You are on page 1of 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Psoriasis


Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik
dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas
dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena
tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris
berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis lain, misalnya psoriasis
pustulosa.1

2.2. Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak
berbahaya tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, mengingat bahwa
perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi
daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di
Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada bangsa berkulit hitam,
misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa Indian di
Amerika.1,2
Insiden psoriasis pada pria cenderung lebih banyak dari pada wanita,
psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa
muda. Onset penyakit ini umumnya kurang pada usia yang sangat muda dan
orang tua. Kelompok usia terbanyak pada usia antara 30 50 tahun. Di
Indonesia prevalensi penderita psoriasis jumlahnya belum diketahui pasti,
namun data dari rumah sakit pusat. 1,3
Beberapa variasi klinisnya antara lain psoriasis vulgaris (85-90%) dan
artritis psoriatika (10%). Seperti lazimnya penyakit kronis, mortalitas psoriasis
rendah namun morbiditas tinggi, dengan dampak luas pada kualitas hidup
pasien ataupun kondisi sosioekonominya.4

3
4

2.3. Etiologi
Penyebab psoriasis hingga saat ini belum diketahui secara pasti, namun
terdapat beberapa faktor resiko timbulnya psoriasis seperti faktor genetik dan
faktor imunologi. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis diantaranya stress
psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena Kobner), endokrin, gangguan
metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan faktor pencetus
yang utama.1,3,4
Stres adalah suatu respon non spesifik tubuh terhadap setiap kebutuhan
dan stimuli konsep yang lebih bernuansa biologis karena perubahan temperatur
mekanik. Stres fisik termasuk dalam konsep ini. Pada penderita Psoriasis yang
mendapat tekanan, akan menyebabkan stress psikologis, frustasi dan
kecemasan. Pada penderita Psoriasis kadang-kadang merasa nyeri, tidak
nyaman, keterbatasan gerak, gatal-gatal, kekeringan kulit, kulit mengelupas
terutama yang terkena kulitnya. Penyakit Psoriasis dapat mengganggu
penderita Psoriasis dari segi penampilan fisik secara psikologis yang dapat
berdampak menurunkan hidup kualitas penderita. Penyakit ini tidak
menular,tidak menyebabkan kematian tapi dapat menyebabkan gangguan
kosmetik karena mempengaruhi penderita secara kejiwaan akibat perubahan
kulit berupa sisik yang tebal.10

2.4. Etiopatogenesis
Faktor genetik berperan. Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis
inflamatorik dengan faktor genetik yang kuat, dengan ciri gangguan
perkembangan dan diferensiasi epidermis, abnormalitas pembuluh darah,
faktor imunologis dan biokimiawi, serta fungsi neurologi. Bila kedua orang tua
mengidap psoriasis, risiko seseorang mendapat psoriasis adalah 41%, 14% bila
hanya dialami oleh salah satunya, 4% bila 1 orang saudara kandung terkena,
dan turun menjadi 2% bila tidak ada riwayat keluarga.4
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan
awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat
nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah bahwa
5

psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-


B13, B17, Bw57, dan Cw6, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan
HLA-B27.1
Faktor Imunologik juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat
diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji
antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli
untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan
limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit
sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih
banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasi terdapat sekitar 17
sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan pada
imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan
adanya adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat,
hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickolkoff
berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90%
kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.1
Faktor Pencetus. Berbagai faktor pencetus diantaranya stres psikis,
infeksi lokal, trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat, juga alkohol dan
merokok. Obat-obatan yang dapat menyebabkan ekserbasi adalah beta-
adrenergik blocking agents, litium, anti malaria, IFN dan , ACE inhibitor
dan pengehentian mendadak kortikosteroid sistemik.1

2.5. Gambaran Klinis


Pada penderita psoriasis keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada
psoriasis yang menjadi eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan.
Tempat predileksinya pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka,
ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di
6

pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikuler, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.1
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin (kaarsvlek phenomena),
Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu
diangggap khas, sedangkan ynag terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang
positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka
plana juvenilis. Pada fenomena tetesan lilin ialah skuama dikerok, maka akan
timbul garis-garis putih pada goresan seperti lilin yang digores, disebabkan
oleh berubahnya indeks bias. Sedangkan pada fenomena Auspitz tampak serum
atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis yaitu dengan
dikerok terus secara hati-hati sampai ke dasar skuama. Truma pada kulit
penderita psoriasis misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan psoriasis
dan disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.1,2,3

