You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S DENGAN APENDIKSITIS DI

RUANG TERATAI RSUD DR. SOEGIRI LAMONGAN

Oleh:

Kelompok 5

1. Agus Purwantoro (0179010)


2. Ahmad Nawawi (0179010)
3. Aimatus Sholikhah (0179010)
4. Indah Purnawan Ningsih (0179010)
5. Nita Puspitasari (0179010)
6. Widya Saraswati Nurida (017901039)
7. Zharina Septhia Dewi Kusuma (0179010)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES INSAN CENDEKIA HUSADA

BOJONEGORO

2017

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S

DENGAN APENDIKSITIS DI RUANG TERATAI RSUD DR. SOEGIRI

LAMONGAN

Telah disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Tempat: Ruang Teratai

Mengetahui,

Perceptee

(Indah Purnawan Ningsih)


Perceptor Akademik, Perceptor Klinik

(Moh. Roni Al-Faqih, S.Kep., Ns) (Ns. Mustadi, S.Kep., S.Psi)


Perceptor Klinik

(Ns. Mustadi, S.Kep., S.Psi)

ii
BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN APENDIKSITIS

1.1 Definisi
Apendiksitis merupakan terjadinya inflamasi atau peradangan pada

apendiks vermiformis biasanya disebabkan oleh flora normal usus dan

sering didahului oleh obstruksi lumen apendiks oleh jaringan limfoid atau

fekolit (Grace & Barley, 2006).


Apendiksitis adalah kondisi dimana inefeksi tejadi di umbai cacing.

Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus

memerlukan laparatomi dengan menyingkirkan umbai cacing yang

terinfeksi (Anonim, Apendiksitis, 2007).

1.2 Etiologi
Terjadinya apendiksitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi

bakteri. Namun terdapat banyak sekali factor pencetus terjadinya penyakit

ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada

lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang

keras (fekolit), hiperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasite, benda

asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering

menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekolit dan hiperplasia

jairngan limfoid.

1.3 Manifestasi Klinis


Karakter klinis dari apendiksitis dapat bervariasi, namun umumnya

menunjukkan tanda dan gejala sebagai berikut (Corwin, 2009):


1. Muncul mendadak atau secara bertahap nyeri di daerah epigastrium atau

peri-umbilikus sering terjadi.

1
2. Dalam beberapa jam, nyeri menjadi lebih terlokalisasi dan dapat

dijelaskan sebagai nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah abdomen.


3. Nyeri lepas merupakan gejala klasik peritonitis dan umum ditemukan di

apendiksitis. Terjadi defans muscular atau pengencangan perut.


4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi abdomen kuadran

kanan bawah yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).


5. Tanda psoas (diketahui apabila pasien dating dengan pinggul tertekuk

dan merasakan nyeri pada lokasi apendiks ketika kaki diluruskan).


6. Demam
7. Mual dan muntah
8. Pasien mengalami kemerahan, takikardia, lidah berselaput, halitosis.
9. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi.
10. Massa apendiks jika penanganan terlambat.

1.4 Klasifikasi
Klasifikasi apendiksitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai

berikut (Selvia, 2010):


1. Apendiksitis akut
a. Apendiksitis akut sederhana (Cataral Apendicitis): Proses

peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa apendiks yang

disebabkan obstruksi. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah

umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan.


b. Apendiksitis akut purulenta (Supurative Apendicitis): Tekanan dalam

lumen yang terus bertambah disertai edema menyebablan

terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan

thrombosis. Pada apendiksitis akut purulenta ditandai dengan

rangsangan local seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney,

defans muscular dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan

tanda-tanda peritonitis umum.


c. Apendisitis akut gangrenosa: Bila tekanan dalam lumen terus

bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi

2
infark dan gangrene. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau

keabuan, atau merah kehitaman.


2. Apendiksitis infiltrate
Apendisitis infiltrade adalah proses radang apendiks yang

penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon,

dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan masa flegmon yang erat

satu sama lain.


3. Apendiksitis abses
Apendisitis abses terjadi ketika massa local yang terbentuk berisi nanah

(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,

subcaecal, dan pelvic.


4. Apendiksitis perforasi
Pecahnya apendiks yang sudah gangrene yang menyebabkan pus masuk

ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.


