You are on page 1of 25

1.

Definisi Masa Usia Lanjut


Masa usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu
suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan
aspek sosial (BKKBN 1998).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu :
Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia
tua (old) 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang
yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak
mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi
kehidupannya sehari-hari.
Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan
kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai
penurunan daya tahan
tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-
perubahan dalam hidupnya.

2. Perubahan-Perubahan Fisik Dan Psikis Yang Terjadi Pada Masa Usia Lanjut
a. Perubahan Fisik Pada Masa Usia Lanjut
Dengan bertambahnya usia, secara umum kekuatan dan kualitas fisik juga
fungsinya mulai terjadi penurunan. Penurunan ini bisa berlangsung secara perlahan
bahkan bisa terjadi secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup pada masa usia muda.
Beberapa perubahan gangguan fisik yang timbul adalah sebagai berikut :
Perubahan pada kulit : kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering
dan keriput, kulit di bagian bawah mata membentuk seperti kantung dan lingkaran
hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas, warna merah kebiruan sering
muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
Perubahan otot : pada umumnya otot orang berusia madya menjadi lembek dan
mengendur di sekitar dagu, lengan bagian atas, dan perut
Perubahan pada persendian : masalah pada persendian terutama pada bagian tungkai
dan lengan yang membuat mereka menjadi agak sulit berjalan
Perubahan pada gigi : gigi menjadi kering, patah, dan tanggal sehingga kadang-
kadang memakai gigi palsu
Perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar dan cenderung mengeluarkan
kotoran yang menumpuk di susdut mata, kebanyakan menderita presbiop atau
kesulitan melihat jarak jauh, menurunnya akomodasi karena menurunnya elastisitas
mata
Perubahan pada telinga : fungsi pendengaran sudah mulai menurun, sehingga tidak
sedikit yang mempergunakan alat bantu pendengaran.
Perubahan pada sistem pernafasan : nafas menjadi lebih pendek dan sering
tersengal-sengal, hal ini akibat terjadinya penurunan kapasitas total paru-paru, residu
volume paru dan konsumsi oksigen basal, ini akan menurunkan fleksibilitas dan
elastisitas dari paru

Selain ganggunan fisik yang bisa terlihat secara langsung, dengan bertambahnya
usia sering pula disertai dengan perubahan-perubahan akibat penyakit kronis, obat-obat
yang diminum akibat operasi yang menyiksa kesusahan secara fisik dan psikologis.
Beberapa gangguan fisik pada bagian dalam tersebut seperti :
Perubahan pada sistem syaraf otak : umumnya mengalami penurunan ukuran, berat,
dan fungsi contohnya kortek serebri mangalami atropi.
Perubahan pada sistem cardiovascular : terjadi penurunan elastisitas dari pembuluh
darah jantung dan menurunnya kardiak out put
Penyakit kronis misal diabetes melistus (DM), penyakit cardiovaskuler, hipertensi,
gagal ginjal, kanker, dan masalah yang berhubungan dengan persendian dan syaraf
Beberapa operasi seperti prostatectomy, histrectomy, dan mastectomy.
Hasil penelitian menunjukkan timbulnya masalah prostatectomy meliputi gagal ereksi
mencapai 12 % sampai timbulnya masalah tidak tercapainya ejakulasi sebesar 24 %,
kanker prostate dan operasi prostad (hilangnya libido, gagal ereksi, volume ejakulasi)
Perubahan pada sistem ginjal, kandung kencing, dan ureter mengalami penurunan
efisiensi, jumlah sel dalam ginjal mengalami penurunan menyebabkan gangguan
pengeluaran toksin dan air dari tubuh.

b. Perubahan Psikis Pada Masa Usia Lanjut


Gangguan psikologis paling umum yang berpengaruh pada orang tua adalah
timbulnya depresi, dimensia, dan mengigau. Hal ini lebih sering diakibatkan oleh
perasaan sudah tua, sudah pikun, dan secara fisik sudah tidak menarik bagi pasangan.
Perubahan akibat depresi dan dimensia bahkan sering mengganggu prilaku seksual
termasuk gangguan khayal yang dikaitkan dengan kecemburuan phatologis.
Secara umum beberapa gangguan psikologis yang timbul adalah
Kecemasan (angietas)
Depresi
Rasa bersalah (guilty feeling)
Masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam berhubungan
seksual

Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh besar
terhadap sisi kewanitaannya seperti :
Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
Cerviks yang menyusut ukurannya
Dinding vagina atropi ukurannya memendek
Berkurangnya pelumas vagina
Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan,
penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal
Ada prinsip perkembangan yang dinamakan Multidirectional, dimana beberapa
komponen menunjukkan pertumbuhan dan komponen lain nya malah menurun, lansia
akan semakin arif, tapi menurun dalam tugas yang membutuhkan kecepatan memproses
informasi, misalnya lansia baru mempelajari komputer.

Disamping itu ada beberapa gangguan mental yang paling umum yang
berpengaruh pada orang tua adalah depresi, dimensia dan menggigau prilaku seksual
mungkin berubah secara signifikan pada depresi dan dimensia .

3. Masalah Seksual Pada Masa Usia Lanjut


Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang
tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan akan
berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan
akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang meliputi
berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat
kelamin sewaktu masturbasi.
Alexander dan Allison mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan fisiologik
yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan
menunjukkan status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan neurologiknya.

Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari
pembagian tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :
1. Fase desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural,
kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring
makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi. Interval untuk meningkatkan hasrat seksual
pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun
akan mempengaruhi libido.
2. Fase arousal
Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing,
elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan
kandung kemih.
Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat;
penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi
testis ke perineum lebih lambat.

3. Fase orgasmic
Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah
konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.

4. Fase pasca orgasmic


Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya fase
orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.

Tabel perubahan fisiologi dari aktivitas seksual yang diakibatkan oleh proses menua
menurut Kaplan
Fase tanggapan
Pada wanita lansia Pada pria lansia
seksual
Fase desire Terutama dipengaruhi oleh Interval untuk meningkaatkan
penyakit baik dirinya sendiri hasrat melakukan kontak seksual
atau pasangan, masalah meningkat;hasrat sangat
hubungan antar keduanya, dipengaruhi oleh penyakit;
harapan kultural dan hal-hal kecemasan akan kemampuan
tentang harga diri. Desire pada seks dan masalah hubungan
lansia wanita mungkin antara pasangan. Mulai usia 55
menurun dengan makin th testosteron menurun bertahap
lanjutny usia, tetapi hal ini bisa yang akan mempengaruhi libido.
bervariasi.
Fase arousal Pembesaran payudara M embutuhkan waktu lebih lama
berkurang, semburat panas untuk ereksi; ereksi kurang
dikulit menurun; elastisitas begitu kuat; testosteron
dinding vagina menurun; iritasi menurun; produksi sperma
uretra dan kandung kemih menurun bertahap mulai usia 40
meningkat;otot-otot yang th; elevasi testis ke perinium
menegang pada fase ini lebih lambat dan sedikit;
menurun. penguasaan atas ejakulasi
biasany membaik.

Fase orgasmik(fase Tanggapan orgasmik mungkin Kemampuan mengontrol


muskular) kurang intens disertai sedikit ejakulasi membaik; kekuatan
kontraksi; kemampuan untuk kontraksi otot dirasakan
mendapatkan orgasme multipel berkurang; jumlah kontraksi
berkurang dengan makin menurun; volume ejakulat
lanjutnya usia. menurun.
Fase pasca orgasmik Mungkin terdapat periode Periode refrakter memanjang
refrakter, dimana secara fisiologis, dimana ereksi
pembangkitan gairah secara dan orgasme berikutnya lebih
segera lebih sukar. sukar terjadi.

Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik
saja, terdapat banyak penyebab lainnya seperti:
1. Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin
membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
2. Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak
dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik
Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada lansia
adalah sebagai berikut :
Gangguan hasrat
Tahap pemanasan
Orgasme
Rasa nyeri
Sakit fisik
Obat dan alkohol
Gangguan yang tidak khusus

Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain :
1. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk
terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.

2. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien
mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan
kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas
situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke
sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual
ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke,
maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi
permanent maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan
mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien
dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami
kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat
diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik bercinta alternatif. Kehilangan kemampuan
berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk berkomunikasi.
3. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik
operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi
seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan
saraf.

4. Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati
autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi
yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.

5. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi
mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin
berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.

6. Rokok dan alkohol


Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila
terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga
mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk
mengalami kenikmatan.

7. Penyakit paru obstruktif kronik


Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya
kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat
menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.

8. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain
beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
4. Perubahan Seksualitas Pada Pria Lansia
Seiring proses penuaan, kemampuan seksualitasi juga akan mengalami penurunan.
Kemampuan untuk mempertahankan seks yang aktif sampai usia lanjut bergantung hanya pada
beberapa faktor yaitu kesehatan fisik dan mental, dan eksistensi yang aktif serta pasangan yang
menarik. Perubahan perilaku sekspada pria yang memasuki masa tua meliputi berkurangnya
respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu
masturbasi.

Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :
a. Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan
hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular testis
akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis,
dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi
ovum
b. Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak terjadi pada 50% pria
diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini
memerlukan terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sistem traktus
urinarius.
c. Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang sempurna
mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung skrotum berkurang,
mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin
kurang kaku dan bergantung pada sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga
dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan respon.
Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih lama sebelum
mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi orgasme
menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran
cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia
pria disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya
pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter
memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
d. Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa.
Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
e. Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12 sampai 48
jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa
menit saja.
f. Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini tampaknya
berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh karena itu, jarang atau
seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi
seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi
rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70 tahun
menjadi 0,50 perminggu. Meski demikian, berdasarkan penelitian, banyak golongan lansia
tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut
hanya dibatasi oleh status kesehatan.

5. Impotensi Atau Disfungsi Ereksi Pada Pria Lansia


Defenisi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Impotensi atau Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan secara konsisten
untuk mencapai dan / atau mempertahankan ereksi sedemikian rupa sehingga mencapai
aktivitas seksual yang memuaskan. (Vinik, 1998). Secara umum impotensia dibedakan
menjadi impotensia coendi (ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual),
impotensia erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi (tidak mampu
menghasilkan keturunan). Prevalensi DE sekitar 52% pada pria di antara 40-70 tahun
dan bahkan lebih besar pada pria yang lebih tua. Untuk timbul ereksi diperlukan adanya
rangsangan yang bisa berasal dari rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik),
olfaktorik (bau-bauan) dan rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui
jalur kortiko-talamikus, limbik maupun talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan
diteruskan ke susunan saraf ototnom (parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi
korpus kavernosa penis. Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu
terjadinya ejakulasi. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa proses ereksi
menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf, vascular, hormonal, psikologik dan
kimiawi.
Etiologi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut:
1) DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin, neurogenik,
vaskuler (aterosklerosis atau fibrosis).
DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM (Androgen Deficiency
in the Aging Male), yang merupakan hipogonadisme pada lansia. DE tipe ini
disebabkan oleh gangguan testikular baik primer maupun sekunder. Selain itu
juga dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan hiperprolaktinemia,
hipertiroid, hipotiroid dan Cushings disease.
DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls terjadinya
ereksi. Lesi dilobus temporalis sebagai akibat trauma atau multiple scelrosis
stroke, gangguan atau rusaknya jalur asupan sensorik misalnya pada
polineuropati diabetik, tabes dorsalis atau penyakit ganglia radiks dorsalis
medula spinalis, juga pada gangguan nervus erigentes akibat pasca
prostatektomi total atau operasi rektosigmoid.
DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang mungkin
berhubungan erat dengan prevalensi penyakit aterosklerosis yang tinggi pada
lansia. Gangguan aliran darah arteri ke korpus kavernosus seperti bekuan
darah, aterosklerosis, atau hilangnya kelenturan dinding pembuluh darah dapat
menyebabkan DE. Selain itu DE bisa terjadi pada penyakit Leriche, yaitu
obstruksi di pangkal bifurkasio a. iliaka di daerah a.abdominalis. Serta
penyakit Peyronie mengakibatkan pengisian darah tidak sempurna yang akan
menyebabkan DE.

2) DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama DE, namun
menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab utama DE pada lansia
gangguan organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE jenis
ini yang berpotensi reversibel potensial biasanya yang disebabkan oleh
kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa
takut akan gagal dalam hubungan seksual.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa impotensi merupakan akibat
masturbasi yang dahulu atau karena terlalu sering ejakulasi atau sebailiknya karena
terlalu lama menahan dan tidak disalurkan hasrat seks-nya itu. Namun penelitian
membuktikan bahwa ejakulasi atau tidak ejakulasi dalam waktu yang lama tidak
langsung mengganggu kesehatan. Masters dan Johnson mengatakan bahwa ereksi dan
ejakulasi tidak dapat dipelajari karena hal ini terjadi secara reflektoris.
Selain yang telah disebutkan di atas, sekitar 25 % DE disebabkan oleh obat-
obatan terutama obat antihipertensi ( Reserpin, blocker, guanethidin dan metildopa),
alkohol, simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium, hipnotik sedatif, dan hormon-
hormon seperti estrogen dan progesteron.

Diagnosa impotensia atau disfungsi ereksi pada pria lansia


Ada kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi akan mencari
pertolongan pada dokter, hal pertama yang perlu dilakukan dokter adalah
memberikan perasaan nyaman pada pasien dengan menjelaskan bahwa disfungsi
ereksi merupakan hal biasa yang dialami oleh para lansia pria dan berusaha
mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini akan menenangkan diri pasien. Setiap
pasien memiliki privasi, oleh karena itu perlu ditanyakan apakah pasien ingin
mendiskusikan hal ini dengan atau tanpa pasangannya, namun cara yang terbaik
adalah bersama pasangan. Karena pandangan serta dukungan dari pasangan seksual
mereka sangat berharga dan dapat mengembalikan kepercayaan diri pasien untuk
kembali memulai lagi fungsi seksualnya dan secara tidak langsung dapat membantu
mengatasi masalah disfungsi ereksi.
Selain dari segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi ereksi yang
terjadi murni disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit atau kelainan lain yang
menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat penyakit atau kelainan yang
mendasari terjadinya disfungsi ereksi maka perlu ditangani penyakit dan kelainan
yang mendasarinya. Peninjauan terhadap obat-obatan yang selama ini dikonsumsi
oleh pasien juga perlu diperhatikan.
Selain dari anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik untuk
mengetahui ada tidaknya disfungsi ereksi:
Apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti arteri femoral dan perifer
berkurang atau terdengar bruit.
Adakah perubahan kulit. Turgor menurun mengakibatkan kulit menjadi kurang
elsatis.
Adakah perubahan neuropati otonom (simpatis dan parasimpatis) seperti adanya
reflek bulbo kavernosus dan kremaster.
Adakah gejala hipotensi ortostatik.
Adakah gejala neuropati perifer seperti DM, alkoholisme, kekurangan vitamin B1,
dan lain-lain.
Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau dan plak pada peyronies disease.
Peyronies disease adalah keadaan dimana terjadi kelainan anatomis penis, berupa
tumbuhnya jaringan ikat atau plak yang tidak biasa pada jaringan penis sehingga
aliran darah dalam badan kavernosa penis terganggu untuk mencapai ereksi.
Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.
Pemeriksaan laboratorium umum diperlukan untuk menentukan adanya kondisi
medis penyerta, faktor resiko vaskular atau endokrin yang abnormal.
Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin.