Gambar 1. Tanda Auspitz, yaitu adanya titik perdarahan pada kulit bila skuama
dilepaskan

Gambar 2. Fenomena Koebner (isomorfik). A. Lesi Psoriasi pada kulit 4 minggu pasca
biopsy, B. Flare Psoriasi pada punggung setelah terpapas sinar matahari.
7

Ada juga bentukan yang khas berupa cincin dengan warna pucat
konsentris di atas kulit yang eritema didekat atau pada bagian perifer plak
psoriasis yang timbul pada pengobatan dengan kortikosteroid topikal yang
disebut sebagai cincin woronoff (woronoff ring).1

Gambar 3. Perkembangan lesi psoriasis dari kulit normal hingga lesi kulit terbentuk
sempurna

2.6. Bentuk Klinis


Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:
1) Psoriasis Vulgaris
Merupakan bentuk tersering 80-90% penderita psoriasis, dinamakan
pula tipe Psoriasis Plak yang secara ilmiah disebut juga Psoriasis Vulgaris
karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.1,3

Gambar 4. Psoriasis Plak (Vulgaris)


2) Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya
mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di
8

saluran napas bagian atas atau sehabis influenza atau morbili, stres, luka
pada kulit, penggunaan obat tertentu (antimalaria, lithium dan beta bloker).1

Gambar 5. Psoriasis Gutata


3) Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada darerah fleksor
sesuai dengan namanya.1

Gambar 6. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)


4) Psoriasis ekxudatif
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering,
tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.1
5) Psoriasis Seboroik (Seboriasis)
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara
psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi
agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim,
juga terdapat pada tempat seboroik.1
6) Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap
sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis.
9

Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata.


Bentuk lokalisata contohnya psoriasis pustulosa palm-plantar (Barber) yang
menyerang telapak tangan dan kaki serta ujung jari. Sedangkan bentuk
generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von
Zumbusch) jika pustula timbul pada lesi psoriasis dan juga kulit di luar lesi,
dan disertai gejala sistemik berupa panas / rasa terbakar. Dapat terjadi
komplikasi pneumonia, hepatitis, dan kegagalan jantung, sehingga berakibat
fatal. 1

Gambar 7. Psoriasisi Pustula


7) Psoriasis Eritroderma
Psoriasis Eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal
terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas, dapat juga
ditimbulkan oleh infeksi, hipokalsemia, obat antimalaria, tar dan
penghentian kortikosterid, baik topikal maupun sistemik. Lesi yang khas
untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal
universal. 1

Gambar 8. Psoriasis Eritroderma


10

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran hiperkeratosis,
parakeratosis, akantosis, papilomatosis dan hilangnya stratum
granulosum. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang
disebut dengan abses Munro dan ditemukan pula papilomatosis dan
vasodilatasi subepidermis.1
Fenomena tetesan lilin (kaarsvlek phenomena), Auspitz dan Kobner
(isomorfik).
Laboratorium
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis
tanpa terkecuali pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis
dan pada plak serta psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan bertujuan menganalisis penyebab psoriasis, seperti pemeriksaan
darah rutin, kimia darah, gula darah, kolesterol, dan asam urat. Bila penyakit
tersebar luas, pada 50 % pasien dijumpai peningkatan asam urat, dimana hal
ini berhubungan dengan luasnya lesi dan aktifnya penyakit. Hal ini
meningkatkan resiko terjadinya Artritis Gout. Laju endapan eritrosit dapat
meningkat terutama terjadi pada fase aktif. Dapat juga ditemukan
peningkatan metabolit asam nukleat pada ekskresi urin. Pada psoriasis berat,
psoriasis pustular general dan eritroderma keseimbangan nitrogen
terganggu terutama penurunan serum albumin. Protein C reaktif,
makroglobulin, level IgA serum dan kompleks imun IgA meningkat,
dimana sampai saat ini peranan pada psoriasis tidak diketahui.2,5

