You are on page 1of 32

LAPORAN UJIAN GERBONG DEPARTEMEN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. F G3P20002 PRE OPERASI


SECTIO CAESAREA DENGAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
INDUKSI GAGAL PRIMI SEKUNDER DI RUANG MAWAR
RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO

Disusun Oleh:
Aini Masruroh (1601031027)
Tulus Rahayu Widodo (1601031051)

Pembimbing:
Dewi Candra, S.ST
Ns. Diyan Indriyani, M.Kep., Sp.Mat

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2016
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN UJIAN GERBONG DEPARTEMEN MATERNITAS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. F G3P20002 PRE OPERASI
SECTIO CAESAREA DENGAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
INDUKSI GAGAL PRIMI SEKUNDER DI RUANG MAWAR
RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO

Disusun Oleh:

Aini Masruroh (1601031027)


Tulus Rahayu Widodo (1601031051)

Bondowoso, 5 Desember 2016

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(Dewi Candra, S.ST) (Ns. Diyan Indriyani, M.Kep., Sp.Mat)

Kepala Ruangan

(Ns. Diyan Indriyani, M.Kep., Sp.Mat)

(Dewi Candra, S.ST)

(Siti Nur Hasannah, S.ST)

(Siti Nur Hasannah, S.ST)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia) adalah salah
satu dari tiga penyebab utama kematian ibu disamping perdarahan dan infeksi. Ada
sekitar 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklamsia terjadi pada
14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami
anomali rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis, penyakit
ginjal, insiden mencapai 25%. Menurut WHO terdapat sekitar 585.000 ibu
meninggal per tahun saat hamil atau bersalin dan 58,1% diantaranya dikarenakan
oleh preeklampsia dan eklampsia (Jidan, 2014). Kehamilan merupakan suatu
keadaan fisiologis, tetapi ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kehamilan
penuh dengan ancaman. Diawali dari hasil bertemunya sperma dan ovum yang tidak
menempel dengan sempurna ke rahim, kemungkinan pertumbuhan janin yang
terhambat, berbagai penyakit ibu yang mengancam kehamilan, hingga proses
kelahiran yang juga mempunyai resiko tersendiri. Salah satu penyakit yang sering
mengancam kehamilan adalah hipertensi dalam kehamilan (Jidan, 2014).

Di Indonesia, preeklampsi dan eklampsi merupakan penyebab kematian ibu yang


berkisar 15% - 25%. Ada beberapa penyakit ibu yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya preeklampsia, yaitu riwayat hipertensi kronis, preeklampsia, diabetes
mellitus, ginjal kronis dan hioperplasentosis (mola hidatidosa, kehamilan multipel,
bayi besar). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007, Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab langsung kematian ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera
setelah persalinan yaitu karena perdarahan (28%), eklamsia (24%), dan infeksi
(11%) (Jidan, 2014).

Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang


berbahaya, terutama apabila terjadi pada wanita yang sedang hamil. Hal ini dapat
menyebabkan kematian bagi ibu dan bagi bayi yang akan dilahirkan. Karena tidak
ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini. Hipertensi dalam kehamilan atau
yang disebut dengan preeklampsia, kejadian ini persentasenya 12% dari kematian
ibu di seluruh dunia. Kemenkes tahun 2013 menyatakan bahwa hipertensi
meningkatkan angka kematian dan kesakitan pada ibu hamil (Kemenkes, 2013).

Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering
dijumpai. Penyakit ini dijumpai pada 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir
dengan kelahiran hidup dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan
ancaman. Tindakan Sectio Caesarea merupakan pilihan utama bagi tenaga medis
untuk menyelamatkan ibu dan janin. Ada bebeapa indikasi untuk dilakukan tindakan
section caesarea adalah Gawat janin, Diproporsi Sepalopelvik, Persalinan tidak
maju, Plasenta Previa, Prolapsus tali pusat, Mal presentase janin/ Letak Lintang
(Norwitz E & Schorge J, 2007), Panggul Sempit dan Preeklamsia (Jitowiyono S &
Kristiyanasari W, 2010).

Berdasarkan data RIKESDAS tahun 2010, tingkat persalinan sectio caesarea di


Indonesia 15,3 % sampel dari 20.591 ibu yang melahirkan dalam kurun waktu 5
tahun terakhir yang diwawancarai di 33 provinsi. Gambaran adanya faktor resiko ibu
saat melahirkan atau di operasi caesarea adalah 13,4 %, karena ketuban pecah dini
5,49%, preeklampsiaa 5,14, perdarahan4,40% karena jalan lahir tertutup 2,3%
karena rahim sobek.

Masalah hipertensi dalam kehamilan ini ditemui oleh pengkaji dengan kasus yang
sama pada Ny. F G3 P2 A0 di Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso,
klien datang dengan hipertensi dalam kehamilan dan sudah Masuk Rumah Sakit
selama 4 hari, klien diindikasi akan melakukan tindakan Sectio Caesarea, dalam
riwayat obsterti sebelumnya klien belum menemui masalah seperti ini. Oleh karena
itu pengkaji ingin mengetahui lebih lanjut tentang Asuhan Keperawatan tentang
hipertensi dalam kehamilan pada klien Ny. F di Ruang Mawar RSU Dr. H. Koesnadi
Bondowoso.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulis ingin mengetahui Asuhan Keperawatan pada
klien Ny. F di Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso.

