You are on page 1of 16

Fatty Liver dan Penatalaksanaannya

Elsa Noviranty
102014091
F2
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat 11470
Email : elsanoviranty@gmail.com

Abstract
Fatty liver is a disease that attacks the liver in the presence of excessive accumulation of fat in
liver cells. Normally, the liver does contain fat, but if the levels of fat in the liver, the excess portion
of the liver cells are replaced by fat cells. Some of the literature found that fatty liver is the initial
abnormality in the spectrum of NAFLD (nonalcoholic fatty liver Deases). One of the hypotheses
regarding the pathogenesis of NAFLD is the "two-hit" hypothesis. Usually patients complain of
vague abdominal pain in the right upper quadrant (under the arch of the costae on the right side).
If detected by ultrasonography (USG) there is a bright picture of the liver. Lifestyle changes into
the main containment procedures in this case can also be diikutin by administration of
pharmacological aimed at measures to control risk factors. If no immediate action or lifestyle
changes, the fatty liver can progress to NASH NAFLD even that leads to cirrhosis of the liver.
Keywords : Fatty liver, Obesity, NAFLD
Abstrak
Fatty liver adalah penyakit yang menyerang organ hati dengan adanya penimbunan lemak yang
berlebihan di sel-sel hati. Normalnya hati memang mengandung lemak, namun jika kadar lemak
dalam hati berlebih maka sebagian sel-sel hati akan diganti dengan sel lemak. Beberapa literatur
berpendapat bahwa fatty liver adalah kelainan awal dalam spektrum NAFLD (nonalcoholic fatty
liver deases). Salah satu hipotesa mengenai patogenesis NAFLD adalah two-hit hypothesis. Biasanya
pasien mengeluhkan nyeri perut yang samar pada kuadran kanan atas (di bawah arcus costae pada
sisi kanan). Jika di deteksi dengan ultrasonografi (USG) terdapat gambaran bright liver. Perubahan
gaya hidup menjadi penatalaksaan utama pada kasus ini dapat pula diikutin dengan pemberian
farmakologis yang ditujukan untuk pada tindakan untuk untuk mengontrol faktor resiko. Jika tidak

1
segera dilakukan tindakan atau perubahan gaya hidup, maka fatty liver dapat berkembang menjadi
NAFLD bahkan NASH yang berujung pada sirosis hati.

Kata Kunci : Fatty liver, Obesitas, NAFLD


Pendahuluan
Gaya hidup yang tak sehat dapat menimbulkan berbagai macam keadaan buruk yang
mengancam tubuh kita yang nantinya akan mengganggu jalannya metabolism tubuh. Salah satunya
adalah obesitas. Obesitas merupakan suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang
terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang
kemudian menurunkan harapan hidup dan meningkatkan masalah kesehatan. Seseorang dianggap
menderita kegemukan (obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang diperoleh dari
hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih dari
30 kg/m. Obesitas dapat meningkatkan peluang timbulnya beberapa penyakit salah satunya adalah
fatty liver. Pada makalah ini penulis akan membahas mengenai fatty liver yang disebabkan oleh
obesitas sesuai dengan kasus yang penulis dapatkan.

Kasus

Seorang laki laki 35 tahun datang dengan keluhan perut terasa begah, tidak nyaman pada
perut kanan atas sejak 1 bulan lalu.

Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yaitu segala hal
yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis atau medical history adalah informasi yang
dikumpulkan oleh seorang dokter dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun dari
orang yang dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan pasien
(allo-anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter biasanya
akan menanyakan identitas dan keadaan pasien meliputi:1

1. Nama lengkap
2. Jenis kelamin

2
3. Umur
4. Tempat tanggal lahir
5. Alamat tempat tinggal
6. Status perkawinan
7. Pekerjaan
8. Suku bangsa
9. Agama
10. Pendidikan
Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien. Riwayat
pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa penting pasien
dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat. Termasuk dalam
riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat pendidikan
dan masalah keluarga.1
Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah menanyakan
keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga dan
riwayat sosial.1
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita
sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan
tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk memulai evaluasi
pasien.

