Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Ajie Norman Desantas 1061711004
Charis Satun Nimah 1061711025
Ika Farida 1061712053
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Diabetes Mellitus. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Farmakoterapi dan Terrminologi Medik.
Penulis berusaha untuk menjelaskan tentang penyakit diabetes mellitus
berikut analisis kasus pasien diabetes mellitus, mengingat bahaya komplikasi
diabetes mellitus sangat luas dan prevalensinya yang semakin meningkat. Pada
makalah ini juga diberikan alternatif pengobatan pada pasien diabetes mellitus
yang teridentifikasi mengalami komplikasi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca pada
khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.6.2 Sasaran
Mengendalikan kadar glukosa darah dengan menjaga kadar glukosa darah
berada dalam kisaran normal.
2.6.3 Strategi
Ada empat strategi dasar untuk mencapai tujuan terapi :
a. Memasok insulin dari luar
b. Merangsang produksi insulin
c. Merangsang penyimpanan glukosa dalam sel
d. Menghambat absorbsi glukosa dari saluran cerna
(Haryati,2009)
- Langkah 3
Pastikan pen siap digunakan, hilangkan udara di dalam pen melalui jarum.
Hal ini untuk mengatur ketepatan pen dan jarum dalam mengatur dosis insulin.
Putar tombol pemilih dosis pada ujung pen untuk 1 atau 2 unit (pengaturan dosis
dengan cara memutar tombol).Tahan pena dengan jarum mengarah ke atas. Tekan
tombol dosis dengan benar sampil mengamati keluarnya insulin. Ulangi jika perlu,
sampai insulin terlihat di ujung jarum. Tombol pemutar harus kembali ke nol
setelah insulin terlihat di dalam pen.
- Langkah 4
Aktifkan tombol dosis insulin (bisa diputar-putar sesuai keinginan)
- Langkah 5
Pastikan posisi nyaman saat menyuntikkan insulin pen. Hindari menyuntik
disekitar pusar.
- Langkah 6
Suntikkan insulin
2. Antidiabetik oral
Diabetes mellitus tipe 2 harus diatasi karena kaitannya dengan sindrom
metabolik. Pada saat terdiagnosa diabetes tipe 2, pasien telah mengalami
komplikasi mikrovaskular atau makrovaskular. Penurunan kadar glukosa hingga
normal, kontrol tekanan darah, dan penurunan kadar kolesterol sangat penting
untuk menunda onset atau menghambatperkembangan komplikasi tersebut,
meningkatkan kualitas hidup, dan menyelamatkan jutaan pasien yang dirawat di
rumah sakit. Namun sayangnya, penanganan secara individual tidak cukup untuk
mencapai tujuan yang diharapkan sehingga terapi obat masih dibutuhkan. Oleh
karena pasien juga mengkonsumsi obat lain yang ada kaitannya dengan diabetes
(hipertensi, hiperkolesterolemia, dan depresi) dan mungkin juga dengan produk
herbal atau nutrisi suplemen, maka terapi diabetes tipe 2 sebaiknya dilakukan
dengan carapaling sederhana dan rejimen dosis paling aman untuk mencapai
kadar glukosa yang normal (Koda Kimble et al., 2009).
a. Sulfonilurea
Mekanisme kerja sulfonilurea adalah merangsang sekresi insulin.
Sulfonilurea berikatan dengan reseptor spesifik sulfonilurea pada sel beta
pankreas. Pengikatan sulfonilurea menghambat efluks ion K+ adenosin trifosfat
melalui kanal tersebut dan menimbulkan depolarisasi membran. Kanal ion Ca2+
terbuka dan memberikan jalan ion Ca2+ keluar. Peningkatan intraselular ion Ca2+
menyebabkan translokasi granul sekretori insulin ke permukaan sel dan
merangang eksositosis granul insulin dari sel beta pankreas. Insulin tersebut
mengalir dalam vena porta dan menekan produksi glukosa di hepar maupun
menurunkan kadar glukosa dalam plasma (Triplitt et al., 2008).
Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi generasi pertama dan generasi kedua.