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami teori dan mengaplikasiakan tindakan Asuhan
Keperawatan pada klien Ny. F G3P20002 di Paviliun Mawar RSU Dr. H.
Koesnadi Bondowoso.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian Asuhan Keperawatan Pada Kien
Ny.F G3P20002 di Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso.
2. Mahasiswa mampu memahami Analisa Data Asuhan Keperawatan Pada
Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso.
3. Mahasiswa mampu memahami Diagnosa Keperawatan Asuhan Keperawatan
Pada Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H. Koesnadi
Bondowoso.
4. Mahasiswa mampu memahami Intervensi Keperawatan Asuhan
Keperawatan Pada Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H.
Koesnadi Bondowoso.
5. Mahasiswa mampu memahami Implementasi Keperawatan Asuhan
Keperawatan Pada Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H.
Koesnadi Bondowoso.
6. Mahasiswa mampu memahami Evaluasi Perkembangan Asuhan
Keperawatan Pada Kien Ny.F G3P20002 Paviliun Mawar RSU Dr. H.
Koesnadi Bondowoso.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hipertensi dalam Kehamilan


a. Definsi
Hipertensi dalam pada kehamilan (HDK) adalah hipertensi yang terjadi saat
kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih
setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif,
tekanan darah mencapai nilai 140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30
mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal (Junaidi, 2010).

b. Klasifikasi HDK
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu klasifikasi untuk mendiagnosa jenis
hipertensi dalam kehamilan, (NHBPEP, 2000) yaitu:
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu
pascapersalinan.
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon
chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tanda- tanda
preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi tanpa
proteinuria (Prawirohardjo, 2013).
c. Faktor Risiko HDK
Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial. Beberapa
faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah (Katsiki N et al., 2010):
1. Faktor maternal
a) Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun.
Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di
bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang kurang, dapat
menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja primigravida
mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi dalam
kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun (Manuaba C,
2007)
b) Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama.
Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling
aman adalah kehamilan kedua sampai ketiga (Katsiki N et al., 2010).
c) Riwayat Keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam
kehamilan (Muflihan FA, 2012).
d) Riwayat Hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimpose preeclampsi dan
hipertensi kronis dalam kehamilan (Manuaba, 2007).
e) Tingginya Indeks Massa Tubuh
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan
kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko
terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus,
hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik dan
berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal
tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh
(Muflihan FA, 2012).
f) Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan
dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah (Muflihan FA, 2012).

2. Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan
ganda berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan
eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda.
Dari 105 kasus bayi kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan
satu kasus kematian ibu karena eklampsi (Manuaba, 2007).

d. Patofisiologi HDK
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
tetapi tidak ada satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang
sekarang banyak dianut adalah ( Prawirohardjo, 2013):

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium
menjadi arteri basalis dan memberi cabang arteri spiralis.

Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut, sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks
menjadi gembur dan memudahkan lumen spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan
aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhna janin dengan baik.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi
kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah utero plasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan
patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


a) Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, dengan akibat
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).

Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang


mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting
yang dihasilkan iskemia plasenta adalah radikal hidroksil yang sangat
toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena
oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
bebas dalam darah, maka hipertensi dalam kehamilan disebut toxaemia.
b) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominan kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida
lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar
di seluruh tubuh melalui aliran darah dan akan merusak membran sel
endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh
peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran
darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak
tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan
berubah menjadi peroksida lemak.
c) Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini
disebut disfungsi endotel (endothelial disfunction).

3. Teori intolerasnni imunologik anara ibu dan janin


Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan
dengan fakta sebagai berikut:
a) Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
yang sebelumnya.
c) Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah
makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembulu darah refrakter tehadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka tehadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya
refrakter pembuluh daerah terhadap bahan vasopresor adalah akibat
dilindungi oleh adanya sitensis prostaglandin pada sel endotel pembuluh
darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya rafrakter terhadap bahan vasopresor
akan hilang bila diberi prostaglandin sintensa inhibitor (bahan yang
menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari
ternyata adalah prostasiklin.

e. Manifestasi Klinis HDK


Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyakit teoritis, sehingga terdapat
berbagai usulan mengenai pembagian kliniknya. Pembagian klinik hipertensi
dalam kehamilan adalah sebagai berikut (Manuaba, 2007) :
1. Hipertensi dalam kehamilan sebagai komplikasi kehamilan:
a) Preeklampsi
Preeklampsi adalah suatu sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.
Diagnosis preeklampsi ditegakkan jika terjadi hipertensi disertai dengan
proteinuria dan atau edema yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu
ke-20. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih
protein dalam urin 24 jam atau 30 mg/dl (+1 dipstik) secara menetap pada
sampel acak urin (Cunningham G, 2013).

