Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderungmeningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid
adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier.
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan
hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Penyebaran geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di seluruh
bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering
Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan
antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-
anak. Orang dewasa seringmengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau
sembuh sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel
10 %.
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
B. Ruang Lingkup Penulisan
Adapun ruang lingkup penulis dalam karya tulis ilmiah adalah tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan diagnosa medis Typhoid Fever di Ruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soedarso Pontianak. Dengan lama perawatan selama 3 hari dari tanggal 16 April
2012 - 18 April 2012. Karya tulis iliah dibahas dan dilakukan dengan pendekatan keperawatan
yang komprehensif.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut :
Diharapkan mahasiswa dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan khusus:
a. Meningkatkan pengetahuan tentang konsep dan teori keperawatan klien dengan penyakit
Typhoid Fever.
b. Memberikan asuhan keperawatan secara tepat melalui dari tahap pengkajian, perumusan dari
diagnosa keperawatan, pembuatan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi terhadp
c. Menggunakan sebagai bahan perbandingan antara konsep dan teori yang didapat dengan khusus
Pada Ny. B Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Typhoid Fever Ruang Isolasi (H) Rumah
D. Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskrptif yaitu
dengan mengungkapkan faktor-faktor dan data yang didapat.dapun cara-cara pengumpulan data
konsep dasar dan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Typhoid Fever serta bahan-
2. Studi kasus yaitu Berdasarkan pengkajian kasus yang dilakukan dilapangan pada pasien Ny.B.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada laporan hasil studi kasus ini adalah:
Bab I : Terdiri dari, Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah terjadinya Typhoid Fever,
Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Terdiri dari, menjelasakan konsep teori tentang Tyhpoid Fever dan Asuhan Keperawatan.
Bab IV : Terdiri dari, menguraikan tentang pembahasan dari hasil laporan kasus Typhoid Fever pada
klien Ny. B
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar
Pada bab ini akan menguraikan konsep dasar Typhoid Fever serta dengan asuhan
1. Definisi
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan
suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat
2. Anatomi Fisiologi
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian yaitu:
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus).
c. Esofagus
Terletak di mediastrium rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior
terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm
d. Lambung
Ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah
diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas sekitar
1500 ml. Intlet ke lambung disebut pertemuan esofagogastirk. Bagian ini dikelilingi oleh cincin
otot halus , disebut sfringter esofagus bawah atau springter kardia. Yang pada saat kontraksi,
menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi kedalam empat bagian anatomi: kardia
e. Springter piloris
Otot halus serkuler di diding pilorus yang berfungsi mengontol lubang diantara lambung dan
usus halus.
f. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan
1) Lapisan mukosa
2) Lapisan otot
3) Lapisan serosa (luar)
Dengan panjang kurang lebih 25 cm, pada duo denim terdapat muara saluran empedu dan
saluran pankreas.
Dengan panjang kurang lebih 6 m, ujung bawah illeum berhubungan dengan perantaraan lubang
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler oleh darah dan
saluran limpa.
Dalam usus halus teradapat kelenjar yang menghasilkan getah usus antara lain:
g. Usus besar
Usus besar panjangnya kurang lebih 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan usus besar terdiri dari (dari
dalam keluar):
1) Selaput lendir
2) Lapisan otot
3) Lapisan ikat
4) Jaringan ikat
3) Tempat feses
2. Kolon asenden
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari illeum sampai ke hati, panjangnya
4. Kolon tranversum
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang kurang lebih 38 cm.
5. Kolon desenden
Terletak dalam rongga abdomen sebelah kiri membujur dari atas ke bawah dengan panjangnya
6. Kolon sigmoid
Terletak di dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf S, ujung bawah
7. Rektum
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
3. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi
4. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke
dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia.
penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi
dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang.
PATHWAY TYPHOID
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Perubahan nutrisi
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan
gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare,
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih,
6. Kompikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
tromboplebitis.
hepatitis, kolesistitis.
dan perinepritis.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan
oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Pada orang normal, agglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10 sedangkan
1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap ditemukan positif
karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif
jika
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien
sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang
tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
6. Vaksinasi (penanaman bibit penyakit yg sudah dilemahkan ke dl tubuh manusia) dengan kotipa
atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer
aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung
hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi
karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama,
sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies
yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat
bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi
8. Penataksanaan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
perdarahan.
c. Diet.
f. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
g. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
h. Obat-obatan.