2.8. Diagnosis Banding


1. Dermatitis Seboroik
Lesi psoriasis juga menyerupai lesi dermatitis seboroik, tetapi pada
dermatitis seboroik skuama akan tampak berminyak dan berwarna
kekuningan, tidak bercahaya, sedangkan pada psoriasis, skuama kering,
putih, mengkila.. Predileksi dermatitis seboroik pada pada alis, lipatan
nasolabial, telinga sternum dan fleksura. Sedangkan Psoriasis pada
11

permukaan ekstensor terutama lutut dan siku serta kepala. Psoriasis jika
skuama diangkat tampak basah bintik perdarahan dari kapiler (Auspitz
sign), dimana tanda ini tidak ditemukan pada dermatitis seboroik.1
2. Ptiriasis Rosea
Merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai
dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian
disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil dibadan, lengan dan paha atas yang
tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu
3-8 minggu.
3. Dermatofitosis
Pada stadium penyembuhan dari psoriasis dapat terjadi eritema yang hanya
terdapat pada pinggir lesi yang menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya
adalah skuama umumnya pada perifer lesi dengan gambaran khas adanya
central healing, keluhan pada dermatofitosis pasien merasa sangat gatal dan
ditemukan hifa pada pemeriksaan mikroskopik.1
4. Sifilis Psoriasiformis
Sifilis pada stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis
psoriasiformis. Perbedaannya adalah skuama berwarna coklat tembaga dan
sering disertai demam pada malam hari (dolores nocturnal), STS positif (tes
serologik untuk sifilis), terdapat senggama tersangka (coitus suspectus), dan
pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh serta alopesia areata

2.9. Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Kulit
Dari autoanamnesis pasien Psoriasis Vulgaris mengeluh adanya
bercak kemerahan yang menonjol pada kulit dengan pinggiran merah,
tertutup dengan sisik keperakan, dengan ukuran yang bervariasi, makin
melebar, dan menimbulkan nyeri, bisa juga timbul gatal-gatal. Pada stadium
penyembuhannya sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya
terdapat di pingir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti
mika (mica-like scale), serta transparan. Plak eritematous yang tebal
12

menandakan adanya hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, pelebaran


pembuluh darah dan inflamasi. Besar kelainan bervariasi dari milier,
lentikular, numular, sampai plakat, dan berkonfluensi, dengan gambaran
yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis.
Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama (siku, lutut,
lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila), skalp,
perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan
bawah, umbilikus, serta kuku.1,2,5

Gambar 9. Bentuk Lesi Psoriasis dengan Skuama Putih Tebal Berlapis

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner


(isomorfik). Fenomena Tetesan Lilin dimana bila lesi yang berbentuk
skuama dikerok maka skuama akan berubah warna menjadi putih yang
disebabkan oleh karena perubahan indeks bias. Auspitz Sign ialah bila
skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-bintik pendarahan
yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis yang memanjang tetapi
bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang
merata. Fenomena Kobner ialah bila kulit penderita psoriasis terkena
trauma misalnya garukan maka akan muncul kelainan yang sama dengan
kelainan psoriasis umumnya akan muncul setelah 3 minggu.1,5
Fenomena tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada
lesi psoriasis dan merupakan nilai diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse
(psoriasis pustular) dan digunakan untuk membandingkan psoriasis dengan
penyakit kulit yang mempunyai morfologi yang sama, sedangkan Kobner
tidak khas, karena didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus,
veruka plana juvenilis, dan pitiriasis rubra.2,8 Fenomena Kobner didapatkan
13

insiden yang bervariasi antara 38-76 % pada pasien psoriasis.2,3 Dua puluh
lima sampai lima puluh persen penderita psoriasis yang lama juga dapat
menyebabkan kelainan pada kuku, berupa pitting nail atau nail pit pada
lempeng kuku berupa lekukan-lekukan miliar.1,6 Perubahan pada kuku
terdiri dari onikolosis (terlepasnya seluruh atau sebagian kuku dari
matriksnya), hiperkeratosis subungual (bagian distalnya terangkat karena
terdapat lapisan tanduk di bawahnya), oil spots subungual, dan koilonikia
(spooning of nail plate).1,2,3

