You are on page 1of 24

BAB II

ANALISA MODEL STUDI

Analisa model studi adalah suatu pengukuran tiga dimensi lengkung geligi
dan hubungan oklusi maksila dan mandibula. Peranan metode evaluasi ini untuk
diagnosis ortodontik dan rencana perawatan seringkali kurang diperhatikan.
Kekurangan dari odontometrik pada kenyataannya hanya berfokus pada analisa-
analisa hubungan, dimana bergantung sepenuhnya pada ukuran gigi untuk
menentukan lebar dan panjang lengkung geligi secara aritmetik. Seringkali,
analisis model tidak berhubungan dengan kriteria diagnostik penting lainnya,
seperti cephalogram dan radiograf panoramik. Bagaimanapun juga, tetap terdapat
hubungan antara panjang lengkung, lebar, dan ukuran mesiodistal gigi. Hubungan-
hubungan ini ditetapkan sebagai indeks oleh beberapa penulis. Indeks Pont,
Linder, Harth, dan Korkhaus sering dipakai di negara-negara berbahasa Jerman.
Pada analisis model ini, nilai yang didapat dari suatu kasus dibandingkan dengan
nilai-nilai standar "lengkung geligi normal". Dengan ilmu pengetahuan yang ada
saat ini, cara ini sering dianggap kurang memiliki nilai diagnostik. Tetapi,
prosedur ini masih digunakan secara luas dalam praktek ortodontik.

Disamping semua keterbatasan ini, terdapat suatu kelebihan dalam analisis


model studi dimana derajad keparahan maloklusi dapat ditentukan dalam tiga
dimensi. Model gips untuk analisis model studi dibagi menjadi beberapa bidang :
1) Median palatal raphe (bidang median sagital), 2) bidang tuberositas, dan 3)
bidang oklusal.
2.1 Analisa Bentuk Lengkung Geligi

Pada tahun 1909 Pont memperkenalkan suatu sistem analisa dimana


pengukuran lebar 4 insisif atas akan menentukan lebar lengkung geligi di daerah
premolar dan molar. Lebar mesiodistal terbesar dari gigi-gigi insisif atas diukur
menggunakan jangka, dan dijumlahkan dalam satuan milimeter. Nilai ini disebut
sebagai Sum of Incisors (SIU).

Pengukuran dapat dilakukan pada model studi atau agar lebih akurat dapat
langsung dilakukan intra oral selama pemeriksaan klinis.
Bila insisif sentral atau insisif lateral hilang, atau pada kasus-kasus
hipoplasia maupun hiperplasia insisif atas, pengukuran dapat dilakukan
berdasarkan jumlah mesiodistal gigi-gigi insisif bawah (SI L) menggunakan
Formula Tonn, untuk menentukan jumlah lebar mesiodistal 4 insisif atas (SI U)
yang sesuai.

2.1.1 Lebar Lengkung Geligi

Jarak antara premolar pertama kanan dan premolar pertama kiri diukur.
Titik acuan pada maksila adalah pada titik terendah dari fissura transversal
premolar pertama. Titik acuan pada mandibula adalah pada titik kontak sebelah
bukal antara premolar pertama dan premolar kedua. Nilai ini disebut sebagai lebar
lengkung geligi anterior.

Jarak antara molar pertama permanen kanan dan molar pertama permanen
kiri diukur. Titik acuan pada maksila adalah titik percabangan dari fissura
transversal dengan fissura bukal molar pertama permanen. Titik acuan pada
mandibula adalah pada puncak cusp mediobukal molar pertama permanen. Nilai
ini disebut sebagai lebar lengkung geligi posterior.
Formula untuk menghitung lebar lengkung geligi ideal menurut Linder & Harth :

Nilai ideal lebar lengkung geligi anterior

Nilai ideal lebar lengkung geligi posterior

Tabel Nilai Rata-Rata Lebar Lengkung Geligi (Weise & Benthake, 1965)
Perbedaan antara nilai-nilai pengukuran dan nilai-nilai perhitungan akan
menentukan perlu tidaknya dilakukan ekspansi lengkung geligi. Jika didapatkan
nilai-nilai pengukuran lebih kecil, maka dibutuhkan ekspansi pada lengkung
geligi.

