You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan data Globocan (IARC) 2002,. Kanker leher rahim menempati
urutan kedua dengan incidence rate 16 per 100.000 perempuan, kasus baru yang
ditemukan 9,7% dengan jumlah kematian 9,3% per tahun dari seluruh kasus kanker
pada perempuan di dunia.
Insidens kanker di Indonesia masih belum dapat diketahui secara pasti, karena
belum ada registrasi kanker berbasis populasi yang dilaksanakan. Berdasarkan data
dari Badan Registrasi Kanker Ikatan Dokter Ahli Patologi Indonesia (IAPI) tahun
1998 di 13 Rumah Sakit di Indonesia kanker leher rahim menduduki peringkat
pertama dari seluruh kasus kanker sebesar 17,2% diikuti kanker payudara (12,2%).
Tetapi dari data Globocan 2002, IARC didapatkan estimasiinsidens kanker
payudara di Indonesia sebesar 26 per 100.000 perempuan, dan kanker leher rahim
sebesar 16 per 100.000 perempuan. Sedangkan dari Sistim Informasi Rumah Sakit
(SIRS) di Indonesia tahun 2007 diketahui bahwa kanker payudara menempati urutan
pertama pasien rawat inap (16,85%) dan pasien rawat jalan (21,69%). Kanker leher
rahim urutan kedua pada pasien rawat inap (11,78%) dan pasien rawat jalan (17,00%).
Kedua kanker di atas menjadi salah satu masalah utama pada kesehatan
perempuan di dunia, terutama pada negara bekembang yang mempunyai sumber daya
terbatas seperti di Indonesia. Alasan utama meningkatnya kedua kanker tersebut di
negara berkembang adalah karena kurangnya program penapisan yang efektif dengan
tujuan untuk mendeteksi keadaan sebelum kanker maupun kanker pada stadium dini
termasuk pengobatannya sebelum proses invasif yang lebih lanjut. Estimasi tahun
1985 (PATH, 2000) hanya 5% perempuan di negara sedang berkembang yang
mendapat pelayanan penapisan dibandingkan dengan 40% perempuan di negara maju.
Kematian pada kasus kedua kanker di atas pada negara berkembang 2 (dua) kali
lebih besar dibandingkan negara maju, hal ini terjadi selain karena kurangnya
program penapisan, juga diperparah dengan rendahnya kemampuan dan aksesibilitas
untuk pengobatan.

1
Penanggulangan terpadu harus dilaksanakan sejak dari Puskesmas. Kunci
keberhasilan program pengendalian kedua kanker adalah penapisan (screening) yang
diikuti dengan pengobatan yang adekuat. Hal ini berdasarkan fakta bahwa lebih dari
50% perempuan yang terdiagnosa kanker tidak pernah melakukan penapisan (WHO,
2004).
Untuk mencapai hasil yang memuaskan, penapisan harus berfokus pada
perempuan dengan golongan umur yang sudah ditargetkan. Walaupun dengan
kemajuan saat ini pencegahan primer kanker leher rahim berupa vaksinasi HPV telah
tersedia, namun belum dapat menjadi imunisasi massal untuk saat ini, karena
mahalnya biaya dan keterbatasan vaksin yang tersedia.
Hampir di semua negara, insidens kanker payudara dan kanker leher rahim
invasif sangat sedikit pada perempuan dengan umur di bawah 25 tahun, insidens akan
meningkat sekitar usia 35 tahun ke atas dan menurun pada usia menopause.
(McPherson, et.al 2000, PATH 2000). Berdasarkan hal ini, program penapisan di
Indonesia difokuskan pada perempuan usia 3050 tahun, sedang pada usia di atas 50
tahun walaupun relatif sedikit insidensnya, sebaiknya dilakukan penapisan minimal 1
kali.
Perempuan adalah seseorang yang akan seseotang yang akan menentukan
pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, Perempuan adalah orang yang
pertama kali berinteraksi dengan seorang anak. Maka benar apabila dikatakan wanita
adalah tiang Negara, mereka yang akan melahirkan dan membesarkan generasi
penerus bangsa.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas akibat kanker
2. Tujuan khusus
a. Meningkatnya motivasi masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan
secara rutin
b. Meningkatnya jumlah perempuan yang melakukan deteksi dini kanker leher
rahim
c. Meningkatnya penemuan lesi prakanker dan stadium dini kanker leher rahim
d. Meningkatkan penemuan kasus dini kanker servik
e. Terlaksananya perluasan informasi tentang penyakit kanker, faktor risiko
kanker dan upaya pengendaliannya
f. Mengetahui tanda- tanda kanker serviks pada pasangan usia subur.