Gambar. 10 Pitting Nail dan Psoriasis Arthritis

Antara 10-30 % pasien psoriasis berhubungan dengan atritis disebut


Psoriasis Artritis yang menyebabkan radang pada sendi. Umumnya bersifat
poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal, terbanyak
terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis
dan lesi kistik subkorteks.1,4,5
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan gambaran klinis yang khas,
yaitu bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya.
Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering
eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama
berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan serta
adanya fenomena bercak lilin, koebner dan tanda Auspitz.1 Bila gambaran
klinis kurang jelas, dilakukan pemeriksaan histopatologi. Derajat penyakit
ditentukan dengan menggunakan psoriasis area severity index (PASI). Pasi
dihitung dengan 4 menilai area tubuh yang berisi lesi dan intensitas lesi (dengan
menilai warna, ketebalan, dan penglupasan) dimana psoriasis diklasifikasi
menjadi tiga yakni: Psoriasis ringan: PASI < 8, luas lesi <5% dari permukaan
14

kulit Psoriasis sedang: PASI 8-12, luas lesi 5-20% dari permukaan kulit
psoriasis berat: PASI >12, luas lesi >20%.

2.10. Tatalaksana
Tatalaksana psoriasis adalah terapi supresif, tidak menyembuhkan
secara sempurna, bertujuan mengurangi tingkat keparahan dan ekstensi lesi
sehingga tidak terlalu mempengaruhi kualitas hidup pasien.4
Pengobatan psoriasis ada 2 macam non medikamentosa dan
medikamentosa (pengobatan topikal dan sistemik):
Non medikamentosa
Pengobatan promotif
Menenangkan pasien dan memberikan dukungan emosional adalah hal
yang sangat tidak terhingga nilainya. Menekankan bahwa psoriasis tidak
menular serta suatu saat akan mengalami psoriasis akan remisi spontan dan
tersedianya pengobatan yang bervariasi untuk setiap bentuk dari psoriasis.10
Menjelaskan bahwa penyakit kulit yang diderita pasien pasien adalah
penyakit autoimun.
Jelaskan bahwa tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan penyakit
bukan untuk menyembuhkan, sehingga menerangkan perlunya kontrol ke
dokter secara teratur.
Memberitahukan kepada pasien agar tidak menggaruk bercak yang ada.
Pola hidup yang sehat dengan perilaku CERDIK:
- Cek kesehatan secara berkala yaitu kontrol ke dokter untuk mengetahui
perkembangan dari penyakit yang dialaminya.
- Enyahkan asap rokok.
- Rajin aktifitas fisik dengan berolahraga rutin minimal 3x/minggu Selma
30 menit.
- Diet sehat dengan kalori seimbang.
- Makan-makanan yang bervariasi.
- Istirahat yang cukup.
15

- Kelola stress, karena stress merupakan salah satu faktor pencetus


timbulnya psoriasis.

Pengobatan preventif
Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis,
infeksi fokal, endokrin, seta pola hidup lain yang dapat meningkatkan resiko
penurunan sistem imun seperti seks bebas sehingga bisa tertular penyakit
AIDS.10

Medikamentosa
a. Pengobatan Sistemik
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, Prednison 30 mg per
hari. Setelah membaik,dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian
diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadinya psoriasis pustulosa
generalisata. 1
2. Obat Sitostatik
Obat yang biasanya digunakan ialah Metotreksat. Indikasinya ialah
untuk: psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis dengan lesi kulit,
Eritroderma karena psoriasis. Kontraindikasinya ialah: kelainan hepar,
kelainan ginjal, kelainan hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi
aktif, ulkus peptikum, colitis ulserosa, dan psikosis, Efek sampingnya
adalah: nyeri kepala, alopesia, sumsum tulang, hepar, dan lien.1
3. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Di antara
penderita Parkinson yang sekaligus menderita psoriasis, ada yang
membaik psoriasinya dengan pengobatan Levodopa. Dosisnya adalah
antara 2x250mg-3x500mg. Efek sampingnya berupa: Mual, muntah,
anoreksia, hipotensi, ganguan psikik, ganguan jantung .
16

