Professional Documents
Culture Documents
PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
PADA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
PROVINSI JAWA TENGAH
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
PADA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
PROVINSI JAWA TENGAH
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta diperlukan regulasi dalam bentuk
kebijakan direktur pada tataran strategis dan/atau berskala makro
yang bersifat mengikat;
b. bahwa tugas pokok dan fungsi rumah sakit DI bidang pelayanan
perlu diatur dalam bentuk Kebijakan Pelayanan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
a dan b, perlu ditetapkan Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta tentang Kebijakan Pelayanan Pada Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta;
15.Peraturan(2)
-2-
MEMUTUSKAN
Menetapkan
PERTAMA : Peraturan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tentang Kebijakan
Pelayanan pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sebagaimana
tercantum dalam lampiran peraturan ini.
KEDUA : Kebijakan Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama
merupakan regulasi bidang Pelayanan pada tataran strategis dan/atau
kerangka makro yang bersifat mengikat.
KETIGA : Kebijakan Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur ini.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
DITETAPKAN DI : SURAKARTA
PADA TANGGAL : 2 AGUSTUS 2014
-----------------------------------------------------------------------
DIREKTUR RS. JIWA DAERAH SURAKARTA
PROVINSI JAWA TENGAH
ENDRO SUPRAYITNO
Lampiran
Peraturan Direktur RS.Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah
Nomor : 188 / 2885.8 / 08 / 2014
Tanggal : 02 Agustus 2014
4) Rumah sakit mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh
hormat dan kasih sayang pada akhir kehidupannya.
c. Pelayanan pasien dengan restrain
1) Pengambilan keputusan untuk pengaplikasian restrain didiskusikan dengan pasien,
kerabat, keluarga dan dokter penanggung jawab pasien, kecuali pada kondisi
emergensi.
2) Kewenangan untuk pengambilan keputusan mengenai penggunaan restrain adalah
dokter penanggung jawab pasien (DPJP).
3) Restrain berperan sebagai alternatif terakhir jika metode yang kurang restriktif
lainnya tidak berhasil/tidak efektif untuk memastikan keselamatan pasien, staf atau
orang lain.
4) Untuk menentukan perlu tidaknya menggunakan restrain, diperlukan suatu
assesmen pada setiap individu secara komprehensif untuk menentukan kebutuhan
akan restrain berikut jenis yang dipilih.
5) Setiap episode penggunaan restrain harus dinilai dan dievaluasi serta berdasarkan
instruksi dokter.
6) Instruksi penggunan restrain bertujuan untuk manejemen perilaku destruktif atau
membahayakan harus dievaluasi dalam kurun waktu tertentu.
7) Perawat atau tenaga medis lain tidak boleh memberhentikan penggunaan restrain
dan kemudian me-reaplikasinya ke bawah instruksi yang sama (sebelumnya).
8) Tidak terdapat kriteria mengenai perilaku apa saja yang dianggap membahayakan.
Keputusan mengenai perilaku berbahya ini dibuat berdasarkan penilaian oleh dokter
(clinical judgement).
9) Penggunaan restrain (termasuk obat dan alat) harus didokumentasikan dalam
rencana perawatan atau tatalaksana pasien.
10) Penggunaan restrain harus diimplementasikan dengan tehnik yang benar dan aman.
d. Pelayanan pasien ketergantungan dan risiko kekerasan
1) Rumah sakit memfasilitasi asuhan pasien yang lemah, lanjut usia dengan
ketergantungan bantuan dan lanjut usia yang tidak mandiri.
2) Rumah sakit memfasilitasi kebutuhan asuhan pasien anak dan anak dengan
ketergantungan.
3) Pasien yang dicurigai risiko kekerasan dilakukan assesmen risiko dan identifikasi
kebutuhan pelayanannya.
4) Dilakukan edukasi terhadap orang tua atau penanggung jawab pasien terhadap
risiko kekerasan.
b. Setiap pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta diidentifikasi dengan foto wajah.
c. Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas pasien.
d. Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, pengambilan darah dan specimen
lain untuk pemeriksaan laboratorium dan pemberian pengobatan medis atau tindakan
lainnya.
9. Transfer atau perpindahan di dalam Rumah Sakit :
a. Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b. Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dipindahkan.