5. Apendiksitis kronis
Merupakan kelanjutan dari apendisitis akut supuratif sebagai proses

radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi

rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen.

1.5 Patofisiologi
Apendiksitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang

disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekolit. Penjelasan ini sesuai dengan

pengamatan epidemiologi bahwa apendiksitis berhubungan dengan asupan

serat dalam makanan yang rendah. Pada stadium awal dari apendiksitis,

terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa dan serosa (peritoneal). Cairan

eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke

beberapa permukaan peritoneal yang bersebalahan, seperti usus atau dinding

abdomen, menyebabkan peritonitis local. Dalam stadium ini mukosa

glandular yang neksoris terkelupas ke dalam lumen yang menjadi distensi

dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit

3
dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangrene.

Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal, jika

perforasi yang terjadi di bungkus oleh omentum, abses local akan terjadi.

1.6 Pathway

Fekalis/ masssa Benda Striktur Hiperplasia Erosi


keras dari feses Asing folikel mukosa
limfosit
Obstruksi
Mukosa terbendung
Appendiks meregang

APENDICITIS
Tekanan intraluminal ()
Mual dan muntah Aliran darah terganggu Menghambat aliran limfe
Lemas Nafsu makan Ulserasi dan invasi bakteri Gangrene dan perforasi
menurun pada dinding apendiks
MK. Anoreksia Ke peritoneum: Trombosis pada vena
Intoleransi MK. Nutrisi peritonitis intraluminal
Pembengkakan dan iskemi
Aktivitas kurang dari Tindakan apendictomy
kebutuhan Terputusnya kontinuitas jaringan
tubuh
Luka post op Kontak dengan lingkungan
MK. Nyeri akut Kebersihan luka tidak adekuat
1.7 Pemeriksaan Penunjang Imun menurun
MK. Resiko tinggi Infeksi
1. Laboratorium:
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).

Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara

10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrophil diatas 75%, sedangkan

pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.


2. Radiologi:
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-Scan. Pada pemeriksaan

ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi

inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-Scan

4
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan

dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

1.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik

berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah

mengalami pedindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan

apendiks, sekum, dan letak usus halus. Komplikasi usus buntu juga dapat

meliputi infeksi luka, perlengketan, obsrtuksi usus, abses abdomen/pelvis,

dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian. Selain itu, terdapat

komplikasi akibat tindakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang

mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra abdomen dan

ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses

residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula

tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.

1.9 Penatalaksanaan
1. Pembedahan diindikasikan bila diagnose apendisitis telah ditegakkan.
2. Antibiotik dan cairan iv diberikan sampai pembedahan dilakukan.
3. Analgesik diberikan setelah diagnose ditegakkan.
4. Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko

perforasi.

1.10 Pemeriksaan Fisik


1. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut

dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).


2. Palpasi: di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan

bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana

merupakan kunci dari diagnosis apendiksitis akut.

5
3. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat atau tungkai

diangkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas

sign).
4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semaik bertambah bila

pemeriksaan dubur dan vagina menimbulkan rasa nyeri juga.


5. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axila) lebih

menunjang lagi adanya radang usus buntu.


6. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan

tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila

apendiks terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan

tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.

1.11 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri berhubungan dnegan distensi jaringan intestinal ditandai dengan

inflamasi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

menurun.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keadaan nyeri yang

mengakibatkan terjadinya penurunan pergerakan akibat nyeri akut.


4. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.

1.12 Perencanaan dan Rasionalisasi


Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan

intestinal ditandai dengan inflamasi.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri

pasien berkurang atau hilang.


Kriteria Hasil: Pasien tampak rileks mampu tidur atau istirahat dengan tepat, TTV

dalam batas normal, Skala nyeri berkurang menjadi nyeri ringan (1-3).

Intervensi Rasional
1. Jelaskan pada pasien tentang R1. Informasi yang tepat dapat

penyebab nyeri. menurunkan tingkat kecemasan

pasien dan menambah pengetahuan

6
pasien tentang nyeri.
2. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan R2. Mengetahui sejauh mana tingkat

karakteristik nyeri. nyeri dan memberikan tindakan

selanjtnya.
3. Ajarkan teknik tarik napas R3. Merileksasikan otot-otot dan

dalam. mengurangi nyeri.