Berdasarkan anamnesa didapatkan informasi bahwa pada saaat pasien diperiksa oleh
bagian kesehatan di tempat kerjanya didapatkan hasil pasien tersebut mengalami obesitas,
gangguan fungsi hati, dan hipertrigliseridemia. Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman pada
bagian kuadran kanan atas perutnya sejak 1 bulan yang lalu. Pasien sendiri diketahui tidak
memiliki riwayat sebagai peminum alcohol.

3
Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien saat
pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi dan aktivitasnya baik
dalam keadaan berbaring atau berjalan.2
Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai dengan
pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat kesadaran,
serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.2
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan hasil berupa tanda-tanda vital
dalam batas normal, keadaan umum sakit ringan, kesadaran compos mentis, TB : 165 cm, BB : 95
kg, pada palpasi hati didapatkan pembesaran hati sebesar 1 jari dibawah arcus costa dan 3 jadi
dibawah processus xypoideus dengan tepi tumpul, permukaannya rata, nyeri tekan negatif serta
konsistensi yang kenyal.
Working Diagnosis : Fatty Liver
Fatty liver adalah penyakit yang menyerang organ hati dengan adanya penimbunan lemak
yang berlebihan di sel-sel hati. Normalnya hati memang mengandung lemak, namun jika kadar
lemak dalam hati berlebih maka sebagian sel-sel hati akan diganti dengan sel lemak. Dikatakan
sebagai perlemakan hati apabila kandungan lemak dihati (sebagian besar terdiri atas trigliserida)
melebihi 5% dari seluruh berat hati. Karena pengukuran berat hati sangat sulit dan tidak praktis,
diagnose dibuat berdasarkan analisis specimen biopsy jaringan hati, yaitu ditemukannya minimal
5-10% sel lemak dari keseluruhan hepatosit.3

Beberapa literatur berpendapat bahwa fatty liver adalah kelainan awal dalam spektrum
NAFLD (nonalcoholic fatty liver deases). Fatty liver sederhana hanya terkait dengan akumulasi
lemak di dalam sel-sel hati tanpa peradangan atau fibrosis (scarring). Lemak sesungguhnya terdiri
dari tipe lemak khusus (triglyceride) yang berakumulasi pada kantong kecil di dalam sel-sel hati.
Akumulasi lemak di dalam sel-sel hati tidak sama dengan sel-sel lemak (adipocytes) yang
membentuk lemak tubuh kita. Fatty liver adalah kondisi yang tidak berbahaya, yang berarti dia
sendiri tidak akan menyebabkan kerusakan hati yang signifikan. Jadi fatty liver adalah kelainan
permulaan didalam spektrum NAFLD. Tingkat selanjutnya dan derajat keparahan dalam spektrum
NAFLD adalah NASH (nonalcoholic steatohepatitis). Beruntung hanya sebagian kecil dari pasien
dengan fatty liver sederhana yang berkembang menjadi NASH. Seperti yang sudah disinggung,
NASH melibatkan akumulasi lemak di dalam sel-sel hati dan juga peradangan hati. Sel-sel yang
4
meradang dapat menghancurkan sel-sel hati (hepatocellular necrosis). Dalam istilah
"steatohepatitis" dan "steatonecrosis", steato mengacu pada fatty infiltration, hepatitis mengacu
pada peradangan di dalam hati, dan necrosis mengacu pada sel-sel hati yang rusak. Bukti kuat
menunjukan bahwa NASH, berlawanan dengan fatty liver sederhana, bukanlah suatu kondisi yang
tidak berbahaya. Ini berarti bahwa NASH pada akhirnya dapat menjurus ke fibrosis hati dan
kemudian fibrosis berlanjut dan tidak dapat dikembalikan seperti semula (sirosis). Sirosis yang
disebabkan oleh NASH adalah tingkat terakhir dan yang paling buruk dalam spektrum NAFLD.3,4

