Professional Documents
Culture Documents
TUGAS:KEPERAWATAN GERONTIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi
dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat
mengenai usia kemunduran yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun.
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses
menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19 juta
jiwa penduduk Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu lansia.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan
cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Insiden stroke meningkat secara
eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.
Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat tampaknya
mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan
serta karena proses degenerative system saraf tampaknya sedang merambah naik di
Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini.
Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan ekonomi dan
perubahan gaya hidup terutama msayarakat perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasratmereka
untuk terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam perjuangan tersebut,
benturan-benturan fisik maupun psikologis tidak pernah dipikirkan efek bagi kesehatan
jangka panjang. Usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin banyak
terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang terjadi akan
semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah stroke. Usia
merupakan factor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian stroke ?
2. Apa jenis-jenis stroke ?
3. Bagaimana etiologi stroke ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit stroke ?
5. Apa tanda dan gejala stroke ?
6. Bagaimana menjelasakan prinsip penanganan ?
7. Bagaimana komplikasi dari penyakit stroke ?
8. Bagimana prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kasus stroke baik hemoragik
maupun non-hemoragik ?
C. Tujuan khusus
a.Definisi
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi
dan juga telah menunjukkan kemunduran. Menurut Badan kesehatan dunia (WHO)
menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara
nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice Neugarten
(1968) James C. Chalhoun (2003) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa
puas dengan keberhasilannya.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2004) mengatakan bahwa setiap orang yang
berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak
mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi
kehidupannya sehari-hari.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan periode di
mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah
menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai
dari usia 55 tahun sampai meninggal.
2. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 2004) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran
dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi
yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama
terjadi.
b. Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang
jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang
mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.
c. Perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam
segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan
konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan makanan
yang terdiri dari zat tenaga, pembangun dan pengatur.
Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang yang bersumber
dari hidrat arang komplex (sayur sayuranan, kacang- kacangan, biji bijian).
Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani.
Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada buah,
sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap.
Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan.
Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacang kacangan, hati,
bayam, atau sayuran hijau.
Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol.
Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.
Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan bahan yang segar dan mudah
dicerna.
Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng gorengan.
Makan disesuaikan dengan kebutuhan
b. Minum air putih 1.5 2 liter
Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan
aktivitasnya, dan minimal kita minum air putih 1,5 2 liter per hari. Air sangat besar artinya
bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya
berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain. Air juga
sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka
fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama tulang kaki, tangan dan
lengan. Padahal tulang adalah penopang utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas.
Manfaat lain dari minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah makanan di
dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak
dapat maksimal, dan muncullah sembelit.
Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink, minuman
beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan
dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu
seperti DM, darah tinggi, obesitas dan sebagainya.
e. Menjaga kebersihan
Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan hanya kebersihan tubuh saja,
melainkan juga kebersihan lingkungan, ruangan dan juga pakaian dimana orang tersebut
tinggal. Yang termasuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2 kali sehari, mencuci
tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu dengan tangan, membersihkan atau
keramas minimal 1 kali seminggu, sikat gigi setiap kali selesai makan, membersihkan kuku
dan lubang-lubang ( telinga, hidung, pusar, anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika
keluar rumah dan pakailah pakaian yang bersih.
Kebersihan lingkungan, dihalaman rumah, jauh dari sampah dan genangan air.
Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan kotoran setiap hari, tutupi makanan di
meja makan. Pakain, sprei, gorden, karpet, seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus
dibersihkan secara periodik.
B.STROKE
A. Pengertian
Stroke adalah deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang
timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang
terkena (WHO, 1989). Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai
serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh
darah otak (Hudak dan Gallo, 1997)
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Hendro Susilo, 2000). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang
akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan
oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Stroke atau cedera serebrovaskuler attack ( CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and Suddarth, 2001).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000)
Stroke adalah defisit neurologi yang memiliki awitan mendadak dan berlansung 24 jam
sebagai akibat dari cerebrovaskuler disease (CVD). (Carolyn, 1999).
B. Insiden
Di AS, stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.
Penyakit ini dapat dicegah atau diminimalkan dengan upaya : tekanan darah tetap terkonrol,
tingkatkan kesadaran akan diet yang diperlukan dan hindari merokok.Beberapa hal yang
perlu diketahui bahwa di AS kebanyakan yang menderita penyakit ini adalah kulit hitam,
sering ditemukan pada pria daripada wanita dan pada umumnya meningkat setelah usia 75
tahun.