10. Transfer ke luar rumah sakit atau rujukan :
a. Dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk.
b. Rujukan ke rumah sakit ditujukan kepada individu secara spesifik.
c. Tindakan merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan
berkelanjutan.
d. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta
perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
e. Kerja sama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima.
f. Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
g. Transfer pasien harus didampingi oleh petugas.
11. Penundaan Pelayanan :
a. Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan untuk
pelayanan diagnostik dan pengobatan.
b. Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan.
c. Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi
tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinis mereka.
12. Transportasi :
a. Transportasi milik rumah sakit harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku
berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.
b. Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
c. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, dilengkapi dengan peralatan
yang memadai, perbekalan dan medika mentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang
dibawa.
13. Hak Pasien dan Keluarga :
a. Rumah Sakit memberikan informasi Hak Pasien dan Keluarga sesuai Undang-Undang
No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 32.
b. Rumah Sakit memberikan informasi tentang tata tertib dan peraturan yang berlaku.
c. Rumah Sakit melindungi privasi pasien dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya;
d. Rumah Sakit menjamin hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kerohanian sesuai
agama dan kepercayaannya
e. Rumah Sakit menjamin hak pasien dalam menjalankan ibadah sesuai agama atau
kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
f. Rumah Sakit memfasilitasi pasien dan/atau keluarga pasien yang menyampaikan
keluhan dan saran atas pelayanan rumah sakit.
g. Rumah Sakit membantu mencari second opinion, baik di dalam maupun di luar rumah
sakit.
h. Rumah Sakit menjamin hak pasien untuk mendapat informasi yang meliputi diagnosis
dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan;
i. Rumah Sakit menjamin keamanan dan keselamatan pasien selama dalam perawatan di
Rumah Sakit.
14. Informed Consent :
a. Informed Consent diperoleh pada saat awal pasien masuk.
b. Pernyataan persetujuan (Informed Consent) dari pasien didapat melalui suatu proses
yang ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa
yang dipahami pasien.
15. Penolakan pelayanan dan pengobatan :
a. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan.
b. Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan
tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
16. Asesmen Pasien :
a. Asesmen Informasi dan informasi tersedia untuk pasien rawat inap
b. Asesmen Informasi dan informasi tersedia untuk pasien rawat jalan
c. Identifikasi tentang informasi didokumentasikan di rekam medik
d. Asesmen awal pasien rawat inap meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial dan
ekonomi
e. Asesmen awal pasien rawat jalan meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial dan
ekonomi
f. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan mendapat asesmen awal termasuk riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik.
g. Identifikasi pasien sesuai kebutuhan medis dan keperawatan secara konsisten dalam
semua bidang
h. Asesmen awal medis rawat inap dilaksanakan maksimal 3 kali 24 jam pertama sejak
rawat inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien
i. Asesmen awal keperawatan rawat inap dilaksanakan maksimal 3 kali 24 jam pertama
sejak rawat inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien
j. Asesmen medis gawat darurat dilaksanakan maksimal 1 kali 24 jam atau lebih cepat
sesuai kondisi pasien
k. Asesmen keperawatan gawat darurat dilaksanakan maksimal 1 kali 24 jam atau lebih
cepat sesuai kondisi pasien
l. Asesmen medis rawat jalan dilaksanakan maksimal 1 kali 24 jam atau lebih cepat
sesuai kondisi pasien
m.Asesmen kaperawatan rawat jalan dilaksanakan maksimal 1 kali 24 jam atau lebih
cepat sesuai kondisi pasien
n. Asesmen ulang medis pasien akut dilakukan minimal setiap hari sekali atau setiap
perubahan kondisi pasien yang signifikan, sejak asesmen dicatat dalam rekam medis
pasien pada saat masuk rawat inap
o. Asesmen ulang medis pasien non akut dilakukan seminggu 2 kali atau setiap
perubahan kondisi pasien yang signifikan, selama pasien di rawat inap
p. Asesmen ulang keperawatan dilakukan pada setiap shif jaga
q. Asesmen awal medis diperbaharui pada pasien yang akan rawat inap, atau sebelum
tindakan pasien rawat jalan setelah lebih dari 30 hari asesmen awal medis dilakukan.
r. Asesmen awal dan asesmen ulang dilaksanakan oleh dokter, perawat dan staf disiplin
klinis yang berkompeten
s. Pasien di skrening untuk resiko nutrisional sebagai bagian dari asesmen awal
t. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrening resiko jatuh
u. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrening untuk rasa nyeri
v. Pasien yang akan meninggal dan tau keluarga dilakukan asesmen dan di rujuk.
w. Pemulangan pasien jiwa dikategorikan kritikal / rumit
x. Rencana pemulangan pasien ( discharge ) dimulai setelah ditentukan diagnose medis
(1kali 24 jam) paling lambat pada saat pasien pulang oleh case manager.
