Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Aini Masruroh (1601031027)
Tulus Rahayu Widodo (1601031051)
Pembimbing:
Dewi Candra, S.ST
Ns. Diyan Indriyani, M.Kep., Sp.Mat
Disusun Oleh:
Kepala Ruangan
A. Latar Belakang
Penyakit hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia) adalah salah
satu dari tiga penyebab utama kematian ibu disamping perdarahan dan infeksi. Ada
sekitar 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklamsia terjadi pada
14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami
anomali rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis, penyakit
ginjal, insiden mencapai 25%. Menurut WHO terdapat sekitar 585.000 ibu
meninggal per tahun saat hamil atau bersalin dan 58,1% diantaranya dikarenakan
oleh preeklampsia dan eklampsia (Jidan, 2014). Kehamilan merupakan suatu
keadaan fisiologis, tetapi ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kehamilan
penuh dengan ancaman. Diawali dari hasil bertemunya sperma dan ovum yang tidak
menempel dengan sempurna ke rahim, kemungkinan pertumbuhan janin yang
terhambat, berbagai penyakit ibu yang mengancam kehamilan, hingga proses
kelahiran yang juga mempunyai resiko tersendiri. Salah satu penyakit yang sering
mengancam kehamilan adalah hipertensi dalam kehamilan (Jidan, 2014).
Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering
dijumpai. Penyakit ini dijumpai pada 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir
dengan kelahiran hidup dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan
ancaman. Tindakan Sectio Caesarea merupakan pilihan utama bagi tenaga medis
untuk menyelamatkan ibu dan janin. Ada bebeapa indikasi untuk dilakukan tindakan
section caesarea adalah Gawat janin, Diproporsi Sepalopelvik, Persalinan tidak
maju, Plasenta Previa, Prolapsus tali pusat, Mal presentase janin/ Letak Lintang
(Norwitz E & Schorge J, 2007), Panggul Sempit dan Preeklamsia (Jitowiyono S &
Kristiyanasari W, 2010).
Masalah hipertensi dalam kehamilan ini ditemui oleh pengkaji dengan kasus yang
sama pada Ny. F G3 P2 A0 di Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso,
klien datang dengan hipertensi dalam kehamilan dan sudah Masuk Rumah Sakit
selama 4 hari, klien diindikasi akan melakukan tindakan Sectio Caesarea, dalam
riwayat obsterti sebelumnya klien belum menemui masalah seperti ini. Oleh karena
itu pengkaji ingin mengetahui lebih lanjut tentang Asuhan Keperawatan tentang
hipertensi dalam kehamilan pada klien Ny. F di Ruang Mawar RSU Dr. H. Koesnadi
Bondowoso.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulis ingin mengetahui Asuhan Keperawatan pada
klien Ny. F di Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso.
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami teori dan mengaplikasiakan tindakan Asuhan
Keperawatan pada klien Ny. F G3P20002 di Paviliun Mawar RSU Dr. H.
Koesnadi Bondowoso.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian Asuhan Keperawatan Pada Kien
Ny.F G3P20002 di Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso.
2. Mahasiswa mampu memahami Analisa Data Asuhan Keperawatan Pada
Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso.
3. Mahasiswa mampu memahami Diagnosa Keperawatan Asuhan Keperawatan
Pada Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi
Bondowoso.
4. Mahasiswa mampu memahami Intervensi Keperawatan Asuhan
Keperawatan Pada Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H.
Koesnadi Bondowoso.
5. Mahasiswa mampu memahami Implementasi Keperawatan Asuhan
Keperawatan Pada Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H.
Koesnadi Bondowoso.
6. Mahasiswa mampu memahami Evaluasi Perkembangan Asuhan
Keperawatan Pada Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H.
Koesnadi Bondowoso.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Klasifikasi HDK
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu klasifikasi untuk mendiagnosa jenis
hipertensi dalam kehamilan, (NHBPEP, 2000) yaitu:
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu
pascapersalinan.
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon
chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tanda- tanda
preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi tanpa
proteinuria (Prawirohardjo, 2013).
c. Faktor Risiko HDK
Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial. Beberapa
faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah (Katsiki N et al., 2010):
1. Faktor maternal
a) Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun.
Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di
bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang kurang, dapat
menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja primigravida
mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi dalam
kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun (Manuaba C,
2007)
b) Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama.
Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling
aman adalah kehamilan kedua sampai ketiga (Katsiki N et al., 2010).
c) Riwayat Keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam
kehamilan (Muflihan FA, 2012).
d) Riwayat Hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimpose preeclampsi dan
hipertensi kronis dalam kehamilan (Manuaba, 2007).
e) Tingginya Indeks Massa Tubuh
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan
kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko
terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus,
hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik dan
berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal
tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh
(Muflihan FA, 2012).
f) Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan
dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah (Muflihan FA, 2012).
2. Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan
ganda berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan
eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda.
Dari 105 kasus bayi kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan
satu kasus kematian ibu karena eklampsi (Manuaba, 2007).
d. Patofisiologi HDK
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
tetapi tidak ada satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang
sekarang banyak dianut adalah ( Prawirohardjo, 2013):
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut, sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks
menjadi gembur dan memudahkan lumen spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan
aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhna janin dengan baik.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi
kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah utero plasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan
patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
f. Diagnosis HDK
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya gejala,
penyakit terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup sehari-hari. Gejala
dapat berupa nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas dimuka, dispneu, nyeri
dada, mual muntah dan kejang. Penyakit terdahulu seperti hipertensi dalam
kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal, dan penyakit
ginjal. Riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan sosial, merokok dan
minum alkohol (POGI, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien dalam posisi
duduk di kursi dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, lengan yang
akan diukur tekanan darahnya, diletakkan setinggi jantung dan bila perlu
lengan diberi penyangga. Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu
ketat melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak memungkinkan duduk,
dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu 30 menit sebelumnya tidak
boleh minum kopi dan obat dan tidak minum obat-obat stimulant adrenergik
serta istirahat sedikitnya 5 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan
darah (POGI, 2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai
komplikasi kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini preeklampsi
yang merupakan akibat dari hipertensi kehamilan. Pemeriksaan proteinuria
dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara Esbach dan Dipstick.
Pengukuran secara Esbach, dikatakan proteinuria jika didapatkan protein
300 mg dari 24 jam jumlah urin. Nilai tersebut setara dengan kadar
proteinuria 30 mg/dL (+1 dipstick) dari urin acak tengah yang tidak
menunjukkan tanda- tanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil dari
proteinuria dengan metode dipstick adalah (POGI, 2010):
a) +1 = 0,3 0,45 g/L
b) +2 = 0,45 1 g/L
c) +3 = 1 3 g/
d) +4 = > 3 g/L
g. Pathway HDK
h. Penatalaksanaan HDK
Penanganan umum meliputi:
1. Perawatan salama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai
tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan antihipertensi
adalah hidralazin yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai
tekanan darah turun. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan nifedipin
5 mg sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual jika respon tidak membaik
setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif
hidralazin. Dosis labetolol adalah 10 mg, jika respon tidak baik setelah 10
menit, berikan lagi labetolol 20 mg. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum
besar (16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai
overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Adanya
krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian cairan dihentikan. Perlu
kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah urin
<30 ml per jam, infus cairan dipertahankan sampai 1 jam dan pantau
kemungkinan edema paru. Observasi tanda-tanda vital ibu dan denyut
jantung janin dilakukan setiap jam (Prawirohardjo S, 2006).
Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah baik,
operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik, kenyamanan
pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat. Di samping itu
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat diturunkan secara
bermakna (Dewi, 2007).
c. Indikasi Sectio Caesarea
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :
1. Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
2. Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam
jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.
3. Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
4. Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.
a) Indikasi Ibu
1) Panggul Sempit Absolut
Pada panggul ukuran normal, apapun jenisnya, yaitu panggul ginekoid,
anthropoid, android, dan platipelloid. Kelahiran pervaginam janin
dengan berat badan normal tidak akan mengalami gangguan. Panggul
sempit absolut adalah ukuran konjungata vera kurang dari 10 cm dan
diameter transversa kurang dari 12 cm.
3) Plasenta Previa
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan
yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah
perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat
bisa mengakibatkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya adalah
plasenta previa.
4) Ruptura Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses
persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin
yang dikandungnya. Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah
besar janin atau bahkan hampir tidak ada janin yang dapat
diselamatkan, dan sebagian besar dari wanita tersebut meninggal akibat
perdarahan, infeksi, atau menderita kecacatan dan tidak mungkin bisa
menjadi hamil kembali karena terpaksa harus menjalani histerektomi.
(Prawirohardjo, 2009).
5) Disfungsi Uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan tidak
adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini
membuat kemajuan persalinan terhenti sehingga perlu penanganan
dengan sectio caesarea (Prawirohardjo, 2009).
6) Solusio Plasenta
Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian atau
seluruh plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan
diikuti pendarahan maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan
kematian janin. Plasenta yang terlepas seluruhnya disebut solutio
plasenta totalis, bila hanya sebagian disebut solutio plasenta parsialis,
dan jika hanya sebagian kecil pinggiran plasenta yang terpisah disebut
ruptura sinus marginalis (Impey, 2008).
b) Indikasi Janin
1) Kelainan Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada sisi
yang lain. Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati abdomen
biasanya melebar dan fundus uteri membentang hingga sedikit di atas
umbilikus. Tidak ditemukan bagian bayi di fundus, dan balotemen
kepala teraba pada salah satu fossa iliaka.