C. Faktor Resiko
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat
mengganggu aliran darah cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral. Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa
penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan
dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung. Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial
fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan
menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang
bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM). Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu
terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya
serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang
terjadi pada pembuluh darah serebral.
5. Usia lanjut. Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah otak.
6. Polocitemia. Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total). Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan
aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
8. Obesitas. Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga
dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
terjadi aterosklerosis.
D. klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga
dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling
banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
b. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. umumnya
terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran
umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu
:
1. TIAS (Trans Ischemic Attack)
Gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu
dan maksimal 3 minggu.
3. Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat
dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
4. Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.
E. Etiologi
F. Patofisiologi
G. Manifestasi Klinik
Walaupun manifestasi klinik sering tidak dapat diidenrifikasi secara jelas terutama pada tahap
awal, tetapi tanda-tanda yang dapat muncul bila pembuluh darah mengalami stenosis
pembuluh darah utama adalah adanya paralisis yang berat pada beberapa jam atau hari,
termasuk hemiplegia, kehilangan/gangguan bicara, paresthesia pada bagian tubuh tertentu.
Kondisi yang terjadi di atas yang bersifat sementara disebut Transient Ischemic Attacks
(TIA), atau manifestasi klinik yang terjadi secara gradual disebut Stroke in Evolution.
Faktor-faktor yang dapat diidentifikasi yang merupakan petunjuk terjadinya perdarahan
serebral :
1. Nyeri kepala bagian osipital (bagian belakang kepala).
2. Vertigo (pusing) atau sinkop.
3. Gangguan motorik dan sensorik (kesemutan, paresthesia, paralisis).
4. Epistaxis.
5. Perdarahan retina.
Hal yang lain yang dapat diidentifikasi yang terkait dengan stroke yaitu : Nyeri kepala,
muntah, kejang, coma, kaku leher, demam, hipertensi, EKG abnormal (ST segment
memanjang), sclerosis perifer dan pembuluh darah retina, konfusio, disorinetasi, hambatan
memori, dan perubahan status mental lainnya.
Manifestasi klinik bergantung pada lokasi terjadinya perdarahan, gangguan persarafan,
kelemahan atau paralisis, kehilangan refleks sensorik, gangguan bicara, dan perobahan
refleks.
Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik pada bagian konteks atau pada traktus
piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada otak kanan akan meyebabkan tubuh pada sisi
kiri akan mengalami hemiplegia. Hal ini disebabkan oleh karena serabut saraf bersilang pada
traktus piramidal dari otak menuju ke sumsum tulang belakang, demikian juga pada area
kortikal yang lain yang dapat menyebabkan menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia.
Otot-otot thoraks dan abdomen biasanya tidak mengalami paralisis sebab dihubungkan kedua
hemisper otak. Apabila otot voluntary mengalami gangguan maka tidak terjadi keseimbangan
antara otot rangka fleksi dan ekstensi sehingga menyebabkan terjadinya deformitas yang
serius.
Aphasia ; kerusakan dalam mempergunakan atau menginterpretasikan simbol-simbol dasn
bahasa. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada korteks serebral. Gangguan pada
semua aspek berbahasa seperti bercakap, membaca, menulis dan memahami bahasa
yangdiucapkan.
Dikenal dua macam aphasia , yaitu aphasia sensorik yang berhubungan dengan pemahaman
bahasa, dan aphasia motorik yang berhubungan dengan produk bercakap-cakap.
Aphasia sensorik termasuk kehilangan kemampuan pemahaman menulis, menciptakan atau
mengucapkan kata-kata, misalnya klien tidak dapat memahami apa yang dibicarakan.
Mendengar bunyi, tetapi tidak mengetahui komunikasi simbolik yang berhubungan dengan
suara.
Aphasia motorik, dimana klien dapat memahami kata-kata, tetapi tidak dapat menguraikan
dengan kata-kata.Aphasia disebabkan oleh adanya lesi patologis yang berhubungan dengan
lokasi tertentu pada korteks. Penyebab utamanya adalah gangguan suplai darah ke otak
terutama yang berhubungan dengan pembuluh darah Middle cerebral artery.
Apraxia : Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh yang mengalami gangguan
tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya berjalan, berbicara, berpakaian, dimana bagian
yang mengalami paralisis tidak dapat dikoordinasikan.
