You are on page 1of 10

Patofisiologi

Sel trofoblas merupakan yang pertama mengalami diferensiasi dari ovum yang
terfertilisasi. Diferensiasi akan membentuk lapisan terluar dari blastokis yang akan
memberikan nutrisi kepada embrio dan pada akhirnya membentuk bagian plasenta dari fetus.
Trofoblas plasenta normal dibentuk dari sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan trofoblas
intermediat. Kehamilan molar berasal dari trofoblas placenta. Mola hydatidiformis dan
koriokarsinoma berkembang dari sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas (1).
Pada 90% kasus, mola hidatidiform komplit berkembang saat ovum kosong tanpa
kromosom maternal dibuahi oleh sperma, yang akan menduplikasi DNA nya sendiri (genom
paternal haploid) dan mengakibatkan kromosom 46 komplit dengan genotip diploid 46, XX
(2). Sekitar 10% mola hidatidiform komplit adalah 46,XY yang berasal dari fertilisasi ovum
kosong yang dibuahi oleh 2 sperma yang berbeda. Sedangkan mola hidatidiform parsial
sebagian besar berasal dari fertilisasi ovum normal yang dibuahi oleh 2 sperma atau 1 sperma
yang terduplikasi dan bersifat triploid dengan dua set paternal dan 1 set maternal kromosom
dan dengan genotip 69, XXX, 69,XXY atau 69,XYY. Terkadang, dapat terjadi tetraploid
dengan genotip 92,XXXY.

Gambar 1 menunjukan genotip dari mola hidatidiform


Pemeriksaan Fisik
Temuan yang dapat ditemukan pada pasien dengan kehamilan molar telah berubah pada
beberapa dekade teakhir. Hal ini disebabkan oleh pemeriksaan antenatal yang teratur sehingga
banyak kasus kehamilan molar terdeteksi secara dini sebelum munculnya komplikasi. (3).
Biasanya, terjadi amenorrhea 1-2 bulan sebelum mola ditemukan. 41 wanita dengan mola
komplit pada 41 wanita ditemukan gejala perdarahan pada vagina sebanyak 58% dan
asimtomatik pada 41%. Selain itu, hanya 2% yang disertai dengan anemia dan hiperemesis (1).
Dengan bertambahnya usia gestasi, gejala semakin terlihat pada mola komplit
dibandingkan dengan mola parsial. Kehamilan molar yang tidak ditangani hampir selalu
menyebabkan perdarahan uterus, baik dari bercak darah sampai perdarahan yang cukup
banyak. Perdarahan dapat menjadi tanda dari aborsi molar dan dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi. Banyak pasien mengalami pertumbuhan uteus secara lebih cepat dari biasanya.
Pembesaran uterus dikarakteristikan dengan konsistensi lunak tanpa adanya detak jantung
janin. Keluhan mual dan muntah dapat menjadi signifikan. Ovarium mengandung kista teka
lutein multipel pada 25-60% pasien dengan mola komplit. Hal ini disebabkan oleh stimulasi
hCG berlebih pada lutein. Kista teka lutein bersifat meregresi kehamilan. Terkadang, kista
dengan ukuran yang lebih besar dapat mengalami torsio, infark dan perdarahan. Namun,
oophorektomi tidak dilakukan kecuali terjadi infark hebat yang menetap.
hCG akan menyebabkan efek mirip seperti tirotropin yang menyebabkan peningkatan
pada serum fT4 dan penurunan kadar thyroid stimulating hormone (TSH). Namun, temuan
klinis dari tirotoksikosis jarang ditemukan dan lebih sering menyebabkan perdarahan dan
sepsis. Pada beberapa kasus dapat dilaporkan terjadinya thyroid storm.
Preeklamsia berat dan eklamsia sering terjadi pada kehamilan molar yang besar. Namun
dewasa ini sudah jarang terjadi karena adanya deteksi dini pada mola. Predileksi pre eklamsia
diakibatkan oleh massa trofoblas hipoksia yang terkait dengan antiangiogenik dan akan
menyebabkan kerusakan endotel.

Pemeriksaan Penunjang
Keluhan biasanya diawali dengan amenorrhea dan diikuti dengan perdarahan ireguler.
Beberapa pasien mengalami pasase spontan dari jaringan molar. Untuk memperkuat diagnosis
dapat dilakukan pemeriksaan kadar hCG dalam darah atau urin baik secara bioasay,
immunoassay, radioimmunoassay, maupun USG. Diagnosis yang paling tepat bila kita telah
melihat keluarnya gelembung mola. Namun, bila menunggu sampai gelembung mola keluar
biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang
banyak dan keadaan umum pasien menurun.