Generasi pertama terdiri atas asetoheksamida, klorpropamida, tolazamide, dan
tolbutamide. Tolbutamide diabsorbsi dengan baik di hati. Lama kerjanya relatif
pendek dengan waktu paruh eliminasi 4-5jam, dan paling baikdiberikan dalam
dosis terbagi. Karena waktu paruhnya yang pendek, obat ini menjadi sulfonilurea
paling aman digunakan pada pasien diabetes lansia. Generasi kedua terdiri atas
glimepirid, glipizid, dan gliburid. Gliburid dimetabolisme di hati menjadi produk
dengan aktivasi hipoglikemik yang sangat rendah (Katzung, 2012).
Tabel 4. Obat Golongan Sulfonilurea (Triplitt et al., 2008)
b. Biguanida
Mekanisme kerja biguanid dalam menurunkan kadar gula darah dengan tidak
bergantung pada sel pankreas yang berfungsi. Mekanisme kerja biguanid meliputi
penurunan glukoneogenesis di hati dan ginjal, perlambatan absorpsi glukosa dari
saluran cerna dengan peningkatan konversi glukosa menjadi laktat oleh enterosit,
stimulasi langsung glikolisis di jaringan-jaringan dengan peningkatan bersihan
glukosa dari darah dan penurunan kadar glukagon plasma (Katzung, 2012).
Contoh golongan biguanid adalah metformin. Metformin menurunkan glukosa
dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang oleh
insulin. Metformin menurunkan produksi glukosa hati dengan cara mengurangi
glikogenolisis dan glukoneogenesis. Metformin berbeda dengan golongan
sulfoniluera karena tidak meningkatkan sekresi insulin, jadi tidak dapat
menyebabkan hipoglikemi (Misnadiarly, 2006).
Tabel 5. Obat Golongan Biguanid (Triplitt et al., 2008)
Dosis awal yang disarankan
(mg/hari) Dosis
Durasi
Obat Dosis (mg) maksimal
kerja
Nonelderly Elderly (mg/hari)
Sesuaikan
500, 850, 500 mg dua Sampai
Metformin dengan fungsi 2550
1000 kali sehari 24 jam
ginjal
Metformin 500-1000 mg
Sesuaikan Sampai
Extended 100, 250 bersama 2550
dengan ginjal 24 jam
Release makan malam
c. Tiazolidinedion
Tiazolidinedion (TZD) bekerja dengan resistensi insulin. Kerja utama obat ini
adalah mengatur gen yang terlibat dalam metabolisme lipid dan glukosa dan
diferensiasi adiposit. Pada orang diabetes, kerja utama TZD adalah jaringan
adiposa tempat obat ini meningkatkan ambilan dan pemakaian glukosadan
memodulasi sintesis hormon lipid atau sitokin dan protein lain yang terlibat dalam
pengaturan energi (Katzung, 2012). TZD bekerja dengan mengikat PPAR , yang
terutama terletak pada sel-sel lemak dengan sel-sel pembuluh darah. TZD
meningkatkan ekspresi dari gen yang memetabolisme glukosa, menghasilkan
sensitivitas insulin pada otot, hati dan jaringan lemak secara tidak langsung. TZD
menyebabkan preadiposit untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel lemak matang
pada penyimpanan lemak subkutan.
Sel-sel lemak kecil lebih sensitif terhadap insulin dan lebih mampu
menyimpan asam-asam lemak bebas. Hasilnya adalah fluks asam-asam lemak
bebas keluar dari plasma, lemak viseral, dan hati menjadi lemak subkutan,
jaringan penyimpanan yang kurang resistensi terhadap insulin (Triplitt et al.,
2008).
Tabel 6. Obat Golongan Tiazolidinedion (Triplitt et al., 2008)
Dosis awal yang
Dosis disarankan (mg/hari) Dosis maksimal Durasi
Obat
(mg) (mg/hari) kerja
Nonelderly Elderly
15, 30, Sampai
Pioglitazone 15 15 45
45 24 jam
d. Meglitinida
Repaglinide dan nateglinide adalah agen stimulasi insulin nonsulfonilurea.