Indeks Pont memberikan suatu perkiraan indikasi untuk derajad


penyempitan lengkung geligi pada suatu kasus maloklusi dan juga banyaknya
ekspansi lateral yang dibutuhkan lengkung geligi agar cukup menampung gigi-
gigi dalam posisi dan inklinasi yang benar.

2.1.2 Panjang Lengkung Geligi Anterior

Panjang lengkung geligi anterior menurut Korkhaus (Lu pada maksila, LL


pada mandibula) didefinisikan sebagai jarak tegak lurus dari permukaan labial
paling anterior insisif sentral sampai garis yang menghubungkan titik-titik acuan
lebar lengkung anterior. Pengukuran ini dapat menunjukkan adanya malposisi
anteroposterior gigi-gigi anterior.

Seperti halnya Indeks Pont, nilai-nilai standar panjang lengkung anterior


bergantung pada jumlah lebar mesiodistal gigi insisif atas (SI u). Panjang
anteroposterior lengkung geligi anterior mandibula secara normal lebih pendek 2
mm daripada lengkung maksila (diameter labiolingual insisal edge insisif atas).
Formula untuk menghitung panjang lengkung geligi anterior ideal menurut
Korkhaus (1938)

Tabel Nilai Rata-Rata Panjang Lengkung Geligi Anterior

Panjang lengkung geligi anterior tidak hanya dapat berubah dengan


adanya malposisi gigi anterior, tapi juga adanya migrasi premolar pertama. Pada
kasus labioversi/protrusi gigi-gigi anterior, panjang lengkung geligi anterior akan
bertambah, sementara berkurangnya panjang lengkung geligi anterior
menunjukkan adanya retrusi gigi-gigi anterior.
Mesioversi gigi-gigi posterior secara bilateral Lu/LL lebih pendek
Linguoversi gigi-gigi anterior Lu/LL lebih pendek
Labioversi gigi-gigi anterior Lu/LL lebih panjang
Protrusi bimaksiler gigi Lu/LL lebih panjang
Distoversi premolar Lu/LL lebih panjang
Prognati Mandibula Lu/LL lebih panjang

2.1.3 Kesimetrisan Intermaksiler

Analisa kesimetrisan ini memperkirakan adanya perbedaan sisi kanan-kiri


pada posisi-posisi gigi dalam arah transversal dan anteroposterior. Untuk
melakukan pengukuran ini, penentuan bidang acuan yang tepat sangat penting.
Median palatal raphe (garis tengah maksila) yang ditentukan oleh dua titik
anatomis pada raphe palatina merupakan bidang acuan untuk analisa kesimetrisan
transversal. Pembuatan garis tengah mandibula lebih sulit. Proyeksi langsung dari
median palatal raphe ke mandibula tidaklah akurat. Akan lebih akurat bila
menandai titik anterior mandibula menggunakan film spine mental atau dengan
menggunakan frenulum lingualis. Titik posterior untuk pembuatan garis tengah
mandibula ditentukan oleh suatu garis tegak lurus, yang berjalan dari tepi
posterior median palatal raphe maksila ke model mandibula.

Bidang tuberositas adalah bidang acuan untuk membandingkan


kesimetrisan anteroposterior. Bidang ini tegak lurus dengan median palatal raphe
dan berjalan melalui tuberositas paling distal.
2.1.3.1 Kesimetrisan Transversal
Pengukuran intramaksiler ini pada model studi dapat menunjukkan hasil :

- Perkembangan lebar lengkung yang simetris/asimetris antara sisi kiri dan


kanan (malposisi:simetrik, asimetrik, unilateral)
- Sesuai/ tidak sesuainya antara garis tengah gigi dan garis tengah tulang pada
lengkung rahang (pergeseran garis median)
Jarak transversal dari titik-titik acuan Pont ke garis tengah lengkung geligi
ditentukan dan nilai pengukuran sebenarnya dibandingkan dengan setengah nilai
dari lebar standar lengkung geligi. Menurut Schmuth (1983), pengukuran tidak
boleh dilakukan dari titik-titik acuan ini tapi dari sebelah lingual gingiva margin
gigi, karena kesalahan pengukuran dapat terjadi bila terdapat gigi yang rotasi.

Unilateral crossbite disertai pergeseran garis median

Pergeseran garis median tipe dental Pergeseran garis median tipe skeletal
Dari aspek diagnostik, pengukuran kesimetrisan transversal penting secara
klinis, terutama dalam kasus-kasus maloklusi arah transversal (cross-bite lateral,
oklusi edge to edge, tidak adanya kontak bukal/lingual gigi-geligi.