Pengukuran serum -hCG


Serum -hCG akan meningkat melebihi usia gestasi pada kehamilan molar komplit.
Serum yang berlebih akan memberikan hasil negatif palsu pada pemeriksaan kehamilan karena
saturasi berlebih pada hormon -hCG. Pada mola parsial, -hCG naik dan kemudian turun
pada angka sesuai dengan usia kehamilan. Peninggian hCG teruma dari hari ke 100 sangat
sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG.

Sonografi
Tidak semua kasus dapat dikonfirmasi dengan sonografi walaupun sonografi
merupakan pemeriksaan yang penting untuk dilakukan pada penyakit trofoblastik. Pada
kehamilan awal, temuan sonografi hanya ditemukan pada kurang dari setengah dari mola
hidatidiform. Pada kehamilan trimester I, gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga
sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkomplit atau mioma
uteri. Pada kehamilan trimester II, gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik. Kavum
uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekoik vesikular berdiameter antara 5-
10 mm. Secara sonografi, molar komplit tampak seperti massa ekogenik dengan beberapa kista
anekoik tanpa adanya kantung amnion. Temuan ini disebut dengan snowstorm appearance.
Massa uterin mengandung kista multipel kecil anekoik dengan ukuran 1-30 mm yang disebut
dengan cluster of grapes appearance. Diantara kista tersebut tampak adalnya koleksi cairan
yang dapat dilihat pada massa endometrium (4). Dengan bertambahnya usia kehamilan, kista
akan bertambah besar dan banyak tanpa adanya bagian dari janin. Kista ovarian yang multipel,
bilateral dan fungsional disebut dengan kista teka lutein. Hal ini disebabkan oleh stimulasi
berlebih terhadap ovarium oleh -hCG. Temuan pada mola parsial adalah penebalan dan
multikista plasenta, kantung gestasional yang kosong atau terkadang terdapat ekoeik amorfus,
oligohidramnion. Plasenta yang membesar akan mengalami perubahan pada kista sehingga
memberikan gambaran swiss cheese pattern. Kesalahan diagnosa yang paling sering adalah
aborsi inkomplit atau missed abortion. Terkadang, kehamilan molar dapat menyerupai
kehamilan multi fetus atau leiomioma uterina dengan degenerasi kistik.
Hasil negatif palsu seringkali ditemukan karena adanya penumpukan cairan di sentral
yang masif dan sering menyerupai gestasi anembrionik atau abortus(5). Pada beberapa kasus,
perlu diperhatikan korelasi antara temuan klinis dengan kadar -hCG karena gestasi
anembrionik atau abortus menunjukan kadar -hCG yang normal atau sedikit penurunan
sedangkan kehamilan molar akan menunjukan peningkatan kadar -hCG. Hasil positif palsu
juga ditemukan pada pemeriksaan sonografi, 10% kasus yang diduga kehamilan molar ternyata
merupakan aborsi hidrofik nonmolar.

CT-Scan
Penggunaan CT sangat terbatas pada evaluasi kehamilan molar. CT digunakan untuk
menentukan staging dari keganasan pada kasus-kasus gestational thropoblastic neoplasia. Mola
dapat dilihat pada CT dengan kontras sebagai massa intrauterin dengan atenuasi rendah dengan
sedikit penebalan septa. Kista lutein ovarium nilateral dapat dilihat sebagai ovarium yang besar
yang mengandung kista multipel yang dipisahkan dengan septa tipis dan memberikan
gambaran spoke wheel.

MRI
MRI pelvis mempunyai keterbatasan dalam menilai kehamilan molar dan biasanya
digunakan setelah ultrasound tidak adekuat dalam menentukan diagnosis dikarenakan adanya
multipel leiomioma pada uterus. Pada trimester awal mola, tidak banyak kelainan yang dapat
ditemukan walaupun tumor dapat tervisualisasi sebagai massa heterogen ekspansil yang
memenuhi kavitas uterin. Massa didemonstrasikan sebgai sinyal tinggi intensitas pada Tw-
weighted images dan sinyal intensitas rendah pada T1-weighted images dibandingkan dengan
normal miometrium.