4. Diaminodifenilsulfon (DDS)
Dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber dengan
dosis 2x100 mg sehari. Efek sampingnya ialah: anemia hemolitik,
methemoglobinemia, dan agranulositosis.1
5. Etrinat dan Asitresin
Etrinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis yang
sukar disembuhkan dengan obat-obat lain. Dapat pula digunakan untuk
eritroderma psoriatika. Cara kerjanya belum dapat dipastikan. Pada
psoriasis, obat tersebut mengurangi prolferasi sel epidermal pada lesi
psoriasis dan kulit normal.1
6. Antihistamin
Antihistamin dalam dosis terapi efektif untuk mengobati edema,
eritema, dan pruritus. Terdapat dua jenis antihistamin yang bekerja
secara kompetitif, yaitu dengan menghambat antihistamin dan reseptor
histamine H1 atau H2.7
Tabel 1. Penggolongan antihistamin, dosis, masa kerja, aktivitas
kolinergiknya:7
Golongan dan Contoh Dosis Masa Kerja Aktivitas Komentar
Obat Dewasa kolinergik
ANTIHISTAMIN GENERASI I
Etanolamin
Karbinoksamin 4-8 mg 3-4 jam +++ Sedasi ringan sampai sedang
Difenhidramin 25-50 mg 4-6 jam +++ Sedasi kuat, anti-motion sicknesss
Dimenhidrinat 50 mg 4-6 jam +++ Sedasi kuat, anti-motion sickness
Etilenediamin
Pirilamin 25-50 mg 4-6 jam + Sedasi sedang
Tripelenamin 25-50 mg 4-6 jam + Sedasi sedang
Piperazin
Hidroksizin 25-100 mg 6-24 jam + Sedasi kuat
Siklizin 25-50mg 4-6 jam - Sedasi ringan, anti-motion
Meklizin 25-50 mg 12-24 jam - sickness
Sedasi ringan, anti-motion
sickness
Alkilamin
Klorfeniramin 4-8 mg 4-6 jam + Sedasi ringan, komponen obat flu
Bromfeneramin 4-8 mg 4-6 jam + Sedasi ringan
Derivat Fenotiazin
Prometazin 10-25 mg 4-6 jam +++ Sedasi kuat, antiemetik
Lain-lain
Siproheptadin 4 mg 6 jam + Sedasi sedang, juga anti serotonin
Mebhidrolin 50-100 mg 4 jam +
17

napadisilat
ANTIHISTAMIN GENERASI II
Astemizol 10 mg < 24 jam - Mula kerja lambat, risiko aritmia
Feksofenadin 60 mg 12-24 jam - lebih rendah
Lain-lain
Loratadin 10 mg 24 jam - Masa kerja lebih lama
Cetirizine 5-10 mg 12-24 jam -

b. Pengobatan Topikal
1. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa kami gunakan ialah preparat ter, efeknya
ialah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni
yang berasal dari:
- Fosil, misalnya iktiol
- Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski
- Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektf untuk
psoriasis, yang cukup efektif adalah yang berasal dari batu bara dan
kayu. Pada psoriasi yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang
berasal dari batubara lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu
dan pada psoriasi yang menahun kemungkinan timbul iritasinya kecil.1

Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai dengan


konsentrasi rendah, jika tiada pembaikkan konsentrasi akan di naikkan.
Supaya lebih efektif penetrasinya harus dinaikkan dengan cara
menambah asam salisilat dengan konsentrasi 3-5%. Sebagai vehikulum
harus menggunakan salap, karena daya penetrasi salap adalah yang
terbaik.1

2. Kortikosteroid Topikal (KT)


Kortkosteroid topikal memberi hasil yang baik. Potensi dan
vahikulum bergantung pada lokasinya. Pada scalp, muka dan daerah
lipatan digunakan krim, di tempat lain digunakan salap. Pada daerah
muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang. Bila
digunakan potensi kuat pada muka dapat memberikan efek samping
18

telengiektasis, sedangkan dilipatan berupa strie atrofikans. Pada batang


tubuh dan ekstremitas digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat
kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensi
dan frekuensinya dikurangi.1
KT diklasifikasikan menjadi tujuh kelas menurut sistem Amerika
dengan kelas I merupakan super poten dan kelas VII menunjukkan
potensi yang paling rendah. Menurut formularium nasional Inggris, KT
dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan potensinya.9
Tabel 2. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi
klinis:9
Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik
Golongan Aristocort A ointment 0,1% triamcinolone acetonide
III:
Cutivate ointment 0,005% fluticasone proprionate
(Potensi
Tinggi) Cyclocort cream 0,1% amcionide
Cyclocort lotion
Diprosone cream 0,05% betametasone
diproprionate
Flurone cream 0,05% diflorosone diacetate
Lidex E cream 0,05% fluconide
Maxiflor cream 0,05% diflorosone diacetate
Maxivate lotion 0,05% betametasone
diproprionate
Topicort LP Cream 0,05% desoximetasone
Valsione ointment 0,01% betametasone valerate
19

