You are on page 1of 9

Upaya pembuktian penghindaran pajak di Indonesia

Senin, 2 September 2013 - 10:47

Penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan global di Uni Eropa cukup besar nilainya. Namun
apakah di Indonesia sendiri penghindaran pajak seperti yang dialami negara-negara di Uni Eropa
khususnya Inggris juga terjadi?
Perlu pembuktian untuk mengetahui seberapa besar perusahaan global di Indonesia melakukan
penghindaran pajak. Pembuktian itu pun tidaklah mudah namun bisa dilakukan.
Pertama, benchmarking kewajaran nilai biaya beban umum seperti royalti offshore licensing dan jasa
manajemen. Apa ada perbedaan tarif jasa manajemen dan royalti antara Indonesia dengan negara lain
untuk perusahaan yang sama? Perusahaan consumer goods di India hanya membayar royalti 1,4
sampai 3,15 persen di tahun 2018, sementara di Indonesia antara 5-8 persen.
Biaya royalti dan jasa manajemen yang tinggi bisa dianggap sebagai dividen, selain tentunya
merugikan investor minoritas.
Kedua, perlu ada aturan pencabutan izin suatu usaha Penanaman Modal Asing jika dalam waktu
sekian tahun rugi terus menerus tapi terus beroperasi.
Ketiga, meninjau ulang perjanjian perhindaran pajak berganda (P3B) dengan negara-negara tempat
domisili holding company yang memiliki anak usaha di Indonesia, seperti Singapura, Jepang, Korea,
China dan negara Eropa.
Keempat, perlu kesepakatan pertukaran data keuangan perbankan dengan negara anggota OECD,
untuk mengejar data keuangan para penghindar pajak, seperti yang dilakukan parlemen Uni Eropa.
Kelima, pembatasan tarif bunga pinjaman ke perusahaan induk.
Mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebelum melepas jabatannya mengatakan, ada ribuan
perusahaan multinasional yang tidak menjalankan kewajibannya kepada negara. Agus Marto
menyebut hampir 4.000 perusahaan tidak membayar pajaknya selama tujuh tahun.
"Kita perhatikan juga di Indonesia, banyak perusahaan joint venture, yang bisa kita kategorikan
sebagai regional national company atau multinational company, yang paling tidak ada 4.000
perusahaan joint venture, multinasional company yang selama 7 tahun itu tidak bayar pajak," tegas
Agus.
Di Indonesia, peningkatan pembayaran royalti ke perusahaan induk (parent company) berpotensi
mengurangi PPh badan yang harus dibayar perusahaan. Dari laporan keuangan di BEI, sebuah
perusahaan consumer goods harus membayar royalti kepada holding company di Belanda, dari 3,5
persen meningkat ke 5 sampai 8 persen mulai tahun 2013-2015.
Asumsi omset tahun 2013-2015, consumer goods tersebut stagnan di angka Rp 27 triliun, dengan
kenaikan royalti dari 3,5 persen menjadi 8 persen, berarti ada kenaikan royalti sebesar 4,5 persen
dikalikan Rp 27 triliun atau sekitar Rp 1,215 triliun. Potensial loss PPh badan tahun 2015 adalah Rp
1,215 triliun dikalikan 25 persen atau sebesar Rp 303 milyar.
Hal ini menurut aturan adalah legal namun kurang adil jika dilihat dari sisi pajak bagi negara sumber
penghasilan, karena 8 persen harga produk dibayar rakyat Indonesia lari ke royalti holding company.
Apakah ada penghindaran pajak di Indonesia? Sangat mungkin, karena banyak perusahaan global
yang juga beroperasi di Indonesia.
Upaya membuktikan penghindaran pajak tidak mudah, namun ada upaya yang bisa dicoba.
Ditulis kembali dari artikel "Menisik Pajak Perusahaan Global" oleh Anandita Budi Suryana, Pegawai
Direktorat Jenderal Pajak.

http://www.pajak.go.id/content/upaya-pembuktian-penghindaran-pajak-di-indonesia
Terkuak, Modus Penghindaran Pajak Perusahaan Jasa Kesehatan Asal Singapura
ESTU SURYOWATI
Kompas.com - 06/04/2016, 20:38 WIB

KOMPAS.com/SRI LESTARI Mentri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro

JAKARTA,KOMPAS.com Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa kesehatan terafiliasi


perusahaan di Singapura, yakni PT RNI, kini tengah menjalani proses pemeriksaan oleh Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus. Perusahaan tersebut diduga melakukan
upaya-upaya penghindaran pajak, padahal memiliki aktivitas cukup banyak di Indonesia yakni di
Jakarta, Solo, Semarang, dan Surabaya.

Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro memastikan perusahaan-perusahaan yang nakal dan


tidak tertib kewajiban pajak, seperti PT RNI ini, akan dikenakan sanksi hukum. 2016 ini adalah
tahun penegakan hukum, artinya kita tidak akan segan-segan melakukan law enforcement terhadap
wajib pajak yang dianggap belum patuh atau melakukan kesalahan, kata Bambang dalam konferensi
pers, Jakarta, Rabu (6/4/2016).

Modus yang umum dilakukan adalah perusahaan atau perseorangan datang ke suatu wilayah negara
bukan untuk kepentingan pekerjaan, misalnya wisata. Bambang menuturkan, para pelancong asing ini
terikat persyaratan tidak boleh bekerja atau mendapatkan penghasilan dari negara tujuan.

Akan tetapi, kata dia, yang banyak terjadi di Indonesia khususnya di ibu kota adalah para pelancong
membuka praktik entah itu jasa kesehatan, kecantikan, dan sebagainya. Mereka barangkali menyewa
apartemen atau rumah untuk memberikan layanan kepada pelanggan. Tentunya pasien pelanggan itu
datang dengan membayar jasa dari si ahlinya atau dokternya maupun obat-obatan atau kosmetik.
Mungkin kalau dari kesehatan atau yang lain, mungkin perlu dicek ijinnya. Tapi, yang pasti dari kami
Kemenkeu khususnyaDJP, jelas kegiatan ini tidak akan masuk dalam kategori perusahaan yang akan
membayar pajak, tegas Bambang.

Dia lebih jauh menyampaikan, PT RNI adalah salah satu contoh dari kegiatan yang dimaksud. Namun
yang menarik dari kasus ini adalah banyak modus mulai dari administasi hingga kegiatan yang
dilakukan untuk menghindari kewajiban pajak.

Secara badan usaha, PT RNI sudah terdaftar sebagai perseroan terbatas. Namun, dari segi permodalan,
perusahaan tersebut menggantungkan hidup dari utang afiliasi. Artinya, pemilik di Singapura
memberikan pinjaman kepada RNI di Indonesia. Jadi, pemiliknya tidaknanam modal, tapi
memberikan seolah-olah seperti utang, di mana ketika utang itu bunganya dibayarkan itu dianggap
sebagai dividen oleh si pemilik di Singapura, ungkap Bambang.

Lantaran modalnya dimasukkan sebagai utang mengurangi pajak , perusahaan ini praktis bisa
terhindar dari kewajiban. Apalagi, kata Bambang, jika dalam laporan keuangannya tercatat kerugian
demikian besar. Prakts tidak ada pajak yang masuk ke negara.
Dalam laporan keuangan PT RNI 2014, tercatat utang sebesar Rp 20,4 miliar. Sementara, omzet
perusahaan hanya Rp 2,178 miliar. Belum lagi ada kerugian ditahan pada laporan tahun yang sama
senilai Rp 26,12 miliar. Jadi intinya dari segi laporan keuangan ini sudah tidak logis. Karena itulah
oleh Kanwil DJP Khusus dilakukan pemeriksaan, kata Bambang.

Modus lain yang dilakukan PT RNI yaitu memanfaatkan Peraturan Pemerintah 46/2013 tentang Pajak
Penghasilan khusus UMKM, dengan tarif PPh final 1 persen. Memang kata Bambang, omzet PT RNI
di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. Tapi poin saya, kita tidak bisa menyalahkan aturannya yang
kurang kuat. Tapi kita juga mempertanyakan etika dari di PMA ini. Udah PMA kok malah minta
pajak UKM. Artinya keterlaluanlah. Kalau minta fasilitas, ya yang masuk akal, jangan seperti ini,
ucap Bambang.