17. Pasien berisiko
a. Pasien Risiko Jatuh
1) Menerapkan assesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan assesmen ulang
terhadap pasien bila diidentifikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
d. Obat-obatan jenis baru dan informasi keselamatan tambahan lainnya akan ditinjau
dalam audit dan revisi high alert medications oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
e. Obat-obat yang termasuk dalam kategori high alert medications diinventarisasi khusus
dan disosialisasikan kepada seluruh tenaga farmasi, dokter dan perawat.
f. Obat-obatan yang digunakan dalam emergensi medis tidak diwajibkan untuk mengikuti
pedoman dan prosedur penggunaan high alert medications.
20. Manajemen Nutrisi :
a. Makanan atau nutrisi yang sesuai dengan status gizi pasien tersedia secara regular dan
tepat waktu.
b. Makanan disiapkan dan disimpan dengan mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan.
c. Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.
d. Penyiapan makanan, penyimpanan dan distribusi dimonitor untuk keamanan sesuai
undang undang dan peraturan.
21. Manajemen Nyeri :
a. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan diskrining untuk rasa sakit dan dilakukan
asesmen apabila ada rasa nyerinya.
b. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
c. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai dengan pedoman dan protokol.
d. Rumah sakit menjalankan proses komunikasi dan mendidik pasien, keluarga dan staf
tentang rasa sakit.
e. Fasilitas pengukuran nyeri pasien baru tersedia dan bentuk skala nyedi dalam rekam
medis.
f. Keluhan pasien tentang nyeri harus diperhatikan dan tidak boleh langsung dianggap
sasaran Mutu.
g. Penatalaksanaan nyeri mencakup nonfarmakologis dan farmakologis.
22. Manajemen di Instalasi :
a. Semua Instalasi membuat Pedoman Pengorganisasian dan Pelayanan unit kerja.
b. Semua petugas di instalasi wajib memiliki ijin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Penyediaan SDM harus mengacu pada pola ketenagaan.
23. Hand Hygiene :
a. Mengadaptasi pedoman hand hygiene dari WHO.
b. Menerapkan program hand hygiene yang efektif.
24. Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
25. Setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan kerohanian sesuai agama dan kepercayaan
yang dianut.
26. RSJD Surakarta tidak menyediakan :
a. Pelayanan pasien tahap terminal. Apabila terjadi maka pasien akan dirujuk ke RSU.
b. Pelayanan anestesi dan bedah.
c. Pelayanan donor darah, tranfusi, terapi paliatif.
d. Pelayanan risiko tinggi dengan peralatan BHD, penyakit menular atau
immunosuppresed, peralatan dialysis, ketergantungan bantuan dan pengobatan chemo
therapy.
27. Pengalihan DPJP
a. Pasien kelas I dan VIP berhak memilih DPJP.
b. Apabila DPJP berhalangan dapat mengalihkan tanggung jawab kepada DPJP lain
dengan memberitahukan ke pasien.
28. Cuti rawat inap : Pasien diperbolehkan cuti rawat inap atas ijin DPJP.
29. Pasien diperbolehkan cuti rawat inap atas seijin DPJD.
30. Rumah Sakit menerapkan system pelaporan insiden keselamatan pasien baik laporan
internal maupun laporan eksternal.
ENDRO SUPRAYITNO
Lampiran 02
Peraturan Direktur RS.Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah
Nomor : 188 / 2885.8 / 08 / 2014
Tanggal : 02 Agustus 2014
ENDRO SUPRAYITNO
Lampiran 03
Peraturan Direktur RS.Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah
Nomor : 188 / 2885.8 / 08 / 2014
Tanggal : 02 Agustus 2014
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
1. Direktur rumah sakit membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI)
dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI) yang langsung berada dibawah
koordinasi direktur.
2. Setiap petugas kesehatan wajib melaksanakan kebersihan tangan menggunakan handrub
atau handwash sesuai standar WHO.
