Professional Documents
Culture Documents
Scenario A Blok 29
Yudistira Wardana 04011381419192
ANALISIS MASALAH
1. Apa fungsi dokter keluarga?
3.2. Pada 2030, mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan seluruh
negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 KH
dan Angka Kematian Balita 25 per 1.000 KH;
3.3. Pada 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria dan penyakit tropis yang
terabaikan, serta memerangi hepatitis, penyakit bersumber air dan penyakit menular lainnya;
3.4. Pada 2030, mengurangi sepertiga kematian prematur akibat penyakit tidak menular
melalui pencegahan dan perawatan, serta mendorong kesehatan dan kesejahteraan mental;
3.6. Pada 2020, mengurangi setengah jumlah global kematian dan cedera akibat kecelakaan
lalu lintas;
3.7. Pada 2030, menjamin akses semesta kepada pelayanan kesehatan seksual dan
reproduksi, termasuk Keluarga Berencana (KB), informasi dan edukasi, serta integrasi
kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program nasional;
3.8. Mencapai universal health coverage, termasuk perlindungan risiko keuangan, akses
kepada pelayanan kesehatan dasar berkualitas dan akses kepada obat-obatan dan vaksin dasar
yang aman, efektif, dan berkualitas bagi semua orang;
3.9 Pada 2030, mengurangi secara substansial kematian dan kesakitan akibat senyawa
berbahaya serta kontaminasi dan polusi udara, air, dan tanah.
4. Menjamin pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar
seumur hidup bagi semua orang [10 target]
5. Menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh wanita dan perempuan [9 target]
6. Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi semua
orang [8 target]
7. Menjamin akses energi yang terjangkau, terjamin, berkelanjutan dan modern bagi semua
orang [5 target]
8. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus, inklusif, dan berkelanjutan, serta
kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua orang [11 target]
9. Membangun infrastruktur yang berketahanan, mendorong industrialisasi yang inklusif dan
berkelanjutan serta membina inovasi [8 target]
10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan antar negara [10 target]
11. Menjadikan kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, berketahanan dan berkelanjutan
[10 target]
12. Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan [11 target]
13. Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya [5 target]
14. Melestarikan dan menggunakan samudera, lautan serta sumber daya laut secara
berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan [10 target]
15. Melindungi, memperbarui, serta mendorong penggunaan ekosistem daratan yang
berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan,
menghentikan dan memulihkan degradasi tanah, serta menghentikan kerugian
keanekaragaman hayati [12 target]
16. Mendorong masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan,
menyediakan akses keadilan bagi semua orang, serta membangun institusi yang efektif,
akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan [12 target]
17. Memperkuat perangkat-perangkat implementasi (means of implementation) dan
merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan [19 target]
Ketentuan Umum
Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan
(sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya)
dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang
mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. Diantara faktor
tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling
sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor
perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan
hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
Kaitan teori H.L Bloom dengan status kesehatan seseorang dapat dilihat dari keempat factor
tersebut yang pertama adalah lingkungan: orang yang bermukim di tempat yang bisa
dikatakan kumuh tentu akan berbeda status kesehatannya dengan yang tinggal dikompleks elit
dan asri. hal ini dikarenakan kebersihan udara dan daerah sekitar tempat tinggal memiliki
keadaan yang sangat berbeda. anak-anak yang tinggal dikompleks elit atau bersih maka akan
lebih terjaga kesehatannya di bandingakan anak-anak yang tinggal didaerah kumuh.
Kemudian yang kedua adalah perilaku: perilaku yang sehat akan menunjang meningkatnya
derajat kesehatan di masyarakat. Hal ini juga berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang
karena berkaitan dengan gaya hidup & kebiasaan pola makan seseorang. Pola makan yang
sehat dapat menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya penyakit jantung, darah
tinggi, stroke, kegemukan, diabetes mellitus dan lain-lain. Perilaku atau kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan juga dapat menghindarkan kita dari penyakit saluran cerna. Yang
ketiga adalah pelayanan kesehatan: Masyarakat yang belum atau tidak pernah mendapat
arahan tentang kesehatan ataupun pengobatan yang tepat akan berbeda status kesehatannya
dengan mereka yang sudah mendapatkan arahan, pengobatan, dan sosialisasi kesehatan. Hal
ini dikarenakan kesadaran mereka yang akan semakin meningkat tentang pentingnya
kesehatan. Dalam hal ini dibutuhkan peran aktif dari tenaga medis untuk memberikan
sosialisasi dan pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat agar status kesehatan
masyarakat dapat meningkat. Yang kempat adalah keturunan: Keturunan (genetik) merupakan
faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir, hal ini juga dapat dikait kan
dengan status kesehatan seseorang, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti
diabetes melitus dan asma bronchial.