Terapi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia


Phosphodiesterase-5 (PDE5) inhibitors merupakan terapi pilihan utama untuk
disfungsi ereksi. PDE5 berada di jaringan kavernosa penis dan akan mendegradasi
cyclic 3' 5' guanosine monophosphate (cGMP) yang bila bekerja bersama nitrat
oksida akan menyebabkan relaksasi otot. Oleh karena itu dengan menghambat PDE5,
obat ini berpotensi untuk mendorong terjadinya ereksi. Namun obat ini menjadi
kontra indikasi pada pasien yang mendapatkan terapi nitrogliserin atau golongan
nitrat lainnya, karena efeknya dapat menyebabkan tekanan darah turun drastis dan
penurunan perfusi arteri koroner dan dapat menyebabkan miokard infark. Pemakaian
obat ini bersama obat-obatan alfa bloker.
Salah satu obat yang sangat populer di dunia untuk mengatasi DE adalah
sildenafil sitrat (Viagra ). Obat ini bekerja dengan jalan mem-blok pemecahan GMP
siklik yang mempertahankan vasodilatasi korpora kavernosa, tetapi obat ini hanya
bisa diberikan bila keadaan vaskuler penis masih intak. Seperti PDE5 obat ini juga
menjadi kontraindikasi pada pemakaian obat-obatan golongan nitrat karena dapat
menyebabkan hipotensi bahkan syok (Vinik, 1998).
Karena tidak menstimulasi pembentukan cGMP, melainkan hanya
memperkuat / memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika belum /
tidak terdapat stimulasi atau eksitasi seksual. Efek samping Sildenafil umumnya
bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang tersering berupa sakit kepala, muka
merah, gangguan penglihatan (buram sampai melihat segala sesuatu kebiru-biruan),
dan mual, yang kesemuanya berkaitan dengan blokade PDE5 inhibitor yang terdapat
di seluruh tubuh. Obat lain yang kini beredar antara lain Alprostadil (Caverject ,
Muse ), Vardenafil (Levitra ), dan Tadalafil (Cialis ).
Apomorfin (Uprima ) adalah agonis dopamin dengan afinitas bagi reseptor-
D1 dan -D2 di hipotalamus yang terkait antara lain pada regulasi ereksi. Daya
erektogennya berdasarkan efek terhadap afinitas lokal dari nitrogenmonoksida,
kemudian konversi guanyltriphosphate menjadi cGMP. Reaksi ini menimbulkan
relaksasi otot-otot licin dari corpus cavernosum, yang dapat terisi darah dan terjadilah
ereksi. Setelah penggunaan sublingual kadarnya dalam darah memuncak dalam 4o-60
menit dan ereksi dapat terjadi setelah 20 menit. Efek samping yang tersering berupa
nausea, sakit kepala, dan pusing-pusing.
HRT (hormon replacement therapy) diindikasikan pada pria dengan
hipogonadal. Pengobatan yang aman dan efektif dengan injeksi intra muscular jangka
panjang, maupun transdermal testoteron gel. Testoteron oral sebaiknya dihindari
karena kemungkinan toksik hepatik pada penggunaan jangka lama. Pada pemakaian
testoterone-containing gel sebaiknya menunggu sekitar 10 -15 menit sampai gel
tersebut diabsorbsi dan kering sebelum melakukan aktivitas seksual. Semua pria yang
menggunakan terapi testoterone replacement perlu mendapatkan pemeriksaan rektal
digital dan PSA test sedikitnya 1 tahun sekali.
Pemberian testoteron dapat menyebabkan beberapa efek samping, antara lain :
Pada laki-laki : testis mengecil, produksi sperma berkurang, ginekomastia,
pembesaran prostat
Pada wanita : klitoris membesar, tumbuh rambut di daerah muka, volume suara
membesar
Umum : hepatotoksik, peningkatan hematokrit darah, aterosklerosis, dan
hipertrofi jantung.
Ada beberapa cara lain selain dengan terapi testoteron. Misalnya alat vakum
maupun protesa. Alat vakum meningkatkan pembesaran penis dengan membuat
keadaan vakum yang menarik darah ke dalam penis. Saat terjadi ereksi, sebuah
gelang karet atau cincin konstriksi pasang pada pangkal penis dan alat vakum tersebut
dilepas. Gelang tersebut dapat memperlambat aliran balik vena dan membantu
mempertahankan ereksi lebih dari 30 menit. Alat vakum ini dapat mengakibatkan
petekhie dan membuat ujung penis lebih dingin dari biasanya. Protesa pada penis
mungkin membantu ketika cara lain tidak berhasil. Pembedahan revaskularisasi penis
relatif bersifat eksperimental dan belum ada kesuksesan yang tinggi.