3. KPPIRS melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan terus menerus terhadap
SPO dan pelaksanaan kewaspadaan standar yang dilaksanakan di unit pelayanan meliputi
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri,dekontaminasi, pembersihan,
desinfektan, sterilisasi, penanganan limbah, pengendalian lingkungan, penanganan linen,
penanganan peralatan pasien, penempatan pasien di ruang perawatan.
4. Tim PPIRS melaksanakan surveilans aktif setiap hari ke seluruh unit pelayanan yang
berisiko untuk mencegah kejadian infeksi seperti luka akibat fiksasi, luka/ infeksi akibat
pemasangan infus (plebitis), infeksi saluran kemih (ISK), dan akibat tirah baring
(dekubitus).
5. Sosialisasi program PPI dilaksanakan ke seluruh staf Rumah Sakit, pasien dan
pengunjung
6. Pengadaan bahan dan alat yang terkait PPI dikoordinasikan kepada KPPIRS disesuaikan
dengan hasil pemantauan dan kebutuhan unit pelayanan untuk mengurangi resiko terjadi
infeksi
7. Pengadaan bahan dan alat yang terkait PPI dikoordinasikan kepada KPPIRS disesuaikan
dengan hasil pemantauan dan kebutuhan unit pelayanan untuk mengurangi risiko
terjadinya infeksi
8. PPI dilaksanakan ke seluruh staf rumah sakit dan bagian terkait pelaksanaan kegiatan
PPI.
9. Penggunaan antibiotik yang rasional diterapkan oleh KPPIRS dalam memberikan
pengobatan dan perawatan dipantau dari hasil pemeriksaan mikrobiologi untuk
menghindari resistensi dan mengurangi risiko infeksi.
10. Kegiatan sterilisasi alat medis dilaksanakan di Instalasi Gigi dan Mulut, laboratorium dan
Instalasi Gawat Darurat.
DITETAPKAN DI : SURAKARTA
PADA TANGGAL : 02 AGUSTUS 2014
-----------------------------------------------------------
-----
DIREKTUR RS. JIWA DAERAH SURAKARTA
PROVINSI JAWA TENGAH
ENDRO SUPRAYITNO
Lampiran 04
\ Daerah Surakarta
Peraturan Direktur RS.Jiwa
Provinsi Jawa Tengah
Nomor : 188 / 2885.8 / 08 / 2014
Tanggal : 02 Agustus 2014
KEBIJAKAN PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
1. Setiap pasien/keluarga/penanggung jawab pasien Rawat Inap dan pasien baru Rawat
Jalan di RSJD Surakarta akan mendapatkan informasi dan edukasi kesehatan sesuai
dengan penyakit yang di derita.
2. Informasi dan edukasi kesehatan diberikan dengan teknik komunikasi yang efektif
sehingga dapat menunjang partisipasi pasien dan atau keluarga dalam pengambilan
keputusan dan proses pelayanan.
3. Edukasi tidak diberikan kepada pemohon Surat Keterangan Sehat Jiwa dan Surat
Keterangan Bebas Narkoba.
4. Rumah sakit membentuk Tim PKRS sebagai salah satu upaya pendidikan pasien dan
keluarga.
5. Tim PKRS menyusun Pedoman Kerja PKRS sebagai acuan penyelenggaraan pelayanan
PKRS di RSJD Surakarta.
6. Tim PKRS menyusun Program Kerja dan membuat materi edukasi.
7. Upaya pendidikan pasien dan keluarga dilakukan oleh unsur profesi yang ada di rumah
sakit yang terdiri dari dokter, perawat, tenaga kefarmasian, psikolog, fisioterapis,
nutrisionis, penyuluh kesehatan masyarakat, okupasi terapis dan atau terapis wicara.
8. Pendidikan pasien dan keluarga direncanakan berdasarkan persetujuan dan asesmen
kebutuhan pendidikan dengan mengkaji :
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tingkat
pendidikan dan bahasa yang digunakan.
c. Hambatan emosional dan motivasi.
d. Keterbatasan fisik dan kognitif.
e. Kesediaan pasien untuk menerima informasi.