2.1.3.2 Kesimetrisan Anteroposterior


Pengukuran ini akan menunjukkan posisi mesiodistal gigi yang asimetris
dengan gigi senama pada sisi yang berlawanan di lengkung geligi. Analisa ini
digunakan untuk mendiagnosa adanya pergeseran gigi ke arah mesial. Bila tidak
ditemukan adanya asimetri, berarti gigi-geligi terletak pada posisi yang benar atau
telah terjadi migrasi mesial gigi-geligi secara simetris. Dalam hal ini, diagnosis
pergeseran gigi ke mesial harus dibuat dengan penentuan kriteria yang lain.

Ciri-ciri posisi gigi-gigi posterior yang lebih ke mesial :

Berdesakan dan kehilangan tempat, terutama pada daerah penyangga


Pergeseran garis median gigi disertai berdesakan dan kehilangan tempat.
Premolar yang tipping ke mesial.
Molar pertama permanen rotasi
Hubungan sepasang pertama rugae palatina pada kaninus menurut Hausser
(rugae palatina pertama terletak distal dari kaninus = posisi lebih ke mesial)
Hubungan bidang transversal papila pada kaninus (Schmuth) (tegak lurus
melalui akhiran posterior papila insisif yang berjalan lebih ke distal daripada
kaninus = posisi lebih ke mesial)

Mesial drift molar pertama Rotasi molar pertama permanen


permanen kiri
2.1.4 Tinggi Palatum
Tinggi palatum menurut Korkhaus didefinisikan sebagai suatu garis
vertikal tegak lurus terhadap median palatal raphe yang berjalan dari permukaan
palatum menuju bidang oklusal. Pengukuran ini dilakukan antara titik-titik acuan
Indeks Pont untuk lebar lengkung posterior. Korkhaus (1939) menentukan bentuk
palatum berdasarkan indeks :

Tinggi palatum x 100

Indeks tinggi palatum = --------------------------------------

Lebar lengkung geligi posterior

Nilai rata-rata indeksnya 42%. Indeks dapat meningkat bila palatum relatif
lebar terhadap perkembangan lengkung secara transversal, dan berkurang bila
palatum sempit.

Palatum yang tinggi adalah ciri utama penyempitan basis prosesus alveolar
maksila, dimana sering terjadi pada kasus-kasus kronis bernapas lewat mulut,
ricketsia, dan dalam beberapa macam kebiasaan buruk.

2.2 Analisa Daerah Penyangga

Daerah penyangga pada fase geligi pergantian didefinisikan sebagai jarak


antara permukaan distal gigi insisif lateral permanen dan permukaan mesial molar
pertama permanen. Daerah ini ditempati gigi-gigi kaninus sulung dan molar
pertama dan kedua sulung.

Nilai Rata-Rata Daerah Penyangga


Menurut Beberapa Peneliti
(Schulze, 1982)

Pengukuran daerah penyangga dilakukan dalam periode geligi pergantian


untuk menentukan perbedaan antara tempat yang tersedia dan tempat yang
dibutuhkan untuk kaninus permanen dan premolar pertama dan kedua yang belum
erupsi. Terdapat empat metode pengukuran yang berbeda :

- Suatu metode prediksi berdasarkan nilai rata-rata untuk daerah penyangga.


- Tabel proporsionalitas yang berisi ukuran gigi-gigi anterior
- Metode radiologi
- Kombinasi metode radiologi dan tabel prediksi

Kombinasi metode radiologi dan tabel prediksi paling akurat


memperkirakan lebar gigi-gigi yang belum erupsi. Prediksi dari tabel
proporsionalitas merupakan metode paling akurat berikutnya.
2.2.1 Prediksi dari Tabel Proporsionalitas

Tabel prediksi yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan tempat


yang dibutuhkan untuk kaninus permanen dan premolar pertama dan kedua yang
belum erupsi adalah Tabel Moyer (1967), yang digunakan sebagai berikut :

1) Penentuan jumlah lebar mesiodistal gigi-gigi insisif permanen bawah (SIL).


2) Bila terdapat berdesakan insisif : tandai jarak lebar insisif pada garis lengkung
geligi untuk setiap kuadran dimulai dari titik kontak insisif sental bawah.