Terakhir, dua pemegang saham PT RNI berkewarganegaraan Indonesia tidak melaporkan SPT pajak
secara benar sejak 2007-2015. Adapun dua pemegang saham, yang merupakan orang Singapura juga
tidak membayarkan pajak penghasilannya, padahal memiliki usaha di Indonesia.

http://ekonomi.kompas.com/read/2016/04/06/203829826/Terkuak.Modus.Penghindaran.Pajak.Per
usahaan.Jasa.Kesehatan.Asal.Singapura
Menteri Susi Ungkap Modus Penghindaran Pajak Perusahaan Perikanan
IWAN SUPRIYATNA
Kompas.com - 14/03/2017, 14:00 WIB

KOMPAS.com/IWAN SUPRIYATNA Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti bertemu untuk membahas potensi pajak sektor perikanan di Jakarta, Selasa
(14/3/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan informasi dari Kementerian Keuangan,


penerimaan pajak dari subsektor perikanan masih belum optimal.

Hal ini disebabkan oleh rendahnya kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan hukum dan
perpajakan.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mengatakan, modus pelaku usaha untuk
menghindar dari kewajiban perpajakan antara lain melaporkan jumlah dan harga kapal dengan under
value, melaporkan hasil tangkapan ikan yang tidak sesuai, tidak melaporkan jenis kegiatan usaha
dengan benar, dan tidak melaporkan pendapatan dengan tidak benar.

"Berdasarkan temuan KKP dan Satgas 115, masih banyak ditemukan praktik mark down ukuran kapal
dan alih muat (transhipment) yang merupakan modus tindak pidana di bidang perikanan," ujar Susi di
Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Mark down dilakukan untuk tujuan menghindari kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),
memperoleh BBM subsidi, serta melaporkan hasil tangkapan lebih kecil dari yang sebenarnya
(underreported).

Berdasarkan data PNBP yang diperoleh dari pelaksanaan gerai perizinan kapal ikan hasil pengukuran
ulang di 47 daerah selama April 2016 hingga Maret 2017, negara menerima Rp 122 miliar atas
penerbitan 3.008 izin kapal ikan yang sebelumnya mark down.

Alih muatan kapal ikan (transhipment) secara ilegal juga dilakukan mengurangi penerimaan negara
oleh karena jumlah ikan yang dilaporkan lebih rendah daripada hasil tangkapan yang sebenarnya.

"Akibatnya, penerimaan pajak dari pelaporan ikan tersebut pun jumlahnya lebih kecil dari yang
seharusnya," tutur Susi.

Saat ini, modus baru transhipment ilegal ditemukan di Bitung. Anak Buah Kapal (ABK)
berkewarganegaraan Filipina memakai Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia palsu untuk dapat
mengawaki kapal pumpboat.

"Kapal yang dijuluki armada semut ini langsung mengalihmuatkan ikan yang ditangkap secara
ilegal kepada kapal pengangkut di perbatasan Rl-Filipina," jelasnya.
Menindaklanjuti hai tersebut, Menteri Susi mengajak seluruh pelaku usaha untuk mematuhi ketentuan
hukum dan perpajakan yang berlaku. KKP akan memastikan kepatuhan pelaku usaha melalui
pengetatan proses izin dan pengawasan kegiatan operasional kapal di lapangan.

Pelaku usaha juga diharuskan menyampaikan informasi yang benar dan valid dalam rangka
penerimaan negara.

Lebih lanjut menurut Susi, selama ini sektor perikanan lebih menguntungkan oknum-oknum yang
melakukan eksploitasi ikan, tanpa memberikan kontribusi kepada negara.

"Saya akan terus memperkuat kerjasama dengan Kementerian Keuangan untuk mengoptimalisasi
penerimaan negara antara lain melalui pertukaran data sektor perikanan, sinkronisasi program dan
kebijakan, serta peningkatan koordinasi pengawasan kepatuhan," tandasnya.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/03/14/140044626/menteri.susi.ungkap.modus.penghindar
an.pajak.perusahaan.perikanan
DPR: Celah Penghindaran Pajak Terbuka Lebar di Indonesia
Christie Stefanie , CNN Indonesia | Rabu, 06/04/2016 00:11 WIB

Bagikan :

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut fenomena Panama Papers menunjukkan adanya celah bagi politikus dan pengusaha
mengamankan dana miliknya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. (CNN Indonesia/Natanael Wahluya).

Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon berpendapat, fenomena
Panama Papers menunjukkan adanya celah bagi politikus dan pengusaha mengamankan dana miliknya yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan. Namun, Fadli menekankan tidak semua dana yang dimiliki politikus dan
pengusaha merupakan hasil tindak pidana korupsi.

Hal itu yang kemudian disambut baik sejumlah negara dengan menyediakan diri sebagai "tempat parkir" dana
ilegal tersebut dengan biaya yang rendah.

"Adanya Panama Papers itu menunjukkan celah orang perlu tax haven, menyimpan dana yang mungkin sulit
dipertanggungjawabkan," ujar Fadli di Jakarta, Selasa (5/4).

Legislator Partai Gerindra menuturkan, diperlukan ratifikasi kerja sama antar negara mengenai pembukaan aset
internasional yang bakal dijalankan pada 2017 dan 2018 mendatang. Sehingga, aset seseorang yang disimpan
negara lain dapat mudah dideteksi.

Hal serupa disampaikan Anggota Komisi XI DPR Misbakhun. Menurutnya, perlu ada acuan yang jelas
disimpannya dana pengusaha dan politikus Indonesia di luar negeri karena upaya penggelapan dana atau
menghindari tingginya pajak.

Dia mengimbau aparat perpajakan dan penegak hukum mempelajari dan menelusuri dugaan adanya
pelanggaran hukum dari penyimpanan uang di luar negeri.

"Adanya Panama Papers menunjukkan perseorangan dan korporasi selalu berupaya mengurangi jumlah
pajaknya. Itu sah. Kalau melanggar hukum ya penggelapan," ujar Misbakhun.

Sebelumnya, International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) membocorkan dokumen investasi para
pemimpin dunia, politisi, selebriti, hingga olahragawan, yang mencoba menghindar dari kewajiban pajak di
negaranya masing-masing.

Dokumen rahasia "Panama Papers" yang dirilis ICIJ dalam situsnya disebutkan, Mossack Fonseca, firma hukum
yang berbasis di Panama, tak segan-segan membantu kliennya melakukan penipuan berkedok investasi atau
yang sering dikenal dengan skema Ponzi.

Mossack bahkan disebut sebagai fasilitator pencucian uang bagi para pengemplang pajak global.

ICIJ juga menelusuri aksi penipuan berkedok investasi yang dilakukan Mossack Fonseca hingga ke Indonesia.
Perusahaan investasi kecil di Indonesia pernah mengaku terafiliasi dengan perusahaan hasil bentukan Mossack
Fonseca di Virgin Islands British. Perusahaan itu didirikan khusus untuk menipu dan berhasil mengumpulkan
modal hingga US$150 juta dari sekitar 3.500 investor.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160405152133-78-121860/dpr-celah-penghindaran-
pajak-terbuka-lebar-di-indonesia/
Fenomena-Fenomena Pajak di Indonesia

Fenomena Pajak Di Indonesia

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara setelah devisa. Pajak adalah
komponen utama dalam pembiayaan dan pengalokasian dana pembangunan Negara. Pemungutan
pajak tanpa balas jasa timbal balik atau kontraprestasi individual oleh pemerintah dan dapat
dipaksakan terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh pewajib pajak dijadikan suatu
kesempatan bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan penyalahgunaan dalam
pemungutan pajak tersebut. Besarnya nominal pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah mampu
membutakan akal pikiran dan hati nurani mereka sehingga mampu melakukan hal-hal yang bukan
hanya merugikan rakyat tetapi juga negara demi memperkaya diri mereka sendiri. Terlepas dari
pemerintah kita melihat juga adanya masyarakat yang bermasa bodoh dan tidak membayar pajak
terhadap penghasilan dan fasilitas yang sudah dinikmatinya.

