You are on page 1of 18

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul Asuhan Keperawatan
Epilepsi Pada Anak. Tugas ini disusun guna memberikan informasi tambahan mengenai hal-
hhal tentang epilepsi terutama pada Anak . Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang sumbernya berupa artikel dan tulisan telah kami jadikan referensi guna
penyusunan tugas ini. Penulis berharap, semoga informasi yang ada dalam tugas ini dapat
berguna bagi kami kelompok khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Penulis
menyadari bahwa tugas Asuhan Keperawatan Epilepsi Pada Anak ini masih jauh dari
sempurna, banyak kekurangan dan kesalahan. Kami menerima kritik dan saran yang
membantu guna penyempurnaan makalah ini.

Kotamobagu, 31 Maret 2017


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak
yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau
kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta
bersifat episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada
pederita epilepsi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan
peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure
pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat
seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang
mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru
lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3%
penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100
populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah
menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO)
sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).

B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok
Kegawatdaruratan.

C. Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan metode deskriptif yaitu
dengan peninjauan pustaka.
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian

Epilepsi adalah gangguan kronik dengan ciri timbulnya dengan gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan yang berulang-ulang yang disebabkan lepasnya muatan
listrik yang abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Serangan ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dasn menghilang secara tiba-tiba.
(Arif Mansoer,1999: 27)
Epilepsi merupakan suatu manifestasi lepas muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat, gejala ini merupakan terganggunya fungsi otak
(Donna L. Wong, hal. 376)

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepasnya muatan listrik neuron-neuron
otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Klasifikasi epilepsi berdasarkan manifestasi klinik menurut WHO :
Epilepsi Umum
1. Mayor : Grand Mal
a) Petit Mal (pycro-epilepsi)
b) Bangkitan Mioklonus
c) Bangkitan Akinetik
d) Spasme Infantil.

Epilepsi Parsial (fokal)


a) Fokal motorik
b) Fokal sensorik
c) Epilepsi lobus temporalis
B. Anatomi dan Fisiologi

Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan
terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap
pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara
otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat mempengaruhi kognisi
manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif.
OtakDepan
Bagian yang paling menonjol dari otak depan adalah otak depan (serebrum), yang
terdapat di bagian otak depan. Otak besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri
dan kanan. Setiap belahan mengatur dan melayani tubuh yang berlawanan, yaitu
belahan kiri mengatur dan melayani tubuh bagain kanan, sebaliknya belahan kanan
mengatur dan melayani tubuh bagian kiri Jika otak belahan kiri mengalami gangguan
maka tubuh bagian kananakan mengalami gangguan, bahkan kelumpuhan. Tiap-tiap
belahan otak besar yang disebutkan di atas dibagi menjadi empat lobus yhaitu frontal,
pariental, okspital, dan temporal. Antara frontal dan lobus pariental dipishkan oleh
sulkus sentralis atau 'celah Rolando.
Otak depan tersusun atas dua lapisan yaitu, lapisan luar (korteks) dan lapisan dalam.
1.Lapisanluar
Lapisan luar merupakan lapisan tipis bewarna abu-abu. Lapisan ini berisi badan sel
saraf. Permukaan lapisan korteks berlipat-lipat, sehingga permukaanya menjadi lebih
luas. Lapisan korteks terdapat berbagai macam pusat saraf.
2. Lapisan dalam
Lapisan dalam merupakan lapisan yang bewarna putih. Lapisan dalam banyak
mengandung serabut saraf, yaitu dendrit dan neurit
Otak depan merupakan pusat saraf utama, karena memiliki fungsi yang sangat penting
dalam pengaturan semua aktivitas tubuh, khususnya berkaitan dengan kepandaian
(inteligensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Seacara terperinci,
aktivitas tersebut dikendalikan pada daerah yang berbeda.
Area di otak depan yang juga penting adalah hipotalamus dan talamus. Hipotalamus
merupakan daerah kecil yang terletak di dasar otak depan dan memiliki berat
beberapa miligram. Hipotalamus berberan sebagai pusat pengatur homeostasis tubuh,
misalnya berkaitan dengan pengaturan suhu tubuh, rasa haus, rasa lapar dan kenyang,
pengeluaran urin, pengaturan pengeluaran hormon dari kelenjar pituitari bagian
anterior dan posterior, serta perilaku reproduktif. Talamus terletak di sebelah atas
hipotalamus, berperan sebagai stasiun relay untuk informasi sensori yang dikirim ke
otak besar. Jasi, talamus akan menyeleksi dan menyalurkan implus-implus sensori
yang penting menuju ke otak besar