Obat golongan meglitinida bekerja dengan mengikat kanal kalium adenosin
trifosfat (ATP) pada sel beta pankreas yang menyebabkan terjadinya depolarisasi,
influx Ca2+, dansekresi insulin (Spring, 2003). Tidak seperti sulfonilurea, kelas
ini memiliki onset cepat dan durasi pendek, sehingga diberikan bersama makan
untuk mencegah kenaikan kadar glukosa post prandial (Koda Kimble etal., 2009).
Tabel 7. Daftar Obat Golongan Meglitinida (Triplitt et al., 2008)
Dosis awal yang disarankan
(mg/hari) Dosis
Dosis
Obat maksimal Dosis kerja
(mg)
Nonelderly Elderly (mg/hari)
25 mg satu 25 mg satu
25, 50, 25-100 mg tiga
Akarbose sampai tiga sampai tiga 1-3 jam
100 kali sehari
kali sehari kali sehari
25 mg satu 25 mg satu
25, 50, 25-100 mg tiga
Miglitol sampai tiga sampai tiga 1-3 jam
100 kali sehari
kali sehari kali sehari
Rerata
Dosis Durasi
Waktu
Obat Dosis (mg) maksimal kerja
Paruh
(mg/hari) (jam)
(jam)
100 mg sehari dengan CrCl
30 sampai <50 mL/min
Sitagliptin 100 mg 24 jam 12,4 jam
50 mg sehari dengan CrCl
<30 mL/min
FARMAKOTERAPI DM TIPE 1
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada
DM Tipe 1, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga
tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM
Tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal (Departemen Kesehatan
RI,2005).Pada pasien DMTipe 1, pemberian insulin yang dianjurkan adalah
injeksi harian multipel dengan tujuan mencapai kendali kadar glukosa darah yang
baik. Selain itu, pemberian dapat juga dilakukan dengan menggunakan pompa
insulin.
Dalam rangka mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan
insulin dengan karakteristik menyerupai orang sehat, yaitu kadar insulin yang
sesuai dengan kebutuhan basal dan prandial. Pemberian insulin basal, selain
insulin prandial, merupakan salah satu strategi pengobatan untuk memperbaiki
kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh karena glukosa darah
setelah makan merupakan keadaan yang dipengaruhi oleh kadar glukosa darah
puasa, maka diharapkan dengan menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar
glukosa darah setelah makan juga ikut turun.
Idealnya, sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan
sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk
kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat
divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati
kebutuhan fisiologis. Rejimen injeksi harian multipel ini diterapkan untuk
penderita dengan DMT1. Walaupun banyak cara yang dapat dianjurkan, namun
prinsip dasarnya adalah sama, yaitu insulin prandial dikombinasikan dengan
insulin basal dalam usaha untuk menirukan sekresi insulin fisiologis.
Sebuah regimen 2 injeksi dalam sehari yang dapat mendekati sekresi insulin
secara fisiologi adalah injeksi split-mixed yang merupakan campuran dari dosis
pagi NPH insulindan insulin regular sebelum sarapan dan kemudian sebelum
makan malam. Diasumsikan NPH insulin menyediakan basal insulin sampai
tengah hari dan mencakup makan siang, sedangkan insulin regular pagi untuk
mengkover saat sarapan. NPH insulin malam memberikan basal insulin untuk sisa
hari, dan insulin regular malam untuk mengkover saat makan malam. Pasien dapat
memulai dari dosis 0,6 unit/kg/hari dengan 2/3 diberikan pada pagi hari dan 1/3 di
malam hari. Jika glukosa puasa pada pagi hari terlalu tinggi, dosis NPH malam
akan dipindahkan pada waktu tidur (sekitar totalnya tiga injeksi per hari). Hal ini
dapat menyediakan intensifikasi terapi yang cukup untuk beberapa pasien.