Proteinuria yang merupakan tanda diagnostik preeklampsi dapat terjadi


karena kerusakan glomerulus ginjal. Dalam keadaan normal, proteoglikan
dalam membran dasar glomerulus menyebabkan muatan listrik negatif
terhadap protein, sehingga hasil akhir filtrat glomerulus adalah bebas
protein. Pada penyakit ginjal tertentu, muatan negatif proteoglikan
menjadi hilang sehingga terjadi nefropati dan proteinuria atau
albuminuria. Salah satu dampak dari disfungsi endotel yang ada pada
preeklampsi adalah nefropati ginjal karena peningkatan permeabilitas
vaskular. Proses tersebut dapat menjelaskan terjadinya proteinuria pada
preeklampsi. Kadar kreatinin plasma pada preeklampsi umumnya normal
atau naik sedikit (1,0-1,5mg/dl). Hal ini disebabkan karena preeklampsi
menghambat filtrasi, sedangkan kehamilan memacu filtrasi sehingga
terjadi kesimpangan (Guyton, 2007).
b) Eklampsia
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan
preeklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat
grand mal atau tonik-klonik generalisata dan mungkin timbul sebelum,
selama atau setelah persalinan. Eklampsia paling sering terjadi pada
trimester akhir dan menjadi sering mendekati aterm. Pada umumnya
kejang dimulai dari makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala nyeri kepala daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri
epigastrium dan hiperrefleksia.
2. Hipertensi dalam kehamilan sebagai akibat dari hipertensi menahun
a) Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah tekanan darah
140/90 mmHg yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum
umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah 12
minggu pasca persalinan. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi kronis
dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan sekunder. Pada
hipertensi primer penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau
idiopatik. Hipertensi jenis ini terjadi 90-95% dari semua kasus
hipertensi. Sedangkan pada hipertensi sekunder, penyebabnya
diketahui secara spesifik yang berhubungan dengan penyakit ginjal,
penyakit endokrin dan penyakit kardiovaskular (Manuaba, 2007).
b) Superimposed preeclampsia
Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya
semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai
proteinuria, diagnosisnya adalah superimpose preeklampsi pada
hipertensi kronik (superimposed preeclampsia). Preeklampsia pada
hipertensi kronik biasanya muncul pada usia kehamilan lebih dini
daripada preeklampsi murni, serta cenderung cukup parah dan pada
banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin (Manuaba,
2007).
3. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional didapat pada wanita dengan tekanan darah 140/90
mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan tetapi belum
mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut transien hipertensi
apabila tidak terjadi preeklampsi dan tekanan darah kembali normal dalam
12 minggu postpartum. Dalam klasifikasi ini, diagnosis akhir bahwa yang
bersangkutan tidak mengalami preeklampsi hanya dapat dibuat saat
postpartum. Namun perlu diketahui bahwa wanita dengan hipertensi
gestasional dapat memperlihatkan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan
preeklampsi, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium atau trombositopenia
yang akan mempengaruhi penatalaksanaan (Cunningham G, 2013).

f. Diagnosis HDK
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya gejala,
penyakit terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup sehari-hari. Gejala
dapat berupa nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas dimuka, dispneu, nyeri
dada, mual muntah dan kejang. Penyakit terdahulu seperti hipertensi dalam
kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal, dan penyakit
ginjal. Riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan sosial, merokok dan
minum alkohol (POGI, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien dalam posisi
duduk di kursi dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, lengan yang
akan diukur tekanan darahnya, diletakkan setinggi jantung dan bila perlu
lengan diberi penyangga. Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu
ketat melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak memungkinkan duduk,
dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu 30 menit sebelumnya tidak
boleh minum kopi dan obat dan tidak minum obat-obat stimulant adrenergik
serta istirahat sedikitnya 5 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan
darah (POGI, 2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai
komplikasi kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini preeklampsi
yang merupakan akibat dari hipertensi kehamilan. Pemeriksaan proteinuria
dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara Esbach dan Dipstick.
Pengukuran secara Esbach, dikatakan proteinuria jika didapatkan protein
300 mg dari 24 jam jumlah urin. Nilai tersebut setara dengan kadar
proteinuria 30 mg/dL (+1 dipstick) dari urin acak tengah yang tidak
menunjukkan tanda- tanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil dari
proteinuria dengan metode dipstick adalah (POGI, 2010):
a) +1 = 0,3 0,45 g/L
b) +2 = 0,45 1 g/L
c) +3 = 1 3 g/
d) +4 = > 3 g/L

g. Pathway HDK
h. Penatalaksanaan HDK
Penanganan umum meliputi:
1. Perawatan salama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai
tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan antihipertensi
adalah hidralazin yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai
tekanan darah turun. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan nifedipin
5 mg sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual jika respon tidak membaik
setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif
hidralazin. Dosis labetolol adalah 10 mg, jika respon tidak baik setelah 10
menit, berikan lagi labetolol 20 mg. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum
besar (16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai
overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Adanya
krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian cairan dihentikan. Perlu
kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah urin
<30 ml per jam, infus cairan dipertahankan sampai 1 jam dan pantau
kemungkinan edema paru. Observasi tanda-tanda vital ibu dan denyut
jantung janin dilakukan setiap jam (Prawirohardjo S, 2006).

Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat diberikan


Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan untuk
mencegah dan menangani kejang pada preeklampsi dan eklampsi
Prawirohardjo S, 2006).
2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang pada
eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat gawat
janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi, lakukan
seksio sesarea (Mustafa R et al., 2012).
3. Perawatan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolik masih
>110 mmHg dan pemantauan urin (Mustafa R et al., 2012).
i. Pencegahan HDK
Strategi yang dilakukan guna mencegah hipertensi dalam kehamilan meliputi
upaya nonfarmakologi dan farmakologi. Upaya nonfarmakologi meliputi
edukasi, deteksi prenatal dini dan manipulasi diet. Sedangkan upaya
farmakologi mencakup pemberian aspirin dosis rendah dan antioksidan
(Cunningham G, 2013).
1. Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya
Wanita yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus dievaluasi pada
masa postpartum dini dan diberi penyuluhan mengenai kehamilan mendatang
serta risiko kardiovaskular mereka pada masa yang akan datang. Wanita yang
mengalami preeklampsi-eklampsia lebih rentan mengalami penyulit
hipertensi pada kehamilan berikutnya (James R dan Catherine N, 2004).
Edukasi mengenai beberapa faktor risiko yang memperberat kehamilan dan
pemberian antioksidan vitamin C pada wanita berisiko tinggi dapat
menurunkan angka morbiditas hipertensi dalam kehamilan (Cunningham G,
2013).
2. Deteksi pranatal dini
Selama kehamilan, waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan 1 kali saat
trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.
Kunjungan dapat ditambah tergantung pada kondisi maternal. Dengan
adanya pemeriksaan secara rutin selama kehamilan dapat dilakukan deteksi
dini hipertensi dalam kehamilan. Wanita dengan hipertensi yang nyata
(140/90mmHg) sering dirawat inapkan selama 2 sampai 3 hari untuk
dievaluasi keparahan hipertensi kehamilannya yang baru muncul.
3. Manipulasi diet
Salah satu usaha awal yang ditujukan untuk mencegah hipertensi sebagai
penyulit kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet tinggi kalsium
dan pemberian kapsul dengan kandungan minyak ikan dapat menyebabkan
penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah hipertensi dalam
kehamilan (Cunningham G, 2013).
4. Aspirin dosis rendah
Penelitian pada tahun 1986, melaporkan bahwa pemberian aspirin 60 mg atau
placebo pada wanita primigravida mampu menurunkan kejadian
preeklampsi. Hal tersebut disebabkan karena supresi selektif sintesis
tromboksan oleh trombosit serta tidak terganggunya produksi prostasiklin
(Cunningham G, 2013).
5. Antikoksidan
Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan
mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini bermanfaat dalam pencegahan
hipertensi kehamilan, terutama preeklampsi. Antioksidan tersebut dapat
berupa vitamin C dan E (Cunningham G, 2013).

B. Konsep Dasar Sectio Caesarea


a. Definsi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan insisi pada abdomen
dan uterus. (Joy, 2009).

b. Etiologi Sectio Caesarea


Peningkatan angka sectio caesarea terus terjadi di Indonesia. Meskipun dictum
Once a Caesarean always a Caesarean di Indonesia tidak dianut, tetapi sejak
dua dekade terakhir ini telah terjadi perubahan tren sectio caesarea di Indonesia.
Dalam 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan proporsi sectio caesarea dari 5%
menjadi 20%. Menurut Depkes RI (2010) secara umum jumlah persalinan sectio
caesarea di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20 25% dari total
persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu
sekitar 30 80% dari total persalinan.

Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah baik,
operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik, kenyamanan
pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat. Di samping itu
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat diturunkan secara
bermakna (Dewi, 2007).
c. Indikasi Sectio Caesarea
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :
1. Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
2. Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam
jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.
3. Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
4. Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.

a) Indikasi Ibu
1) Panggul Sempit Absolut
Pada panggul ukuran normal, apapun jenisnya, yaitu panggul ginekoid,
anthropoid, android, dan platipelloid. Kelahiran pervaginam janin
dengan berat badan normal tidak akan mengalami gangguan. Panggul
sempit absolut adalah ukuran konjungata vera kurang dari 10 cm dan
diameter transversa kurang dari 12 cm.

Oleh karena panggul sempit, kemungkinan kepala tertahan di pintu atas


panggul lebih besar, maka dalam hal ini serviks uteri kurang
mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri
serta lambatnya pembukaan serviks (Prawirohardjo, 2009).

2) Tumor yang dapat mengakibatkan Obstruksi


Tumor dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam.
Tumor yang dapat dijumpai berupa mioma uteri, tumor ovarium, dan
kanker rahim. Adanya tumor bisa juga menyebabkan resiko persalinan
pervaginam menjadi lebih besar. Tergantung dari jenis dan besarnya
tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung
melalui vagina atau harus dilakukan tindakan sectio caesarea.

Pada kasus mioma uteri, dapat bertambah besar karena pengaruh


hormon estrogen yang meningkat dalam kehamilan. Dapat pula terjadi
gangguan sirkulasi dan menyebabkan perdarahan. Mioma subserosum
yang bertangkai dapat terjadi torsi atau terpelintir sehingga
menyebabkan rasa nyeri hebat pada ibu hamil (abdomen akut). Selain
itu, distosia tumor juga dapat menghalangi jalan lahir.

3) Plasenta Previa
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan
yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah
perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat
bisa mengakibatkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya adalah
plasenta previa.