Otak Tengah
Otak tengah (diensefalon) manusia cukup kecil dan tidak menyolok, terletak di depan
otak kecil dan jembatan Varol (plus Varolii). Bagian terbesar dari otak tengah pada
sebagian besar Vertebrata adalah lobus optikus yang ukrannya berbeda-beda. Pada
mamalia (termasuk manusia) terdapat korpora kuadrigemina (sebgai lokus optikus
pada Vertebrata tingkatan rendah) yang berfungsi membantu koordinasi gerak mata,
ukuran pupil mata (melebar/menyempit), dan refleks pendengaran tertentu. Selain itu,
otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan serabut
saraf yang menghubungkan bagian otak belakang dengan bagian otak depan, juga
antara otak depan dan mata. Otak tengah merupakan baguan atas batang otak. Semua
berkas serabut saraf yang membawa informasi sensori sebelum memasuki talamus
akan melewati otak tengah
Otak belakang
otak belakang meliputi jembatan Varol (pons Varoli), sumsum lanjutan (medula
oblongata), dan otak kecil (serebelum). Ketiga bagian ini membentuk batang otak.
1. Jembata varol (pons Varoli)
Jembatan Varol berisi serabut saraf yang menghubungkan lobus kiri dan kanan otak
kecil, serta menghubungkan otak kecil dengan konteks otak besar.
2. Sum sum lanjutan (medula oblongata)
Sumsum lanjutan atau medula oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta
menghubungkan pons Varoli dengan sumsum tulang belakang (medula spinalis).
Sumsum lanjutan berperan sebagai pusat pengatur pernapasan dengan cara
meneruskan implus saraf yang merangsang otot antara tulang rusuk dan diafragma.
Selain itu juga berperan sebgai pusat pengatur refleks fisiologi, seperti detak jantung,
tekanan udara, suhu tubuh, pelebaran atau penyempitan pembuluh darah, gerak alat
pencernaan, dan sekrresi kelenjar pencernaan. Fungsi lainnya ialah mengatur gerak
refleks, seperti batuk, bersin, dan berkedip
Di antara sumsum lanjutan terdapat talamus yang terdiri atas dua tonjolan. Peranan
talamus ini sebagai tempat meneruskan implus ke daerah sensori pada korteks otak
besar untuk disatukan. Selain itu, talamus memiliki hubungan ke berbagai bagian otak
sehiingga merupakan tempat lalu lintas implus di antara bagian-bagian otak dan
srebrum.
Di sebelah anterior talamus terdapat hipotalamus yang berperan mengatur fungsi
organ dalam (visceral). Hipotalamus mengatur bermacam-macam fungsi, seperti suhu
tubuh, tidur, minum (rasa haus), emosi (marah, senang, gusar), serta perilaku
reproduktif. Selain itu, hipotalamus juga merupakan tempat neurosekresi yang
mempengaruhi pengeluaran hormon pada hipofisis.

Otak Kecil
Otak kecil (serebelum) merupakan bagian terbesar otak belakang. Otak kecil ini
terletak di bawa lobus oksipital serebrum. Otak kecil terdiri atas dua belahan dan
permukaanya berlekuk-lekuk. Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur sikap atau
posisi tubuh, keseimbangan, dan koordinasi gerkan otot yang terjadi secara sadar. Jika
terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut
tidak mampu memasukkan kanan ke dalam mulutnya.