Patogenesis

Patogenesis NAFLD sampai saat ini belum jelas, salah satu hipotesa mengenai patogenesis
NAFLD adalah two-hit hypothesis yang diperkenalkan oleh Day dan James pada tahun 1998.
Berdasarkan paradigma ini, abnormalitas primer adalah gangguan metabolik, paling sering akibat
resistensi insulin, yang menyebabkan NAFLD. Kemudian terjadi second hit menyebabkan
terjadinya injury dan inflamasi, atau NASH dan sekuelenya.3
Hit pertama terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit yang dapat terjadi karena
berbagai keadaan, seperti dyslipidemia, diabetes militus, dan obesitas. Seperti diketahui bahwa
dalam keadaan normal, asam lemak bebas dihantarkan memasuki organ hati lewat sirkulasi darah
arteri dan portal. Di dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami metabolism lebih lanjut, seperti
proses re-esterifikasi menjadi trigliserida atau digunakan untuk pembentukan lemak lainnya.
Adanya peningkatan massa jaringan lemak tubuh, khususnya pada obesitas sentral, akan
meningkatkan pengelepasan asam lemak bebas yang kemudian menumpuk didalam hepatosit.
Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan
esterifikasi lemak. Proses ini terfokus di mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan
mengakibatkan kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai hit kedua.
Peningkatan stress oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena retensi insulin, peningkatan
konsentrasi endotoksin dihati, peningkatan aktivitas sitokrom P-450 2E1, peningkatan cadangan
besi dan menurunnya aktivitas anti oksidan. Ketika stress oksidatif yang terjadi dihati melebihi
kemampuan perlawanan anti oksidan, maka aktifasi sel stelata dan sitokin pro inflamasi akan
berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan hepatosit dan kematian sel, pembentukan
badan Mallory, serta fibrosis. Meskipun teori two-hit sangat popular dan dapat diterima, agaknya

5
penyempurnaan akan terus dilakukan karena makin banyak yang berpendapat bahwa yang terjadi
sesungguhnya lebih dari dua hit.3,4

Differential Diagnosis
1. NAFLD (nonalcoholic fatty liver deases)

NAFLD atau nonalcoholic fatty liver deases merupakan penyakit inflamasi kronis
yang meliputi rentang penyakit yang luas: dari simple steatosis; steatohepatitis, fibrosis
dan cirrhosis; hingga hepatocarcinoma. NAFLD merupakan istilah yang digunakan untuk
menjelaskan spektrum abnormalitas histologi, dari benign steatosis hingga nonalcoholic
steatohepatitis (NASH), pada orang yang mengonsumsi sedikit alkohol atau tidak
mengonsumsi alcohol. Meskipun riwayjat NAFLD belum sepenuhnya dipahami, namun
data yang saat ini tersedia menunjukkan bahwa NAFLD memiliki potensi untuk menjadi
sirosis, hepatocellular carcinoma (HCC), end-stage liver disease, liver-related death, dan
kekambuhan setelah transplantasi. Terdapat pula spektrum yang berbeda dari penyakit ini,
yakni yang disebut NAFLD-associated subacute liver failure. NAFLD memiliki
karakteristik kerusakan hati yang sama dengan yang disebabkan oleh alkohol, namun
NAFLD ini terjadi pada individu yang tidak mengonsumsi alkohol dalam jumlah toksik.5
NAFLD merupakan salah satu gangguan hati yang memiliki karakteristik steatosis
makrovesikuler yang terjadi tanpa pengonsumsian alkohol atau pengonsumsian alkohol
pada batas yang dapat ditoleransi oleh hati (kurang dari 40 gram etanol per minggu).
Gangguan hati tersebut dapat bervariasi mulai dari steatosis hepatis sederhana tanpa
disertai peradangan atau fibrosis sampai steatosis hepatis dengan komponen
nekroinflamasi yang dapat atau tidak memiliki hubungan dengan fibrosis (non-alcoholic
steatohepatitis-NASH) dan dapat berlanjut menjadi sirosis. Meskipun hubungan antara
steatosis makrovesikuler pada hati dengan perubahan peradangan dan fibrosis pada
obesitas telah diketahui selama beberapa dekade, namun secara klinis hal tersebut masih
diabaikan. Istilah nonalcoholic steatohepatitis pertama kali dikenalkan pada tahun 1980
oleh Ludwig et al dan digunakan untuk mendeskripsikan keluhan klinis di mana hasil
biopsi hati penderita mirip dengan alkoholik hepatitis namun hampir tidak ada riwayat
mengonsumsi alkohol secara signifikan.4,5