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada


segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terdapat di
bagian atas uterus. Sejalan dengan bertambah besarnya rahim dan
meluasnya segmen bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan
plasenta mengikuti perluasan segmen bawah rahim.

4) Ruptura Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses
persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin
yang dikandungnya. Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah
besar janin atau bahkan hampir tidak ada janin yang dapat
diselamatkan, dan sebagian besar dari wanita tersebut meninggal akibat
perdarahan, infeksi, atau menderita kecacatan dan tidak mungkin bisa
menjadi hamil kembali karena terpaksa harus menjalani histerektomi.
(Prawirohardjo, 2009).

5) Disfungsi Uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan tidak
adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini
membuat kemajuan persalinan terhenti sehingga perlu penanganan
dengan sectio caesarea (Prawirohardjo, 2009).

6) Solusio Plasenta
Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian atau
seluruh plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan
diikuti pendarahan maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan
kematian janin. Plasenta yang terlepas seluruhnya disebut solutio
plasenta totalis, bila hanya sebagian disebut solutio plasenta parsialis,
dan jika hanya sebagian kecil pinggiran plasenta yang terpisah disebut
ruptura sinus marginalis (Impey, 2008).

b) Indikasi Janin
1) Kelainan Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada sisi
yang lain. Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati abdomen
biasanya melebar dan fundus uteri membentang hingga sedikit di atas
umbilikus. Tidak ditemukan bagian bayi di fundus, dan balotemen
kepala teraba pada salah satu fossa iliaka.

Penyebab utama presentasi ini adalah relaksasi berlebihan dinding


abdomen akibat multiparitas yang tinggi. Selain itu bisa juga
disebabkan janin prematur, plasenta previa, uterus abnormal, cairan
amnion berlebih, dan panggul sempit (Cunningham, 2005).
2) Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan insidensi
3-4% dari seluruh persalinan aterm. Presentasi bokong adalah
malpresentasi yang paling sering ditemui. Sebelum usia kehamilan 28
minggu, kejadian presentasi bokong berkisar antara 25 30%.
(Decherney,2007).

3) Presentasi Ganda
Presentasi ini disebabkan terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas
pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul
bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Faktor yang meningkatkan
kejadian presentasi ini antara lain prematuritas, multiparitas, panggul
sempit, kehamilan ganda (Prawirohardjo, 2009).

4) Gawat Janin
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung
janin (DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam
cairan amnion. Untuk keperluan klinik perlu ditetapkan kriteria yang
termasuk keadaan gawat janin.

Disebut gawat janin, bila ditemukan denyut jantung janin di atas


160/menit atau di bawah 100/menit, denyut jantung tak teratur, atau
keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan.
(Prawirohardjo, 2009).

5) Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan
janin yang berlebihan disebabkan sang ibu menderita kencing manis
(diabetes mellitus). Bayi yang lahir dengan ukuran yang besar dapat
mengalami kemungkinan komplikasi persalinan 4 kali lebih besar
daripada bayi dengan ukuran normal (Oxorn, 2003).

c) Indikasi Ibu dan Janin


1) Gemelli
Kehamilan kembar atau multipel adalah suatu kehamilan dengan dua
janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda (2
janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan
seterusnya sesuai dengan hukum Hellin.

Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada


kehamilan dengan janin ganda. Oleh karena itu, mempertimbangkan
kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal
yang berlebihan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain anemia
pada ibu, durasi kehamilan yang memendek, abortus atau kematian
janin baik salah satu atau keduanya, gawat janin, dan komplikasi
lainnya. Demi mencegah komplikasi komplikasi tersebut, perlu
penanganan persalinan dengan sectio caesarea untuk menyelamatkan
nyawa ibu dan bayi bayinya. (Prawirohardjo, 2009).

2) Riwayat Sectio Caesarea


Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea
yang dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio
caesarea pada persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal
ini perlu dilakukan jika ditemui hal hal seperti :
a. Indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya seperti kasus
panggul sempit.
b. Adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas operasi sebelumnya

3) Preeklampsia dan Eklampsia


Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Bila tekanan darah mencapai 160/110 atau lebih, disebut
preeklampsia berat.Sedangkan eklampsia adalah kelainan akut pada
wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang (bukan karena kelainan neurologi) dan atau koma
dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala preeklampsia.

Janin yang dikandung ibu dapat mengalami kekurangan nutrisi dan


oksigen sehingga dapat terjadi gawat janin. Terkadang kasus
preeklampsia dan eklampsia dapat menimbulkan kematian bagi ibu,
janin, bahkan keduanya. (Decherney,2007).

d. Jenis-Jenis Operasi Sectio Caesarea


1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a) Sectio caesarea transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira kira sepanjang 10 cm.
b) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Sectio caesarea yang dilakukan tanpa membuka peritoneum parietalis,
dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)


Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut:
a) Sayatan memanjang (vertikal) menurut Kronig
b) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c) Insisi Klasik
d) Sayatan huruf T terbalik (T-incision)

e. Melahirkan Janin dan Plasenta


Pada presentasi kepala, satu tangan diselipkan ke dalam rongga uterus diantara
simfisis dan kepala janin, lalu kepala diangkat secara hati-hati dengan jari dan
telapak tangan melalui lubang insisi dibantu oleh penekanan sedang
transabdominal pada fundus.

