Abstract

Tuberculosis is one of the most important health problems in the developing world. Miliary tuberculosis particularly is a major killer
disease if not diagnosed and treated early. The natural history of miliary tuberculosis is variable with most of the patients having
sub-acute or chronic disease while some have acute presentation with rapid clinical deterioration and death. Miliary tuberculosis
presenting with acute respiratory distress syndrome (ARDS) requiring mechanical ventilation is rare. Awareness of the clinical
presentation helps in early diagnosis and management of the disease. We report a case of ARDS due to Miliary tuberculosis in a
young immune-competent female with no co-morbidities who succumbed to her illness.
Keywords: Miliary Tuberculosis, ARDS, Mortality, Anti-tubercular therapy.
Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling penting di negara
berkembang . tuberkulosis milier terutama adalah penyakit pembunuh utama jika tidak
didiagnosis dan diobati dini . Riwayat alami tuberkulosis milier adalah variabel dengan
sebagian besar pasien memiliki penyakit sub - akut atau kronis sementara beberapa
memiliki presentasi akut dengan perburukan klinis yang cepat dan kematian .
tuberkulosis milier menunjukkan dengan sindrom gangguan pernapasan akut ( ARDS )
memerlukan mekanisme ventilasi adalah jarang . Kesadaran terhadap presentasi klinis
membantu dalam diagnosis dini dan penatalaksanaan penyakit . Kami melaporkan kasus ARDS
akibat tuberkulosis milier dalam perempuan muda kekebalan yang kompeten dengan tanpa
komorbiditas yang meninggal karena penyakit yang dideritanya .
Kata kunci : milier Tuberkulosis , ARDS , Kematian , terapi Anti - TBC

1.Introduction
Tuberculosis remains to be a major killer disease in India accounting for one-fifth of global disease burden. India accounts for an
estimated 2.2 million of the 8.6 million new cases of tuberculosis that occur each year globally.[1] A significant proportion of
tuberculosis patients require admission, with in-patient mortality rates ranging from 2% to 12%.[2]

Tuberkulosis masih menjadi penyakit pembunuh utama di India data untuk seperlima dari
beban penyakit global. India untuk diperkirakan 2,2 juta dari 8,6 juta kasus baru
tuberkulosis yang terjadi setiap tahun secara global . [ 1 ] Sebagian besar pasien TB
memerlukan perawatan , dengan pada- pasien angka kematian berkisar antara 2 % sampai 12
% . [ 2 ]

Miliary tuberculosis which results from haematogenous dissemination of Mycobacterium tuberculosis is a potentially lethal disease
if not diagnosed and treated early. It accounts for less than 2% of all tuberculosis cases and upto 20% of all extra-pulmonary
tuberculosis cases among immune competent adults with higher rates in immune compromised patients.[3]

tuberkulosis milier yang hasil dari penyebaran hematogen dari Mycobacterium

tuberculosis adalah penyakit yang berpotensi mematikan jika tidak didiagnosis dan
diobati dini . Hal ini menyumbang kurang dari 2 % dari semua kasus TB dan upto 20 %
dari semua kasus TB ekstra - paru di antara orang dewasa yang kompeten kekebalan tubuh
dengan tarif yang lebih tinggi pada pasien dikompromikan kekebalan tubuh .

Miliary tuberculosis as a risk factor for ARDS is rare. We present a case of miliary tuberculosis in an immune-competent female
without any co-morbidity, who succumbed to her illness due to ARDS.

tuberkulosis milier sebagai faktor risiko untuk ARDS adalah jarang . Kami menyajikan
sebuah kasus tuberkulosis milier pada perempuan dengan kekebalan - kompeten tanpa
sesuatu co - morbiditas , yang meninggal karena penyakitnya karena ARDS