Diagnosis Patologis
Observasi terhadap perjalanan molar merupakan hal krusial karena dapat menjadi suatu
keganansan. Mola harus diperiksakan secara histologis untuk membedakan dengan kegagalan
kehamilan lainnya yang juga menyerupai perubahan pada vilus mola (degenerasi plasenta).
Selain itu pemeriksaan histologis juga untuk mengeksklusikan neoplasia trofoblastik. Pada
kehamilan kurang dari 10 minggu, perubahan klasik pada mola belum tampak karena vili
belum bertambah besar dan stroma mola belum menjadi edema dan avaskular. Maka dapat
digunakan pembedaan ploid untuk membedakan triploid dengan diploid. Umumnya mola
parsialis mempunyai kariotipe triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang
menjadi ganas. Mola komplit dan hehamilan non molar dengan degenerasi plasenta merupakan
contoh diploid.
Pemeriksaan histologis imun untuk mengidentifikasi protein nuklear p57KIP2. Gen yang
mengekspresikan p57KIP2 diturunkan secara maternal. Maka dari itu, mola komplit yang hanya
mengandung material genetik paternal tidak mengekspresikan gen ini dan tidak bereaksi pada
pemeriksaan histologis imun. Sehingga kombinasi penggunaan analisa ploid dan p57KIP2 dapat
membedakan mola komplit ( diploid/ p57KIP2- negatif), mola parsial (triploid / p57KIP2- positif
) dan aborsi spontan dengan degenerasi plasenta hidrofik ( diploid/ p57KIP2-positif )
Seckl et al mengatakan bahwa terjadi peningkatan resiko neoplasia setelah dilakukan
terminasi. Kegagalan diagnosa kehamilan molar pada saat dilakukan terminasi akan
meningkatkan morbiditas dan intervensi surgikal (histerektomi dan kemoterapi). RCOG
merekomendasikan penggunaan USG sebelum dilakukan terminasi untuk mengeksklusikan
kehamilan molar yang non viabel. (6)

Tatalaksana
Kematian ibu dari kehamilan molar jarang terjadi karena deteksi dini, evakuasi yang
dilakukan secara tepat waktu dan observasi ketat meningkatkan kemungkinan hal ini terjadi.
Evaluasi preoperatif dilakukan untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi seperti
preeklampsia, hipertiroidisme, anemia dan deplesi elektrolit akibat hiperemesis dan penyakit
metastasis. Pemeriksaan CT dan MRI jarang dilakukan kecuali pada rontgen dada ditemukan
kelainan pada paru atau terdapat penyakit ekstra uterina seperti pada otak atau hepar. Metode
paling baik untuk mengevakuasi kehamilan molar adalah kuretase penghisapan, terutama untuk
molar komplit. Selain itu pemeriksaan urin sebaiknya dilakukan 3 minggu setelah tatalaksana
farmakologis. Setelahnya profilaksis anti D dilakukan setelah evakuasi kehamilan molar. (7)