6
2. NASH (nonalcoholic steatohepatitis)

Perlemakan hati nonalkoholik atau nonalcoholic steatohepatitis (NASH) adalah


penyakit hati yang semakin disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati lanjut.
Spektrum penyakit perlemakan hati ini dimulai dari timbunan lemak hati sederhana (simple
steatosis) sampai pada steatohepatitis nonalkoholik, fibrosis, dan sirosis hati. Meskipun
riwayat NASH belum sepenuhnya dipahami, namun berdasarkan data yang saat ini tersedia
menunjukkan bahwa NASH memiliki potensi untuk menjadi sirosis hepatis pada 25%
pasien, hepatocellular carcinoma (HCC), end-stage liver disease, liver-related death pada
10% kasus kematian yang berhubungan dengan kerusakan hati, dan kekambuhan setelah
transplantasi. Gambaran umum NASH adalah perlemakan pada hati yang diikuti dengan
inflamasi dan kerusakan hati. Pada gambaran histopatologi menunjukkan adanya
kerusakan hati yang diinduksi oleh alkohol tetapi terjadi pada orang yang tidak
mengonsumsi alkohol. Sebagian besar penderita NASH tidak merasa gejala apapun dan
tidak menyadari bahwa mereka mempunyai masalah pada hati. NASH dapat menjadi parah
dan berkembang menjadi sirosis hepatis, di mana hati mengalami kerusakan yang
permanen, mengecil, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Penyakit
perlemakan hati nonalkoholik sebaiknya dibedakan dengan steatosis dengan atau tanpa
hepatitis yang berasal dari penyebab sekuder karena mempunyai patogenesis dan hasil
yang berbeda.5

Biopsi hati merupakan baku emas (gold standard) pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium tidak dapat secara akurat membedakan
steatosis dengan steatohepatitis atau perlemakan hati nonalkoholik dengan perlemakan hati
alkoholik. Pencitraan dengan ultrasonografi dapat juga dijadikan pilihan untuk mendeteksi
perlemakan hati.Sampai sekarang ini, terapi spesifik untuk NASH masih terbatas. Belum
ada terapi yang secara universal dapat dikatakan efektif. Strategi pengobatan cenderung
dilakukan dengan pendekatan empiris karena patogenesis penyakit juga belum begitu jelas
diketahui. Modifikasi gaya hidup, seperti pengontrolan berat badan, diet yang seimbang,
olah raga yang cukup, dan menghindari konsumsi alkohol menjadi rekomendasi
pengobatan yang sangat penting.3,5

7
Gejala dan Tanda
Secara umum, gejala-gejala dari NAFLD dan NASH sama. Keduanya muncul perlahan dan
tidak spesifik (dapat juga diamati pada penyakit-penyakit lainnya). Keduanya dapat terjadi baik
pada usia dewasa, maupun pada anak-anak, umumnya timbul pada usia di atas 10 tahun.
Kebanyakan pasien tidak menampakkan gejala. Namun mereka kadang mengalami nyeri perut
yang samar pada kuadran kanan atas (di bawah arcus costae pada sisi kanan). Nyeri ini memiliki
karakteristik tumpul, tanpa didahului suatu pola kejadian yang dapat diprediksikan. Nyeri bukan
dirasakan sebagai suatu nyeri hebat, tiba-tiba, dan sangat nyeri, misalnya seperti pada
cholelithiasis. Nyeri abdomen pada NAFLD dan NASH diperkirakan disebabkan oleh peregangan
dari kapsula hati ketika hati membesar dan/atau ketika ada peradangan dalam hati.5