4. Kolaborasi dengan tim medis R4: Sebagai profilaksis untuk dapat

untuk pemberian analgesic. menghilangkan rasa nyeri.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN APENDIKSITIS DI RUANG TERATAI RSUD DR.

SOEGIRI LAMONGAN

Nama Pasien : Tn. S Pengkajian Tanggal : 23 Oktober 2017


Tanggal MRS : 19 Oktober 2017 No. RM : 2487xx
Ruang/Kelas : Teratai/III Diagnosa Medis : Apendiksitis (Post
Op Apendektomi hari ke 3)

2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Suku Bangsa : Jawa-Indonesia
Alamat : Sugio-Lamongan
Penanggung Jawab : Dwi Joko
2. Keluhan Utama
7
Nyeri pada area luka operasi.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada area luka operasi pada perut bagian kanan

bawah dengan skala nyeri 3. Kondisi pasien lemah, makan minum

menurun dan nyeri timbul saat bergerak.

4. Riwayat Kesehatan Lalu


Pasien sebelumnya suka sekali makan pedas. Pasien tidak memiliki

riwayat penyakit diabetes dan juga hipertensi, tidak memiliki riwayat

penyakit hepatitis.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang pernah memiliki sakit seperti

dirinya. Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat diabetes dan hipertensi.
Genogram

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Garis Perkawinan
: Garis keturunan
: tinggal 1 rumah
: garis kedekatan
Pola Komunikasi: komunikasi pasien dengan keluarga baik dan selalu

mendapat feedback.
Pola pengambilan keputusan: pengambilan keputusan diambil dengan

musyawarah keluarga.
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Persepsi Terhadap Kesehatan
Pasien mengatakan cemas dengan sakit yang sedang dialami.
b. Kebersihan Diri:
Di rumah: pasien mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari,

keramas 3-4 x/minggu, potong kuku jarang.


Di rumah sakit: pasien mengatakan tidak mandi dan hanya diseka

setiap pagi, gosok gigi (-).

8
c. Aktivitas Sehari-hari: Akivitas pasien dirumah sakit tirah baring karena

harus bedrest.
d. Rekreasi: Pasien tidak pernah berlibur selama sakit.
e. Olahraga: Pasien tidak pernah olahraga saat sakit.
7. Pola Istirahat dan Tidur
Di rumah: pasien jarang tidur siang, tidur malam jam 22.00-05.00 (8 jam).
Di rumah sakit: Pasien tidur siang 12.00-14.00 WIB dan malam jam

21.00-04.00 WIB, terbangun dimalam hari.


8. Pola Konsep Diri
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera kembali beraktivitas

seperti biasa.
9. Pola Koping
Dalam menghadapi penyakitnya pasien mengatakan pasrah dan

menghadapi semua ini sebagai cobaan.


10. Pola Seksual-Reproduksi
Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan testis.
11. Pola Peran dan Hubungan
Hubungan pasien dengan tetangga baik, system pendukung istri dan orang

tua.
12. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien mengatakan beragama islam, dan menjalankan sholat 5 waktu

dirumah. Tapi selama di rumah sakit pasien tidak bias menjalankan sholat

5 waktu karena kondisinya yang baru selesai operasi dan selalu merasa

nyeri saat bergerak.


13. Tinjauan Sistem
Keadaan umum : lemah.
Tingkat kesadaran: compos mentis.
GCS: Eye 4 (mata membuka spontan), Verbal 5 (orientasi baik), Motorik 6

(ekstremitas mampu bergerak sesuai instruksi perawat).


Tanda-tanda vital:
Nadi= 84 x/menit, suhu= 36,90C, RR= 20 x/menit, TD= 120/90 mmHg.
a. B1 (Breathing)
- Gejala (Subyektif): Dypsnea (-), pasien mengatakan tidak memiliki

riwayat penyakit system pernapasan.