Tabel 3. Perbandingan Obat Topikal Kortikosteroid Golongan III.6,7


Perbandingan Indikasi Kontraindikasi Efek Samping
0,1% Pengobatan tambahan dan Tuberkulosis kulit, Gangguan pencernaan, edema,
triamcinolone untuk penyembuhan infeksi jamur, virus reaksi hipersensitivitas, lemah, dan
acetonide sementara pada gejala yang serta bakteri pada pusing
berhubungan dengan luka daerah mulut dan
inflamasi oral dan luka tenggorokan.
bernanah akibat dari trauma
0,005% Meredakan inflamasi dan Rosacea, perioral Kulit kering, rasa terbakar, jangka
fluticasone pruritis pada dermatosis dermatitis, acne lama pemakaian mengakibatkan
propionate yang responsif terhadap vulgaris, hepes atrofi kulit
kortikosteroid sptekism, simpleks, varisella,
prurigo, dermatitis seboroik, infeksi jamur dan
lupus eritrromatosis, gigitan bakteri pada kulit
serangga, biang keringat.
0,1 % dermatosis yang responsif - Terbakar, gatal, nyeri, menyengat,
amcinonide terhadap kortikosteroid iritasi, kekeringan, folikulitis,
hipertrikosis, erupsi acneiform,
hipopigmentasi, dermatitis
perioral, dermatitis kontak alergi,
infeksi sekunder, maserasi kulit
dan atrofi, striae, miliaria; HPA
axis dan penekanan pertumbuhan,
sindrom Cushing, hiperglikemia,
glukosuria.
0,05% dermatosis yang responsif Infeksi di lokasi Dermatitis kontak dan alergi; iritasi
fluocinonide terhadap kortikosteroid pengobatan; intoleransi kulit dan reaksi; hirsutisme; erupsi
terhadap obat tersebut; acneiform.
atrofi kulit yang sudah
ada sebelumnya. Tidak
diperbolehkan saat
menyusui.
0,05% Inflamasi dan pruritus dari Pada pasien dengan Penyerapan sistemik setelah
diflorosone dermatosis yang responsif riwayat hipersensitivitas pemberian topikal dapat
diacetate terhadap kortikosteroid. terhadap diflorasone mengakibatkan manifestasi dari
Umumnya paling efektif dan beberapa komponen Cushing syndrome, hiperglikemia
dalam dermatosis akut atau dari sediaan. dan glukosuria dalam beberapa
kronis misalnya seboroik, pasien. Efek samping lokal
dermatitis atopik, lokal meliputi rasa terbakar, gatal, iritasi,
neurodermatitis, anogenital kulit kering, folikulitis,
pruritus, psoriasis, fase akhir hipertrikosis, erupsi akneformis,
dari dermatitis kontak alergi hipopigmentasi, dermatitis
dan fase inflamasi dari perioral, dermatitis kontak alergi,
xerosis. maserasi kulit, infeksi sekunder,
atrofi kulit, striae dan miliaria.
0,05% Psoriasis, dermatitis, liken Hipersensitif terhadap Rasa terbakar atau panas, nyeri
betamethasone planus, pruritis anogenital. kortikosteroid, penyakit tersengat, gatal, iritasi, kulit kering,
dipropionate Inflamasi dan pruritus dari karena virus, infeksi folikulitis, hipertrikosis, erupsi
psoriasis yang resisten atau bakteri dan jamur, akne, menyerupai akne, hipopigmentasi,
yang berat dan dermatosis rosasea dan dermatitis dermatitis perioral, dermatitis
lain yang responsif terhadap perioral, hindari kontak kontak alergi, maserasi kulit,
kortikosteroid. dengan mata. infeksi sekunder, atrofi kulit, striae
dan miliaria.
20

0,01% Meringkan inflmasi dari perubahan kulit atrofi lokal.


betamethasone dermatosis yang responsif penyakit virus pada
valerate terhadap kortikosteroid kulit, TB kulit, infeksi
bernanah akut bakteri,
jamur.

