You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN

A. MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

B. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien menginterpertasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa
stimulus/rangsangan dari luar (stuart,2007 dalam Azizah, 2016). halusinasi
adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan ransangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan
yang nyata (Azizah, 2016).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan
skizofrenia. Dari seluruh klien skizofrenia 70% diantaranya mengalami
halusinasi. Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala
halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delirium. Halusinasi
merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiologi (Stuart dan Laria, 2001 dalam Azizah, 2016). Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra, klien
dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada (Azizah, 2016).
Menurut para ahli terdapat beberapa definisi halusinasi, di antaranya yaitu:
1. Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di
telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
2. Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau
persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi
pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu
penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien
dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan
kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya
dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
3. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).

C. JENIS HALUSINASI
Jenis Halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada pencakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan. Karakteristik ditandai dengan mendengar
suara, teruatama suara suara orang, biasanya klien mendengar suara
orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan
atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar
tanpa adanya rangsangan apapun (Maramis 2005 dalam Azizah 2016).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar
dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga
klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart 2007 dalam
Azizah 2016).
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit, atau kompleks. Bayangan bisa
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidung sering akibat
stroke, tumor, kejang atau dimensia.
4. Pengecapan
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Chenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) dalam Azizah (2016), faktor predisposisi yang
menyebabkan halusinasi adalah:
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentang terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak. Abnormalitas perkembangan
sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikol
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (Cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (Post-mortem).
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) dalam Azizah (2016), faktor preseipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi strimus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
2. Rentang Respon
Respon adaptif Respon psikososial Respon maladaptif

a. Pikiran logis a. Kadang-kadang a. Waham


b. Persepsi akurat proses pikir b. Halusinasi
c. Emosi terganggu c. Kerusakan
konsisten b. Ilusi proses emosi
dengan c. Emosi d. Perilaku tidak
pengalaman berlebihan terorganisasi
d. Perilaku cocok d. Perilaku yang e. Isolasi sosial
e. Hubungan tidak biasa
sosial e. Menarik diri
Harmonis

Keterangan Gambar:
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah berikut.
1) Perilaku logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tngkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
b. Respon psikososial meliputi:
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (obyek nyata) karena
rangsangan panca indera
3) Emosi berlebih atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
c. Respon maladaptive
Respon maladapif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokok
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan definisian persepsi sensori yang salah
atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan suatu yang timbul
dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

E. FASE FASE HALUSINASI


Fase Haalusinasi Karakteristik Perilaku Klien
Fase I: Klien mengalami o Tersenyum, tertawa
Comforting Ansietas ansietas, rasa bersalah yang tidak sesuai
sedang Halusinasi dan takut, mencoba o Menggerakan bibir
menyenangkan untuk berfokus pada tanpa suara
menyenangkan pikiran yang o Pergerakan mata
menyenangkan untuk yang cepat
meredakan ansietas. o Respon verbal yang
Individu mengenali lambat
bahwa pikiran dan o Diam, dipenuhi rasa
pengalaman sensori yang mengasyikan.
dalam kendali
kesadaran jika ansietas
dapat ditangani (non
psikotik).
Fase II: Pengalaman sensorik o Meningkatkan tanda-
Condemning yang menjijikan dan tanda sistem saraf
Ansietas berat menakutkan klien otonom akibat
Halusiansi menjadi lepas kendali dan ansietas (Nadi,
menjijikan. mungkin mencoba RR,TD) meningkat
Menyalahkan untuk mengambil jarak o Penyempitan
dirinya dengan sumber kemampuan untuk
yang dipersepsikan, konsentrasi
klien mungkin o Asyik dengan
mengalami pengalaman sensori
dipermalukan oleh dan kehilangan
pengalaman sensori kemampuan
dan menarik diri dari membeakan
orang lain. halusinasi dan realita.
Psikotik ringan
Fase III: Klien berhenti atau o Lebih cenderung
Controlling menghentikan mengikuti petunjuk
Ansietas berat perlawanan terhadap halusinasinya
Pengalaman sensori halusinasi dan o Kesulitan
menjadi berkuasa menyerah pada berhubungan dengan
mengendalikan halusinasi tersebut. Isi orang lain
halusinasi menjadi o Rentang perhatian
menarik, klien hanya dalam beberapa
mungkin mengalami menit atau detik
pengalaman kesepian o Gejala fisik ansietas
jika sensorik halusinasi berat, berkringat,
berhenti. tremor, tidak mampu
Psikotik mengikuti petunjuk.
Fase IV: Pengalaman sensorik o Perilaku teror akibat
Conquering panik menjadi mengancam panik
umumnya menajdi jika klien mengikuti o Potensial suicide atau
melebur dalam perintah halusinasi. homocide aktivitas
halusinasinya. Halusinasi berakhir fisik merefleksikan isi
dari beberapa jam atau halusinasi seperti
hari jika tidak ada kekerasan agitasi,
intervensi terapiutik. menarik diri, katatonia
Psikotik berat. o Tidak mampu
merespon tehadap
perintah yang
kompleks
o Tidak mampu
merespon > 1 orang.

F. MANIFESTASI KLINIK
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau
berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah,
melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari
klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar
atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi
(Budi Anna Keliat, 1999) :
1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
a. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
G. KOMPLIKASI / AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini
terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic
dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak
lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien
disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah
dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien
diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu
hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan
klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
klien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang
sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada
orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya
diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan
klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
Terapi Farmako yang diberikan yaitu:
1. Anti psikotik:
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril)
e. Risperidone (Risperdal)
2. Anti parkinson:
a. Trihexyphenidile
b. Arthan

I. POHON MASALAH

Effect Resiko Perilaku Kekerasan

Perubahan Persepsi Sensori:


Core Problem
Halusiansi

Cause Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data yang Perlu Dikaji
a. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga
merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal
lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke
rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b. Faktor prediposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa
aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Tidak ada kehangatan
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi tertutup
f. Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang
otoritas dan konflik dalam keluarga
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih
dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah
kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan
nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua
orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif


adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya
latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-
hari, sukar dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial,
kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja, dan ketidakmampuan
mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan
sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara sendiri. Perilaku
klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda
dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan
tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi
informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
a) Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
b) Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
c) Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi
pertanyaan klien.
d) Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sebaliknya.

d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien.
1) Status mental
- Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
- Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
- Aktivitas motorik : meningkat/menurun
- Afek : sesuai/maladaprif
- Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang
ada sesuai dengan nformasi
- Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi
dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir
- Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
- Tingkat kesadaran
- Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme koping
Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.
Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan
stimulus internal
3) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan
ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

2. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien
dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
a. Resiko Perilaku kekerasan.
b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
c. Isolasi sosial
d. Harga Diri Rendah
e. Respon Pasca Trauma
f. Kerusakan Interaksi sosial
g. Defisit perawatan diri
3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Marifatul, Imam Zainuri & Amar Akbar. 2016. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa: Teori dan Aplikasi Praktik Klinik.
Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :
EGC
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.
Stuart dan Sundeen . 2007 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

You might also like