Hendrik L Bloom juga menyebutkan 12 indikator yang berhubungan dengan derajat
kesehatan, yaitu:
1. Life spam: yaitu lamanya usia harapan untuk hidup dari masyarakat, atau dapat juga
dipandang sebagai derajat kematian masyarakat yang bukan karena mati tua.
2. Disease or infirmity: yaitu keadaan sakit atau cacat secara fisiologis dan anatomis dari
masyarakat.
3. Discomfort or ilness: yaitu keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan somatik,
kejiwaan maupun sosial dari dirinya.
4. Disability or incapacity: yaitu ketidakmampuan seseorang dalam masyarakat untuk
melakukan pekerjaan dan menjalankan peranan sosialnya karena sakit.
5. Participation in health care: yaitu kemampuan dan kemauan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam menjaga dirinya untuk selalu dalam keadaan sehat.
6. Health behaviour: yaitu perilaku manusia yang nyata dari anggota masyarakat secara
langsung berkaitan dengan masalah kesehatan.
7. Ecologic behaviour: yaitu perilaku masyarakat terhadap lingkungan, spesies lain,
sumber daya alam, dan ekosistem.
8. Social behaviour: yaitu perilaku anggota masyarakat terhadap sesamanya, keluarga,
komunitas dan bangsanya.
LEARNING ISSUES
1. Sifat dokter keluarga dengan pendekatan holistik dalam prakteknya
Bersifat holistic artinya tidak dibatasi pada masalah biomedis pasien saja, tetapi juga dengan
melihat latar belakang pada sosial-budaya pasien yang mungkin berkaitan dengan
penyakitnya. Misalnya, banyak penyakit didapat dari pekerjaannya seperti nyeri otot dan
tulang, randang saluran napas, radang kulit atau kelelahan. Jika penyakit tersebut tidak
ditangani secara holistik dan hanya terfokus pada gejala atau penyakitnya saja, maka tidak
akan benar-benar disembuhkan.
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat menyeluruh, yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, metal, sosial dan spiritual, serta
berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama.
Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil
mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis,
adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan
sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien,
berdasarkan kebutuhan pasien.
Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untuk
melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun komunikasi
efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan
pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau
keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi
dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan proses
penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada
pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang
digunakan:
Disease centered communication style atau doctor centered communication style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,
termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
Illness centered communication style atau patient centered communication style.
Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara
individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien,
kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang
dipikirkannya.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata
tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan apabila dokter
memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication in
Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa pentingnya empati ini
dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:
Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekan
dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS) Levels). Berikut
adalah contoh aplikasi empati tersebut:
Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau
menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?
Tujuan
Dari sekian banyak tujuan komunikasi maka yang relevan dengan profesi dokter adalah:
Manfaat
1. Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter atau
institusi pelayanan medis.
2. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan
dokter-pasien yang baik.
3. Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam
menghadapi penyakitnya.
Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan tugasnya
(dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan
fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi
dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu menghadapi
berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain
(dealing with others). Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting
untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan
bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini
hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung,
dan di akhir konsultasi.
Dalam dunia kedokteran, model proses komunikasi pada sesi penggalian informasi telah
dikembangkan oleh Van Dalen (2005) dan digambarkan dalam sebuah model yang sangat
sederhana dan aplikatif.
Selama proses ini, fasilitasi terus dilakukan agar pasien mengungkapkan keluhannya
dengan terbuka, serta proses negosiasi saat dokter hendak melakukan komunikasi satu
arah maupun rencana tindakan medis.
Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi
dengan pasien, yaitu:
1. Materi Informasi apa yang disampaikan
a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat
pemeriksaan).
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk
manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi.
d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.
e. Diagnosis, jenis atau tipe.
f. Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masingmasing
cara).
g. Prognosis.
h. Dukungan (support) yang tersedia.
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi, yaitu SAJI
(Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Salam:
Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan waktu untuk berbicara dengannya.
Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar pasien mau dan
dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa dokter menghargai
pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Dokter dapat
menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.
Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan
yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan
persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas
dan detil.
Ingatkan:
Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan berbagai materi
secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir percakapan, ingatkan dia
untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan
klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang
masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan
kesehatan yang penting.