You are on page 1of 21

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama / No.CM : Ny. SW / 07253103
Umur : 48 tahun
Alamat : Lor Jurang RT 6/ RW 10, Pulisen, Boyolali
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 17 Januari 2017
Tanggal Pemeriksaan : 17 Januari 2017

ANAMNESIS : Autoanamnesis
Keluhan utama : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :


4 jam SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ngik, sesak
dirasakan terus menerus, timbul setelah pasien membersihkan rumah. Sesak tidak
menghilang dengan istirahat dan tidak memburuk saat berbaring Pasien masih bisa
berjalan dan dapat berbicara berupa kalimat. Dalam seminggu sesak pasien belum tentu
kambuh. Sesak pada malam hari jarang dikeluhkan pasien. Pasien mengeluhkan sesak
sebulan sekali namun tidak mengganggu aktifitas. Sesak malam hari jarang dikeluhkan
pasien. Pasien sering mengeluhkan hal seperti ini ketika sedang membersihkan rumah.
Batuk (+), dahak (+) 3 hari ini, demam (-), nyeri dada (-), pasien terakhir
mengeluhkan sesak sekitar 1 bulan yang lalu menghilang setelah di beri uap di IGD.
Pasien menyangkal pernah menggunakan obat semprot untuk menghilangkan
sesaknya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
1
Riwayat Alergi, Asma : diakui
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Mondok : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : diakui
Riwayat Alergi : diakui

Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Riwayat Mengkonsumsi buah dan sayur : (+) sedikit

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien berobat menggunakan BPJS

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
Vital Sign : Tekanan Darah = 130/80 mmHg
Nadi = 96 /menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
RR = 24 /menit
T = 36,6 C per aksiler
Kulit : Warna sawo matang, pucat (-),
Kepala
Bentuk : Mesocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya langsung dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3
mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-)
Telinga : Tidak ada kelainan bawaan, serumen (-), nyeri tekan
2
aurikuler (-)
Hidung : Bentuk simetris, sekret (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar
Thoraks : Retraksi (-), otot bantu nafas (-)
1. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising
(-)
2. Paru (anterior )
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kanan = kiri
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+)
Paru (posterior)
Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kanan = kiri
Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+)

Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba

3
Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

DIAGNOSIS
Asma eksaserbasi akut ringan pada asma intermitten

TERAPI
Nebulizer Combivent 1 amp

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan
gejala pernapasan.1,2 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas
yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada
serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan
dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan. 3

II. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap
penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan
prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak geografi telah
disebutkan dalam berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian
epidemiologi tentang asma bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah
dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai
metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial
sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita
dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun
diperkirakan berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50%
pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai
dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu
binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap
alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial

5
merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian
saudara kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial
diturunkan sebesar 60-70%.4
III. Etiologi dan Faktor Risiko(1,6)
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor genetik
(a) Hiperreaktivitas
(b) Atopi/Alergi bronkus
(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
(d) Jenis Kelamin
(e) Ras/Etnik

2. Faktor lingkungan
(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur)
(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan
laut, susu sapi, telur)
(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)
(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
(f) Ekspresi emosi berlebih
(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
(i) Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas tertentu
(j) Perubahan cuaca

6
IV. Patofisiologi

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi
emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-
macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya
pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan
dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.1,6

Gambar 1 bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial6

Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh


inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler
merupakan gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi
aliran, hiper inflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. 1

7
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana6
Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri,
keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang
timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas
tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6

8
Gambar 2 Patofisiologi Asma7
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma
akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan
dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate
(PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara
saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang
kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka
akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat
penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat
pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran volume paru yang
membesar dan diafragma yang mendatar.1

9
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper
inflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut.
Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional
dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total.
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu
napas.8
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.8

V. Klasifikasi

Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8


1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal
dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia atau
obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini
tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik

10
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya
dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe mempunyai
sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari
bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun ekstrinsik.

Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4


1. Intermite
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan

11
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%
VI. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala
tak ada yang khas.9
Keluhan yang timbul : 6,9,10
Nafas berbunyi
Sesak nafas
Batuk
Tanda-tanda fisik : 6,9,10
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Tekanan darah meningkat
Nadi meningkat

12
Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada
waktu inspirasi
Frekuensi pernafasan meningkat
Sianosis
Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
Didapatkan ekspirium yang memanjang
Wheezing

VII. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala
yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti
yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan
diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11
a. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma,
riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.12
b. Pemeriksan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut
nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi
(wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai

13
dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti
vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.
Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara
objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi
bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban kerja (exercise),
hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.10, 11
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14

VII. Diagnosis Banding


Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3
bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai
sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan
disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya.
Gagal Jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam
hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun pad
malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.

Emboli paru
14
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping
gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

VIII. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 10
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta
mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan
pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan
pelega.
1. Antiinflamasi (pengontrol)
- Kortikosteroid

15
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan
anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum
adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma,
memperbaiki aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah
eksaserbasi asma, dan mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri
dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.
- Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui
merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast.
- Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.
- Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka lama
mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.
- Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.

16
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10

17
2. Bronkodilator (pelega)
- Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol
yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian
secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.
- Metilxantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibanding agonis beta 2.

- Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan

18
menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek bronkokonstriksi
yang disebabkan iritan.
Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10

19
IX. Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan mendapat
pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%
akan mengalami serangan ulangan.4
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan
terus menerus angka kematiannya 9%. 4

20
Daftar pustaka
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981
2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
3. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28.
88-95.
4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia
2008;28. 165-73.
5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI,
2006.
6. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 22 Maret 2009].
7. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.
8. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga. 54-57
9. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press. 1989. 1-11.
10. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara
Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang.
Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1.45
11. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.
13. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.
14. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.

21

You might also like