Professional Documents
Culture Documents
P DENGAN ARTRITIS
GOUT (ASAM URAT)
2. PROSES MENUA
Proses menua adalah peristiwa yang akan terjadi pada laki-laki dan
perempuan, baik muda maupun tua (Miller,2012). Hal tersebut
dikarenakan proses menua merupakan bagian dari peristiwa siklus
kehidupan manusia. Siklus kehidupan manusia dimulai dari janin dan
berakhir pada tahapan lanjut usia dan kematian. Lanjut usia merupakan
tahap akhir perkembangan manusia. Sehingga lansia adalah manusia
dewasa yang telah mengalami proses menua tahap akhir.
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,
2003).
4. KARAKTERISTIK
menurut Keliat (1999) dan Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaftif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008)
5. TIPE LANSIA
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana.
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan,
serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan
daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang
disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit
dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (habis gelap datang terang), mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
4. KLASIFIKASI
Menurut (Ahmad, 2011) jenis asam urat yaitu :
a. Gout primer
Pada gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik).
b. Gout sekunder
Pada gout sekunder disebabkan antara antara lain karena meningkatnya
produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi makanan
dengan kadar purin tinggi.
Nyeri b.d inflamasi
GOUT
- Atritis Gangguan citra tubuh b.d ekskresi asam urat oleh ginjal
akut adanya trofi
- Tofi Membentuk kristal asam urat - Proteinuria
Gangguan mobilitas fisik - Hipertensi ringan
Destruksi sendi dan jaringan lunak
b.d disfungsi persendian Batu ginjal asam urat
Kurangnya pengetahuan
Disfungsi persendian mengenai penyakit b.d tidak
terpaparnya informasi
Resiko cidera
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan kadar asam urat meningkat dalam darah (> 6 mg %)
b. Pemeriksaan kadar asam urat yang enzimatik.
c. Didapatkan leukositosis ringan
d. LED meninggi sedikit
e. Pemeriksaan urin
Ditemukan kadar asam urat tinggi (500 mg % / liter per 24 jam)
f. Pemeriksaan cairan tofi
g. Melihat respon dari gejala-gejala pada sendi terhadap pemberian
Cholasin. Cholasin adalah obat yang menghambat aktifitas fagositik
dari leukosit sehingga memberikan perubahan sehingga memberikan
perubahan yang dramatis dan cepat meredakan gejala-gejala.
7. PENATALAKSANAAN
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan
kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini:
1. Mengatasi serangan akut
2. Mengurangi kadar asam urat untuk mnecegah penimbunan kristal urat
pada jaringan, terutama persendian
3. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipouresemik
Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi merupakan strategi esensial dalam penanganan
gout. Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan kompres dingin,
modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan berat badan
pada pasien yang kelebihan berat badan terbukti efektif.
Terapi farmakologi
Serangan akut
Istirahat dan terapi cepat dnegan pemberian NSAID, misalnya indometasin
200 mg/hari atau diklofenak 159 mg/hari, merupakan terapi lini pertama
dalam menangani serangan akut gout, asalkan tidak ada kontraindikasi
terhadap NSAID. Aspirin harus dihindari karena ekskresi aspirin
berkompetesi dengan asam urat dan dapat memperparah serangan gout
akut. Obat yang menurunkan kadar asam urat serum (allopurinol dan obat
urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon) tidak boleh digunakan
pada serangan akut.
Penanganan NSAID, inhibitor cyclooxigenase-2 (COX 2), kolkisin dan
kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan berikut ini :
1. NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang
mengalami serangan gout akut. NSAID harus diberikan dengan dosis
sepenuhnya pada 24-48 jam pertama atau sampai rasa nyeri hilang.