3) Pengukuran jarak dari tanda pada regio anterior (pada lengkung geligi anterior
yang ideal dari permukaan distal insisif permanen lateral) ke permukaan
mesial molar pertama (tempat yang tersedia).
4) Cari kemungkinan tempat yang dibutuhkan untuk kaninus permanen dan
premolar pertama dan kedua dari kolom pada table prediksi yang
menunjukkan ukuran lebar insisif bawah.
5) Perbedaan antara tempat yang tersedia dan tempat yang dibutuhkan
menunjukkan besar tempat dalam satuan millimeter; bila tempat yang ada
tidak cukup, maka nilainya minus.
6) Ulangi langkah no. 2 sampai no. 5 untuk lengkung maksila.

2.2.2 Kombinasi Metode Radiologi dan Tabel Prediksi


Prosedur ini menggabungkan pengukuran dari model studi dan pengukuran
lebar dari radiograf periapikal untuk meningkatkan akurasi prediksi untuk masing-
masing kasus.

Metode Hixon dan Oldfather (1956), dimodifikasi oleh Staley dan Kerbers
(1980) hanya terbatas pada analisa daerah penyangga pada mandibula.
Prosedurnya sebagai berikut :

1) Pengukuran mesiodistal premolar pertama dan kedua yang belum erupsi


pada salah satu kuadran mandibula dari radiograf periapikal.

2) Penentuan lebar mesiodistal gigi insisif sentral dan lateral pada model
studi sesuai dengan sisi yang ada pada radiograf.
3) Setelah menambahkan keduanya bersama-sama, kemungkinan lebar
kaninus permanen dan premolar pertama dan kedua untuk kuadran tersebut
dapat ditemukan dalam grafik prediksi dibawah kolom total jumlah
perhitungan.

Sumbu X : jumlah lebar 4 insisif bawah diukur pada model studi dan jumlah lebar
kaninus dan premolar pertama dan kedua diukur pada radiograf.
Sumbu Y : Prediksi jumlah lebar kaninus dan premolar pertama dan kedua
Formula untuk perhitungan persamaan regresi :

X = pengukuran dari radiograf


Metode analisa daerah penyangga ini membutuhkan uatu radiograf periapikal
yang diambil dengan teknik long-cone dalam kondisi standar (posisi kepala dan
tube)

2.3 Analisa Tempat pada Geligi Permanen


Untuk pasien-pasien dengan malposisi gigi akibat dari kekurangan tempat,
penting untuk menentukan dari model studi derajad berdesakan pada lengkung
maksila dan mandibula. Tujuannya adalah untuk menentukan perbedaan antara
tempat yang tersedia dan tempat yang dibutuhkan untuk pergeseran gigi. Hal ini
berarti dibutuhkan dua pengukuran pada masing-masing lengkung untuk analisa
tempat yang dibutuhkan intramaksiler :

1) perhitungan tempat yang dibutuhkan dan


2) perhitungan tempat yang tersedia.
Analisanya dapat dilakukan dengan dua metode :

2.3.1 Analisa Nance

Analisa Nance mengukur mesial distal setiap gigi yang berada di mesial
gigi molar pertama permanen. Jumlah lebar total menunjukkan ruangan yang
dibutuhkan untuk lengkung gigi yang ideal. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Pencatatan lebar mesiodistal masing-masing gigi yang terletak sebelah
mesial dari molar pertama permanen. Jumlah total lebarnya sesuai dengan
tempat yang dibutuhkan (panjang lengkung geligi ideal).
2) Pencatatan panjang lengkung sebenarnya menggunakan suatu kawat
lentur. Cara ini didasarkan pada bentuk lengkung masing-masing dan
diletakkan pada permukaan oklusal diatas titik-titik kontak gigi-gigi
posterior dan tepi insisal gigi-gigi anterior. Jarak antara titik-titik kontak
sebelah mesial molar pertama permanen hasil pengukuran dengan kawat
yang diluruskan adalah jumlah tempat yang tersedia pada lengkung
geligi (panjang lengkung sebenarnya).

3) Penentuan hubungan tempat adalah hasil dari perbedaan antara panjang


lengkung ideal dan panjang lengkung sebenarnya (nilai negatif =
kekurangan tempat, nilai positif = kelebihan tempat).

