Professional Documents
Culture Documents
Series (Bitter)
LKYULALA AGUSTUS 2, 2012 23 KOMENTAR
In Summer (Bitter)
Rating: T
Warning: YAOI! Dont Like? Read it first, then youll know you like it or not. J I
hope you like it.
~.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:!!!!!08*80!!!!!:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.~
In summer
Sungyeol baru tahu, hujan bisa turun di musim panas. Ia tak mengerti bagaimana. Apa
awan-awan itu tahu apa kata hatinya? Apa awan-awan itu tahu bagaimana
perasaannya?
Sungyeol sebenarnya tak begitu menyukai musim panas. Segalanya, terutama matahari
yang terik menyengat kulitnya. Sekawanan anak di teman bermain dengan lumpur yang
menempel di baju-baju mereka, bahkan wajah. Mereka tampak begitu dekil. Sungyeol
juga tak begitu menyukai sekawanan anak yang bermain di kota pasir, dengan
celotehan-celotehan yang kadang terdengar tak koheren di telinganya.
Tapi musim panas kali ini berbeda dari biasanya. Turun hujan di musim panas itu bukan
hal yang biasa, bukan? Sungyeol menyukai hujan. Sangat menyukai malahan. Aroma
debu segar yang menguar ke segala penjuru membuatnya senang. Ada yang bilang,
angin akan membisikkan kabar gembira sebelum hujan datang. Kalau di pikir-pikir, ada
benarnya juga. Sebagian orang yang membutuhkan hujan akan tersenyum senang
ketika angin mulai membelai peluh mereka, serta melihat awan mendung bergulung-
gulung.
Mulai sekarang, kita hidup sendiri-sendiri saja. Jangan mengusikku lagi. Aku sudah
bosan. Pemuda itu menghela napas, Kini, urusanmu bukan urusanku lagi. Dan
urusanku, juga bukan urusanmu lagi. Jadi, jangan mencampuri urusan satu sama lain.
Ini konyol, Jinho-ya. Kau ingin kita berpisah hanya karena bosan?! Tsk!
Kau ini terlalu idealis, Sungyeol-ah. Dan aku tidak bisa hidup dengan orang sepertimu.
Daripada menyakiti satu sama lain, lebih baik berhenti sampai sini saja, bukan?
Sungyeol diam. Tidak mengiyakan, ataupun menolaknya. Ia hanya diam, terusa diam,
hingga pemuda itu meninggalkannya begitu saja.
Hujan turun dari rintik ke deras. Bersamaan dengan jatuhnya air matanya. Sedikit demi
sedikit ia mulai terisak-isak. Seolah dunia benar-benar tak adil memperlakukannya.
.:.:.:!*!:.:.:.
Perlahan ia menyadari kalau air tak lagi menghujainya. Padahal gemuruh hujan masih
dengan jelas ia dengar.
Kalau anda hendak bermain hujan, sebaiknya jangan sekarang. Anda sudah terlalu tua,
tapi masih bermain hujan. Kekanakan sekali.
Kalau patah hati, jangan menyiksa diri. Merepotkan saja. Desis pemuda itu.
Sungyeol terkesiap. Bagaimana pemuda itu tahu kalau ia sedang patah hati?
Pacar anda yang memakai baju biru tadi, kan? pemuda itu menyahut kembali.
Sungyeol tidak menjawab. Suasana hatinya keruh, dan dia jengkel sekali pada orang
itu. Ia pun beranjak berdiri. Setelah membanting payung itu ke tanah, ia berjalan seraya
menghentak-hentakkan kakinya sebal. Dan pulang
.:.:.:!*!:.:.:.
Sungyeol masuk ke dalam rumahnya dengan keadaan sangat kacau. Rambutnya lepek
karena basah, tetesan air yang keluar dari ujung-ujung bajunya, begitu pula rambutnya.
Wajah pucat dengan bibir bergemeretak kedinginan.
Kau baik-baik saja, Sungyeol-ah? tanya Sunggyu kakaknya dengan lembut. Namun
segala kelembutan itu Sungyeol tepis dengan sekali kibasan tangan. Ia masih saja
berjalan tanpa memperdulikan kakaknya yang terus memanggilnya.
.:.:.:!*!:.:.:.
Sampai kini hujan masih turun. Masih deras. Segalanya masih gelap. Sungyeol pun
kembali terisak kala ia sudah mengunci dirinya di kamar. Sepertinya dia merasa kalau
dunia benar-benar kejam padanya.
Tiba-tiba dia teringat dengan pemuda ketus yang baru beberapa menit yang lalu
bertemu dengannya. Kalau dipikir-pikir, wajahnya tampan sekali. Kulitnya putih bersih
seperti boneka saja. Nada bicaranya begitu formal. Dan dia tidak memiliki aksen orang
korea. Bicaranya terdengar sedikit aneh. Dan rangkaian kalimatnya sungguhlah buruk.