9. Pasien dan atau keluarga/penanggung jawab pasien berhak mendapatkan pendidikan
kesehatan tentang topik yang sesuai dengan kondisinya, antara lain:
a. Kondisi kesehatan, diagnosa penyakit, informasi pelayanan dan tindak lanjut pelayanan.
b. Tindak lanjut pemeriksaan penunjang serta konsultasi pelayanan ke bagian lain yang
diperlukan.
c. Penggunaan peralatan medis secara efektif dan aman.
d. Penggunaan obat-obatan yang didapat pasien secara efektif dan aman (bukan hanya
obat yang dibawa pulang), termasuk potensi efek samping obat.
e. Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dengan obat lainnya (termasuk
OTC/Over The Counter) serta makanan.
f. Jenis diet dan nutrisi.
g. Manajemen nyeri.
h. Teknik rehabilitasi yang meliputi fisio terapi, okupasi terapi dan atau terapi wicara.
i. Psikoedukasi.
10. Dinas Sosial yang menjadi penanggung jawab pasien gelandangan/terlantar bisa
mendapatkan edukasi tentang penyakit yang diderita pasien apabila diperlukan.
DITETAPKAN
11. Petugas yang memberikan pendidikan DI : SURAKARTA
telah mendapatkan pelatihan tentang komunikasi
PADA TANGGAL : 02 AGUSTUS 2014
yang efektif. -----------------------------------------------------------
12. Sistem pencatatan pendidikan pasien dilakukan secara seragam ----- oleh seluruh staff.
DIREKTUR RS. JIWA DAERAH SURAKARTA
PROVINSI JAWA TENGAH
ENDRO SUPRAYITNO
\
Lampiran 05
Peraturan Direktur RS.Jiwa Daerah Surakarta
Provinsi Jawa Tengah
Nomor : 188 / 2885.8 / 08 / 2014
Tanggal : 02 Agustus 2014
1. Komite Medik dibentuk dengan tujuan untuk menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical
governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih terjamin
dan terlindungi.
2. Ketua Komite Medik dipilih dari anggota komite medik dan ditetapkan dengan surat
keputusan direktur.
3. Tugas Komite Medik adalah:
a. Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang melakukan pelayanan medis di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
b. Memelihara mutu profesi staf medis.
c. Menjaga disiplin, profesi, dan etika staf medis.
4. Kredensial dilakukan saat:
a. Pertama kali masuk rumah sakit setelah melalui masa orientasi selama 3 (tiga) bulan.
b. Ada penambahan area kompetensi.
5. Rekredensial dilakukan pada saat:
a. Tiap 3 tahun sekali, untuk meninjau kembali kompetensi klinis, dengan cara kredensial
administrasi
b. Rekredensial, bila sebelum tiga tahun terdapat hal-hal yang menyebabkan seorang
tenaga medis perlu di lihat kembali kompetensi klinisnya.
6. Subkomite Mutu Profesi melakukan evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan (on-
going professional practice evaluation) maupun kinerja profesi yang terfokus (focused
professional practice evaluation).
7. Subkomite Mutu Profesi menentukan pertemuan ilmiah internal maupun eksternal yang
harus diikuti semua staf medis dengan pengaturan waktu yang telah disesuaikan.
8. Subkomite Mutu Profesi memfasilitasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis
yang membutuhkan.
9. Audit medis dan audit klinis dilakukan sebagai upaya pemantauan dan pengendalian mutu
profesi.
10. Semua kegiatan Komite Medik di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta diselenggarakan
dengan berasaskan manfaat, perlindungan, profesionalisme, keadilan, keseimbangan, dan
non diskriminatif.
11. Staf medis dalam bekerja harus sesuai dengan standar profesi, panduan/pedoman,
standar prosedur operasional, etika profesi, dan etika rumh sakit.
12. Rapat Komite Medik terdiri dari:
a. Rapat rutin bulanan bersama dengan seluruh kelompok staf medis dan atau dengan
semua staf medis dilakukan minimal satu bulan sekali.
b. Rapat bersama Direktur dan Kepala Bidang Pelayanan minimal sekali setiap bulan.
13. Rapat khusus dilakukan sewaktu-waktu guna membahas masalah yang sifatnya sangat
urgen.
DITETAPKAN DI : SURAKARTA
PADA TANGGAL : 02 AGUSTUS 2014
-----------------------------------------------------------
-----
DIREKTUR RS. JIWA DAERAH SURAKARTA
PROVINSI JAWA TENGAH
ENDRO SUPRAYITNO