2.3.2 Analisa Segmental Lundstrom

Analisa segmental melibatkan suatu penentuan tidak langsung dari


panjang lengkung geligi, dimana dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) Membagi lengkung geligi menjadi enam bagian berupa garis lurus dengan
dua gigi per bagian, termasuk molar pertama permanen.
2) Pencatatan lebar mesiodistal kedua belas gigi.
3) Menjumlahkan lebar masing-masing gigi tiap bagian.
4) Pencatatan mesiodistal tempat yang tersedia pada model studi secara
terpisah untuk masing-masing bagian.

Total perbedaan antara panjang ideal dan panjang sebenarnya dari masing-masing
bagian menunjukkan hubungan tempat yang ada.

2.8 Perhitungan Diskrepansi

Membatasi penentuan hubungan tempat pada analisa model studi tidak


mencukupi dengan sendirinya. Perbedaan antara tempat yang dibutuhkan dan
tempat yang tersedia untuk pergeseran gigi-gigi ditentukan oleh dua parameter
berbeda :

1) Derajad berdesakan gigi


2) Posisi anteroposterior insisif dalam hubungannya dengan tulang wajah.
Analisa tempat secara komprehensif harus terdiri dari suatu gabungan
analisa termasuk pengukuran dari cephalogram dan model studi. Langkah-langkah
dalam keseluruhan perhitungan diskrepansi pada lengkung rahang atas dan bawah
yaitu :

1) Penentuan diskrepansi gigi


Pada model studi dihitung : a) perbedaan antara panjang lengkung geligi
ideal dan sebenarnya dan b) derajad kurva Spee secara terpisah antara sisi kiri dan
kanan. (Untuk setiap level kurva Spee 1 mm diperlukan panjang lengkung 1 mm).
Total pengukuran dari a) dan b) dikenal sebagai diskrepansi gigi/dental
discrepancy (DD).

2) Penentuan diskrepansi sagital


Jarak dari tepi insisal insisif sentral ke garis N-Pog diukur pada
cephalogram lateral. Derajad dimana posisi insisif bervariasi dari nilai standar
menunjukkan diskrepansi sagital (SD). Posisi lebih maju dari insisif menunjukkan
kurangnya panjang lengkung geligi, retroposisi menunjukkan suatu peningkatan
pada panjang lengkung geligi (perubahan posisi insisif 1 mm pada cephalogram
lateral = panjang lengkung 1 mm).

3) Penentuan diskrepansi total


Diskrepansi total adalah jumlah diskrepansi dental dan sagital dan
karena pengukuran dilakukan pada kedua sisi lengkung geligi pada model studi
tapi hanya pada satu sisi pada radiograf sehingga perhitungannya menjadi :

TD per sisi lengkung geligi = SD + DD

Hasil dari diskrepansi total adalah parameter penting untuk menentukan apakah
perlu dilakukan pencabutan.

Bila perhitungan diskrepansi dilakukan pada fase geligi pergantian,


perubahan selama pertumbuhan dalam posisi garis N-Pog harus diperhatikan,
sebagian besar berupa rotasi mandibula.

2.8 Analisa pada Bidang Vertikal

Derajad malposisi masing-masing gigi dan beberapa kelompok gigi pada


bidang vertical diukur dalam hubungannya dengan bidang oklusal, dan dijabarkan
sebagai berikut :

Supraversi = erupsi berlebih dalam hubungannya dengan bidang oklusal

Infraversi = kurangnya erupsi dalam hubungannya dengan bidang oklusal.

Bidang oklusal adalah suatu bidang buatan fiksi, dimana sebenarnya tidak
nyata, karena permukaan oklusal gigi-gigi tidak berada pada satu bidang.
Karenanya, pengukuran yang akurat tidak dapat dilakukan dan hanya berguna
sebagai titik acuan saat menggambarkan anomali vertikal.

Pemeriksaan pada bidang vertikal juga melibatkan analisa kurva


kompensasi sagital (kurva Spee). Bentuknya bisa cekung, datar, atau cembung.
Kurva Spee yang cekung seringkali disertai berdesakan, sementara kurva yang
datar memungkinkan oklusi yang baik. Erupsi berlebih insisif pada kasus gigitan
dalam dapat muncul bersama dengan suatu pemendekan kurva kompensasi
transversal.