Konsep injeksi basal-bolus merupakan usaha untuk meniru fisiologi insulin
normal dengan memberikan insulin aksi sedang atau lama sebagai komponen
basal dan insulin aksi cepat sebagai porsi bolus. Terapi intensif dengan
pendekatan ini direkomendasikan untuk orang dewasa yang harus mengontrol
gula darah dari awal terapi. Karena anak-anakdan remaja masih terlindungi dari
komplikasi mikrovaskular dan harus diberikan regimen yang tepat bagi
mereka.Komponen insulin basal dapat disediakan dengan NPH atau detemir 1
atau 2 kali sehari atau insulin glagine 1 kali sehari.Komponen insulin bolus yaitu
insulin regular, insulin lispro, insulin aspart, atau insulin glulisin(Dipiro et al.
2009).
Terapi pompa insulin (Continuous subcutaneous insulin infusion [CSII],
umumnya menggunakan insulin lispro atau aspart untuk mengurangiagregasi)
adalah bentuk paling canggih dari sistem insulin bolus basal. CSII lebih manjur
dalam mencapaikontrol glikemik yang baik daripada dosis gandainjeksi insulin.
Salah satu keuntungan dari terapi pompa adalah bahwa dosis insulin basal dapat
bervariasi, sesuai dengan perubahan kebutuhan insulin sepanjang hari. Namun,
terapi pompa insulinmemerlukan perhatian yang lebih besar terhadap detail dan
frekuensi SMBG (self monitory blood glucose)(Dipiro et al. 2008).
Insulin harus disuntikkan secara subkutan dalam dengan melakukanpinched
(cubitan) dan jarum suntik harus membentuk sudut 450, atau900 bila jaringan
subkutannya tebal. Untuk penyuntikan tidak perlu menggunakan alkohol sebagai
tindakan aseptik pada kulit. Tempat penyuntikan dapat dilakukan di abdomen,
paha bagian depan, pantat, dan lengan atas. Penyuntikan ini dapat dilakukan
padadaerah yang sama setiap hari tetapi tidak dianjurkan untuk melakukan
penyuntikan pada titik yang sama. Rotasi penyuntikan sangat dianjurkan untuk
mencegah timbulnya lipohipertrofi atau lipodistrofi. Penyuntikan insulin kerja
cepat lebih dianjurkan di daerah abdomen karena penyerapan lebih cepat. Di
daerah paha dan pantat penyerapan insulin kerja menengah lebih lambat.
FARMAKOTERAPI DM TIPE 2
(PERKENI, 2011)
Keuntungan terapi insulin yaitu menghambat glikogenolisis dan
glukoneogenesis hepatik, meningkatkan sensitivitas insulin periferal, dan
meningkatkan sekresi insulin.
-
- Pasien simptomatis mungkin awalnya membutuhkan terapi dengan
insulinatau kombinasi terapi oral untuk menurunkan tokisisitas glukosa (yang
mungkin dapat menurunkan sekresi insulin sel dan memperburuk resistensi
insulin).
- Pasien dengan HbA1C sekitar 7 % atau kurang biasanya diterapi dengan
pengukuran pola hidup dengan atau tanpa sensitasi insulin. Pasien dengan
HbA1C >7% tetapi< 8% awalnya terapi dengan obat oral tunggal. Pasien
dengan nilai awal HbA1C yang lebih tinggi mungkin bisa mendapat
keuntungan dari terapi awal dengan dua agen oral. Sebagian besar pasien
dengan HbA1C > 9% hingga 10% membutuhkan 2 atau lebih agen untuk
mencapai target gula darah.
- Pasien obesitas ( > 120% berat badan ideal) tanpa kontraindikasi bisa
memulai terapi dengan metformin, dititrasi hingga 2000 mg/hari.
tiazolidindion (rosiglitazone, pioglitazone) dapat digunakan pada pasien yang
intoleransi atau memiliki kontraindikasi dengan metformin.
- Pasien yang beratnya dikatakan normal dapat diterapi dengan insulin
secretagogus.
- Kegagalan terapi awal membutuhkan terapi tambahan dengan obat dari kelas
yang berbeda. Penggantian obat dari kelas yang berbeda dilakukan jika terjadi
intoleransi.
- Untuk alasan biaya dan efektifitas metformin dan insulin secretagogues
sering menjaditerapi first line dan second line.