C. Etiologi
1. Idiopatik
2. Faktor genetik
3. Kelainan kongenital otak
4. Gangguan metabolik
5. Infeksi
6. Trauma
7. Neoplasma otak dan selaputya
8. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.
9. Keracunan
10. Penyakit darah, gangguan keseimbangan hormone, degenerasi serebral.

D. Patofiosiologi

Keseimbangan potensial membran


Perubahan konsentrasi ion diruang extra selular yang distimulasi oleh bahan Mekanis,
kimiawi atau aliran listrik di sekitarnya

Keseimbangan dari membran sel neuron dengan singkat terjadi Difusi di ion K+ maupun ion
NA+ melalui membran neuron

Lepasnya muatan listrik besar dan meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya

Kejang
E. Manifestasi Kllinis

1. Epilepsi umum :
1. Major :
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi).
a. Primer : hilang kesadaran dan bangkitan tonik-klonik
b. Sekunder : adanya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-
kejang
2. Petit mal
Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang
idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak sebelum
pubertas (4 -- 5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih
dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang
terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat
melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari.
Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang
tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri :
1. Timbul pada usia 4 -- 5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal.
2. Harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik.
3. Harus mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat.
4. Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik
b. Bangkitan mioklonus
Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang
terjadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian tepatnya sehingga sukar diketahui apakah
ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik
c. Bangkitan akinetik.
Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot
dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian
dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat
terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut.
d.Spasme infantil
Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salamspasm atau sindroma West. Timbul pada
bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui,
namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif,
gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan
kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai
teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat

2. Epilepsi parsial (20% dari seluruh kasus epilepsi)


1. Bangkitan motorik.
Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau
sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat
melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot
lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche
2. Bangkitan sensorik
Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik.
Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala
kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan
kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke
neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.
3. Epilepsi lobus temporalis.
Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang
khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya
terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar,
penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan.
Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini
dulu disebut epilepsi psikomotor

A. Komplikasi
Komplikasi Epilepsi adalah kondisi-kondisi sekunder, gejala, atau kekacauan lain
yang disebabkan oleh Epilepsi. Dalam banyak kasus pembedaan antara gejala epilepsi dan
komplikasi epilepsi belum jelas.
Daftar komplikasi Epilepsi: Daftar komplikasi yang telah disebut dalam berbagai sumber
untuk Epilepsi meliputi:
1. Status epileptikus
2. Kematian mendadak tidak diterangkan
3. Permasalahan tingkah laku
4. Permasalahan emosional
5. Kerusakan otak terutama status epileptikus dengan serangan Grand Mal

G. Penatalaksanaan
Pengobatan kausal
Operasi

H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium
EEG
Psikologis dan psikiatris
Radiology
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
Riwayat kesehatan terutama yang berkaitan dengan kejadian prenatal,
perinatal, dan neonatal Riwayat aktivitas kejang yang mencakup hal-hal berikut :
Gambaran perilaku anak selama kejang
usia awitan
waktu ketika kejang terjadi
adanya factor pencetus yang dapat menimbulkan kejang
durasi perkembangan dan adanya perasaan atau perilaku pasca kejang
lakukan pengkajian fisikl dan neurology
observasi pengkajian fisik dan neurologist
Bantu dalam prosedur diagnostic dan pengujian
Perubahan warna pucat, sianosis, wajah kemerahan
Keringat
Mulut : posisi menyimpang dari salah satu sisi, gigi mengatup, lidah tergigit, mulut
berbusa, flek darah atau perdarahan.
Kurang dalam ekspresi
Mata : posisi lurus, menyimpang ke atas menyimpang keluar, konjugasi atau
divergen.