Terminasi Kehamilan Molar


Evakuasi molar menggunakan pengisap kuretase seringkali menjadi pilihan. Agen
osmotik dapat digunakan untuk mendilatasi serviks apabila serviks dalam keadaan dilatasi
minimal. Perdarahan yang terjadi pada intra operasi akan lebih banyak dibandingkan dengan
uterus dengan ukuran yang sama namun tanpa adanya molar. Adekuat anaestesia, akses
intravena yang cukup dan persediaan darah merupakan hal yang krusial pada mola yang besar.
Serviks didilatasi secara mekanis sebesar 10-14 mm sehingga dapat dilakukan insersi kuretase
Penggunaan oksitosin sebelum dilakukan evakuasi tidak direkomendasikan karena akan
meningkatkan resiko embolisasi tumor. Namun untuk mengontrol perdarahan yang masif dan
mengancam nyawa, infus oksitosik boleh diberikan. Kontraksi dari miometrium akan
mengakibatkan jaringan masuk kedalam vena plasenta. Diseminasi dari jaringan akan
menyebabkan deteriorasi.Apabila pasien mengalami perdarahan yang signifikan sebelum
evakuasi, perlu dipertimbangkan tindakan operasi(7). Sonografi intraoperatif dapat digunakan
untuk memastikan kavitas uterina telah dikosongkan. Kuretase dengan sims dilakukan ketika
myometrium berkontraksi. Kuretase ini dilakukan pada kehamilan molar komplit karena tidak
terasosiasi dengan bagian fetus. Untuk kehamilan molar parsial atau kehamilan kembar dimana
terdapat janin normal dan molar, maka penggunaan kuretase penghisap tidak dapat dilakukan.
Pada kasus ini dapat digunakan pengobatan. Pengobatan sebaiknya dihindari pada
kehamilan molar komplit. Terdapat teori pada penggunaan rutin agen oksitosik poten karena
dapat terjadi embolisasi dan diseminasi jaringan trofoblas melalui sistem vena. Pilihan obat
mifepriston dan misoprostol dibatasi karena akan meningkatkan sensitifitas uterus terhadap
prostaglandin. Apabila perdarahan terus tejadi maka dapat diberikan agen uterotonik lainnya.
Pada beberapa kasus, embolisasi arteri pelvis atau histerektomi perlu dilakukan.
Beberapa trofoblas dapat terdeportasi ke sistem vena pelvis ketika dilakukan evakuasi.
Dengan kehamilan molar yang sudah besar, dapat terjadi insufisiensi respirasi, edema pulmo
dan embolisme. Selain itu, imunoglobulin anti-D (Rhogam) diberikan pada pasien dengan Rh
D-negative karena jaringan fetal dengan mola parsial nencakup sel merah dengan antigen D.
Pemberian Rhogam sebaiknya tidak ditunda walaupun diagnosa lengkap baru dapat ditegakkan
setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan patologis. Namun, pemberian profilaksis anti-D pada
molar komplit tidak diperlukan karena vaskularisasi vilus korinoik yang buruk dan tidak
adanya antigen anti-D. (8)
Metode lain mungkin dapat dipertimbangkan seperti histerektomi dengan preservasi
ovarium. Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Pada pasien usia 40 tahun keatas, kemungkinan dapat terjadi gestational
trophoblast neoplasia dan tindakan histerektomi dapat mengurangi kejadian ini. Tidak jarang
bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak
adanya tanda-tanda keganasan berupa mola invasif/koriokarsinoma. Kista teka lutein yang
terlihat saat dilakukan histerektomi tidak perlu diangkat karena akan terjadi regresi begitu
dilakukan terminasi terhadap molar. ACOG 2012 merekomendasikan dilakukan aspirasi pada
kista yang besar untuk meminimalisir nyeri dan resiko torsio.
Kemoterapi
Pasien dengan gestational thropblastic neoplasia dapat diberikan kemoterapi dengan
mono agen atau multi agen. Tatalaksana diberikan berdasarkan sistem skoring FIGO 2000 (7).

Tabel skoring FIGO

Pasien diperiksa sebelum kemoterapi dengan sistem skoring FIGO. Angka dibawah 6
memiliki resiko rendah dan diberikan agen tunggal metotreksat secara IM, diselingi dengan
asam folinik selama 1 minggu diikuti dengan istirahat 6 hari. Angka lebih dari 7 beresiko tinggi
dan diberikan multi kemoterapi, yaitu kombinasi metotreksat, daktinomisin, etoposida,
siklofosfamid dan vinkristin. Kombinasi ini diberikan sampai kadar hCG kembali ke batas
normal dan dilanjutkan hingga 6 minggu berikutnya. Angka keberhasilan pada pasien dengan
resiko rendah hampir 100% sedangkan pasien beresiko tinggi sekitar 95%.
Prognosis mola hidatidiform jangka panjang pada pasien dengan kemoterapi profilaksis
tidak lebih baik. Toksisitas kemoterapi termasuk kematian mungkin saja terjadi dan tidak
direkomendasikan oleh ACOG. Tumor pada trofoblas dianjurkan ditatalaksana secara operatif
karena kurang sensitif terhadap kemoterapi.

Pemantauan post evakuasi


Observasi senyawa biokimia dilakukan setelah evakuasi mola hidatidiform untuk
mengetahui apabila terjadi neoplasia. Pada saat yang bersamaan, konstrasepsi penting untuk
mencegah kerancuan yang disebabkan oleh peningkatan -hCG dari kehamilan baru.
Kontrasepsi yang disarankan adalah kontrasepsi hormonal kombinasi atau injeksi
medroksiprogesteron asetat. Tidak ada bukti bahwa pemberian progesteron akan menyebabkan

efek samping pada gedtational neoplasia. IUD tidak digunakan hingga -hCG tidak dapat
dideteksi karena resiko perforasi uterus apabila terdapat mola invasif. Selain itu, metode
kontrasepsi perlindungan tidak dianjurkan digunakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
Senyawa kimia yang diperiksa secara serial adalah -hCG untuk mendeteksi adanya

proliferasi trofoblas. -hCG pertama diperiksa pada 48 jam pertama setelah tindakan dan akan

menjadi baseline. Kemudian akan dibandingkan dengan kadar -hCG setiap 1-2 minggu sekali

hingga adanya penurunan atau bahkan hingga kadar -hCG tidak terdeteksi.
Waktu rata-rata untuk resolusi adalah 7 minggu untuk mola parsial dan 9 minggu untuk
pola komplit. Ketika -hCG sudah tidak dapat dinilai lagi, dilakukan konfirmasi kembali pada