2. Case report
A 36 year old female was referred from a district hospital as a case of bronchopneumonia when she failed to show response to
antibiotics. She presented with history of non-productive cough of 15 days duration and exertional breathlessness which had
progressed to breathlessness at rest over 4-5 days. She also complained of fever which was intermittent, low grade with no chills or
rigors. She did not give history of any contact with tuberculosis nor had taken any treatment for tuberculosis in the past. She was
non-hypertensive, non-diabetic with no history of smoking, alcohol consumption or substance abuse.
On examination, she had severe dyspnoea with respiratory rate of 44/min and heart rate of 150/min, blood pressure of 90/60 mmHg
and oxygen saturation on room air was 72%. Auscultation of the chest revealed bilateral crepitations. Cardiovascular system
examination revealed tachycardia without any murmurs, while CNS and abdomen examination was normal.
Complete haemogram showed haemoglobin of 8.6 gm%, total count of 9600/mm3, neutrophils - 88%, lymphocytes- 8%,
eosinophils -4%, platelet count of 2.7lakhs. Her renal functions were normal and fasting blood sugar was 92mg%. Liver functions
showed total serum bilirubin of 1.8gm%, total protein of 4.2gm%, SGOT- 257 IU/ml, SGPT- 37 IU/ml, alkaline phosphatase-
227IU/ml. Leptospira and blood Widal antibody titres were negative. ELISA for HIV antibodies and HBsAg were negative. Her blood
cultures were sterile. Blood gas analysis showed pH of 7.026, PaO 2 of 55.2 mmHg, PCO2 of 32.7 mmHg, and HCO3 of 8 mmHg;
severe metabolic acidosis. Chest X-ray showed bilateral reticulo-nodular shadowing involving the mid-zones and the lower zones
(see Fig 1a, 1b).

haemogram lengkap menunjukkan hemoglobin dari 8,6 % gm , jumlah total dari 9600 / mm3 ,
neutrofil - jumlah trombosit 88 % , lymphocytes- 8 % , eosinofil -4 % , dari 2.7lakhs .
fungsi ginjal nya normal dan gula darah puasa adalah 92mg % . fungsi hati menunjukkan
bilirubin total serum 1.8gm % , total protein dari 4.2gm % , SGOT- 257 IU / ml , SGPT-
37 IU / ml , alkali phosphatase- 227IU / ml . Leptospira dan darah Widal titer antibodi
yang negatif . ELISA untuk antibodi HIV dan HBsAg negatif . kultur darah nya yang
steril . analisis gas darah menunjukkan pH 7,026 , PaO2 dari 55,2 mmHg , PCO2 32,7 mmHg
, dan HCO3 dari 8 mmHg ; asidosis metabolik yang berat . Dada X - ray menunjukkan
bayangan retikulo - nodular bilateral yang melibatkan pertengahan zona dan zona yang
lebih rendah

She was immediately managed with invasive mechanical ventilation along with broad spectrum antibiotics for a possible
bronchopneumonia. Anti-tubercular therapy was also started in view of clinical and radiological suspicion of Miliary tuberculosis.
However, there was clinical worsening and the patient developed septic shock requiring vasopressor support. Patient succumbed
to her illness on the 3rd day of admission despite aggressive therapy.

Pasien segera dikelola dengan ventilasi mekanik invasif bersama dengan antibiotik
spektrum luas untuk kemungkinan bronkopneumonia. Terapi anti -TBC juga dimulai pada
saat kecurigaan klinis dan radiologi tuberkulosis milier . Namun, pada klinis yang
memburuk dan pasien berkembang menjadi syok septik memerlukan dukungan vasopressor .
Pasien meninggal karena penyakit nya pada hari ke-3 masuk meskipun terapi agresif

Post mortem biopsy of lung was performed. Histopathology of the lung tissue showed granulomatous inflammation composed of
epitheloid cells, langhans giant cells, lymphocytes and caseation necrosis with areas of haemorrhage (see Fig 2a, 2b). The diagnosis
of tuberculosis was thus confirmed

Visum biopsi paru dilakukan . Histopatologi dari jaringan paru-paru menunjukkan

peradangan granulomatosa terdiri dari sel-sel epitheloid , Langhans sel raksasa ,
limfosit dan kaseasi nekrosis dengan daerah perdarahan ( lihat Gambar 2a , 2b ) .
Diagnosis TB demikian dikonfirmasi

Figure 2a - Histopathology of lung tissue (low power field) showing well formed granulomas with central caseation.

