You are on page 1of 30

ASUHAN KEPERAWATAN VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)

PADA ANAK

KEPERAWATAN ANAK

MAKALAH

Oleh

Surtiani Dewi NIM 152310101075


Novian Dwi Roessanti NIM 152310101164

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
ASUHAN KEPERAWATAN VENTRICULAR SEPTAL DEFECT
(VSD) PADA ANAK

KEPERAWATAN ANAK

Diajukan guna melengkapi tugas matakuliah Keperawatan Anak

MAKALAH

Oleh

Surtiani Dewi NIM 152310101075


Novian Dwi Roessanti NIM 152310101164

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
PRAKATA
DAFTAR ISI

Halaman
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan bawaan yang sering di
jumpai, dengan angka kejadian 30% dari seluruh kelaianan bawaan. Insiden PJB
dinegara maju maupun negara berkembang berkisar 6-10 kasus per 1000 kelahiran
hidup, dengan rata-rata 8 per 1000 kelahiran hidup. PJB merupakan permasalahan
pada struktur jantung yang tampak setelah kelahiran. Kelainan ini dapat
melibatkan klep di dalam jantung, atau arteri dan vena yang membawa darah ke
jantung atau seluruh tubuh (Kaunang, Maramis, & Rompis, 2014).

Data dari The Nothern Regio Paediatric Cardiology Data Base memperkirakan
insiden PJB di UK (England, Wales, Scotlandia, dan Irlandia Utara) sebesar 6,9 /
1000 kelahiran, atau 1 diantara 145 kelahiran bayi. Penelitian di Beijing, Cina
mendapatkan insiden PJB 8,2 / 1000 dari total kelahiran, dimana 168,9 / 1000
lahir mati dan 6,7 / 1000 lahir hidup. Ras Asia memiliki angka yang lebih besar
dibandingkan non Asia karena pengaruh perkawinan konsanguinis yang tinggi.
World Health Organization (WHO) berturut-turut melaporkan diantara penyakit
kardiovaskular, insiden PJB di Bangladesh (6%), India (15%), Burma (6%), dan
Srilangka (10%) (Hariyanto, 2012).

Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup.


Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia 2008, angka kejadian Penyakit Jantung
dan Pembuluh darah di Indonesia cenderung meningkat dan dapat menyebabkan
gangguan tumbuh kembang, kecacatan dan kematian. Menurut PERKI
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia), penyakit jantung
bawaan menempati peringkat pertama diantara penyakit-penyakit lain yang
menyerang bayi (Kaunang, Maramis, & Rompis, 2014). Penelitian di RS.
Dr.Sutomo pada tahun 2004-2006 diketahui angka kematian yang tinggi dari
pasien PJB setiap tahunnya, berturut-turut 11,64%, 11,35%, dan 13,44%
(Hariyanto, 2012).
Penyakit jantung bawaan di kelompokkan atas dua bagian yaitu PJB non
sianotik seperti Ventricular septal defect, atrial septal defect, pulmonary valve
stenosis, dan mitral valve stenosis, sedangkan untuk PJB sianotik terdiri dari
tetrallogi of fallot, transposition great arteries, atresia triskupid, dan atresia
pulmonal (Hariyanto, 2012). Namun kasus PJB yang sering terjadi yaitu
ventricular septal defect (VSD), dengan data sekitar 20-30%. Telah dilaporkan
adanya peningkatan insidensi kelainan ini dari 1,35-4 / 1000 kelahiran hidup
menjadi 3,6-6,5 / 1000 kelahiran hidup (Herintya dan Wahab, 2003 dalam
Sugiyanto, 2015), Ekici et al (2008) juga melaporkan insidensi VSD sampai 47,4 /
1000 kelahiran hidup. Menurut ukurannya dilaporkan kasus VSD kecil sebesar
62,5%, VSD sedang sebesar 15,9%, dan VSD besar tercatat 21,6%. Menurut
tipenya, VSD perimembran ditemukan sebesar 70,3%, VSD doubly comitted sub
arterial (DCSA) sebesar 19,4%, VSD muskular sebesar 5,6% (Layangool et al.,
2008 dalam Sugiyanto, 2015).