3) Presentasi Ganda
Presentasi ini disebabkan terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas
pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul
bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Faktor yang meningkatkan
kejadian presentasi ini antara lain prematuritas, multiparitas, panggul
sempit, kehamilan ganda (Prawirohardjo, 2009).
4) Gawat Janin
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung
janin (DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam
cairan amnion. Untuk keperluan klinik perlu ditetapkan kriteria yang
termasuk keadaan gawat janin.
5) Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan
janin yang berlebihan disebabkan sang ibu menderita kencing manis
(diabetes mellitus). Bayi yang lahir dengan ukuran yang besar dapat
mengalami kemungkinan komplikasi persalinan 4 kali lebih besar
daripada bayi dengan ukuran normal (Oxorn, 2003).
Setelah kepala lahir, tarik bahu secara ringan dan hati-hati. Begitu juga dengan
bagian tubuh lainnya. Bila presentasi bukan kepala, atau bila janin lebih dari
satu, atau keadaan-keadaan lainnya, insisi vertikal segmen bawah rahim
terkadang lebih menguntungkan. Perhatikan juga apakah terdapat perdarahan.
Bila janin telah lahir, segera keluarkan plasenta. Masase fundus, yang dimulai
segera setelah janin lahir dapat mengurangi perdarahan dan mempercepat
lahirnya plasenta.
f. Penyulit Operasi
Morbiditas setelah sectio caesarea dipengaruhi oleh keadaan-keadaan ketika
prosedur tersebut dilakukan. Penyulit yang dapat terjadi mencakup
histerektomi, cedera operatif pada struktur panggul, serta infeksi dan perlunya
transfusi.
Rajasekar dan Hall (1997) secara spesifik meneliti laserasi kandung kemih dan
cedera uretra. Insidensi laserasi kandung kemih pada saat operasi sesarea adalah
1,4 per 1000 prosedur, dan untuk cedera uretra adalah 0,3 per 1000. Cedera
kandung kemih cepat terdiagnosis. Sebaliknya diagnosis cedera uretra sering
terlambat terdiagnosis. (Cunningham, 2005).
Dari hasil pengkajian pada tanggal 05 Desember 2016 pada Ny. F G3P20002 di
Paviliun Mawar RSU. Dr. H. Koesnadi Bondowoso, didapatkan bahwa Ny. F datang
ke phonex tanggal 1 desember 2016 jam 14.30 dan MRS di RSU dr H koesnadi dengan
riwayat kesehatan sekarang G3P20002 UK 39/40 minggu tunggal/hidup dengan letkep
HDK Induksi gagal primi sekunder pre operasi sc. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
vital touch (VT) pembukaan 1 cm, eff 10%, ketuban (-), letkep, kepala belum masuk
PAP, TFU 3 jari dibawah px, DJJ 149 x/m dan direncanakan untuk SC. Tekanan darah
140/100 mmHg, nadi 80 x/m, suhu 36,3 0c, RR 20 x/m. Klien mengeluh merasa cemas
dengan janin yang dikandung dan tindakan operasi. Sejak pukul 02.00 tanggal 04-12-
2016 di puasakan. Klien tidak dapat tidur, kwalitas tidur sering terbangun setiap 10
menit.
Dari analisa data diatas terdapat masalah ansietas dengan kemungkinan penyebabnya
yaitu tindakan konservatif pre operasi SC. Dan masalah selanjutnya distres janin dengan
kemungkinan penyebabnya yaitu induksi gagal. Diagnosa yang dapat diambil dari data
diatas antara lain:
1. Ansietas berhubungan dengan tindakan konservatif pre operasi SC
2. Distres janin dengan kemungkinan penyebabnya yaitu induksi gagal
Sedangkan pada evaluasi dari tindakan diagnosa yang kedua yaitu klien mengatakan
ingin cepat melahirkan, DJJ: 149 x/m, masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan
1 dan 2. Pada pukul 14.30 evaluasi diagnosa dilanjutkan muncul diagnosa baru yaitu
ketidakcukupan pemberian asi. Dengan rencana tindakan: Gali pemahaman klien
tentang tujuan pemberian asi, observasi pemberian asi, ajarkan teknik perawatan
payudara, beri informasi tentang teknik menyusui yang benar. intervensi: Menggali
pemahaman klien tentang pemberian asi, mengobservasi pemberian asi, menganjurkan
teknik perawatan payudara: brestcare, pijat oksitosin, memberi informasi tentang teknik
pemberian asi yang benar. evaluasi masalah belum teratasi kolustrum belum keluar -/-,
lanjut intervensi 2,3. Pada masalah diagnosa kedua ini terdapat pada jurnal Faktor-
Faktor yang Berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio Caesarea Di Rumah Sakit
Umum Daerah Liun Kendage Tahuna. Sampel dalam penelitin ini adalah ibu hamil
yang telah dilakukan tindakan Sectio Caesarea di RSUD Liun Kendage Tahuna dengan
indikasi Persalinan tidak maju, gawat janin, preeklampsia dan panggul sempit sebanyak
167 ibu. Data sampel yang digunakan data sekunder dari medical record RSUD Liun
Kendage Tahuna dari bulan Januari sampai bulan Agustus 2013. Penelitian ini telah
dilaksanakan di RSUD Liun Kendage Tahuna di ruang medical record . pada bulan
Desember 2013 sampai dengan bulan Januari 2014.