Histopatologi jaringan paru-paru ( bidang daya rendah ) menunjukkan granuloma juga

dibentuk dengan kaseasi pusat.

Figure 2b - Granuloma (high power field) showing presence of langhans giant cells
(arrow), lymphocytes, epitheloid cells and caseation necrosis Granuloma ( bidang daya
tinggi ) menunjukkan adanya Langhans sel raksasa ( panah ) , limfosit , sel epitheloid
dan kaseasi nekrosis

3. Discussion
Miliary Tuberculosis denotes all forms of progressive, widely disseminated haematogenous tuberculosis. In the year 1700 the term
miliary was first described by John Jacob Manget, who linked the appearance of the involved lung to millet seeds due to its surface
being covered with firm small white nodules.[4]

Milier Tuberkulosis menunjukkan segala bentuk progresif , TB hematogen disebarluaskan .

Pada tahun 1700 istilah ' miliaria ' pertama kali dijelaskan oleh John Jacob Manget ,
yang terkait penampilan yang terlibat paru-paru ke millet benih karena permukaannya
yang ditutupi dengan perusahaan nodul putih kecil
It occurs due to widespread haematogenous dissemination of tubercle bacilli from an active caseous focus. This focus may be a
primary progressive infection of Mycobacterium tuberculosis or the reactivation of a latent focus. Miliary tuberculosis continues to
remain as a perplexing disease with difficult diagnosis and treatment due to its variable clinical presentation, atypical radiological
findings and difficulties in establishing tuberculosis as the aetiological diagnosis. ARDS was first described in 1967 as a life
threatening respiratory condition characterised by hypoxia and stiff lungs. It is a severe lung syndrome wherein there is increased
permeability of pulmonary capillary endothelial cells and alveolar epithelial cells leading to pulmonary edema, refractory
hypoxaemia, multi-organ failure and death. It is diagnosed by the New Berlin criteria as follows.[5]
Hal ini terjadi karena penyebaran hematogen luas dari basil tuberkulosis dari fokus
caseous aktif . Fokus ini mungkin infeksi progresif primer dari Mycobacterium
tuberculosis atau reaktivasi fokus laten . tuberkulosis milier terus tetap sebagai
penyakit yang membingungkan dengan diagnosis sulit dan pengobatan karena presentasi
variabel klinis , temuan radiologi atipikal dan kesulitan dalam menegakkan tuberkulosis
sebagai diagnosis etiologi . ARDS pertama kali dijelaskan pada tahun 1967 sebagai
kondisi pernapasan yang mengancam kehidupan ditandai dengan hipoksia dan paru-paru kaku
. Ini adalah sindrom paru-paru yang parah dimana terjadi peningkatan permeabilitas sel
endotel kapiler paru dan sel-sel epitel alveolar menyebabkan edema paru , hipoksemia
refraktori , kegagalan multi- organ dan kematian . Hal ini didiagnosis dengan kriteria
New Berlin sebagai berikut