2.8 Analisa Bolton

Analisa Bolton mempelajari pengaruh perbedaan ukuran gigi rahang


bawah terhadap ukuran gigi rahang atas dengan keadaan oklusinya Dalam analisa
ini, perbandingan keseluruhan hubungan kedua belas gigi-gigi di mandibula
dengan kedua belas gigi-gigi di maksila ditentukan (kecuali molar kedua dan
ketiga). Yang perlu diperhatikan adalah relasi kaninus sebagaimana juga untuk
hubungan overbite dan overjet, analisa lebih jauh dilakukan untuk mengetahui
rasio antara keenam gigi anterior atas dan bawah (rasio anterior).

Rasio keseluruhan sebesar 91,3 akan menghasilkan hubungan overbite dan


overjet yang ideal. Jika rasio keseluruhan lebih dari 91,3 maka terdapat kelebihan
ukuran gigi-gigi pada mandibula. Jika rasio kurang dari 91,3 berarti terdapat
kelebihan jumlah ukuran gigi-gigi rahang atas.
Rasio anterior 77,2 akan menghasilkan hubungan overbite dan overjet
yang ideal jika inklinasi gigi insisif baik dan bila dimensi labiolingual tepi insisal
tidak berlebih. Jika rasio anterior lebih dari 77,2 berarti terdapat kelebihan ukuran
gigi-gigi pada mandibula. Jika kurang dari 77,2 maka terdapat kelebihan jumlah
ukuran gigi rahang atas.
Untuk analisa ini telah disepakati bahwa ukuran gigi yang relatif kecil
adalah yang benar. Lebar gigi yang tepat dan sesuai dengan ukuran ini pada
lengkung yang berlawanan dapat ditemukan dalam table korelasi nilai-nilai
standar.
Dalam hubungan oklusi yang normal dan posisi insisif yang bagus
diskrepansi ukuran gigi seringkali menyebabkan rotasi, munculnya diastema,
berdesakan dan hubungan intercusp yang tidak tepat. Disharmoni antara lebar
gigi-gigi atas dan bawah dapat diperbaiki dengan cara : 1) ekstraksi, 2) striping
interdental, 3) dalam kasus yang parah, dengan menambah ukuran mesiodistal
gigi.

2.8 Analisa Basis Apikal menurut Rees

Hubungan antara basis apical secara keseluruhan dan panjang lengkung


geligi dijabarkan secara metric untuk rahang atas dan bawah. Analisa yang
dilakukan sebagai berikut :

1) Menghapus frenulum labial dan bukal pada model.


2) Pembuatan tiga garis tegak lurus bidang oklusal (sebelah mesial molar
pertama permanen dan pada titik kontak insisif sentral). Garis-garis ini
diperluas sampai 8-10 mm dari papila interdental menuju vestibulum.

3) Mengukur jarak dari sebelah mesial molar pertama permanen pada satu
sisi sampai pada sisi yang berlawanan melalui ujung garis vertical dengan
bantuan sepotong isolasi.
4) Menentukan panjang lengkung geligi dengan mengukur perimeter
lengkung sebelah mesial molar pertama permanen menggunakan brass
wire.
Nilai-nilai yang didapat dibandingkan dengan nilai lainnya dalam
lengkung geligi yang sama dan pada lengkung geligi yang berlawanan dan hasil
yang telah dihitung dibandingkan dengan nilai standar menurut Rees (1953).
Metode ini hanya digunakan untuk fase geligi permanen.

2.8 Pemeriksaan Oklusi

Analisa tiga dimensi ini memperkirakan hubungan intermaksiler antara


lengkung geligi atas dan bawah dalam oklusi habitual.

Maloklusi Transversal

-Anterior: crossbite anterior, pergeseran garis median mandibula tipe skeletal


(pergeseran mandibula dalam hubungannya dengan bidang median
sagital wajah)

-Posterior: crossbite posterior (uni-, bilateral), tidak adanya oklusi (bukal, lingual)

Maloklusi Anteroposterior

-Anterior: bertambahnya overjet, berkurangnya overjet

-Posterior: distoklusi, mesioklusi

Maloklusi Vertikal

Overbite tidak terdukung, gigitan dalam (dental/gingival), gigitan terbuka


(anterior, lateral, kompleks).
Overbite anterior dinyatakan berlebih bila hasil pengukurannya didapatkan
lebih dari 2-3 mm. Overbite yang disertai dengan nilai overjet yang positif
menunjukkan adanya disfungsi orofasial

You might also like