i. Klorampenikol
j. Tiampenikol
k. Kotrimoxazol
B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah factor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-
aspek pemeliharaan, rehabilitas dan preventif perawatan kesehatan. Ketika pasien memasuki
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses
keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi
yang tepat. Ada beberapa faktor yang harus diperhatiakn antara lain:
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh
salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan,
jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor
predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penulisan klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas tentang masalah kesehatan/ proses keperawatan yang actual dan potensial (Doengos,
dkk.:2000).
b. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
f. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi
3. Perencanaan
Menurut Carperito dan Moyet, (2007 : 83) perencanaan dalam proses keperawatan adalah
metode pemberian langsung kepada klien terdiri atas tiga fase yaitu menentukan prioritas,
Diagnosa. 1
Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
Tujuan
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan
suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam
yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan
klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
Tujuan
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus
normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir
tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien
makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi
lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
Diagnosa 3
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres
dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan
keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi
Diagnosa 4
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien
seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang
yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin
sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Tujuan
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta
febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor
tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi
Tujuan
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta
dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan
kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila
ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih
berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa
yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4. Pelaksanaan
tindakan yang diperlukan untuk mencaspai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan Potter dan Perry (1999) pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau
mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari dengan kata lain pelaksanaan mencangkup melakukan,
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan keputuana atau pendapat tentang Carpenito dan Moyet (2007)
sedangkan menurut Rubenfeld dan Scheffer (1999). Evaluasi adalah tindakan memeriksa setiap
klien meliputi : evaluasi masalah kolaboratip yaitu mengumpulkan data yang telah dipilih,
membandingkan data untuk mencapai data normal. Menilai data yang di dapat dengan nilai
normal. Evaluasi diagnosis keperawatan dan peningkatan pencapaian tujuan dan evaluasi dari
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien
dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan
terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang
penyakitnya.
BAB III
LAPORAN KASUS
Pada bab tiga ini penulis akan membahas laporan kasus pada Ny.B dengan gangguan
system pencernaan : Typhoid Fever diruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soedarso Pontianak
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. B
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
No. RM : 587827
Klien mengatakan muntah 5 x dalam sehari dan demam sejak 6 hari yang lalu, pusing
(berputar-putar), sesak nafas, typus, menggigil.
2) Keluhan waktu di data :
Klien mengatakan menggigil, nafsu makan berkurang, mual dan muntah, nyeri pada ulu hati saat
bergerak.
P : Nyeri pada abdomen
Q : ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada epigastrium
S : 6 (sedang)
T : Berkala tak menentu
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit
keturunan.
33
Keterangan
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Meninggal :
e. Data Biologis
1) Pola nutrisi
mah : Klien mengatakan makan dan minum 3 x sehari dengan menu makanan berbeda. BB 48 kg
sangatlah tidak nyaman baginya dan terasa mual dan muntah saat makan, klien hanya
2) Pola minum
mah sakit : Klien mengatakan hanya minum 1-3 gelas/ hari hari
3) Pola eliminasi
mah : Klien mengatakan biasanya BAB 1-2 kali perhari dan BAK
mah sakit : Klien mengatakan selama di RS BAB hanya 2-3 kali dalam
mah : Klien mengatakan tidur pada malam hari 8 jam dan sering
mah sakit : Klien mengatakan tidur tidak lama 5-6 jam saja karena klien
5) Pola kebersihan
mah : Klien mengatakan mandi 2-3 kali sehari dengan menggunakan sabun dan shampo.
mah sakit : Di rumah sakit klien mengatakan mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun dan
menggosok gigi.
6) Pola aktivitas
rumah sebagai rutinitas tiap pagi dan ikut gotong royong dengan warga (bakti social)..
mah sakit : Klien mengatakan hanya bisa terbaring lemah, makan dan
f. Pemeriksaan Fisik
3. Tanda-tanda vital :
S : 38 C BB : 46 kg
4. Pemeriksaan Persistem :
a) Sistem Pernafasan
Auskultasi : Normal
b) Sistem Kardiovaskuler:
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada pembesaran dada kanan atau kiri
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dengan frekuensi nadi 102 x/ menit
Murmur (-).
c) Sistem Persyarafan
d) Sistem Pencernaan
stomatitis
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen atas atau bagian ulu
hati skala 5
Perkusi : Timpani
e) Sistem Perkemihan
f) Sistem Pengindraan
(1) Mata
(2) Hidung
(3) Pendengar
baik
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
(4) Pengecap
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada leher dan reflek menelan
(5) Peraba
g) Sistem Endokrin
b. Bawah : Tidak ada oedema pada tangkai, kekuatan otot kiri. kanan.