Beberapa pasien melaporkan adanya rasa lemah, malaise, keluhan tidak enak dan seperti
mengganjal dibagian perut kanan atas. Pada kebanyakan pasien, hepatomegaly merupakan satu-
satunya kelainan fisis yang didapatkan. Umumnya pasien dengan perlemakan hati non alkoholik
ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya dalam medical check-
up. Sebagian lagi datang dengan komplikasi sirosis seperti asites, perdarahan varises atau bahkan
sudah berkembang menjadi hepatoma.Berlawanan dengan ALD, HBV, and HCV; gejala-gejala
dari gagal hati (disebabkan oleh hepatitis berat) yang berat dan akut tidak teramati pada NAFLD
atau NASH. Gejala dan tanda dari gagal hati meliputi kulit yang menguning (jaundice), kelelahan
yang berat, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan kebingungan.4,5

Tanda-tanda klasik dari resistensi mendominasi tes fisik pada NAFLD dan NASH. Seperti
yang telah disebutkan di atas, obesitas (terutama obesitas perut) adalah penemuan yang paling
sering. Sebagai tambahan, pasien-pasien dengan DM tipe 2 yang sudah berjalan lama mungkin
mempunyai komplikasi-komplikasi dari diabetes, seperti retinopathy, gagal ginjal, dan penyakit
jantung koroner. Hipertensi juga seringkali terjadi. Acanthosis nigricans, suatu pewarnaan gelap
dari kulit ketiak dan leher, merupakan suatu tanda dari resistensi insulin dan sering didapatkan
pada anak-anak dengan NASH. Ketika hati dipalpasi, umumnya dirasakan normal. Namun, secara
umum, ketika terdapat akumulasi lemak dalam jumlah besar di hati, maka hati akan menjadi sangat
besar dengan tepi yang lunak dan membulat, sehingga dapat dengan mudah dipalpasi.6

8
Sirosis pada tahapan NAFLD umumnya terjadi pada usia lanjut, yakni sekitar 50 hingga 60
tahun, yang diperkirakan bertahun-tahun setelah terjadinya NASH. Seringkali pada tahap ini,
pasien mengalami DM tipe 2 yang bergantung pada insulin. Pasien-pasien NASH dengan sirosis
dapat tidak menunjukkan gejala (asimptomatis) jika terdiagnosa lebih dini. Namun mereka dapat
menunjukkan tanda-tanda khas dari sirosis yang terkompensasi maupun yang tidak terkompensasi
(decompensated cirrhosis). Tanda-tanda dari sirosis yang terkompensasi meliputi hati yang
membesar dan mengeras, pembuluh-pembuluh darah kecil menyerupai bentuk bintang (spider
angiomata) pada kulit tubuh bagian atas, bercak kemerahan pada bagian thenar dan hipothenar
(palmar erythema), kuku-kuku yang memutih (white nail), rambut tipis yang seperti sutra,
kehilangan rambut-rambut tubuh, vena yang menonjol pada perut (abdominal collateral veins),
menstruasi tidak teratur atau amennorrhea pada wanita sebelum menopause, atrofi testis serta
kadang pembesaran payudara pada pria (gynecomastia). Tanda-tanda dari sirosis yang tidak
terkompensasi (decompensated cirrhosis) meliputi semua yang telah disebutkan diatas, namun
terjadi pengkerutan hati dan mungkin bengkak di kaki (edema), akumulasi cairan di perut (ascites),
perdarahan dari vena-vena esophagus (varices), dan hepatic encephalopathy.4,5,6

Fatty liver juga terdapat dalam beberapa sindroma lainnya. Sebagai contoh, fatty liver terjadi
pada polycystic ovarian, dimana polycystic ovarian dihubungkan dengan obesitas, rambut yang
berlebihan (hirsutisme), dan resistensi insulin. Gejala-gejala lipodystrophy sejak lahir, yang
merupakan kelainan yang jarang, dimana lemak pada tubuh dan ekstremitas bergeser ke perut,
adalah juga berhubungan dengan suatu fatty liver yang membesar. Sebagian besar pasien dengan
NAFLD (45 - 100%) tidak memiliki gejala maupun tanda penyakit hati pada saat diagnosa. Pada
pasien-pasien ini, hasil tes fungsi hati yang abnormal seringkali ditemukan secara tidak sengaja.
Saat terdapat gejala, seringkali gejalanya tidak spesifik seperti kelelahan yang persisten (50 - 73%),
pruritus (0 - 6%), oedema (2 - 10%), malaise, dan right upper quadrant discomfort atau nyeri.
Gambaran lain seperti perdarahan saluran cerna (0 - 3%), jaundice (0 - 5%), ascites (0 - 3%),
pruritus, dan oedema merupakan gambaran dari penyakit hati berat. Ascites, hepatic
encephalopathy, dan variceal bleeding menunjukkan terjadinya sirosis hepatis karena NASH
progresif.5,6