- Tanda (Obyektif): RR: 20x/menit (irama regular), pergerakan dada

simetris, penggunaan otot bantu napas (-), batuk (-), sputum (-),

9
bunyi napas vesikuler, sianosis (-), gelisah (-), fokal fremitus

simetris.
b. B2 (Blood)
- Gejala (Subyektif): pasien mengatakan tidak memiliki riwayat

penyakit jantung dan hipertensi, nyeri dada (-).


- Tanda (Obyektif): TD= 120/90 mmHg, Nadi= 84 x/menit, Bunyi

jantung lup dup, suhu= 36,90C, CRT <2 detik, membrane mukosa

bibir kering, konjungtiva pink, sclera putih, sianosis (-).


c. B3 (Brain)
- Gejala (Subyektif): Tidak ada nyeri.
- Tanda (Obyektif): GCS: E 4, V 5, M 6.
Nervus Cranial:
N1 (olfaktorius) = mampu mengenal aroma minyak kayu putih.
N2 (optikus) = penglihatan tidak kabur.
N3 (okulomotorius) = mampu menggerakkan bola mata kanan dan

kiri.
N4 (troklearis) = bola mata dapat memutar dengan normal.
N5 (trigeminus) = normal (dapat merasakan sentuhan kulit)
N6 (Abdusen) = normal (dapat menggerakkan bola mata)
N7 (Fasialis) = Normal (dapat merasakan manis dan asin)
N8 (Vestibulokoklearis) = normal (dapat mendengar dengan baik)
N9 (Glosofaringeus) = tidak ada gangguan menelan
N10 (Vagus) = dapat merasakan pahit
N11 (aksesorius) = dapat mengangkat kedua kaki
N12 (hipoglosus) = lidah dapat bergerak ke kiri dan ke kanan

sambil diberi tahanan.


Fungsi penglihatan : baik.
Fungsi pendengaran : baik, simetris, terdapat kotoran.
Fungsi pengecapan : dapat membedakan rasa, warna lidah merah

muda dan terlihat kotor.


d. B4 (Bladder)
- Gejala (Subyektif): pasien mengatakan tidak memiliki riwayat

penyakit ginjal.
- Tanda (Obyektif): pasien terpasang dower kateter dengan urine

tampung 2000 cc/24 jam, warna kuning jernih, distended kandung

kemih (-).
e. B5 (Bowel)

10
- Gejala (Subyektif): pasien mengatakan nafsu makan berkurang,

makan habis 2 sendok bubur halus, tidak ada nyeri ulu hati, tidak

memiliki alergi makanan, tidak ada kesulitan menelan.


- Tanda (Obyektif): pasien tidak terpasang NGT, turgor kulit

menurun, edema (-), kondisi lidah kotor (terdapat bercak putih),

membrane mukosa bibir kering, mual (-). Bising usus 8x/menit,

nyeri perut (+), P (nyeri), Q (seperti ditusuk-tusuk), R (area insisi

post op), Skala (3), T (saat bergerak), wajah tampak meringis.


f. B6 (Bone dan Muskuloskeletal)
- Gejala (Subyektif): Lemas.
- Tanda (Obyektif): Kemampuan aktivitas (dapa melakukan aktivitas

dengan bantuan keluarga), Ekstremitas lengkap, deformitas (-),

kekuatan otot

5 5
5 5
Keterangan:
0 = tidak ada kontraksi otot
1 = teraba getaran kontraksi otot
2 = menggerakkan anggota gerak tanpa gravitasi
3 = menggerakkan anggota gerak menahan gravitasi
4 = sendi aktif dan melawan tahanan
5 = kekuatan otot normal.
g. Integumen
- Gejala (Subyektif): Pasien tidak ada keluhan pada kulit.
- Tanda (Obyektif): terdapat lesi insisi post op apendiktomy pada

abdomen kanan bawah, kemerahan (-), turgor kulit menurun,

jaundice (-).

14. Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium darah, tanggal 19 oktober 2017.