Kalau Sungyeol boleh berasumsi, sepertinya dia baru di Korea. Mungkinkan pemuda itu
datang dari negeri antah berantah?
Mulai sekarang, kita hidup sendiri-sendiri saja. Jangan mengusikku lagi. Aku sudah
bosan.
Kalimat yang Jinho ucapkan berdengung kembali di telinganya. Mendadak ia sakit hati
lagi.
Kau ini terlalu idealis, Sungyeol-ah. Dan aku tidak bisa hidup dengan orang sepertimu.
Daripada menyakiti satu sama lain, lebih baik berhenti sampai sini saja, bukan?
Kini, urusanmu bukan urusanku lagi. Dan urusanku, juga bukan urusanmu lagi. Jadi,
jangan mencampuri urusan satu sama lain.
.:.:.:!*!:.:.:.
Diam kau! desis Sungyeol. Ia menyambar roti sarapannya. Moodnya masih begitu
buruk. Ia tidak sedang ingin bermanis-manis dengan kakak lelakinya.
Sunggyu mengedikkan bahunya tak peduli. Kalau Sungyeol sudah seperti ini, percuma
saja membujuknya.
.:.:.:!*!:.:.:.
Sungyeol tampak menoleh-noleh mencari sumber suara. Baru saja ia keluar dari pagar
rumahnya, sudah ada yang berteriak memanggilnya.
Kau?! desis Sungyeol. Jujur saja ia masih sedikit jengkel dengan pemuda aneh itu.
Pemuda itu tersenyum dan menghampiri Sungyeol. Oh, sikapnya berubah beratus-ratus
derajat dari yang kemarin.
Wah, berarti rumah kita berdekatan. Ini akan sangat menyenangkan. Ujar pemuda itu
dengan mata berbinar-binar, Di mana anda bersekolah?
Neul paran.
Wah, sayang sekali ya, kita tidak satu sekolah. Apakah anda mengetahui sekolah
Inha?
Sungyeol mengamati pemuda itu dari atas sampai bawah. Mungkinkah pemuda aneh itu
bersekolah di Inha? Dari seragamnya saja bukan seperti Inha.
Kau murid Inha ya?
Pemuda itu mengangguk, Saya baru saja akan masuk Inha. Saya tidak tahu menahu
tentang Busan. Keluarga saya sudah bekerja semua. Maka tidak ada yang
mengantarkan saya.
Sungyeol mengangguk-angguk. Rasanya kasihan juga kalau orang yang tidak tahu
Busan malah berkeliling-keliling sendirian. Toh Inha dengan sekolahnya juga satu jalur.
Hanya lebih jauh sekolahnya. Bukan masalah kalau Sungyeol menolongnya.
Ikut aku!
.:.:.:!*!:.:.:.
Sungyeol hanya balas menunduk dan tersenyum. Sedari tadi di jalan, mereka berbicara
banyak. Sungyeol pun tahun pemuda itu Kim Myungsoo namanya. Aneh sekali, dia
memiliki nama korea. Dan Myungsoo sempat bilang kalau ayahnya memang orang
Korea. Dan mereka memang sudah tinggal di Jepang sejak dulu. Berbicara bahasa
Jepang dan mencintai Jepang. Hingga akhirnya, Myungsoo dan keluarganya pindah ke
Korea. Entah apa sebabnya. Myungsoo masih bungkam. Bahkan sebelum pindah pun
Myungsoo sudah mulai belajar berbasaha Korea. Dan well, dia sudah di Korea bersama
Sungyeol.
Aku tidak tahu. Mungkin sama dengan anda. Di Jepang juga semua sekolah memiliki
jam akhir yang sama.
Sungyeol mengangguk mengerti, Tunggu aku. Aku tidak mau kau tersesat nanti, okay?
.:.:.:!*!:.:.:.
Myungsoo mengedikkan bahunya, Entahlah. Saya hanya menebak. Saya kira tebakan
saya benar.
Tidak usah. Itu hanya digunakan untuk orang yang tidak kau kenal.
Tidak. Ada kakakku. Dia masih ada kelas hari ini. Mungkin hampir malam nanti
pulangnya. Jawab Sungyeol, Jangan pakai saya atau anda saat berbicara dengan
orang yang sudah kau kenal, okay? Cukup aku dan kau. Mengerti?
Aku mengerti!
Kau banyak belajar!
.:.:.:!*!:.:.:.
Kalau dihitung-hitung, sudah lebih dari satu bulan Myungsoo tinggal di Korea.
Bersosialisasi dengan lingkungan baru, dan Sungyeol memang banyak membantu.
Orang tuanya senang sekali Myungsoo sudah mendapatkan teman. Tapi kedua orang
tuanya lagi-lagi khawatir kalau-kalau kejadian yang sama di Jepang pun akan terulang
di Korea. Mengingat kedua negara itu memiliki beberapa kesamaan.
Ayo!
.:.:.:!*!:.:.:.