NSAID yang umum digunakan untuk mengatasi episode gout akut
adalah :
Naproxen- awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari
Piroxicam- awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari
Diclofenac- awal 100 ,g, kemudian 50 mg 3x/hari
2. COX-2 inhibitor; Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2 yang
dilisensikan untuk mengatasi serangan akut gout. Obat ini efektif tapi
cukup mahal, dan bermanfaat terutama bagi pasien yang tidak tahan
terhadap efek gastrointestinal NSAID non selektif. COX-2 inhibitor
mempunyai resiko efek samping gastrointestinal bagian atas lebih
rendah dibanding NSAID non selektif.
3. Colchicine merupaka terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout
akut. Namun dibanding NSAID kurang populer karena kerjanya lebih
lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.
4. Steroid adalah strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin. Cara ini
dapat meredakan serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi
yang terkena. Namun, harus dipertimbangkan dengan cermat diferensial
diagnosis antara atrithis sepsis dan gout akut.
Serangan kronik
Kontrol jangka panjang hiperuriesmia merupakan faktor penting untuk
mencegah terjadinya serangan akut gout, keterlibatan ginjal dan
pembentukan batu asam urat. Penggunaan allopurinol, urikourik dan
feboxsotat untuk terapi gout kronik dijelaskan berikut ini:
1. Allopurinol ; obat hipouresemik pilihan untu gout kronik adalah
alluporinol, selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi
ginjal. Allopurinol menurunkan produksi asam urat dengan cara
menghambat enzim xantin oksidase.
2. Obat urikosurik; kebanyakan pasien dengan hiperuresmia yang sedikit
mengekskresikan asam urat dapat terapi dengan obat urikosurik.
Urikosurik seperti probenesid (500 mg-1 g 2x/hari).
8. MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d adanya proses inflamasi
2. Resiko cidera b.d
3. Defisiensi penetahuan b.d minimnya informasi penyakit.
9. ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri b.d adanya proses Tujuan: NIC
inflamasi Setelah diberikan tindakan - Gunakan teknik komunikasi terapeutik
keperawatan 3x 24 jam, diharapkan untuk mengetahui pengalaman nyeri
pertahanan tubuh klien menjadi - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
lebih kuat - Kontrol lingkungan yang dapat
Kriteria Hasil: mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan.
Mampu mengontrol nyeri
- Kurangi factor predisposisi nyeri
Melaporkan nyeri berkurang
- Bantu klien dan keluarga untuk mencari
dengan menggunakan
dan menemukan dukungan
manajemen nyeri
- Tingkatkan istirahat
Mampu mengenali nyeri
Menyatakan nyaman rasa
nyaman setelah nyeri berkurang
2. Resiko Cidera Tujuan: NIC
Mengontrol resiko - Sediakan lingkungan yang aman dan
Kriteria Hasil : nyaman
Klien terbebas dari cidera - Menghindarkan lingkungan yang
Klien mampu menjelaskan berbahaya
cara untuk mencegah cidera - Memasang side rail tempat tidur
Klien mampu menjelaskan - Menepatkan saklar lampu ditempat yang
factor resiko dari lingkungan mudah dijangkau
Mampu memodifikasi gaya - Menyediakan tempat tidur yang nyaman
hidup untuk mencegah injury dan bersih
- Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien.
3. Defisiensi penetahuan b.d Tujuan : NIC
minimnya informasi penyakit. Setelah dilakukan penyuluhan, - Jelaskan patologi dari penyakit dan
diharapkan klien dapat mengerti bagaimana hal ini berhubungan dengan
informasi tentang penyakitnya antomi dan fisiologi.
Kriteria hasil: - Gambarkan tanda dan gejala, proses
Klien dan keluarga penyakit yang biasa muncul pada penyakit.
menyatakan pemahaman - Identifikasi penyebab
tentang penyakit, kondisi, - Sediakan informasi pada klien dan keluarga
prognosis dan progam tentang kondisi.
pengobatan. - Diskusikan perubahan gaya hidup yang
Klien dan keluarga mampu mungkin diperlukan untuk mencegah
menjelaskan kembali apa yang komplikasi dimasa yang akan dating dan
dijelaskan secara benar. atau proses pengontrolan.
Klien dan keluarga mampu - Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia a price & Lorraine M Wilson. 1994. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.