9
Ketika penyakit tidak berlanjut, hepatomegali yang halus, difus, dan tidak lunak terjadi pada
25 - 53% pasien. Pasien biasanya obese dan/atau mengalami diabetes. Penyakit lanjut mungkin
disertai right hypochondrium tenderness, jaundice, palmar erythema, spider angioma, portal
hypertension, ascites, varices, dan splenomegaly.6

Diagnosis
Diagnosa NAFLD ditegakkan setelah mengeksklusi penyebab lain dari disfungsi hati. Hal
ini dilakukan dengan memastikan tidak adanya penyalahgunaan alkohol, infeksi virus, autoimun,
metabolik, herediter atau penyebab lain patologi hati. Secara umum, tidak adanya penyalahgunaan
alkohol atau konsumsi alkohol < 20 gram / hari dalam waktu lama, dan hasil tes serologi terhadap
hepatitis B dan C negatif seharusnya meningkatkan kecurigaan terjadinya NAFLD.7

1. Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan labolatorium yang bisa secara akut membedakan steatosis
dengan steatohepatitis, atau perlemakan hati non alkoholik dengan perlemakan hati
alkoholik. Peningkatan ringan sampai sedang, konsentrasi aspartate aminotransferase
(AST), alainine aminotransferase (ALT), atau keduanya merupakan kelainan hasill
pemeriksaan labolatorium yang paling sering di dapatkan pada pasien pasien dengan
perlemakan hati non alkoholik. Beberapa pasien datang dengan enzim hati yang normal
sama sekali. Kenaikan enzim hati biasanya tidak melebihi empat kali dengan rasio
AST:ALT kurang dari satu, tetapi pada fibrosis lanjutan rasio ini dapat mendekati atau
bahkan melebihi satu. Pemeriksaan laboratorium lain seperti fosfatase alkali, g-
glutamiltransferase, ferritin darah atau saturasi transferrin juga dapat meningkat,
sedangkan hipoalbuminemia, waktu protombin yang memanjang, dan hiperbilirubinemia
biasanya ditemukan pada pasien yang sudah menjadi sirorosis.

Dislipidemia ditemukan pada 21-83% pasien dan biasanya berupa peningkatan


konsentrasi trigliserida. Karena diabetes merupakan salah satu factor risiko perlemakan
hati non alkoholik, maka tidak jarang terdapat pula peningkatan konsentrasi gula darah.

10
2. Imaging

Ultrasonografi merupakan pilihan terbaik saat ini, walaupun CT scan dan MRI juga
dapat digunakan. Pada ultrasonografi, infiltrasi lemak di hati akan menghasilkan
peningkatan difus ekogenesitas (hiperekoik, bright liver). Terbukti ketiga teknik diatas
dapat memiliki sensitifitas yang baku untuk mendeteksi perlemakan hati non alkoholik
dengan deposisi lemak di hati lebih dari 30%, tetapi tidak satupun dari ketiga alat tersebut
dapat membedakan perlemakan hati sederhana dari steatohepatitis. Infiltrasi lemak di hati
menghasilkan gambar parenkim hati dengan densitas rendah yang bersifat difus pada CT
scan, meskipun adakalanya berbentuk fokal. Gambaran fokal ini dapat disalahartikan
sebagai massa ganas dari hati. Pada keadaan seperti itu MRI bisa dipakai untuk
membedakan nodul akibat keganasan dari infiltrasi fokal lemak dan hati.