6. Andropause Pada Pria Lansia


Defenisi Andropause pada pria lansia
Andropause berasal dari kata Andro = kejantanan dan pause = istirahat.
Andropause dapat diartikan sebagai perubahan akibat proses menua pada sistem reproduksi
pria mungkin di dalamnya termasuk perubahan pada jaringan testis, produksi sperma dan
fungsi ereksi.
Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium laki-laki yang berarti
seorang laki-laki sedang berada pada tingkat kritis fase kehidupannya, dimana terjadi
perubahan fisik, hormon dan psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahan-perubahan
ini biasanya terjadi secara bertahap. Tingkah laku, stress psikologik, alkohol, trauma,
ataupun operasi, medikasi, kegemukan dan infeksi dapat memberikan kontribusi pada onset
terjadinya andropause ini.
Sebenarnya andropause bukanlah suatu fenomena baru, hal ini terjadi karena
kemampuan kita untuk mendiagnosa andropause ini sangat terbatas karena tidak ada cara
untuk menprediksi siapa yang akan mengalami gejala andropause. Test yang sensitif untuk
mengetahui bioavaibilitas testoteron baru tersedia akhir-akhir ini, sehingga sebelum ada test
ini andropause terlewatkan begitu saja tanpa terdiagnosa dan tidak memperoleh
penatalaksanaan.

Etiologi andropause pada pria lansia


Mulai sejak kira-kira usia 30 tahun, kadar testoteron dalam tubuh menurun kurang
lebih 10% setiap dekadenya. Pada saat yang sama Sex Binding Hormone Globulin (SHBG)
meningkat. SHBG ini akan menangkap banyak testoteron yang bersirkulasi dan membuat
testoteron tidak tersedia untuk digunakan pada jaringan tubuh khususnya untuk terjadinya
perilaku seksual yang normal dan terjadinya ereksi.

Gejala dan efek yang ditimbulkan oleh andropause


Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang rendah. Setiap pria
mengalami kemunduran bioavaibilitas testoteron, namun berbeda kadarnya pada setiap
invididu. Ketika hal ini terjadi pria akan mengalami gejala andropause.
Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain :
Depresi
Kelelahan
Iritabilitas
Libido menurun
Sakit dan nyeri
Berkeringat dan flushing
Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
Sulit berkonsentrasi
Pelupa
insomnia
Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan menimbulkan efek tertentu,
demikian juga andropause dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan:
Osteoporosis
Obesitas
Kehilangan masa otot
Resiko menderita arteriosklerosis
Resiko menderita kanker payudara
Resiko menderita kanker prostat
Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada andropause yaitu dengan testoterone replacement therapy
baik secara injeksi maupun oral.

7. Perubahan Seksualitas Wanita Lansia


Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya usia :
Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
Cerviks yang menyusut ukurannya
Dinding vagina atropi ukurannya memendek
Berkurangnya pelumas vagina
Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas seks
Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan,
penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot perinael
a. Klimakterium Pada Wanita Lansia
Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium.
Berlangsung 6 tahun sebelum menopouse dan berakhir 6-7 tahun setelah menopouse
Tanda-tanda Klimakterium :
a. Menstruasi tidak lancar atau tidak teratur
b. Haid banyak ataupun sangat sedikit
c. Sakit kepala terus menerus
d. Berkeringat
e. Neuralgia

Gejala Psikologis pada masa klimakterimum :


a. Kemurungan
b. Mudah tersinggung / mudah marah
c. Mudah curiga
d. Insomnia
e. Tertekan
f. Kesepian
g. Tidak sabar
h. Tegang dan cemas

Syndrome Menopouse pada masa klimakterimum :


a. Berhentinya menstruasi, makin jarang dan makin sedikit
b. Mengalami atropi pada sistem reproduksi
c. Penampilan kewanitaan menurun
d. Keadaan fisik kurang nyaman
a. Kemerah-merahan pada leher, dahi, bagian atas dada, berkeringat, pusing, iritasi,
friigid
e. Berat badan
f. Perubahan kepribadian

Perubahan Kejiwaan pada masa klimakterimum


a. Merasa tua
b. Tidak menarik lagi
c. Rasa tertekan karena takut menjadi tua
d. Mudah tersinggung
e. Mudah kaget
f. Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami
g. Rasa takut karena suami menyeleweng

