You are on page 1of 2

Selama beberapa tahun terakhir, penyelenggaraan pemerintahan secara umum dan pembangunan

secara khusus telah mendapat sejumlah kritikan mendasar, tidak hanya dari dalam negeri tetapi
juga dari komunitas internasional. Transparency International (TI) misalnya, melakukan
peringkat negara yang mengalami masalah besar dalam sektor publiknya, mengidentifikasi
Indonesia sebagai negara yang masih bermasalah dalam korupsi di dunia. Data TI mengenai
peringkat Corruption Perception Index (CPI) untuk Tahun 2015 menempatkan Indonesia pada
ranking 88 dari 168 negara dengan nilai 36. Nilai CPI berada pada kisaran 0 sampai dengan 100,
dimana 0 dipersepsikan sangat korup, sementara 100 sangat bersih. Sebelumnya pada tahun
2014, Indonesia menempati rangking 107 dengan nilai 34. Peringkat dan nilai tersebut
menunjukkan adanya peningkatan upaya pemberantasan korupsi di tanah air. Namun di ASEAN,
Indonesia masih kalah dibanding Singapura (85), Malaysia (50), dan Thailand (38). Nilai Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih berada di bawah rata rata IPK Negara - negara di
kawasan ASEAN sebesar 40, Asia Pasifik sebesar 43, dan komunitas G20 sebesar 54
(Transparency International, 2016)

Fenomena korupsi yang banyak terjadi di Indonesia dalam era reformasi, hal ini
menyebabkan semakin kecilnya kepercayaan masyarakat akan kinerja pemerintah.
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan daerah. Desentralisasi dan otonomi
daerah membawa implikasi pada terjadinya pergeseran kekuasaan pusat ke daerah. Otonomi
daerah pada dasarnya di berikan kepada daerah agar pemerintah daerah dapat meningkatkan
efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pemerintah daerah untuk tercapainya good governance.
(Mardiasmo,2009). Namun menurut Rinaldi, Purnomo, dan Damayanti (2007) sejak di
berlakukannya kecenderungan korupsi di pemerintah daerah yang meningkat.

Lane (2000) dalam organisasi publik, teori keagenan dapat juga diterapkan. Dari konsep teori
keagenan inilah bisa terjadi information asymmetry antara pihak pemerintah (agent) yang
memiliki akses langsung terhadap informasi dengan pihak masyarakat (principal). Karena terjadi
information asymmetry bisa menyebabkan terjadinya korupsi atau penyelewengan oleh agent
(pemerintah). Untuk menghindari terjadinya korupsi di pemerintahan daerah, maka pengelolaan
pemerintah daerah harus akuntabel dan diperlukan sistem pengawasan yang handal.
LKPD menggambarkan tingkat akuntabilitas keuangan pemerintah daerah yang
menjadi kebutuhan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah, sehingga untuk
mengetahui akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah sangat penting untuk
selalu dilakukan audit atas LKPD oleh pihak independent (BPK RI). Laporan hasil audit
oleh BPK RI dapat berupa opini auditor, dimana terdapat empat jenis pendapat auditor
(BPK). Apabila opini auditor unqualified opinion maka menunjukkan akuntabilitas
suatu pemeritah daerah semakin bagus dan diharapkan akan mengurangi terjadinya
korupsi. Sedangkan jika opini qualified opinion, adverse opinion, dan disclaimer
opinion, maka masih ada kemungkinan terjadi salah saji yang material sehingga dapat
juga mengindikasikan bisa terjadi korupsi

You might also like