1) Acute onset: It is defined as within 7 days of a known clinical insult or new or worsening respiratory symptoms
2) Bilateral opacities on chest imaging that is not fully explained by effusions, lobar/lung collapse or nodules.
3) PaO2: FiO2 ratio 300 with a PEEP or CPAP 5 cm H2O
4) Respiratory failure that is not fully explained by cardiac failure or fluid overload.
Miliary TB is usually a rare cause of ARDS.[6] Exact incidence of miliary TB presenting as ARDS is not known however it is
estimated that 1-2% of ARDS patients are associated with disseminated tuberculosis.[7] Mortality from miliary TB is approximately
20% and miliary TB with ARDS has definitely a higher mortality.[8] Pathogenesis of ARDS in patients with tuberculosis is not
known. It is postulated that massive release of mycobacteria into pulmonary circulation results in inflammation, obliterative
endarteritis and damage to alveolo-capillary membrane.[9] There is also platelet aggregation in pulmonary capillaries causing
endothelial injury and leucocyte activation resulting in increased vascular permeability. Lipoarabinomannan, the mycobacterial cell
wall component, acts similar to lipopolysaccharide in bacterial sepsis to activate macrophages to release tumour necrosis factor-
[TNF- ] and interleukin-1b [IL-1b]. The activation of macrophages is also thought to be a key step in the causation of lung
injury.[10]
1) onset akut: Ini didefinisikan sebagai dalam waktu 7 hari dari klinis dikenal atau
gejala pernapasan baru atau memburuk
2) kekeruhan bilateral pada pencitraan dada yang tidak sepenuhnya dijelaskan oleh
efusi, lobar / kolaps paru atau nodul.
3) PaO2: FiO2 rasio 300 dengan PEEP atau CPAP 5 cm H2O
4) kegagalan pernapasan yang tidak sepenuhnya dijelaskan oleh gagal jantung atau
kelebihan cairan.
TB milier biasanya penyebab yang jarang dari ARDS. [6] kejadian Exact dari TB milier
sebagai ARDS tidak diketahui namun diperkirakan 1-2% dari pasien ARDS terkait dengan TB
disebarluaskan. [7] Kematian dari TB miliar adalah sekitar 20% dan TB milier dengan
ARDS memiliki pasti kematian lebih tinggi. [8] Patogenesis ARDS pada pasien dengan TB
tidak diketahui. Hal ini mendalilkan bahwa rilis besar mycobacteria ke hasil sirkulasi
paru pada peradangan, endarteritis obliterative dan kerusakan Alveolo-kapiler membran.
[9] Ada juga agregasi trombosit pada kapiler paru menyebabkan cedera endotel dan
aktivasi leukosit mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Lipoarabinomannan, yang mikobakteri komponen dinding sel, bertindak mirip dengan
lipopolisakarida di sepsis bakteri untuk mengaktifkan makrofag untuk melepaskan tumor
necrosis factor- [TNF ] dan interleukin-1b [IL-1b]. Aktivasi dari makrofag juga
diduga menjadi langkah kunci dalam penyebab cedera paru.

Clinical manifestations of miliary tuberculosis are non-specific, the chest radiographs do not always show classical miliary changes
instead may be normal, sometimes have faint reticulonodular infiltrates uniformly distributed throughout the lung which become
apparent days to weeks after presentation. HRCT is a more sensitive investigation for miliary tuberculosis which shows centrilobular
nodules in random distribution scattered throughout the entire lungs. The patient may present with complications causing
diagnostic dilemma. In addition, obtaining material for mycobacterial analysis can be difficult, especially in patients with extra
pulmonary tuberculosis and in mechanically ventilated patients. Therefore a high degree of clinical suspicion and a systematic
approach to diagnostic testing is required to establish the diagnosis of miliary tuberculosis.[11] Complications like acute kidney
injury, disseminated intravascular coagulation, multi organ failure and septic shock are poor prognostic factors. Sharma et al
determined that in patients with tuberculosis; prolonged illness, absolute lymphopenia and increased alanine aminotransferase
(SGPT) are independent risk factors for ARDS.[12] However, our patient had only absolute lymphopenia as a risk factor for ARDS
with increased aspartate aminotransferase (SGOT) and alkaline phosphatase levels.
Manifestasi klinis tuberkulosis milier tidak spesifik, radiografi dada tidak selalu
menunjukkan perubahan milier klasik yang bukan mungkin normal, kadang-kadang memiliki
reticulonodular samar infiltrat merata di seluruh paru-paru yang menjadi jelas untuk
minggu pertama setelah presentasi. HRCT adalah penyelidikan yang lebih sensitif untuk
TB milier yang menunjukkan nodul centrilobular dalam distribusi acak yang tersebar di
seluruh paru-paru. Pasien mungkin hadir dengan komplikasi menyebabkan dilema
diagnostik. Selain itu, memperoleh bahan untuk analisis mikobakteri bisa sulit,
terutama pada pasien dengan TB ekstra paru dan pada pasien ventilasi mekanik. Oleh
karena itu tingkat tinggi kecurigaan klinis dan pendekatan sistematis untuk tes
diagnostik diperlukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis milier. [11] Komplikasi
seperti cedera akut ginjal, disseminated intravascular coagulation, kegagalan multi-
organ dan syok septik merupakan faktor prognostik yang buruk. Sharma et al menetapkan
bahwa pada pasien dengan TB; penyakit berkepanjangan, limfopenia mutlak dan peningkatan
alanin aminotransferase (SGPT) merupakan faktor risiko independen untuk ARDS. [12]
Namun, pasien kami hanya limfopenia mutlak sebagai faktor risiko untuk ARDS dengan
peningkatan aminotransferase aspartat (SGOT) dan tingkat alkali fosfatase.

