuangan Negara justru menghindari tentang rumusan
keuangan Negara,padahal sebagai mana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
1945 amandemen ketiga Pasal 23 ayat (4) tidak memberikan definisi yang jelas
tentang pertanggungjawaban secara yuridis tentang keuangan Negara hal ini
dikarenakan Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mencantumkan pasal 23; 23A; 23B; 23C; 23D; dan 23E UUD1945 sebagai acuan
dasar dalam konstitusinya sehingga tidak memmiliki batasan yang jelas tentang
substansi mengenai keuangan Negara baik secara akademik maupun secara syarat
dalam rumusan sebuah undang undang yang berlaku di masyarakat yang harus
memiliki landasan filsafat dan harus bersifat mutlak sebagai suatu syarat berlakunya
undang undang yang baik. Dikarenakan masih sangat lemahnya pengawasan dan
perencanaan dalam pengelolaan keuangan Negara maka sebaiknya masyarakat
lebih berperan aktif dalam pengawasan dan sebagai kontrol sosial demi tegaknya
supremasi hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.***
MAKALAH EKONOMI
SISTEM ADMINISTRASI KEUANGAN NEGARA
DI
S
U
S
U
N
OLEH: SRI MUTIARA
KELAS: XI.IIS 1