Anak yang mengidap PJB ini biasanya mengalami sesak nafas saat pemberian
ASI dan selalu berkeringat pada dahi terutamadalam keadaan setelah melakukan
aktivitas fisik. Selain itu, anak-anak dengan PJB seringkali terganggu asupan
makannya sehingga berdampak pula pada tumbuh kembang anak (Primasari,
2012). Oleh karena itu,menuliskan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
Ventricular Septal Defect (VSD) pada Anak dengan harapan dapat mengenali
sejak dini permasalahan bawaan pada anak yang berkaitan dengan Ventricular
Septal Defect (VSD) dan memantau proses tumbuh kembang pada anak sehingga
proses perkembangan anak tidak terhambat.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah di atas
adalah :

1.2.1 Tujuan Umum


Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan mahasiswa maupun pembaca dalam memahami Konsep Asuhan
Keperawatan Ventricular Septal Defect (VSD) pada Anak.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep dari penyakit Ventricular Septal Defect
(VSD)
2. Untuk megetahui konsep asuhan keperawatan Ventricular Septal
Defect (VSD) pada anak
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Dapat sebagai sumber informasi untuk mengetahui Konsep Asuhan
Keperawatan Ventricular Septal Defect (VSD) pada Anak.

1.3.2 Bagi Institusi kesehatan

Dapat sebagai acuan dan sebagai sumber informasi tambahan di institusi


dalam mengembangkan pendidikan terkait Konsep Asuhan Keperawatan
Ventricular Septal Defect (VSD) pada Anak.

1.3.3 Bagi Instuti Pendidikan Keperawatan

Dapat sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan dalam


keperawatan dan dapat mengatahui penatalaksanaan Ventricular Septal Defect
(VSD) pada Anak.

1.3.4 Bagi Pelayanan kesehatan

Dapat sebagai acuan dan sebagai sumber informasi tambahan di pelayanan


kesehatan dalam mengembangkan Asuhan Keperawatan Ventricular Septal Defect
(VSD) pada Anak.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Defek septum ventrikel atau ventricular septal defeks (VSD) adalah kelainan
jantung bawaan berupa tidak terbentuknya septum antara ventrikel jantung kiri
dan kanan sehingga antara keduanya terdapat lubang (tunggal atau multiple) yang
saling menghubungkan. Kelainan VSD disebabkan oleh malformasi embrionik
septum interventrikularis. Aliran darah yang melalui defek ini lebih sering bertipe
left to right shunt dan bergantung ukuran defek, serta resistensi vaskular
pulmoner. Kelainan fungsi jantung penderita juga akan bergantung pada ukuran
defek tersebut dan juga resistensi pembuluh darah pulmoner. Semakin besar pirau
makan semakin berkurang darah yang melalui katup aorta dan semakin banyak
volume darah jaringan intratorakal. Berkurangnya darah pada sistem sirkulasi
mengakibatkan pertumbuhan badan terlambat dan juga dapat menyebabkan
infeksi saluran nafas yang berulang. Pada VSD kecil anak dapat tumbuh sempurna
tanpa disertai keluhan, sedangkan pada VSD besar dapat mengakibatkan
terjadinya gagal jantung dini (Nugraha, Suwarman, & Zulfariansyah, 2014)

Insidensi dari ventrikular septal defeks (VSD) paling sering ditemukan, yaitu
sekitar 20-30% dari seluruh kasus kelainan jantung bawaan, 1,5-3,5 dari 1000
kelahiran hidup, frekuensi terjadinya lebih banyak pada wanita 56%, sedangkan
pada laki-laki 44%, sering di jumpai pada anak yang mengidap sindrom down,
kelainan tunggal dan kelainan jantung kongenital yang muncul bersama dengan
VSD adalah 50% dari seluruh kasus kelainan jantung kongenital, dan insiden
tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali lebih sering dibandingkan bayi
aterm (Wahab, 2009).
Gambar 2.1 Perbedaan Jantung VSD dan Normal

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan lokasi lubang VSD di bagi menjadi tiga tipe, yaitu :

1. Perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di daerah


pars membranaceae septum intaventricularis.
2. Subarterial doubly commited, bila lubang terletak di daerah septum
infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan
ikat katup aorta dan katup pulmonar.
3. Muskuler, bila lubang terletak di daerah septum muskularis
interventrikularis.