6 bulan berikutnya dari evakuasi uterina. Apabila -hCG tidak kembali ke batas normal dalam

56 hari, makan follow up dilakukan 6 bulan dari normal nya kadar -hCG. Setelah itu pasien
diperbolehkan apabila ingin mempunyai kehamilan kembali.

Prognosis
Wanita disarankan untuk tidak hamil kembali hingga tatalaksana selesai diberikan.
Pasien yang menjalani kemoterapi dianjurkan untuk tidak hamil kembali 1 tahun setelah selesai
menerima terapi. Resiko untuk terjadinya kehamilan molar cukup rendah (1/80). Hampir 98%
wanita yang pernah mengalami kehamilan molar tidak akan terjadi rekurensi. Namun apabila
terjadi rekurensi, 68-80% akan terjadi pada tipe histologis yang sama.(9)
Studi yang dilakukan pada 20 wanita yang mengalami kehamilan dalam 12 bulan
setelah kemoterapi mengalami peningkatan kemungkinan akan aborsi . Sedangkan angka
kelainan kongenital cukup rendah (1,8%) dan angka kematian janin dalam uterin 18,6 dalam
1000 kelahiran.(10)
Di sisi lain, pemberian kemoterapi akan mengakibatkan wanita mengalami menopause
dini. Usia menopause pada pasien ini akan lebih cepat 1 tahun pada kemoterapi tunggal dan 3
tahun pada kemoterapi multipel.
1. Seckl MJ, Sebire NJ, Berkowitz RS. Gestational trophoblastic disease. Lancet Lond
Engl. 2010 Aug 28;376(9742):71729.

2. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical


presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and management of
hydatidiform mole. Am J Obstet Gynecol. 2010 Dec;203(6):5319.

3. Mangili G, Garavaglia E, Cavoretto P, Gentile C, Scarfone G, Rabaiotti E. Clinical


presentation of hydatidiform mole in northern Italy: has it changed in the last 20 years?
Am J Obstet Gynecol. 2008 Mar 1;198(3):302.e1-302.e4.

4. Benson CB, Genest DR, Bernstein MR, Soto-Wright V, Goldstein DP, Berkowitz RS.
Sonographic appearance of first trimester complete hydatidiform moles. Ultrasound
Obstet Gynecol Off J Int Soc Ultrasound Obstet Gynecol. 2000 Aug;16(2):18891.

5. Sebire NJ, Rees H, Paradinas F, Seckl M, Newlands E. The diagnostic implications of


routine ultrasound examination in histologically confirmed early molar pregnancies.
Ultrasound Obstet Gynecol. 2001 Dec 1;18(6):6625.

6. The Care of Women Requesting Induced Abortion (Evidence-based Clinical Guideline


No. 7) [Internet]. Royal College of Obstetricians & Gynaecologists. [cited 2017
Oct 9]. Available from: https://www.rcog.org.uk/en/guidelines-research-
services/guidelines/the-care-of-women-requesting-induced-abortion/

7. Royal College of Obstetricians & Gynaecologists. The Management of Gestational


Trophoblastic Disease. 2010 Feb;

8. Leveno KJ, Cunningham FG, Bloom SL, Spoong CY, Dashe JS, Hoffman BL. Williams
obstetrics. 24th ed. New York: McGraw-Hill Education;2014;

9. Sebire NJ, Fisher RA, Foskett M, Rees H, Seckl MJ, Newlands ES. Risk of recurrent
hydatidiform mole and subsequent pregnancy outcome following complete or partial
hydatidiform molar pregnancy. BJOG Int J Obstet Gynaecol. 2003 Jan;110(1):226.

10. Woolas RP, Bower M, Newlands ES, Seckl M, Short D, Holden L. Influence of
chemotherapy for gestational trophoblastic disease on subsequent pregnancy outcome.
Br J Obstet Gynaecol. 1998 Sep;105(9):10325.

You might also like