Padahal, bila dihitung nominal pajak yang tidak dibayarkan pajaknya sangatlah besar dan bisa
dibilang sangat membantu pemerintah di dalam mengalokasikan dana tersebut untuk membuat
sarana-sarana yang awalnya untuk rakyat itu sendiri. Tapi kembali lagi ke individu yang harus sadar
akan pentingnya pajak dan hukum-hukum yang telah mengatur perpajakan di Indonesia. Jika dilihat
dan dibandingkan, besarnya pajak di Indonesia masih sangatlah kecil dibandingkan dengan negara
lainya. Dapat dilihat jumlah WP yang terdaftar dalam jumlah NPWP yang dikeluarkan oleh Dirjen
Pajak selama puluhan tahun hanya mencapai sekitar 3.6 juta. Dengan jumlah WP sebanyak itu, tax
ratio pajak di Indonesia sangat kecil bila dibandingkan dengan negara tetangga. Dari jumlah 3.6
jutapun hanya sebagian kecil yang aktif. Dari yang aktifpun hanya sebagian kecil yang membayar
pajak. Dari yang membayar pajakpun hanya sebagian kecil yang menghitung dan melaporkan
pajaknya secara benar. Sebagian besar negara lain, menetapkan kepada warga negaranya untuk
membayar pajak tersebut dengan nilai yang tinggi. Maka tidaklah heran fasilitas dan sarana negara-
negara tersebut jauh lebih maju dibandingkan dengan negara kita, melihat kesadaran dan tingkat
pendapatan negara tersebut terhadap pajak sangatlah tinggi.

Salah satu contoh pajak yang sering dibahas adalah PPN dan Pph, karena biasanya pajak ini langsung
dapat dibayarkan secara langsung oleh masyarakat. Dan juga, pajak ini dapat secara langsung
dipungut karena pembayaran pajak ini dipotong langsung dari biaya gaji untuk Pph dan pembayaran
terhadap pembelian pada suatu barang untuk PPN. Lain halnya dengan pajak-pajak lainya, yang
sedikit sulit dipungut karena mangkirnya para pembayar pajak dari kewajiban mereka tersebut.
Tetapi dengan pembayaran Pph dan PPN ini pun diharapkan akan selalu berjalan dengan lancar,
tanpa kendala yang dapat merugikan. Apalagi banyak terjadi kasus banyaknya penguasa yang
mangkir dari kewajiban membayar pajak, yang jumlah nominal pajak tersebut sangatlah tinggi.
Bayangkan saja jika setiap orang seperti mereka, maka pembangunan di Indonesia sudah dapat
dipastikan terhenti dengan seketika.
Fenomena ini sangat mencengangkan, mengingat usaha yang mereka jalankan selama ini pastilah
banyak menuai keuntungan, tetapi mereka lupakan kewajiban mereka sebagai warga negara yang
jelas-jelas secara langsung maupun tidak langsung mereka telah menggunakan berbagai fasilitas
yang ada dan melancarkan bisnis mereka. Seharusnya mereka harus lebih sadar, bahwa pajak itu
juga yang telah membantu mereka dengan berbagai fasilitas yang dihasilkan dari pembayaran pajak.

Namun hingga saat ini permasalahan pajak di Indonesia tidak henti-hentinya muncul. Padahal pajak
merupakan suatu kewajiban masyarakat sebagai warga negara, tetapi masih banyak masyarakat
yang tidak membayar pajak. Bahkan banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang
menggelapkan dan terlibat dalam kasus pajak. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi negara,
padahal dengan kita membayar pajak, dapat menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya
pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.

Banyak contoh kasus seperti kasus penggelapan pajak Asian Agri Group. Kasus dugaan penggelapan
pajak Asian Agri Group yang diperkirakan mencapai Rp1,3 triliun sudah cukup bukti. Tapi, hingga kini
penyidik pajak dan jaksa penuntut umum belum menemukan konstruksi hukum yang tepat.
Demikian dikatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji sebelum rapat kabinet di Kantor
Kepresidenan, Dengan penggelapan pajak yang mencapai 1,3 triliun sudah jelas merugikan negara.
Mengapa pajak harus digelapkan? padahal kita hidup, bertempat tinggal dan membangun usaha di
Negara ini dan dengan membayar pajak maka kita dapat membantu Negara kita untuk dapat maju
kedepan.