Gambar 1. Bright liver pada ultrasonografi8

11
3. Histologi

Biopsi hati merupakan baku emas (gold standard) pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis dan sejauh ini masih menjadi satu satunya metode untuk
membedakan steatosis non alkoholik dengan perlemakan tanpa atau disertai inflamasi.
Masih menjadi perdebatan apakan biopsi hati perlu dilakukan sebagai pemeriksaan rutin
dalam proses penegakan diagnosis perlemakan hati non alkoholik. Sebagian ahli
mendukung dilakukannya biopsy karena pemeriksaan histopatologi mampu
menyingkirkan etiologi penyait hati lain, membedakan steatosis dari steatohepatitis,
memperkirakan prognosis dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktuSecara
histologis, perlemakan hati non alkoholik tidak dapat dibedakan dengan kerusakan hati
akibat alcohol. Gambaram biopsy hati antara lain berupa steatosis, infiltrasi sel radang,
hepatocyte ballooning dan nekrosis, nucleus glikogen, Mallorys hyaline, dan fibrosis.

Hasil dari pemeriksaan penunjang pada kasus yang penulis dapatkan didapatkan bahwa
USG abdomen ditemukan starry sky pattern pada hepar, SGOT 40 u/L, SGPT 50 u/L.

Penatalaksanaan
Belum ada terapi yang secara universal dapat dikatakan efektif, strategi pengobatan
cenderung dilakukan dengan pendekatan empiris karena pathogenesis penyakitnya juga belum
begitu jelas diketahui. Pengobatan lebih ditujukan pada tindakan untuk untuk mengontrol factor
resiko, seperti memperbaiki resistensi insulin dan mengurangi asupan asam lemak ke hati,
selanjutnya baru pemakaian obat yang dianggap memiliki potensi hepatoprotektor. Pengontrolan
factor resiko tersebut antara lain adalah dengan mengurangi berat badan denhan diet dan latihan
jasmani. Target penurunan berat badan adalah intuk mengoreksi resistensi insulin dan obesitas
sentral, bukan untuk memperbaiki bentuk tubuh. Perlu diperhatikan bahwa penurunan berat badan
terlalu drastis atau fluktuasi berat badan yang bolak balik naik turun (sindrom yo-yo) justru
memicu progresi penyakit hati. Hal ini terjadi akibat meningkatnya aliran asam lemak bebas ke
hati sehingga peroksidasi lemakpun turut meningkat. Sebaliknya penurunan berat badan bertahap
ternyata tidak mudah dilakukan dan seringkali sulit untuk dipertahankan.6,7

12
Latihan jasmani dan pengaturan diet menjadi inti terapi dalam usaha mengurangi berat
badan. Aktifitas fisik hendaknya berupa latihan bersifat aerobic paling sedikit 30 menit sehari.
Sangat penting untuk mencapai target denyut nadi, tetapi tidak perlu mejalankan latihan yang
terlalu berat. Esensi pengaturan diet tidak berbeda dengan pengaturan diet pada diabetes:
mengurang asupan lemak total menjadi <30% dari total asupan energy, mengurangi asupan lemak
jenuh, mengganti dengan karbohidrat komplekas yang mengandung setidaknya 15 gr serta serta
kaya akan buah dan sayuran. Setelah gagal dengan pengaturan diet dan latihan jasmani tidak jarang
pasien beralih kepada terapi pembedahan. Terlihat adanya perbaikan pada gambaran histologi hati
serta parameter umum sindrom metabolik. Sekali lagi harus diingatkan potensi timbulnya
eksarbasi steatohepatitis pada penurunan berat badan yang terlalu cepat.5,7

Tatalaksana Farmakologis

Selain perubahan gaya hidup, dapat pula diberikan pengobatan tetapi pengobatan lebih
ditujukan pada tindakan untuk untuk mengontrol factor resiko, seperti memperbaiki resistensi
insulin dan mengurangi asupan asam lemak ke hati, selanjutnya baru pemakaian obat yang
dianggap memiliki potensi hepatoprotektor.7

1. Anti diabetik dan insulin sensitizer


Pemberian metformin dapat meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan
mnurunkan glukosa hati. Tiazolidindion adalah oabt antidiabetik yang bekerja sebagai
ligan untuk PPARg ddan memperbaiki sensitifitas insulin pada jaringan adiposa. Terapi
tizolidindion terbukti mengurangi inflamasi di hati.
2. Obat anti hyperlipidemia
Studi menggunakan gemfibrozil menunjukan perbaikan ALT dan konsentrasu lipid
setelah pemberian obat selama satu bulan, tetapi evaluasi histologi tidak dilakukan. Sebuah
studi pendahuluan dengan sampel kecil memperlihatkan perbaikan parameter biokimiawi
dan histologi pada sekelompok pasien yang mendapat atorvastatin
3. Antioksidan
Berdasarkan patogenesisnya, terapi antioksidan diduga berpotensi untuk mencegah
progresi steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis antara lain adalah vitamin E (a-
tokoferol), vitamin C, betain dan N-asetilsistein

13
4. Hepatoprotektor

Ursodeoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu dengan banyak potensi,


seperti efek imunomodulator, pengaturan lipid, dan efek sitoproteksi

Prognosis
Jika tidak ada perubahan gaya hidup pada penderita fatty liver, maka penyakit tersebut
akan berkembang lebih lanjut menjadi NAFLD dan bahkan bisa menjadi NASH yang dapat
berujung pada sirosis hati.5

Komplikasi
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada penderita fatty liver antara lain yaitu, pada pasien
dengan perlemakan hati non alkoholik dapat berkembang menjadi sirosis. Tahap akhir dari NASH
sering kali tidak dapat dikenali dan menyebabkan sirosis kriptogenik. Fibrosis yang progresid
seringkali tertutupi oleh steatosis yang stabil atau bahkan membaik. Sirosis tersebut meningkatkan
risiko terjadinya karsinoma hepatoselular.5

Epidemiologi
Di Indonesia penelitian mengenai perlemakan hati non alkoholik masih belum banyak.
Lesmana melaporkan 17 pasien steatohepatitis non alkoholik, rata-rata berumur 42 tahun dengan
29 % gambaran histologi hati menunjukkan steatohepatitis disertai fibrosis. Sebuah studi populasi
dengan sampel cukup besar oleh Hasan dkk mendapatkan pravalensi perlemakan hati non
alkoholik sebesar 30,6%. Faktor resiko penting yang dilaporkan adalah obesitas, diabetes militus
(DM) dan hipertigliseridemia.7

Kesimpulan
Fatty liver adalah penyakit yang menyerang organ hati dengan adanya penimbunan lemak
yang berlebihan di sel-sel hati. Beberapa literatur berpendapat bahwa fatty liver adalah kelainan
awal dalam spektrum NAFLD (nonalcoholic fatty liver deases). Salah satu hipotesa mengenai
patogenesis NAFLD adalah two-hit hypothesis. Biasanya pasien mengeluhkan nyeri perut yang samar
pada kuadran kanan atas (di bawah arcus costae pada sisi kanan). Jika di deteksi dengan
ultrasonografi (USG) terdapat gambaran bright liver. Perubahan gaya hidup menjadi penatalaksaan
utama pada kasus ini dapat pula diikutin dengan pemberian farmakologis yang ditujukan untuk
pada tindakan untuk untuk mengontrol faktor resiko. Jika tidak segera dilakukan tindakan atau

14
perubahan gaya hidup, maka fatty liver dapat berkembang menjadi NAFLD bahkan NASH yang
berujung pada sirosis hati.

15
Daftar Pustaka

1. Dewi RS. Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: Deepublish; 2014.h.9-10


2. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes
Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,Simadibrata M, Setiyohadi B, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2015.h.3442-63.
4. Patric, Davery. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. h. 226-230
5. Bakta Made, Suastika Ketut. Gawat darurat penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2007. h.65-73
6. Kuntz E, Kuntz HD. Hepatology, principles and practice: history, morphology,
biochemistry, diagnostic, clinic, therapy. Berlin: Springer Medizin Verlag; 2006. h.80-88
7. .\Longo D, Fauci A. Harrisson gastrointestinalogi & hepatologi. Jakarta: EGC; 2010.
h.374-379
8. Gambaran ultrasonografi pada fattu liver, diunduh dari : www.medscape, 12 Juni 2016

16

You might also like