Kekuatan otot: 5 5
5 5
l) Sistem Integumen
g. Data Psikologis
Sta N
tus
Klien berkomunikasi dengan baik dan menggunakan bahasa melayu.
em
osi Pola interaksi klien baik,mudah diajak bicara dengan keluarga, perawat, maupun orang
: lain.
2) Klien tampak sedikit cemas dengan kondisi penyakit yang dialaminya. Keluarga klien
selalu sabar dan selalu memberikan support dan berdoa untuk kesembuhan klien.
Ko
ns
ep
dir
i :
3)
Ga
ya
ko
mu
nik
asi :
4)
Po
la
int
era
ksi :
5)
Po
la
ko
pin
g :
h. Data Sosial
bidang swasta.
beralkohol
i. Data Spiritual
Klien beragama islam, dan klien rajin sembahyang atau sholat tepat waktu
k. Pengobatan
RL : 20 tetes/menit
Cefotaxime : 3 x 1 gr/iv
Ranitidin : 3 x 4 gr/iv
Ondansetron : 3 x 1 gr/iv
Paracetamol : 3 x 1 tablet
Antrain : 2 x 1 amp/iv
l) Analisa Data
TTV : penyakit
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 C
- Klien gelisah
3Ds : Klien mengatakan nafsu makan berkurang, terasa mual dan Anoreksia Perub
muntah kurang
Do : - Klien tampak mengeluh dan meringis tubuh
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukannya pengkajian dan analisa data, maka tahap selanjutnya perumusan
diagnosa keperawatan adapun diagnose yang muncul pada Ny. B dengan Hipertensi diruangan
Isolasi (H) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak adalah:
TTV :
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 C
Do:
- Klien gelisah
3. Anoreksia berhubungan dengan perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
C. Intervensi
Dalam tahap ini dirumuskan tujuan dan intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan yang
ada pada Ny. B dengan Tipoid Fever diruangan Isolasi (H) Di Rumah Sakit Umum Daerah
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 C
DS : Klien mengatakan nyeri pada hilang dengan criteria hasil : 2. Berikan posisi nyaman m
analgesik
DS : Klien mengatakan nafsu makan tidak mual dan muntah menganjurkan makan k
berkurang, terasa mual dan muntah dengan criteria hasil : sedikit tapi sering 3. A
- BB Sesudah masuk 46 kg
sendok makan
D. Implementasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid
Fever diruangan Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
16-04-12 A:
R:
09.00
09.05
09.10
09.15 II D : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
A:
09.30 R:
09.35
09.45
09.50 III D : Klien mengatakan nafsu makan berkurang, terasa mual dan
muntah
A:
suplemen
10.10 - BB klien 46 kg
R:
10.20
10.30
17-04-12 A:
08.40 dingin
- Mengkolaborasikan pemberian obat piretik
R:
- Suhu tubuh 36 C
09.00
09.10
09.30
A:
10.35 R:
10.50
11.00
11.35 III D : Klien mengatakan masih belum ada nafsu makan dan tidak
A:
R:
- BB klien 46 kg
12.05
12.10
18-04-12 klien 36 C
08.00 A:
08.05 dingin
R:
- Suhu tubuh 36 C
08.25
08.30
08.35
A:
09.10 R:
09.20
09.25 III D : Klien mengatakan sudah mau makan dan tidak mual
muntah lagi
A:
09.50
10.00
No
No Tanggal/jam Perkembangan (SOAPIE)
Paraf
Dx
16-04-12 I O:
11.15 - S = 38 C
A : Masalah teratasi
I:
Antibiotik
11.30 E:
11.40
11.45
11.50
16-04-12 II O:
- Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
12.25
12.30
Senin S : klien mengatakan mual muntah lagi dan tidak nafsu F. Loling
- BB sebelum masuk 48 kg
P : Intervensi dilanjutkan
13.00 I:
sering
suplemen
E:
13.30
17-04-12 O:
- S = 37 C
P : Lanjutkan intervensi
Selasa IIS : Klien mengatakan tidak nyeri ulu hati F. Loling
17-04-12 O:
- Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
P : Intervensi dilanjutkan
18-04-12 O:
- S = 36 C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Rabu IIIS : klien mengatakan tidak mual muntah lagi dan nafsu F. Loling
- BB Sesudah naik 47 kg
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
E. Evaluasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid Fever
Brunners & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan, Edisi 8, Penerbit EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Evelyn C., Pearce, (2002), Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html
Definisi Typoid. Diambil pada tanggal 8 Juni 2012. Asuhan Keperawatan dengan Demam Tipoid.
typoid.html
http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pencernaan-
manusia/
Sudoyo, Aru W., (2006) , Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, FKUI, Jakarta.
Tarwono, Wartonah, (2004), Kebutuhan Dasar Manusi dan Proses Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta.