Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
EZRA SENNA P
20120310193
Diajukan kepada :
REFERAT
Oktober 2017
Oleh :
EZRA SENNA P
20120310193
Disetujui oleh :
AssalamualaikumWr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul:
Penulis meyakini bahwa referat ini tidak akan dapat tersusun tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Semoga pengalaman dalam membuat referat ini dapat memberikan hikmah bagi
semua pihak. Mengingat penyusunan referat ini masih jauh dari kata sempurna, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat menjadi masukan berharga sehingga menjadi
acuan untuk penulisan referat selanjutnya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Graves Disease berasal dari dari nama Robert J. Graves, MD tahun 1830,
adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroid yang ditemukan dalam
sirkulasi darah. Graves disease lazimnya juga disebut penyakit Basedow. Struma
adalah istilah lain untuk pembesaran kelenjar tiroid yang abnormal yang
penyebabnya bisa bermacam-macam.(1)
Faktor resiko terjadinya penyakit Graves disebabkan oleh faktor genetik dan
lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang belum diketahui secara pasti
meningkatnya resiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri
penyakitnya penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara
lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin
Stimulating Hormone Receptor Antibody/ TSHR-Ab) dengan kadar yang
bervariasi.(2,3)
1.2.Tujuan
Memaparkan definisi, patofisiologi, epidemiologi, etiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan penyakir graves.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit Graves adalah suatu penyakit autoimun yang biasanya ditandai
oleh produksi autoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid.
Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan
gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftalmopati
(eksoftalmus) dan kadan-kadang dengan dermopati.(4)
2.2. Etiologi
Penyakit Graves merupakan suatu penyakit autoimun yaitu saat tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu
sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih
belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang
mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan
sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid ( menyebabkan gondok membesar
difus).(3)
6
2.3. Epidemiologi
Di antara pasien yang hipertiroid ditemukan sekitar 60% - 80% merupakan
penyakit Graves, tergantung pada beberapa faktor, terutama intake yodium.
Insiden tiap tahun pada wanita berusia diatas 20 tahun sekitar 0,7 % per 1000.
Tertinggi pada usia 40-60 tahun. Angka kejadian penyakit Graves 1/5-1/10 pada
lelaki maupun perempuan, dan tidak umum didapatkan pada anak-anak.
Prevalensi penyakit Graves sama pada orang kulit putih dan Asia dan lebih rendah
pada orang kulit hitam.(5)
2.4. Patofisiologi
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap
antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan
merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut.
Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH di dalam
membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid
dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah
mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit.
Mekanisme autoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis
terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.(3)
7
Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan
katekolamin, seperti takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya
hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin diduga disebabkan karena
terjadinya peningkatan reseptor katekolamin didalam otot jantung.(3)
8
2.5. Manifestasi klinis
Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu
tiroidal dan ekstratiroidal yang keluhan mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal
berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid. Gejala-gejala hipertiroidisme
berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan.
Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak
bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan
meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan srta atrofi otot.
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopatidan infiltrasi kulit lokal yang
biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada
50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar,
kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti
gerakan mata) dan kegagalan konvergensi.Gambaran klinik klasik dari penyakit
Graves antara lain adalah tri tunggal hipertiroidisme, goiter difus, dan
eksoftalmus.(6,7)
2.6. Diagnosis
Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang
sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa
penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan
utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebar-debar
9
atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 gejala
yang menonjol, yaitu: nervositas, kelelahan atau kelemahan otot-otot, penurunan
berat badan sedangkan nafsu makan baik, diare atau sering buang air besar,
intoleransi terhadap udara panas, keringat berlebihan, perubahan pola menstruasi,
tremor, berdebar-debar, penonjolan mata dan leher.(8)
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perhatikan beberapa
komponen berikut:
Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, atau ismus
Ukuran: besar/kecil, permukaan rata/noduler
Jumlah: uninodusa atau multinodusa
Bentuk: apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler
lokal
Gerakan: pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya
ikut bergerak
Pulsasi: bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan
Palpasi
Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi:
Perluasan dan tepi
Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak
dapat diraba trakea dan kelenjarnya
Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
Hubungan dengan m. sternokleidomastoideus
10
Limfonodi dan jaringan sekitarnya
Auskultasi
Tes Khusus
Pumbertons sign: mengangkat kedua tangan ke atas, muka menjadi
merah
Oftalmopati
11
12
Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
hormon tiroid tak dapat dilakukan, penggunaan indeks wayne atau indeks new
castle sangat membantu menegakkan diagnosis hipertiroid. Pengukuran
metabolisme basal (BMR), bila hasil BMR 30, sangat mungkin bahwa seseorang
menderita hipertiroid.(3)
Pemeriksaan Laboraturium
13
sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs),
karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05 mIU/L. Untuk
konfirmasi diagnostik,dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).(2,3)
Pemeriksaan Radiologi
14
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1 Tatalaksana Farmakologi
Sama seperti PTU, dosis MMI juga cukup tinggi, dimulai dari 10-20 mg
per hari dan dosis maintenance 5-10 mg per hari. (9)
Pada kehamilan, PTU dan MMI merupakan terapi antitiroid pilihan. PTU
sebaikanya dimulai ketika kehamilan memasuki trimester pertama. Sedangkan
MMI sebaiknya diberikan setelah trimester pertama. Dosis yang
direkomendasikan untuk PTU ialah 100-450 mg sebanyak 3 kali sehari,
15
tergantung pada gejala dan hasil tes fungsi tiroid. Dosis MMU dapat diberikan
sebanyak 10-20 mg per hari. Dosis keduanya sebaiknya diberikan serendah
mungkin. (9)
1. Radioiodin
Radioiodin menggunakan yodium radioaktif untuk mengancurkan sel-sel
tiroid secara progresif . Dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama atau
kedua, terutama pada pasien yang mengalami relapse setelah pengobatan dengan
obat anti-tiroid. Terapi ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.
16
2. Tiroidektomi
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 1996.
2. Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment
Pengelolaan Praktis Penyakit Graves, FKUI, Jakarta, 2001: hal 1 5
3. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis
dan Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI: Seri Endokrinologi-
Metabolisme, Edisi Juli 2002, PIKKI, Jakarta, 2002: hal 9 18.
4. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad
H. Asdie, Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000: hal 2144
2151
5. Weetman P. A., Gravess Disease. The New England Journal of
Medicine. Massachusetts Medical Society. 2000.
6. Stein JH, Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Nugroho E, Edisi
3, EGC, Jakarta, 2000: hal 606 630
7. Price A.S. & Wilson M.L., Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Alih
Bahasa Anugerah P., Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995: hal 1049 1058, 1070
1080
8. Djokomoeljanto. Tirotoksikosis-Penyakit Graves. Dalam Tiroidologi klinik
Edisi 1. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2007: Hal
220-281
9. The Indonesian Society of Endocrinology, Indonesian Clinical Practice
Guidelines for Hyperthyroidism. 2012.
19