- Terapi kombinasi oral awal untuk pasien denganHbA1c >9% sampai 10%
harus dipertimbangkan, dan beberapa kombinasiproduk oral Glucovance
(glyburide/metformin) dan Metaglip (glipizide/metformin) telah disetujui
sebagaipengobatan lini pertama (Dipiro et al, 2008).
DM Pada Pasien Anak dan Remaja
DM tipe 2 meningkat pada masa remaja. Obesitas dan aktivitas
fisiktampaknya merupakan penyebab dalam patogenesis penyakit ini. Agen oral
yang digunakan untuk anak-anak (10 sampai 16 tahun) adalah metformin,
meskipun sulfonilurea jugaumum digunakan dalam terapi. Thiazolidinediones
belum diteliti penggunaannya pada anak-anak(Dipiro et al. 2008).
DM Pada Pasien yang Lebih Tua
Pasien yang lebih tua terutama diobati dengan insulin secretagogues kerja
pendek,sulfonilurea dosis rendah (sebaiknya yang tidak long-acting),atau-
glukosidase inhibitor. Risiko asidosis laktat, yang meningkat pada usia yang
semakin tua dan penurunan fungsi ginjal, membuat terapi metformin lebih
bermasalah. Thiazolidinediones bisa menjadi alternatif lain pada beberapa pasien
yang mempunyai berat badan yang tidak diinginkan (Dipiro et al. 2008).
FARMAKOTERAPI DM GESTASIONAL
Pada DM gestasionalterapi dietuntuk meminimalkan fluktuasi glukosa darah
sangatpenting.Terapi insulin untuk pasien DM gestasional biasanya dimulai jika
kadar glukosa plasma puasa>105mg/dL, atau kadar glukosa plasma postprandial 1
jam>155 mg/dL,atau jika kadar glukosa plasma postprandial 2 jam >130 mg/dL.
Terapi insulin dilakukan dengan satu insulin NPH atau campuran insulin NPH dan
insulin reguler dalam rasio 2: 1 diberikan sebelum sarapan, cukup untuk mencapai
target glukosa.Meskipun pada label, sulfonilurea dikontraindikasikan
padakehamilan, ada percobaan yang mengevaluasikhasiat glyburide dibandingkan
dengan insulin dimulai setelah 11 minggu kehamilan.Kontrolglukosa darah yang
memadai dapat dicapai dibandingkanterapi insulin tradisional, dengan efek
samping hipoglikemia yang rendah pada kelompok glyburide. Glyburide tidak
terdeteksi dalam serum bayi.Pasien dengan DM gestasional harus dievaluasi 6
minggu setelah melahirkan untuk memastikan bahwa toleransi glukosa normal
telah kembali karena risiko jangka panjang pasien untuk pengembangan DM
cukup besar(Dipiro et al. 2008).
BAB III
KASUS DAN PENYELESAIAN
3.1.1 Kasus
Pasien Ny. N, umur 47 th, TB 151 cm, BB 58 Kg, datang ke RS dengan keluhan
lemas, dirawat sejak beberapa hari, lemas tidak berkurang, kadang disertai nyeri
perut, luka kaki (+) sejak 3 bulan yang lalu, sudah dirawat di Rumah Sakit tetapi
tidak berubah. Pasien mengeluh pandangan kabur, nyeri pada telapak kaki.
Diagnosa penyakit : Ulkus DM, DM tipe 2 non obes.
Riwayat pengobatan : -
Riwayat penyakit : DM tipe 2, punya luka gangrene di ke dua telapak kaki
sejak 3 bulan yang lalu.