Setelah kepala lahir, tarik bahu secara ringan dan hati-hati. Begitu juga dengan
bagian tubuh lainnya. Bila presentasi bukan kepala, atau bila janin lebih dari
satu, atau keadaan-keadaan lainnya, insisi vertikal segmen bawah rahim
terkadang lebih menguntungkan. Perhatikan juga apakah terdapat perdarahan.

Bila janin telah lahir, segera keluarkan plasenta. Masase fundus, yang dimulai
segera setelah janin lahir dapat mengurangi perdarahan dan mempercepat
lahirnya plasenta.

f. Penyulit Operasi
Morbiditas setelah sectio caesarea dipengaruhi oleh keadaan-keadaan ketika
prosedur tersebut dilakukan. Penyulit yang dapat terjadi mencakup
histerektomi, cedera operatif pada struktur panggul, serta infeksi dan perlunya
transfusi.

Rajasekar dan Hall (1997) secara spesifik meneliti laserasi kandung kemih dan
cedera uretra. Insidensi laserasi kandung kemih pada saat operasi sesarea adalah
1,4 per 1000 prosedur, dan untuk cedera uretra adalah 0,3 per 1000. Cedera
kandung kemih cepat terdiagnosis. Sebaliknya diagnosis cedera uretra sering
terlambat terdiagnosis. (Cunningham, 2005).

g. Komplikasi Sectio Caesarea


1) Infeksi Puerperal (Nifas)
a) Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
b) Sedang, kenaikan suhu disertai dehidrasi dan perut kembung
c) Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
2) Perdarahan, karena:
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Perdarahan pada plasenta
3) Luka kandung kemih, emboli paru dan komplikasi yang jarang terjadi
4) Kemungkinan ruptur uteri atau terbukanya jahitan pada uterus karena operasi
sebelumnya
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil pengkajian pada tanggal 05 Desember 2016 pada Ny. F G3P20002 di
Paviliun Mawar RSU. Dr. H. Koesnadi Bondowoso, didapatkan bahwa Ny. F datang
ke phonex tanggal 1 desember 2016 jam 14.30 dan MRS di RSU dr H koesnadi dengan
riwayat kesehatan sekarang G3P20002 UK 39/40 minggu tunggal/hidup dengan letkep
HDK Induksi gagal primi sekunder pre operasi sc. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
vital touch (VT) pembukaan 1 cm, eff 10%, ketuban (-), letkep, kepala belum masuk
PAP, TFU 3 jari dibawah px, DJJ 149 x/m dan direncanakan untuk SC. Tekanan darah
140/100 mmHg, nadi 80 x/m, suhu 36,3 0c, RR 20 x/m. Klien mengeluh merasa cemas
dengan janin yang dikandung dan tindakan operasi. Sejak pukul 02.00 tanggal 04-12-
2016 di puasakan. Klien tidak dapat tidur, kwalitas tidur sering terbangun setiap 10
menit.

Dari analisa data diatas terdapat masalah ansietas dengan kemungkinan penyebabnya
yaitu tindakan konservatif pre operasi SC. Dan masalah selanjutnya distres janin dengan
kemungkinan penyebabnya yaitu induksi gagal. Diagnosa yang dapat diambil dari data
diatas antara lain:
1. Ansietas berhubungan dengan tindakan konservatif pre operasi SC
2. Distres janin dengan kemungkinan penyebabnya yaitu induksi gagal