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
Resiko tinggi trauma atau cidera B/D kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot.
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas B/D kerusakan
neoromuskular
Kerusakan mobilitas fisik B/D kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Gangguan identitas diri B/D penyakit yang dialami
Kurang pengetahuan keluarga B/D kurangnya informasi
Dx I
Tujuan : cidera trauma tidak terjadi
Kriteria hasil :
Faktor penyebab diketahui
mempertahankan aturan pengobatan
meningkatkan keamanan lingkungan

Intervensi Rasionalisasi

Kaji dengan keluarga berbagai stimulus Mengidentifikasi pencetus kejang


pencetus kejang

Observasi keadaan umum, sebelum, selama, Menetapkan data dasar pasien untuk
dan sesudah kejang. mengetahui penyimpangan dari keadaan
normalnya.

Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa Mengidentifikasi penyebab kejang
kali terjadi.

Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital Merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
setelah kejang umum pasien setelah kejang

Lindungi klien dari trauma atau kejang. Menghindari cidera

Berikan kenyamanan bagi klien Membantu memberikan rasa aman

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Penting untuk mencegah kejang


therapi anti convulsan
Dx II
Tujuan : inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil :
Jalan napas bersih dari sumbatan
Suara napas vesikuler
Sekresi mukosa tidak ada dan RR dalam batas normal

Intervensi Rasionalisasi

Observasi tanda-tanda vital Merupakan acuan untuk mengetahui


keadaan umum pasien

Atur posisi tidur klien fowler atau semi Memperluas ekspansi paru
fowler

Lakukan penghisapan lendir Membantu membuka jalan nafas

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Pemberian terapi penting bagi penderita
therapi

Dx III
Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik teratasi
Kriteria hasil :
Mobilisasi fisik klien aktif
kejang tidak ada
kebutuhan klien teratasi
Intervensi Rasionalisasi

Kaji tingkat mobilisasi klien Identifikasi kelemahan pasien

Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien Identifikasi kerusakan nervus

Bantu klien dalam pemenuhan Mengurangi resiko cedera


kebutuhan

Latih klien dalam mobilisasi sesuai Mengurangi resiko cedera


kemampuan klien

Libatkan keluarga dalam pemenuhan Membantu mengfokuskan perhatian


kebutuhan klien. keluarga dalam arti positif

Dx IV
Tujuan : Meningkatkan mekanisme koping positif
Kriteria hasil :
Mengungkapkan persepsi realitis
Penerimaan diri dalam perubahan peran atau gaya hidup

Intervensi Rasionalisasi

Diskusikan perasaan pasien mengenai Implikasi di masa yang akan datang


penyakitnya untuk membantu pasien untuk menerima
keadaannya
Tekankan pentingnya orang terdekat untuk Untuk menghindari peningkatan
tetap dalam keadaan tenang persepsi negativ terhadap keadaan
lingkungan atau dirisendiri

Kaji keberhasilan yang telah diperoleh Membantu untuk menghilangkan


atau kekuatan yang dimilliki pasien persaan dari kegagalan atau kesadaran
terhadap diri sendiri

Dx V
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam
Keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit perawatan dan kondisi klien

Intervensi Rasionalisasi

Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien Mengidentifikasi secara verbal


kesalahpahaman dan memberikan
penjelasan
Jelaskan pada keluarga klien tentang Keluarga mengerti tentang proses
penyakit kejang demam melalui penkes penyakit epilepsi

Beri kesempatan pada keluarga untuk Untuk meningkatkan pemahaman tentang


menanyakan hal yang belum dimengerti penyakit

Libatkan keluarga dalam setiap tindakan Membantu mengfokuskan perhatian


pada klien keluarga dalam arti positif
4. Evaluasi
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
4. Mekanisme koping positif
5. Pengetahuan keluarga meningkat
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya
bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala.
Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan
sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama.
Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada
proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan
peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure
pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat
seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh
kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang
epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab
pastinya tetap belum diketahui.

B. Saran
Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi karena
epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.
DAFTAR PUSTAKA

http://khaidirfadlisirait.blogspot.co.id/p/blog-page_14.html

http://jannyerika-mkes.blogspot.co.id/2011/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan.EPILEPSI.html

You might also like