Visual Change : Adanya lesi pada lobus parietal dan temporal sebagai akibat perdarahan
intraserebral karena terjadinya ruptur dari arterisclerosis atau hipertsnsi pembuluh darah. Lesi
pada bagian otak akan meyebabkan kerusakan bagian yang berlawanan pada penglihatan.
Penurunan kemampuan penglihatan sering berhubungan dengan hemiplegia.
Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan, taktil, atau informasi
sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek. Agnosia bisa visual, pendengaran, atau
taktil tetapi tidak sama dengan kebutaan, tuli atau kehilangan rasa. Kehilangan sensasi
misalnya tidak sadar pada posisi lengan, tidak merasakan adanya bagian tubu tertentu. Klien
dengan agnosia penglihatan, dia melihat objek tetapi tidak mengenal atau atau tidak dapat
memberi arti pada objek.
Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan berbicara. Klien
mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak ada gangguan dalam tata
bahasa atau ungkapan atau konstruksi kata. Klien dapat berkomunikasi secara verbal
walaupun mengalami angguan, membaca atau menulis. Kondisi ini disebabkan akibat
disfungsi saraf kranial menyebabkan kelemahan atau paralisis otot sekitar bibir, lidah dan
larynx.
Kinesthesia : gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh, berupa :
1. Hemianesthesia : Kehilangan sensasi.
2. Paresthesia.
3. Kehilangan sensasi pada oto sendi.
Inkontinen : Inkontinen urin dan defekasi dapat terjadi, sebagai akibat :
1. kurangnya perhatian.
2. kehilangan memori
3. faktor emosi.
4. tidak mampu berkomunikasi.
Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat hambatan mobilitas serta overstreching otot bahu,
serta gerakan yang tidak tepat serta kehilangan ROM (range of motion).
Horners Syndrome : paralisis saraf simpatis pada bagian mata mengebabkan tenggelamnya
bola mata sebagai akibat ptosis kelopak mata atas dan peningkatan kelopak mata bawah,
konstriksi pupil, dan berkurangnya air mata.
Gangguan emosional ; setelah menderita stroke mengakibatkan emosi klien labil,
kebingungan, gangguan memori dan frustrasi : social withdrawal terutama aphasia, gangguan
perilaku seksual, regresi, dan marah.
Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Gangguan fungsi neuromotorik :
Penurunan fungsi motorik sangat sering dijumpai pada pasien stroke. Masalah yang
berhubungan dengan fungsi neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi pernafasan, fungsi menelan
dan bicara, refleks muntah dan kemampuan rawat diri.
Terjadinya hal tersebut sebagai akibat adanya kerusakan saraf motorik pada jalur pramidal (
serabut saraf dari otak dan melalui sumsum tulang belakang menuju ke sel motorik).
Karakteristik penurunan motorik termasuk kehilangan kemampuan gerakan voluntary
(akinesia), hambatan integrasi gerakan, gangguan tonus otot, dan gangguan refleks.
Oleh karena jalur paramidal bersilang pada tingkat medulla, sehingga bioa lesi terjadi pada
salah satu sisi pada otak akan mempengaruhi fungsi motorik pada sisi berlawanan
(contralateral). Lengan dan tungkai akan mengalami kelemahan. Apabila gangguan pada
middle cerebral artery, maka kelemahan pada ekstremitas atas lebih keras daripada
ekstremitas bawah.
2. Gangguan komunikasi :
Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan berbahasa. Gangguan berbahasa termasuk
kemampuan mengekspresikan dan pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-kata. Pasien
dapat mengalami aphasia (kehilangan secara total kemampuan pemahaman dan penggunaan
berbahasa). Dysphasia diartikanadanya disfungsi sehubungan dengan kemampuan
pemahaman dan penggunaan bahasa. Dysphasia dapat diklasifikasikan berupa Nonfluent (
berkurangnya aktifitas berbicara dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisa berbicara,
tetapi hanya mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang hebat akan
menyebabkan terjadinya global aphasia, dimana semua fungsi komunikasi dan penerimaan
menjadi hilang.
Stroke pada area Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala aphasia receptive dimana
tidak terdengar suara atau sukar dimengerti. Kerusakan area wernicke akan menyebabkan
hambatan pemahaman baik dalam berbicara maupun bahasa tulisan. Stroke yang
berhubungan dengan area Broca pada otak akan menyebabkan expressive phasia (kesulitan
dalam berbicara dan menulis). Banyak juga stroke menyebabkan dyssarthria yaitu
gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien mengalami hambatan dalam mengucapan,
artikulasi, dan bunyi suara. Kadang-kadang ada pasien mengalami keduanya yaitu aphasia
dan dysarthria.