2
C. SASARAN
Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan pada kelompok sasaran perempuan 20
tahun ke atas.

BAB II
PEMBAHASAN

I. PEMERIKSAAN IVA ( Inspeksi Visual dengan Asam asetat )


A. PENGERTIAN
IVA adalah pemeriksaan leher rahim ( serviks ) dengan cara melihat langsung
( dengan mata telanjang ) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan
asam asetat 3 sapai dengan 5%. Dengan cara ini kita dapat mendeteksi kanker rahim
sedini mungkin, (Wijaya Delia, 2010).
VA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi
kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009)

B. KATAGORI
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat
dipergunakan adalah:

3
1. IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
2. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip
serviks).
3. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang
menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan
ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat
atau kanker serviks in situ).
4. IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker
serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).

C. SYARAT PEMERIKSAAN IVA


Syarat ikut IVA TEST :
1. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
2. Tidak sedang datang bulan/haid
3. Tidak sedang hamil
4. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

D. KELEBIHAN METODE SKRINING


1. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
2. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
3. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
4. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat
dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan
oleh semua tenaga medis terlatih
5. Alat-alat yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
6. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana

E. JADWAL IVA
Program Skrining:
1. Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
2. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun

4
3. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
4. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60
tahun.
5. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
6. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

F. PELAKSANAAN SKRINING IVA


Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat
sebagai berikut:
1. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
2. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi
litotomi.
3. Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
4. Spekulum vagina
5. Asam asetat (3-5%)
6. Swab-lidi berkapas
7. Sarung tangan
G. CARA KERJA IVA
1. Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapat penjelasan mengenai
prosedur yang akan dijalankan. Privasi dan kenyamanan sangat penting dalam
pemeriksaan ini.
2. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk dan
kaki melebar).
3. Vagina akan dilihat secara visual apakah ada kelainan dengan bantuan
pencahayaan yang cukup.
4. Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat dan dimasukkan ke
vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat leher rahim.
5. Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah untuk
menyerapnya.

5
6. Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3-5% diteteskan ke
leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu menit, reaksinya pada leher rahim
sudah dapat dilihat.
7. Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih-putihan, kemungkinan positif
terdapat kanker. Asam asetat berfungsi menimbulkan dehidrasi sel yang membuat
penggumpalan protein, sehingga sel kanker yang berkepadatan protein tinggi
berubah warna menjadi putih.
8. Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih padadaerah transformasi bearti
hasilnya negative.

H. PENATALAKSANAAN IVA
1. Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang
telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau
tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya
jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka
dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
2. Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati
dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2
ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40%
dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit
tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera
ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
3. Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada
suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati
dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi Priyanto.
H, 2010)
4. Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari
adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya
perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa
dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian,
penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi
berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.

6
I. TEMPAT PELAYANAN
IVA bisa dilakukan di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pemeriksaan dan yang bisa melakukan pemeriksaan IVA diantaranya oleh :
1. Perawat terlatih
2. Bidan
3. Dokter Umum
4. Dokter Spesialis Obgyn.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker serviks merupakan kanker ganas yang terbentuk dalam jaringan serviks (organ
yang menghubungkan uterus dengan vagina).Ada beberapa tipe kanker serviks. Tipe yang
paling umum dikenal adalah squamous cell carcinoma (SCC), yang merupakan 80 hingga 85
persen dari seluruh jenis kanker serviks. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV).
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker
leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009)
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan
mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5%
(Wijaya Delia, 2010).

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.Dalam
pembuatan makalah ini kami tidak luput dari kesalahan.Dan semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.Amin.

7
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Azwar. 2007. Perilaku dan Sikap Manusia. Bandung : ALFABETA
Azwar. 2009. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

You might also like