Gangguan psikologis pada masa klimakterium pada wanita lansia


a. Ketakutan
Ketergantungan fisik dan ekonomi
Sakit-sakitan yan kronis
Kesepian
Kebosanan karena tidak diperlukan
b. Perubahan mental
Belajar : kurang mampu belajar yang baru
Berfikir : terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan alasan
Kreatifitas berkurang
Berkurang rasa humor
Perbendaharaan kata semakin menurun
c. Gangguan mental
Agresi : menyerang disertai kekuatan
Kemarahan dan rasa tidak senang yang kuat
Kecemasan yang tidak berobyektif
Kacau & sering bingung
Penolakan ; ketidakmampuan untuk mengakui secara sendiri terhadap keinginan,
fikiran, perasaan pada kejadian nyata
Ketergantungan : meletakakkan kepercayaan terhadap orang lain
Depresi : perasaan sedih & pesimis
Ketakutan : reaksi emosional terhadap sumber luar
Manipulasi : proses bertingkah laku untuk memuaskan diri sendiri / orang lain
dengan cara serdik, tidak jujur / tipu muslihat
Rasa sakit yang tidak berpenyebab

b. Menopause Pada Wanita Lansia


Defenisi Menopause
Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup
seorang perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia.
Seorang wanita yang sudah menopause akan mengalami berhentinya haid. Fase ini
terjadi karena ia tidak lagi menghasilkan esterogen yang cukup untuk
mempertahankan jaringan yang responsive dalam suatu cara yang fisiologi.
Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan hormon ovarium
yang berkurang akan menyebabkan perubahan fisik, psikologis dan seksual yang
menurun pada wanita pasca menopause (Hacker&Moore, 2001). Seseorang disebut
menopause jika tidak lagi menstruasi selama 12 bulan atau satu tahun. Menopause
umumnya terjadi ketika perempuan memasuki usia 48 hingga 52 tahun (Rachmawati,
2006).
Menurut Andra (2007), efek berkurangnya hormon estrogen mengakibatkan
penipisan pada dinding vagina, pembuluh darah kapiler di bawah permukaan kulit
juga akan terlihat. Akhirnya, karena epitel vagina menjadi atrofi dan tidak adanya
darah kapiler berakibat permukaan vagina menjadi pucat. Selain itu, rugae-rugae
(kerut) vagina akan jauh berkurang yang mengakibatkan permukaannya menjadi licin,
akibatnya sering sekali wanita mengeluhkan dispareunia (nyeri sewaktu senggama),
sehingga malas berhubungan seksual.