Data Penunjang lain : Hasil endoskopi 15/11 Gastritis antrum, Gapping Pylorus,
Duodentis Gastropati
Data TTV :
Parameter
Nilai
Penyakit/ 10/11 11/11 12/11 13/11 14/11 15/11 16/11
tanggal Normal
Tekanan
120/80 160/90 150/90 140/80 130/80 140/80 140/100 160/90
Darah
(mmHg)
Data Laboratorium:
Laboratorium Nilai 10/11 11/11 12/11 13/11 14/11 15/11 Ket
Rutin / Normal
Tanggal
GDS <140mg/dL 267 110 198 Tinggi
Hb 13,5-17,5 10,5 - Rendah
g/dL
Hematokrit 33-44 % 33 Rendah
11/11 Ca CaCO3
- Pasien mengalami hipokalsemia sehingga diberikan CaCO3 dan Ca
Hipokalsemia 1,08; 12/11 Ca gluconat
gluconat
Ca 6,97
10/11 K 5,6;
11/11 K 6,1;
Hiperkalemia 12/11 K 5,4; Kalitake Pasien mengalami Hiperkalemia sehingga diberikan kalitake
14/11 K 4;
15/11 K 3,1
Pasien mengalami anemia defisiensi asam folat sehingga diberikan asam
Anemia Hb 10,5 Asam Folat
folat
D. Plan
1. Untuk terapi selanjutnya pasien dapat diberikan Anti Diabetika Oral sebagai pengganti insulin dengan tetap monitoring kadar
HbA1c.
2. Tekanan darah pasien sampai akhir pengobatan belum mencapai kondisi yang dikehendaki, dapat direkomendasikan
penambahan diuretik untuk membantu menurunkan tekanan darah, serta untuk mencegah terjadinya penyakit komplikasi.
3. Penanganan terapi untuk ulkus kaki diabetik sudah tepat. Pasien mengalami infeksi ulkus berat maka sesuai guideline nya
dapat diberikan terapi kombinasi antibiotik yaitu clindamycin 300 mg capsule 2x 1 dan infus metronidazole IV 500mg tiap 8
jam (IDSA Guideline, 2012).
(Bader, 2008)
4. Pemberian obat untuk gejala mual muntah dan gastritis yang dirasakan
pasien dapat diberikan, selama pasien dirawat di rumah sakit atau selama
bedrest. Namun, jika pasien tidak lagi mengalami mual, muntah dan gejala
gastritis, penggunaan obat ini dapat dihentikan.
Monitoring :
1. Monitoring kadar gula darah pasien (GDS, GD 2 PP) GDS < 140 mg/dl
2. Monitoring tekanan darah pasien, setelah pemberian antihipertensi.
3. Monitoting klirens kreatinin pasien, komplikasi DM dapat menyebabkan
gagal ginjal.
4. Monitoring terhadap keluhan pasien dan tanda-tanda vital pasien
5. Monitoring efek samping obat.
6. Monitoring kadar kalium pasien, apabila dalam 3 hari masih mengalami
hipokalemia, maka dapat diberikan terapi Kalitake.
7. Monitoring kadar Hb pasien. Bila dalam 3 hari masih mengalami
penurunan maka dapat diberikan asam folat 3 kali sehari 1 tablet.
1. Menjaga berat badan normal dan menurunkan berat badan apabila pasien
obesitas
2. Menjaga tekanan darah, lemak darah normal dan kadar gula darah terkontrol.
3. Menjaga pola makan pasien dan menghindari makanan tinggi gula dan
natrium.
4. Menjaga kebersihan daerah luka infeksi pasien.
5. Melakukan PIO kepada pasien tentang cara penggunaan insulin.
6. Olahraga ringan misal bersepeda atau jalan selama 30 menit.
7. Memberikan pengetahuan kepada pasien tanda tanda bila terjadi hipoglikemi
dan penanganannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, J., Robert, T.C., Gary, C.Y., Gary, R.M., Barbara, G.W., and Michael,
E.P. 2009. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Seventh Edition.
United States of America : Mc Graw-Hill Companies.
Greene, R.J. and Harris, N.D. 2008. Pathologic and Therapeutics for
Pharmacists: A Basic for Clinical Pharmacy Practice. Third Edition.
London:Pharmaceutical Press.
Katzung, B.G. 2012. Farmakologi Dasar & Klinik. Tenth Edition. Jakarta : EGC.
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sistem. Sixth Edition. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sinclair A.J, and Paul F. 2001.Diabetes in Old Age. Second Edition. Britain :
Bokcraft Ltd.
Triplitt, C.L., Reasner, C.A. and Isley, W.A. 2008. Endocrinologic Disorders:
Diabetes Mellitus. In Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R.,
Wells, B.G., Posey, L.M. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.
Seventh Edition. New York: Mc Graw Hill.