Hasil
No. Jenis Pemeriksaan Metode Normal
Pemeriksaan
ELEKTROLIT ISE
1. Clorida serum ISE 98 94-111 meg/L
2. Kalium serum ISE 4.0 3,8-5,0 meq/L

11
3. Natrium serum ISE 133 136-144 meq/L
FAAL GINJAL
1. Serum kreatinin Jaffe 0,91 0,50-1,10
2. Urea Bartelot 17 10-50 mg/dl
FAAL HATI
1. SGOT IFCC 34 <37 u/L
2. SGPT IFCC 51 <39 u/L
GLUKOSA DARAH
1. Glukosa darah acak Hexokinase 102 <200 mg/dl
HEMATOLOGI ANALYZER
1. Hemoglobin DC Detection 13,3 L= 13,2-17,3 g/dl
P= 11,7-15,5 g/dl
2. Leukosit Flowcytometri 11.900 L= 3800-10600/uL
P= 3600-11000/uL
3. LED Westergren 85-100 10-20 /jam
4. Diff count Slide 0-0-0-90-10-0 2-4/0-1/50-70/25-
40/2-8
5. PVC Flowcytometri 37,4 L= 40-52%
P= 35-47%
6. Trombosit Flowcytometri 365.000 150000-440000/uL

15. Terapi

Hari/Tanggal Terapi Dosis


Senin, 23/10/2017 Pemberian terapi iv line 1 jalur:
Assering 1500 cc/24 jam 16 tpm
Pemberian terapi medis:
Santagesik 3x1mg
Vicilin 3x1500 mg
Metronidazol 2x500 mg
Ranitidin 2x50 mg
Selasa, 24/10/2017 Pemberian terapi iv line 1 jalur:
Assering 1500 cc/24 jam 16 tpm
Pemberian terapi medis:
Santagesik 3x1mg
Vicilin 3x1500 mg
Metronidazol 2x500 mg
Ranitidin 2x50 mg
Rabu, 25/10/2017 Pemberian terapi iv line 1 jalur:
Assering 1500 cc/24 jam 16 tpm
Pemberian terapi medis:
Santagesik 3x1mg
Vicilin 3x1500 mg
Metronidazol 2x500 mg
Ranitidin 2x50 mg

12
2.2 Analisa Data
ANALISA DATA
Nama Pasien : Tn. S No. RM : 2487xx
Diagnosa Medis : Apendiksitis Ruangan : Teratai

No. Data Etiologi Masalah


Dx Keperawatan
1. DS: Px. Mengatakan nyeri pada Trombosisipada vena Nyeri akut
area luka operasi, seperti di intramural
tusuk-tusuk, nyeri terasa saat
bergerak. Pembengkakan dan iskemia
DO:
Wajah tampak meringis Apendictomy
Skala 5
TTV: TD: 120/90 mmHg, RR: Terputusnya konitnuitas
20 x/menit, N: 84 x/menit, S: jaringan

36,90C
Luka post op
2. DS: Px. Mengatakan nafsu Peningkatan tekanan Nutrisi Kurang
makan berkurang. intraluminal dari kebutuhan
DO: tubuh.
Makan habis 2 sendok bubur Mual, muntah
halus, Muntah (-).
Mukosa bibir kering, BB Nafsu makan menurun
sebelum sakit 60 kg
BB saat MRS 58 kg. anoreksia
Hb 13,3 /dl
3. DS: Px mengatakan ada luka Apendictomy Resiko tinggi
operasi pada perut kanan bawah. infeksi
DO: Luka post op
Luka tertutup dengan panjang 5
cm. Pus (+) kontak dengan lingkungan
Leukosit 11.900 /uL luar
Kemerahan (-), Gatal (-)
TTV: Kebersihan luka tidak
TD: 120/90 mmHg, RR: 20 adekuat
x/menit, N: 84 x/menit, S:
36,90C Penurunan imun tubuh

2.3 Diagnosa Keperawatan


DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. S No. RM : 2487xx
Diagnosa Medis : Apendiksitis Ruangan : Teratai

No. Tanggal Diagnosa Keperawatan Paraf


Dx Muncul
1. Senin, Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
13
23/10/2017 jaringan, luka post op di tamdai dengan skala 5, wajah
tampak meringis.
2. Senin, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
23/10/2017 anoreksia di tandai dengan makan habis 2 sendok, BB
sebelum sakit 60 kg, BB saat MRS 58 kg.
3. Senin, Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kebersihan
23/10/2017 luka tidak adekuat, penurunan imun tubuh.

2.4 Intervensi Keperawatan


2.5 Implementasi Keperawatan
2.6 Evaluasi Keperawatan

14

You might also like