Anti-tubercular treatment should be considered in patients with clinical suspicion of tuberculosis even before the results of
diagnostic tests are available. This is due to the fact that delay in initiation of treatment can result in death. In the treatment of
miliary tuberculosis, corticosteroids may be used as adjuvant. They act by allowing tubercular drugs to penetrate the granulomas
and also inhibit release of cytokines and lymphokines responsible for inflammatory cascade. Our case was a rare combination of
miliary tuberculosis with ARDS. She was a young patient with no co- morbidities. She was managed in ICU with broad spectrum
antibiotics, as the differential diagnosis for acute symptoms and miliary shadows can be bacterial infection, invasive ventilation
and because of clinico-radiological suspicion of tuberculosis, patient was started on anti-tubercular therapy. However, rapid
deterioration and death is seen in few patients due to progressive disease despite therapy. Hence, an emphasis on early diagnosis,
treatment and a clinical awareness of fatal combination of ARDS with miliary tuberculosis is the basis of this case report.

pengobatan anti-TBC harus dipertimbangkan pada pasien dengan kecurigaan klinis

tuberkulosis bahkan sebelum hasil tes diagnostik yang tersedia. Hal ini disebabkan
fakta bahwa keterlambatan memulai pengobatan dapat mengakibatkan kematian. Dalam
pengobatan tuberkulosis milier, kortikosteroid dapat digunakan sebagai adjuvant. Mereka
bertindak dengan membiarkan obat TBC untuk menembus granuloma dan juga menghambat
pelepasan sitokin dan limfokin yang bertanggung jawab untuk kaskade inflamasi. kasus
kami adalah kombinasi langka tuberkulosis milier dengan ARDS. Dia adalah seorang pasien
muda tanpa co-morbiditas. Dia berhasil di ICU dengan antibiotik spektrum luas, sebagai
diagnosis banding untuk gejala akut dan bayangan milier bisa infeksi bakteri, ventilasi
invasif dan karena kecurigaan Clinico-radiologi tuberkulosis, pasien memulai terapi
anti-TBC. Namun, kemerosotan cepat dan kematian terlihat pada beberapa pasien karena
penyakit progresif meskipun mendapatkan terapi. Oleh karena itu, penekanan pada
diagnosis dini, pengobatan dan kesadaran klinis kombinasi fatal ARDS dengan
tuberkulosis milier adalah dasar dari laporan kasus ini.

4. Conclusion
Miliary Tuberculosis constitutes one of the rare causes of ARDS with acute and atypical clinical presentation. Awareness of this
presentation, early diagnosis and prompt treatment of the disease is essential to prevent mortality. Miliary TB should be considered
as a possibility of ARDS in the developing world even in the absence of co morbidities or immune suppression

Kesimpulan
Milier Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab langka ARDS dengan presentasi klinis
akut dan atipikal . Kesadaran presentasi ini , diagnosis dini dan pengobatan yang tepat
dari penyakit ini penting untuk mencegah kematian . TB milier harus dipertimbangkan
sebagai kemungkinan ARDS di negara berkembang bahkan tanpa adanya morbiditas co atau
penekanan kekebalan