0,05% Eksema, dermatitis, Varisella, sifilis, tb, Folikulitis, hipetrikosis, akne,


desoximetason psoriasis vaksinasi, dermatitis perubahan pigmentasi kulit,
perioral telangiektasis, striae, atrofi kulit.

Keberhasilan pengobatan dengan KT, beberapa faktor kunci yang


harus dipertimbangkan adalah diagnosis yang akurat, memilih obat yang
benar, mengingat potensi, jenis sediaan, frekuensi penggunaan obat,
durasi pengobatan, efek samping, dan profi pasien yang tepat.9
Sebagai aturan umum, KT potensi rendah adalah agen paling aman
untuk penggunaan jangka panjang, pada area permukaan besar, pada
wajah, atau pada daerah dengan kulit tipis dan untuk anak-anak. KT yang
lebih kuat sangat berguna untuk penyakit yang parah dan untuk kulit
yang lebih tebal di telapak kaki dan telapak tangan. KT potensi tinggi dan
super poten tidak boleh digunakan di selangkangan, wajah, aksila dan di
bawah oklusi, kecuali dalam situasi yang jarang dan untuk durasi
pendek.9
Pemilihan bentuk sediaan disesuaikan dengan keadaan, di
antaranya lokasi dermatosis. Perhatikan kenyamanan pasien karena dapat
mempengaruhi kepatuhan. Salep bersifat lengket dan berminyak, kurang
nyaman bagi pasien. Salep lebih nyaman. digunakan pada lesi
hiperkeratotik yang kering dan tebal. Salep lebih meningkat kan potensi
dibandingkan dengan kemasan krim karena salep bersifat lebih oklusif.
Salep tidak dianjurkan pada daerah intertriginosa dan pada daerah
berambut karena dapat menimbulkan maserasi dan folikulitis. Krim lebih
disukai terutama jika digunakan pada bagian tubuh yang terbuka, karena
tidak tampak berkilat setelah dioleskan. Selain nyaman, krim tidak
iritatif, juga dapat digunakan pada lesi sedikit basah atau lembap dan di
daerah intertriginosa. Krim lebih baik untuk efeknya yang nonoklusif dan
21

cepat kering. Lotion dan gel paling sedikit berminyak dan oklusif dari
semua sediaan KT. Konsistensi lotion lebih ringan, mudah diaplikasikan
dan nyaman dipakai di daerah berambut, misalnya kulit kepala.
Vehikulum beralkohol (tingtura) dapat mengeringkan lesi eksudatif,
tetapi terkadang ada rasa seperti tersengat.9
Pada dewasa dianjurkan pemberian KT poten tidak melebihi 45
gram per minggu atau KT potensi menengah tidak melebihi 100 gram per
minggu. Pengolesan KT yang dianjurkan adalah 1-2 kali per hari
tergantung dermatosis dan area yang dioles. Pada terapi dermatitis
atopik, dianjurkan 1-2 kali/hari. Pengolesan lebih dari 2 kali tidak
memberikan perbedaan bermakna, bahkan dapat mengurangi kepatuhan
pasien. Bila menggunakan potensi sedang atau kuat, cukup dioleskan 1
kali sehari. Perlu diingat bahwa makin sering dioleskan makin mudah
terjadi takifilaksis. Teknik aplikasi pengolesan KT, aplikasi sederhana
oleskan salep tipis merata, pijat perlahan-lahan.9
Pemakaian KT jangka panjang dapat menyebabkan efek
takifilaksis, yaitu penurunan respons efek vasokonstriksi (kulit toleran
terhadap efek vasokonstriksi). Takifilaksis dapat terjadi 4 hari setelah
pemakaian KT potensi sedang-kuat 3 kali sehari di wajah, leher, tengkuk,
inter triginosa, atau pada pemakaian secara oklusi. Efek takifilaksis
menghilang setelah KT dihentikan selama 4 hari. KT golongan sangat
poten atau poten sebaiknya digunakan tidak lebih dari 2 minggu. Bila
digunakan jangka panjang, turunkan potensi perlahan-lahan, turunkan ke
potensi yang lebih rendah setelah digunakan 1 minggu, kemudian
hentikan. Penghentian tiba-tiba potensi kuat menyebabkan rebound
symptoms (dermatosis menjadi lebih buruk). Cara menghindari efek
rebound dan memperlambat kekambuhan penyakit kulit kronis adalah
dengan pemberian intermiten. Pada psoriasis dapat diberikan KT
golongan sangat poten selama 1 minggu penuh lalu dihentikan selama 1
minggu, kemudian dilanjutkan kembali sampai lesi terkontrol. Cara lain
adalah dengan mengoleskan KT selama 3 hari berturut-turut dalam 1
22