A. Kesimpulan
1. Pengkajian Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F G3P20002 masalah hipertensi
dalam kehamilan ini ditemui pada klien Ny. F klien datang dengan hipertensi
dalam kehamilan dan sudah Masuk Rumah Sakit selama 4 hari. Klien sudah
diinduksi dua kali dan mengalami kegagalan dalam induksi tersebut. Dalam
riwayat obsterti sebelumnya klien belum menemui masalah seperti ini.
2. Analisa Data Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F dari hasil pemeriksaan
didapatkan vital touch (VT) pembukaan 1 cm, eff 10%, ketuban (-), letkep, kepala
belum masuk PAP, TFU 3 jari dibawah px, DJJ 149 x/m dan direncanakan untuk
SC. Tekanan darah 140/100 mmHg, nadi 80 x/m, suhu 36,3 0c, RR 20 x/m. Klien
mengeluh merasa cemas dengan janin yang dikandung dan tindakan operasi.
Sejak pukul 02.00 tanggal 04-12-2016 di puasakan.
3. Diagnosa Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F Ansietas berhubungan dengan
tindakan konservatif pre operasi SC dan Distres janin dengan kemungkinan
penyebabnya yaitu induksi gagal.
4. Intervensi Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F pada diagnosa Ansietas rencana
tindakan yang dilakukan kaji penyebab cemas, observasi status klien anjurkan
keluarga untuk mendampingi klien, pendidikan kesehatan tentang per op SC dan
ajarkan teknik relaksasi. Rencana tindakan diagnosa kedua yaitu observasi DJJ
dan tanda kala I, posisikan ibu miring kiri, pemberian O2 dan pemeriksaan
pervagina.
5. Implementasi Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F pada diagnosa Ansietas dan
Distres Janin yaitu dilakukan sesuai rencana tindakan pada bagian Intervensi.
6. Evaluasi Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F pada tanggal 5-12-2016 diagnosa
pertama Klien mengatakan merasa lebih tenang dan siap melakukan operasi, klien
tampak rileks, klien tampak mengatur nafas, tersenyum, masalah teratasi
sebagian. Diganosa kedua Klien mengatakan ingin cepat melahirkan, DJJ 149
x/mnt, ketuban (-) letkep, TBJ: 2900 gr, masalah teratsi sebagian. Pada tanggal
6-12-2016 muncul diagnosa baru masalah ketidakcukupan pemberian ASI setelah
sehari pasca operasi SC.
B. Saran
1. Bagi Ibu Multigravida
Ibu dengan indikasi tindakan operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran
pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin,
dengan pertimbangan hal-halyang perlu tindakan SC proses persalinan normal
lama dan salah salah satunya yaitu menyebabkan Distres Janin.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Untuk petugas kesehatan terutama bidan pada tindakan sectio caesarea untuk
perbaikan keadaan ibu dan mencegah kematian janin dalam uterus. Pada beberapa
kasus, bisa menyebabkan ibu hamil mengalami koma. Untuk mencegah hal
tersebut jalan terbaik adalah dilakukannya tindakan sectio caesarea dengan
indikasi ibu dan janin seperti gemelli, preekalmpsi dan eklampsi serta riwayat
sectio caesarea.
3. Bagi Keluarga
Untuk pendampingan keluarga pada ibu dengan tindakan sectio caesarea sangat
penting apalagi ibu yang belum menjalani mempunyai riwayat operasi sectio
caesarea. Ibu akan merasakan cemas dan gelisah, karena bukan hanya petugas
kesehatan saja yang berperan, tetapi keluarga juga berperan dalam persiapan
tindakan SC.
4. Rumah Sakit
Untuk pihak rumah sakit, selain peningkatan sumber daya manusianya
peningkatan fasilitas teknik dan fasilitas operasi diharapkan bertambah baik,
operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik, kenyamanan
pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Get. Al, (2006). Obstetri Williams. Vol. 1 Ed.21 EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2010). Buku Acuan Persalinan Normal. DepKes RI.Jakarta
Rachmawati, I.N (2004). Hipertensi Pada Kehamilan: Analisis Kasus. Jurnal Keperawatan
Indonesia, Vol. 8 No. 1, Maret 2004; 30-35