Kalau sorenya cerah, pasti malam banyak bintang. Aku suka musim panas. Tukas
Myungsoo
Eh?
Musim panas itu cukup mengesalkan. Aku berangkat dan pulang dengan sepeda.
Kalau musim panas, rasanya kulitku seperti tersengat. Belum lagi udaranya panas betul.
Itu tidak menyenangkan. Jawab Sungyeol
Padahal musim panas itu menyenangkan sekali. Matahari berwarna kuning cerah,
awan yang putih bersih, langit yang biru benar. Rumput lapangan yang hijau, dan
bintang-bintang di malam hari. Itu indah sekali, kau tahu? Apalagi bersepeda seperti
tadi. Menyenangkan sekali.
Hm. Yang kusukai dari musim panas hanyalah liburan musim panas.
Dasar pemalas!
Sungyeol tertawa lepas dan merebahkan tubuhnya di atas rerumputan hijau, Aku lebih
suka hujan.
.:.:.:!*!:.:.:.
Sungyeol tak mengerti. Sore itu seperti sore terakhirnya bersama Myungsoo. Esoknya
Myungsoo tak menampakkan batang hidungnya. Padahal biasanya ia akan mampir ke
rumah Sungyeol untuk berangkat bersama. Sungyeol pikir, Myungsoo memiliki kegiatan
tersendiri pagi itu.
Sungyeol mendatangi rumah Myungsoo, tapi tak ada sahutan. Sepertinya Myungsoo
dan keluarganya pergi entah kemana. Tapi mengapa tidak mau bilang?
Sehari tanpa Myungsoo membuatnya uring-uringan. Teman bermainnya yang unik itu
tidak ada. Tidak ada yang mengajaknya melakukan hal-hal yang jarang dilakukan orang
sebayanya di sini. Seperti bersepeda di sore hari, misalnya. Tidak ada yang
menemaninya di rumah kalau Sunggyu belum pulang. Tidak ada yang dimintai bantuan
untuk mengerjakan tugas rumah, karena Sunggyu begitu pelit menurutnya.
.:.:.:!*!:.:.:.
Hari terus berjalan. Tapi Myungsoo tak kunjung datang. Kabarnya pun Myungsoo sudah
pindah. Entah kemana. Rumahnya yang dulu sudah ditempati orang lain.
TOK! TOK!
Sungyeol-ah. Ada yang mencarimu! teriak Sunggyu dari balik pintu kamar.
Tak berapa lama kemudian, pintu kamarnya kembali diketuk. Sungyeol bisa menerka
kalau itu dari orang yang mencarinya.
CEKLEK!
Siapa? Aku?
Tentu saja kau, tolol!
Bukan apa-apa.
Myungsoo masih dengan intens menciumnya, hingga akhirnya dia sendiri yang
melepaskan tautan bibir itu.
Sungyeol menundukkan kepalanya kecewa, Aku juga menyukaimu. Kenapa kita tidak
coba bilang saja ke orang tuamu? cicitnya
Tidak. Aku hanya ingin membuat mereka bahagia. Bagaimanapun juga, mereka tentu
ingin aku hidup seperti orang kebanyakan. Bukan menjadi kaum minoritas. Tuturnya
seraya mengusap-usap rambut Sungyeol
Myungsoo tidak menjawab. Ia mengecup pelan pipi Sungyeol dan kemudian mengacak
helaian rambutnya. Sungyeol kembali merebahkan kepalanya di bahu Myungsoo
Tapi tenang saja, aku akan sering-sering mengunjungimu. Kau tidak akan kesepian.
Liburan musim panas ini, aku akan menginap di rumahmu.
Hn..
Daun-daun kecoklatan mulai berjatuhan. Beberapa tanaman meranggas mulai
menggugurkan daunnya. Hanya beberapa karena yang lainnya akan menggugurkan diri
di musim gugur. Ditiup angin, mereka meliuk-liuk. Matahari kuning masih bersinar.
Sekawanan anak masih berlari bermain layang-layang seraya tertawa-tawa kegirangan.
Musik bernuansa ceria mengalun dari tetangga sebelah. Liburan musim panas dimulai.
Bagi Sungyeol musim panas selalu berawal dengan kesakitan, dan berakhir pula
dengan kesakitan. Tak mengapa. Suatu saat nanti, ia pasti akan menemukan jodohnya.
In summer?
~,:,:,:,:,:,:,:,:,:,:!!!!!08*80!!!!!:,:,:,:,:,:,:,:,:,:,~
The End
~:::::::::!!!!!08*80!!!!!:::::::::~
Alooo! Lama tak jumpa. Semoga fiction kali ini tidak mengecewakan ya? Sekaligus mau
minta izin hiatus buat beberapa bulan Ohohoho! XD Oh iya, aku mau ngucapin
selamat beribadah puasa bagi yang menjalankannya. Semoga amalan kita di bulan ini
diterima oleh Tuhan. XD
Akhir kata, sampai jumpa!
Lots of Love,