minggu atau diberikan 2 kali dalam 1 minggu. Pada dermatitis atopik


terapi KT dapat diberikan selama 2 hari berturut-turut setiap minggu.
Pada pemakaian KT golongan II dan VI, dianjurkan pemakaian 2
kali/hari dan lama pemberian 2-4 minggu. Bila respons adekuat tidak
tercapai dalam 4-7 hari, segera pilih KT golongan lain.9
Tabel 4. Efek samping kortikosteroid yang sering terjadi

3. Ditranol (Antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit
dan pakaian. Konsentrasi yang biasanya digunakan adalah 0,2-0,8%
dalam pasta, krim dan salap.1

4. Pengobatan dengan penyinaran


Sinar ultraviolet menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan
untuk pengobatan psoriasis. Cara terbaik adalah penyinaran secara
alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah dapat
memperparah psoriasis. Kerana itu digunakan ultraviolet yang artificial
yaitu sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan
secara bersendiri atau berkombinasi dengan Psoralen (8-
metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersamaan
dengan preparat ter yang dikenal dengan cara pengobatan cara
Goeckerman.1
23

5. Calcipotriol
Sintetik vitamin D berupa salap atau krim 50mg/g, efeknya ialah
antiproliferasi. Perbaikan setelah 1 minggu. Efektifvitas salap ini sedikit
lebih baik daripada salap betametason 17-valerat.1

Efek samping pada 4-20% penderita berupa iritasi yakni rasa


terbakar dan tersengat, dapat pula terlihat eritema dan skuamasai. Rasa
tersebut akan menghilang setelah beberapa hari sesudah obat
dihentikan.1

6. Tazaroten
Obat ini merupakan molekul retinoid asetilinik topical, efeknya
menghambat proliferasi dan normalisasi petanda dferensiasi keratinosit
dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang
menginfiltrasi kulit.1

7. Emolien
Efeknya adalah melembutkan permukaan kulit. Fungsinya emolien
ini adalah untuk meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Emolien ini
terdiri daripada lanolin dan minyak mineral. Jadi emolien sendiri tidak
mempunyai efek antipsoriasis.1

Jumlah Terapi topikal yang dibutuhkan pasien bervariasi


bergantung pada usia pasien, luas permukaan tubuh, jenis vehikulum,
serta seberapa tebal obat topikal diaplikasikan. Finger Tip Unit (FTU)
merupakan tolak uku yng sering digunakan dalam pemberian obat
topikal.6
Kebutuhan pasien setiap kali mengoleskan obat topikal dapat
dihitung menggunakan Fingertip Unit (FTU), yang mana 1 FTU untuk
laki-laki setara dengan 0,5 gram setara dengan 312 cm2, sedangkan
untuk perempuan 1 FTU setara dengan 0,4 gram setara dengan 257 cm2.
Karena ukuran lesi dalam kasus ini bersifat regional, maka dapat
menggunakan jumlah TFU yang tertera pada gambar 11.9
24

Gambar 11. Fingertip Unit

Gambar 12. Panduan Pemberian FTU berdasarkan luas regio

Tabel 5. Panduan Pemberian FTU untuk dewasa


25

2.11. Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan
residif.1

2.12. Kompetensi Dokter Umum


Psoriasis adalah kasus dengan tingkat kemampuan 3A, yaitu dokter umum
dapat membuat diagnostik klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya
pemeriksaan lab atau X-ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat
darurat).8

You might also like