A. Dilaksanakan tindakan keperawatan kepada Ny. F pada tanggal 05 Desember 2016.


1. Diagnosa Pertama
Tindakan dan Hasil:
1. Mengkaji penyebab cemas
Hasil: Klien mengatakan cemas karena akan operasi section caesar dan
proses kelahiran yang lama
2. Mengbservasi ttv
Hasil: TD: 130/80 mmHg, N: 84 x/m, S: 36,3 0c, RR: 20 x/m
3. Mengobservasi tanda verbal dan non verbal kecemasan klien
Hasil: klien tampak tegang dan gugup, klien mengatakan berkeringat
dingin
4. HE tentang persiapan pre operasi
Hasil: klien dapat menjelaskan ulang yang disampaikan perawat
5. Mengajarkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam
Hasil: Klien mengikuti dan merasa lebih tenang
6. Melakukan persiapan pre operasi
Hasil: klien kooperatif
7. Menganjurkan keluarga untuk tetap mendampingi klien
Hasil: Klien mengungkapkan cemas berkurang jika didampingi keluarga
dan suami
2. Diagnosa Kedua
Tindakan dan Hasil:
1. Mengobservasi DJJ dan perkembangan kala 1
Hasil:
pemeriksaan fisik:
leopold I: TFU 33 cm, 3 jari dibawah px
leopold II: puki, letkep, DJJ: 150 x/m
leopold III: bagian terendah kepala
leopold IV: bagian bawah U PAP
2. Memposisikan klien mering kekiri
Hasil: Klien kooperatif, mengikuti perintah perawat
3. memberikan injeksi
Hasil:
- memasang infus dengan cairan RL
- melakukan skin test
- memberikan injeksi ceftriaxone
4. pemeriksaan pervagina
Hasil:
- vt: pembukaan 1 cm
- perdarahan (-)
- ketuban (-)
Evaluasi dari tindakan diagnosa yang pertama pada tanggal 05 Desember 2016 yaitu
klien mengatakan mengatakan lebih tenang dan siap operasi klien tampak rileks,
masalah teratasi, intervensi dihentikan namun timbul masalah baru nyeri akut. Disini
masalah cemas dapat teratasi karena menggunakan teknik relaksasi autogenik seperti
pada jurnal Tiana, 2014 Pengaruh Intervensi Keperawatan Teknik Relaksasi
Autogenik terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di RSUD
Ungaran. Didapatkan populasi 165 pasien pre operasi, dengan sampel 30 pasien.
Dibagi menjadi 2 kelompok kontrol dan intervensi. dimana kelompok kontrol yaitu
kelompok yang tidak diberi perlakuan relaksasi autogenik, dan yang kelompok
intervensi mendapat perlakuan relaksasi autogenik diperoleh hasil di Ruang Cempaka
RSUD Ungaran Pada kelompok intervensi dapat diketahuibahwa rata-rata skor tingkat
kecemasanresponden sebelum melakukan teknik relaksasi autogenik sebesar 23,40,
kemudian setelah melakukan teknik relaksasi autogenik berkurang menjadi 19,67.
Sedangkan pada kelompok kontrol Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak
diberikan teknik relaksasi autogenik tidak awal penelitian didapatkan rata-rata skor
tingkat kecemasan sebesar 23,07 (53,3%), dan pada akhir penelitian sebesar 23,67
(53,3%). Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara relaksasi autogenik terhadap
penurunan tingkat kecemasan terhadap pasien pre operasi. Dimana menurut Aryanti
(2007) dalam Pratiwi (2012), relaksasi autogenik teknik relaksasi autogenik sendiri
merupakan Relaksasi autogenik dilakukan dengan membayangkan diri sendiri berada
dalam keadaan damai dan tenang, berfokus pada pengaturan nafas dan detakan jantung.
Disini penurunan cemas juga menggunakan teknik autogenik dimana setelah pemberian
teknik relaksasi autogenik pasien mengatakan lebih tenang pasien diajarkan untuk
berpikir positif, melakukan nafas dalam dan memusatkan konsentrasi.

Sedangkan pada evaluasi dari tindakan diagnosa yang kedua yaitu klien mengatakan
ingin cepat melahirkan, DJJ: 149 x/m, masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan
1 dan 2. Pada pukul 14.30 evaluasi diagnosa dilanjutkan muncul diagnosa baru yaitu
ketidakcukupan pemberian asi. Dengan rencana tindakan: Gali pemahaman klien
tentang tujuan pemberian asi, observasi pemberian asi, ajarkan teknik perawatan
payudara, beri informasi tentang teknik menyusui yang benar. intervensi: Menggali
pemahaman klien tentang pemberian asi, mengobservasi pemberian asi, menganjurkan
teknik perawatan payudara: brestcare, pijat oksitosin, memberi informasi tentang teknik
pemberian asi yang benar. evaluasi masalah belum teratasi kolustrum belum keluar -/-,
lanjut intervensi 2,3. Pada masalah diagnosa kedua ini terdapat pada jurnal Faktor-
Faktor yang Berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio Caesarea Di Rumah Sakit
Umum Daerah Liun Kendage Tahuna. Sampel dalam penelitin ini adalah ibu hamil
yang telah dilakukan tindakan Sectio Caesarea di RSUD Liun Kendage Tahuna dengan
indikasi Persalinan tidak maju, gawat janin, preeklampsia dan panggul sempit sebanyak
167 ibu. Data sampel yang digunakan data sekunder dari medical record RSUD Liun
Kendage Tahuna dari bulan Januari sampai bulan Agustus 2013. Penelitian ini telah
dilaksanakan di RSUD Liun Kendage Tahuna di ruang medical record . pada bulan
Desember 2013 sampai dengan bulan Januari 2014.