Dari sekian kasus yang membelit negeri ini, kasus pajak menduduki peringkat kedua setelah kasus
korupsi yang sedang mewabah di semua kalangan saat ini. Dari sejak dahulu Departemen yang satu
ini memang terkenal sarat dengan permainan antara para pegawai yang terkait dengan para wajib
pajak sehingga menyebabkan berkurangnya rasa percaya masyarakat terhadap departemen ini atau
bahkan sudah menjalar ke rasa tidak percaya kepada pemerintah. Hal ini membuat masyarakat
enggan untuk taat membayar pajak walaupun itu merupakan kewajiban sebagai warga negara yang
baik.

Berikut ini adalah beberapa contoh kasus pajakyang sering terjadi di sekitar kita :

Kasus 1

Banyaknya warga asing yang berinvestasi dan memiliki usaha di Indonesia khususnya di Bali, baik
usaha itu berbentuk property, hotel, home stay, villa, dll. untuk menghindari besarnya pajak yang
harus mereka bayar, tidak sedikit para pemilik yang warga negara asing tersebut melakukan
transaksi di luar negeri untuk para tamu yang akan menginap. jadi setelah terjadi kesepakatan rates
kamar, para calon tamu akan melakukan pembayaran berupa transfer ke rekening bank di luar
negeri milik owner dari tempat mereka akan menginap. Jadi pada saat merka sampai di Bali tidak
terjadi lagi transaksi pembayaran sehingga para pemilik tidak mempunyai bukti transaksi untuk
diperlihatkan kepada petugas pajak. Dan hal ini bisa mengurangi jumlah pajak pendapatan yang
harus mereka bayar kepada pemerintah.

Kasus 2
Pada tahun 2008 yang lalu pemerintah mempunyai program sunset policy bagi para WP. Sunset
Policy bisa dibilang sebagai pengampunan dari pemerintah terhadap para WP yang dianggap kurang
taat. Pengampunan itu bisa berupa penghapusan sanksi, administrasi yang berupa bunga dan sanksi
administrasi atas pajak yang kurang atau tidak dibayar. tidak sedikit pengusaha yang memanfaatkan
kesempatan ini untuk mendapatkan pengampunan dari pemerintah, Seperti kasus Gayus. wajib
pajak bekerja sama dengan pegawai pajak untuk membuat laporan fiktif atas besarnya pajak yang
belum dibayar. Bagi perusahaan besar dengan asset yang besar pula tentu mempunyai kewajiban
membayar pajak yang tidak bisa dibilang sedikit. Sehingga besarnya pengampunan yang mereka
terima dari pemerintah juga jumlahnya besar. Hal ini tidak bisa dibenarkan karena telah menyalahi
fungsi sunset policy itu sendiri.

Kasus 3

Pembuatan laporan ganda keuangan sudah merupakan hal yang biasa terutama pada perusahaan
dagang. Jadi, pengawai bagian accounting / keuangan dituntut untuk membuat laporan keuangan
ganda yang sesungguhnya disimpan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi dan laporan keuangan
yang sesungguhnya disimpan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi dan laporan keuangan yang
fiktif disiapkan sedemikian rupa untuk laporan pajak. Hal ini berlaku juga untuk semua data
penjualan yang berada di computer kantor. Biasanya para pemilik akan kelabakan bila petugas pajak
melakukan vertifikasi / pengecekan di lapangan. hal seperti ini sangatlah tidak terpuji mengingat
slogan pemerintah orang bijak taat pajak.

Oleh karena itu, pajak di Indonesia masih harus ditingkatkan lagi aturan-aturannya, demi
menghindari kasus-kasus yang dapat merugikan negara dan memberikan sanksi yang keras bagi para
warga yang mangkir dari pajak. Dengan hal itu, diharapkan mereka dapat segera mematuhi dan
membayarkan pajak tepat pada waktunya. Dan diharapkan juga kelancaran para warga negara
Indonesia dapat menyukseskan pembangunan di Indonesia. Dan lagi peran pemerintahlah yang
sangat diperlukan demi mewujudkan kesadaran akan pentingnya pajak itu sendiri.

http://almaydhapedulibangsa.blogspot.co.id/2015/04/fenomena-fenomena-pajak-di-indonesia.html

You might also like