3. Emosi/perasaan :
Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat mengontrol perasaannya. Hal ini
mungkin terjadi sebagai akibat adanya perubahan dalam citra tubuh dan kehilangan fungsi
motorik. Pasien akan mengalami depresi dan frustrasi sehubungan dengan masalah mobilitas
dan dan komunikasi. Misalnya pada saat waktu makan pasien menangis karena mengalami
kesulitan memasukkan makanan kedalam mulutnya, kehilangan kemampuan mengunyah dan
menelan.
TERAPI KHUSUS
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
1. Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
a. Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus
b. Meningkatkan deformalitas eritrosit
c. Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2. Neuroprotektan
a. Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropi
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
b. Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan
otak
c. Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan
biosintesa lesitin
d. Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum
terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain
ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah
serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan
sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin,
aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang
menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi,
diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
K. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998):
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memperberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
A. PENGKAJIAN
a. Wawancara
Menurut Doengoes (1999:613-614) data dasar pengkajian pasien pada penderita sroke adalah,
1. Aktifitas atau Istirahat
Gejala : Kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonusus, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama/berat, palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi otostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap
akhir
3. Integritas ego
Gejala : Karakter stress. Contoh : financial, hubungan dsb, perasaan tidak berdaya, tidak
ada harapan, tidak ada kekuatan
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, abdomen kembung, diare/konstipasi
Tanda : Perubahan warna kulit, contoh : kuning pekat, coklat, oliguria dapat menjadi
anuria
5. Makanan atau Cairan
Gejala : Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu
hati, mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen/asistes pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit/kelembaban, edema umum (tergantung) ulserasi gusi, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, rasa terbakar pada telapak kaki,
kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas bawah
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan tingkat
kesadaran
7. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk pada malam hari)
Tanda : Gelisah
8. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek, dispneu nocturnal proksimal, batuk dengan/tanpa sputum kental
dan banyak
Tanda : Takipneu, dispneu, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan kusmaul) batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : Demam, ptekie, keterbatasan gerak sendi
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilisasi
11. Interaksi social
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja mempertahankan
fungsi peran biasanya dalam keluarga
b. Pengkajian Fisik
Menurut Mensjoer (2000:532), pengkajian fisik yang ditemukan pada pasien GGK adalah,
1. Umum : malaise
2. Kulit : pucat, mudah lecet dan rapuh
3. Kepala dan leher : lidah kering dan berselaput, vector uremik
4. Mata : fundus hipertensif, mata merah
5. Kardiovaskuler : hipertensi, berlebihan cairan, gagal jantung
6. Pernafasan : edema paru, efusi pleura
7. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum
8. Perkemihan : nokturia, poliuria, haus, proteinuria
9. Reproduksi : penurunan libido, impotensi amenore
10. Saraf : letargi, malaise, tremor, kejang, koma
11. Sendi : gout, klasifikasi ekstra tulang
12. Tulang : hiperparati roidisme, defisiensi vitamin D
13. Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah perdarah
Pengkajian khusus :
1.Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan,
menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap
waktu, tempat dan orang
2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh,
dan posisi kepala.
3. Kekakuan atau flaksiditas leher.
4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi
okular.
5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan
tekanan arteri.
7. Kemampuan untuk bicara
8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.
B. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan vasospasme serebral.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan
menelan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
5. Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
C.INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx1.:
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi,
perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Dibuktikan oleh :
a. Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori
b. Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan
c. Defisit sensori , bahasa, intelektual dan emosional
d. Perubahan tanda-tanda vital
Intervensi :
a. Monitor dan catat status neurologis secara teratur
R/ melihat penurunan dan peningkatkan saraf
b. Monitor tanda-tanda vital
R/ menentukan keadaan klien
c. Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0
R/ melihat reaksi dan fungsi
d. Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur, perubahan lapang pandang
/ persepsi lapang pandang
R/ mengurangi penurunan penglihatan
e. Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi
R/ mengurangi penurunan fungsi
f. Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
R/ agar tidak kaku
g. Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai
indikasi
R/ Untuk kenyamanan
Kolaborasi :
a. Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
b. Berikan medikasi sesuai indikasi
c. Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar )
d. Antihipertensi
e. Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
f. Manitol
Dx : 2
Gangguan pemenuhan nutrisi b.d reflek menelan turun, hilang rasa ujung lidah
Ditandai dengan:
a. Keluhan masukan makan tidak adekuat
b. Kehilangan sensasi pengecapan
c. Rongga mulut terinflamasi
Kriteria evaluasi :
a. Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
b. BB stabil
c. Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat
Intervensi :
a. Pantau masukan makanan setiap hari
R/ untuk menentukan intake dan output
b. Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
R/ melihat penuruna BB
c. Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program
R/ menjaga keseimbangan BB
d. Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu manis,berlemak dan
pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
R/ untuk kenyamanan
e. Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah
R/ melihat output
Kolaborasi:
a. Pemberian anti emetic dengan jadwal regular
b. Vitamin A,D,E dan B6
c. Rujuk ahli diit
d. Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
Dx 3 :
Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular, ketidakmampuan dalam persespi
kognitif
Dibuktikan oleh :
Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik : kelemahan, koordinasi,
keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan kekuatan otot.
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ; Tidak ada kontraktur, foot drop.
a. Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari bagian tubuh
b. Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana permulaannya
c. Terpeliharanya integritas kulit
Intervensi :
a. Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring )
R/ mencegah terjadinya dekubitus
b. Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas
R/ agar tidak terjadinya kekakuan
c. Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat selama periode
paralysis flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral
R/ kenyamanan klien
d. Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi
R/ untuk kenyamanan
e. Bantu meningkatkan keseimbangan duduk
R/ untuk kenyamanan
Kolaborasi
a. Konsul ke bagian fisioterapi
b. Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik
c. Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi
Dx 4 :
Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler,
kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih.
Ditandai :
a. Gangguan artikulasi
b. Tidak mampu berbicara / disartria
c. ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata , mengidentifikasi objek
d. Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif.
Intervensi :
a. Bantu menentukan derajat disfungsi
R/ agar tidak terjadinya disfungsi
b. Sediakan bel khusus jika diperlukan
R/ mencegah kegawatdaruratan
c. Sediakan metode komunikasi alternative
R/ kenyamanan
d. Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien
R/ untuk kenyamanan
e. Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
R/ terciptanya saling kepercayaan
f. Bicara dengan nada normal
R/ mencegah terjadinya prasanka buruk dan mengurangi keadaan
Kolaborasi : Konsul dengan ahli terapi wicara
Dx 5 :
Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma /
penurunan neurologi), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh
kecemasan)
Ditandai ;
a. Disorientasi waktu, tempat , orang
b. Perubahan pola tingkah aku
c. Konsentrasi jelek, perubahan proses piker
d. Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh
e. Perubahan pola komunikasi
f. Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik.
Intervensi :
a. Kaji patologi kondisi individual
R/ mencegah penurunan kesadaran
b. Evaluasi penurunan visual
R/ mencegah penurunan kesadaran
c. Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh
R/ agar pasien tidak tersinggung
d. Sederhanakan lingkungan
R/ untuk kenyamanan dan memepercepat kesembuhan
e. Bantu pemahaman sensori
R/ mengurangi ketidak reaksi saraf
f. Beri stimulasi terhadap sisa-sisa rasa sentuhan
R/ mengurangi kematian sel-sel saraf
g. Lindungi psien dari temperatur yang ekstrim
R/ menjaga kenyamanan
h. Pertahankan kontak mata saat berhubungan
R/ meningkatkan kepercayaan
i. Validasi persepsi pasien
R/ menentukan keluhan
Dx 6 :
Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol /koordinasi otot
Ditandai dengan :
Kerusakan kemampuan melakukan AKS misalnya ketidakmampuan makan ,mandi,
memasang/melepas baju, kesulitan tugas toileting
Kriteria hasil:
a. Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
b. Mengidentifikasi sumber pribadi /komunitas dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan
c. Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan perawatan diri
Intervensi:
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
R/: Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap
sungguh
R/: Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan
R/:Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan
yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
R/: Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
R/: Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
Dx.7:
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
R/: Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Rubah posisi tiap 2 jam
R/: Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
R/:Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
R/: Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
R/: Mempertahankan keutuhan kulit
DAFTAR PUSTAKA
http://imam-14naruto.blogspot.com/2011/05/askep-lansia-dengan-stroke.html
http://mhs.blog.ui.ac.id/fer50/2008/09/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-stroke/
Guyton & Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran ed 11. Jakarta: EGC. 2007