Berdasarkan pada tabel Distribusi Faktor-Faktor yang Berperan Meningkatnya angka


kejadian Sectio Caesarea faktor yang paling berperan meningkatnya angka kejadian
sectio caesarea adalah gawat janin sebanyak 52 responden (31,14%), 46 responden
(27,55%) mengalami persalinan tidak maju, 41 responden (24,55%) mengalami pre
eklampsia dan faktor terendah panggul sempit 28 responden (16,76%). Menurut Indiarti
(2007) Ibu yang mengalami preeklamsi berat (keracunan kehamilan, hipertensi
kehamilan) atau eklampsia (preeklampsia yang disertai kejang) harus di lakukan
tindakan sectio caesarea. Tindakan sectio caesarea untuk perbaikan keadaan ibu dan
mencegah kematian janin dalam uterus. Preeklampsia berakibat fatal jika tidak segera
mendapatkan tindakan, merusak plasenta sehingga menyebabkan bayi lahir dalam
keadaan tidak bernyawa, atau lahir prematur, penyakit ini juga membahayakan ginjal
ibu hamil. Pada beberapa kasus, bisa menyebabkan ibu hamil mengalami koma. Untuk
mencegah hal tersebut jalan terbaik adalah dilakukannya tindakan sectio caesarea.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengkajian Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F G3P20002 masalah hipertensi
dalam kehamilan ini ditemui pada klien Ny. F klien datang dengan hipertensi
dalam kehamilan dan sudah Masuk Rumah Sakit selama 4 hari. Klien sudah
diinduksi dua kali dan mengalami kegagalan dalam induksi tersebut. Dalam
riwayat obsterti sebelumnya klien belum menemui masalah seperti ini.
2. Analisa Data Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F dari hasil pemeriksaan
didapatkan vital touch (VT) pembukaan 1 cm, eff 10%, ketuban (-), letkep, kepala
belum masuk PAP, TFU 3 jari dibawah px, DJJ 149 x/m dan direncanakan untuk
SC. Tekanan darah 140/100 mmHg, nadi 80 x/m, suhu 36,3 0c, RR 20 x/m. Klien
mengeluh merasa cemas dengan janin yang dikandung dan tindakan operasi.
Sejak pukul 02.00 tanggal 04-12-2016 di puasakan.
3. Diagnosa Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F Ansietas berhubungan dengan
tindakan konservatif pre operasi SC dan Distres janin dengan kemungkinan
penyebabnya yaitu induksi gagal.
4. Intervensi Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F pada diagnosa Ansietas rencana
tindakan yang dilakukan kaji penyebab cemas, observasi status klien anjurkan
keluarga untuk mendampingi klien, pendidikan kesehatan tentang per op SC dan
ajarkan teknik relaksasi. Rencana tindakan diagnosa kedua yaitu observasi DJJ
dan tanda kala I, posisikan ibu miring kiri, pemberian O2 dan pemeriksaan
pervagina.
5. Implementasi Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F pada diagnosa Ansietas dan
Distres Janin yaitu dilakukan sesuai rencana tindakan pada bagian Intervensi.
6. Evaluasi Asuhan Keperawatan Pada Kien Ny.F pada tanggal 5-12-2016 diagnosa
pertama Klien mengatakan merasa lebih tenang dan siap melakukan operasi, klien
tampak rileks, klien tampak mengatur nafas, tersenyum, masalah teratasi
sebagian. Diganosa kedua Klien mengatakan ingin cepat melahirkan, DJJ 149
x/mnt, ketuban (-) letkep, TBJ: 2900 gr, masalah teratsi sebagian. Pada tanggal
6-12-2016 muncul diagnosa baru masalah ketidakcukupan pemberian ASI setelah
sehari pasca operasi SC.

B. Saran
1. Bagi Ibu Multigravida
Ibu dengan indikasi tindakan operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran
pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin,
dengan pertimbangan hal-halyang perlu tindakan SC proses persalinan normal
lama dan salah salah satunya yaitu menyebabkan Distres Janin.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Untuk petugas kesehatan terutama bidan pada tindakan sectio caesarea untuk
perbaikan keadaan ibu dan mencegah kematian janin dalam uterus. Pada beberapa
kasus, bisa menyebabkan ibu hamil mengalami koma. Untuk mencegah hal
tersebut jalan terbaik adalah dilakukannya tindakan sectio caesarea dengan
indikasi ibu dan janin seperti gemelli, preekalmpsi dan eklampsi serta riwayat
sectio caesarea.
3. Bagi Keluarga
Untuk pendampingan keluarga pada ibu dengan tindakan sectio caesarea sangat
penting apalagi ibu yang belum menjalani mempunyai riwayat operasi sectio
caesarea. Ibu akan merasakan cemas dan gelisah, karena bukan hanya petugas
kesehatan saja yang berperan, tetapi keluarga juga berperan dalam persiapan
tindakan SC.
4. Rumah Sakit
Untuk pihak rumah sakit, selain peningkatan sumber daya manusianya
peningkatan fasilitas teknik dan fasilitas operasi diharapkan bertambah baik,
operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik, kenyamanan
pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Get. Al, (2006). Obstetri Williams. Vol. 1 Ed.21 EGC. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2010). Buku Acuan Persalinan Normal. DepKes RI.Jakarta

Manuaba, A.C & Manuaba, B. F & Manuaba, B. I. (2009). Memahami Kesehatan


Reproduksi Wanita. EGC. Jakarta

Mulyawati (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan persalinan melalui


operasi sectio caesarea di RS YAKKSI Gemolong Kab. Sragen http
://journalunnes.ac.id/index.php/kemas

Kristiyani, S.D. (2011). Laporan Kasus: Hipertensi Dalam Kehamilan. Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar-Bali

Rachmawati, I.N (2004). Hipertensi Pada Kehamilan: Analisis Kasus. Jurnal Keperawatan
Indonesia, Vol. 8 No. 1, Maret 2004; 30-35

Ragjamuda, N., Montolalu, A. (2014). Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan


Kejadian Hipertensi Pada Ibu Hamil Di Poli Klinik Obs-Gin Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. V. L. Ratumbuysang Kota Manado. Jurnal Ilmiah Bidan

Sumelung, V., Kundre. R., Karundeng., M. (2014). Faktor-Faktor yang Berperan


Meningkatnya Angka Kejadian Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah
Liun Kendage Tahuna. Ejournal keperawatan Vol 2, No 1 Februari 2014

Tiana, Y. (2012). Pengaruh Intervensi Keperawatan Teknik Relaksasi Autogenik


Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di RSUD
Ungaran. Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

You might also like