Gejala dan efek menopause


Menopause dianggap sebagian masyarakat sebagai awal dari kemunduran
fungsi kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang menganggap menopause
sebagai bencana di usia senja. Banyak perempuan menopause merasa menjadi tua,
yang diasosiasikan dengan ketidakmenarikan dan kehilangan hasrat seksual
(Rachmawati, 2006).
Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun menjelang
berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah perubahan dalam
gairah seksual. Berkurangnya cairan vagina, akan timbul rasa sakit kalau terjadi
hubungan badan, selain itu rasa takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan sendiri
dapat menyebabkan keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.
Anggapan yang salah tentang seksualitas masa menopause dapat
menimbulkan kecemasan, karena mereka takut tidak bisa melayani suami dengan
baik akan mencari wanita lain atau malah menceraikannya, karena dari mereka tidak
sedikit yang kemudian merasa tidak berarti lagi bagi suaminya, sehingga di sisi lain
banyak juga suami yang menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat mengganggu
istri yang telah menopause.
Ada empat kemungkinan mengapa para suami enggan berhubungan seksual
lagi dengan istrinya yaitu tidak tertarik lagi, ada anggapan salah bahwa menopause
berarti padamnya dorongan seksual, kesulitan berhubungan intim akibat perlendiran
vagina berkurang, sementara ereksi tetap kokoh seperti sedia kala, penolakan istri
karena merasa sakit saat berhubungan seksual (Pangkahila, 1998). Anggapan seperti
itu sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh salah pengertian atau karena
mendengar cerita orang lain, kadang pria mencoba mengatasi masalah ini dengan
mencari pasangan lebih muda dengan harapan bahwa kemampuan seksualnya yang
telah surut dapat kembali. Rasionalisasi yang umum dilakukan oleh pria dengan
mencari pasangan lebih muda adalah karena pihak wanita tidak lagi tertarik pada seks
setelah menopause, hal ini semakin diperparah dengan upaya menghindari
berhubungan intim dengan suami disebabkan nyeri saat senggama akibat menipisnya
selaput lendir liang senggama (Hidayana, 2004).
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause disebabkan oleh
bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi kehidupan
mereka. Gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah
tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan
merasa kehilangan daya tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut ditinggalkan
suaminya (Purwoastuti, 2008).
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang
mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan
sekitar 25% tidak memasalahkannya. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi
seorang perempuan terhadap menopause, antara lain faktor kultural, sosial ekonomi,
gaya hidup, kebutuhan terhadap kehidupan seksual, dan sebagainya (Achadiat, 2007).
Studi yang dilakukan oleh (Duke, 1999) University AS, menunjukkan bahwa
tidak semua perempuan menopause mengalami penurunan hasrat seksual, 39% wanita
berusia 61-65 tahun memiliki aktivitas seksual seperti 27% wanita berumur 66-71
tahun, 13% wanita menopause mempunyai hasrat lebih tinggi dibandingkan ketika
masih muda (Rachmawati, 2006).
Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang dapat dilakukan
di tingkat pelayanan dasar :
a. Pemeriksaan alat kelamin
Pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar, liang rahim dan leher rahim untuk
melihat kelainan yang mungkin ada, misalnya lecet, keputihan, pertumbuhan
abnormal sepertu benjolan dan radang.
b. Pap Smear
Pemeriksaan ini dapat dilakukan setahun sekali untuk melihat adanya tanda
radang atau deteksi awal bagi kemungkinan adanya kanker pada saluran
reproduksi. Dengan demikian pengobatan terhadap adanya kelainan dapat segera
dilakukan.
c. Perabaan Payudara
Ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar hormone
estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor payudara. Hal ini juga dapat
terjadi pada pemberian hormone pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan
akibat menopause.
d. Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure fito-estro-gen
Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause digantikan
dengan makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen yang cukup seperti
kedelai ( tahu, tempe, kecap), papaya dan semanggi merah
e. Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak, kopi dan
alcohol.

c. Senium Pada Wanita Lansia


Yaitu masa sesudah pasca menopause. Ditandai dengan telah tercapainya keseimbangan
baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun
psikis.
8. Upaya Mengatasi Permasalahan Seksual Pada Lansia
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah
seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan
waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan
konselor. Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang
penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat
Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual adalah masalah
yang tabu.
Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan seksual pada
lansia adalah sebagai berikut :
Anamnesa Riwayat Seks
a. Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan memuaskan
b. Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
c. Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah
d. Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya
e. Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang obat-obatan yang
dikonsumsi oieh pasien
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese
harus rinci, meliputi awitan, jenis maupun itensitas gangguan yang dirasakan. Juga
anamnese tentang gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Penelaahan
tentang gangguan psikologik, kognitif harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-
obatan. Pemeriksaan fisik meliputi head to toe.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati,
ginjal dan paru-paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula darah, status
gizi dan status hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai disfungsi ereksi pada pria,
pemeriksaan khas juga meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal penile
tumescence testing. (Hadi-Martono, 1996)

Pengobatan yang diberikan mencakup ;


1. Konseling Psikoseksual
2. Therapi Hormon
3. Penyembuhan dengan obat-obatan
4. Peralatan Mekanis
5. Bedah Pembuluh

Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen gangguan
seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan Pharmakologi

Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk menyembuhkan
Viropause/andropause pada pria (pemanasan dan ejakulasi)
Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen pada
klimakterium

Penyembuhan dengan Obat


a. Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif
b. Oral phentholamin
c. Tablet apomorphine sublingual
d. Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif
e. Penempatan intra-uretral prostaglandin
DAFTAR PUSTAKA

1. Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ).


Jakarta : FKUI
2. Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta. Fitramaya
3. Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

You might also like