Gambar 2.2 Klasifikasi VSD berdasarkan letak lubang


2.3 Etiologi

Sebelum bayi lahir, ventrikel kanan dan kiri belum terpisah, seiring
perkembangannya janin, sebuah dinding / sekat pemisah antara kedua ventrikel
tersebut normalnya terbentuk. Akan tetapi, jika sekat itu tidak terbentuk sempurna
maka akan timbul suatu keadaan penyakit jantung bawaan yang disebut defek
septum ventrikel (Ventrikular Septal Defeks). Penyebab terjadinya penyakit
jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti (idiopatik), tetapi ada beberapa
faktor yang di duga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
jantung bawaan (PJB) (Prema R, 2013 dalam Hidayat, 2014) yaitu :

1. Faktor Prenatal (Eksogen)


a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
e. Ibu meminum obat-obatan penenang
2. Faktor Genetik (Endogen)
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah / ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
e. Kembar identik
Kelainan VSD ini sering terjadi bersama-sama dengan kelainan kongenita
lainya misalnya trunkus arteriosus, tetralogi fallot. Kelainan ini lebih banyak
dijumpai pada usia anak-anak, namun pada orang dewasa yang jarang terjadi
merupakan komplikasi serius dari berbagai serangan jantung (Prema R, 2013
dalam Hidayat, 2014).

2.4 Tanda dan Gejala

1. Pada VSD kecil


a. Biasanya tidak ada gejala-gejala
b. Bising pada VSD tipe ini bukan pensistolik, tapi biasanya berupa
bising akhir sistolik tepat sebelum S2
c. Defek kecil 1-5 mm
d. Tidak ada gangguan tumbuh kembang
e. Akan menutup secara spontan pada umur 3 tahun.
2. Pada VSD sedang
a. Sering terjadi symptom pada bayi
b. Kadang-kadang penderita mengeluh lekas lelah
c. Sering mendapat infeksi pada paru sehingga sering menderita batuk
d. Sesak nafas pada waktu aktivitas terutama waktu minum, memerlukan
waktu lebih lama untuk makan dan minum, sering tidak mampu
menghabiskan makanan dan minuman.
e. Defek 5-10 mm
f. BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
3. Pada VSD besar
a. Sering timbul gejala pada masa neonatus
b. Dispneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan
dalam minggu pertama setelah lahir.
c. Pada minggu ke 2 atau ke 3 symptom mulai timbul akan tetapi gagal
jantung biasanya baru timbul setelah minggu ke 6 dan sering didahului
infeksi saluran nafas bagian bawah.
d. Bayi tamak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis
karena oksigen akibat gangguan pernafasan.
e. Gangguan tumbuh kembang.
2.5 Patofisiologi

Defek septum ventrikel menyebabkan tekanan ventrikel kiri meningkat dan


resistensi sirkulasi arteri sistemik arteri sistemik lebih tinggi dibandingkan
resistensi pulmonal sehingga darah mengalir ke arteri pulmonal melalui defek
septum.
Gambar 2.3 Perbedaan aliran darah pada jantung normal dan VSD
Volume di paru-paru akan meningkat dan terjadi resistensi pembuluh darah
paru. Dengan demikian tekanan di ventrikel kanan meningkat akibat adanya pirau
dari kiri ke kanan. Hal ini akan mengakibatkan risiko terjadinya endokarditis dan
mengakibatkan terjadinya hipertrofi otot ventrikel kanan srhingga akan
berdampak pada peningkatan beban kerja sehingga atrium kanan tidak dapat
mengimbangi beban kerja, terjadi pembesaran atrium kanan untuk mengatasi
resistensi yang disebabkan oleh pengosongan atrium yang tidak sempurna.

Pada VSD berukuran kecil hanya terjadi pirau dari kiri ke kanan yang
minimal sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik yang berarti. Pada VSD
berukuran sedang dan besar terjadi pirau yang bermakna dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan. Pada beberapa hari pertama pasca lahir belum terdapat pirau kiri
ke kanan yang bermakna karena karena resistensi vaskuler paru masih tinggi, hal
ini menyebabkan bising baru terdengar beberapa hari hingga beberapa minggu
setelahbayi lahir. Pirau kiri ke kanan yang besar menyebabkan meningkatnya
tekanan ventrikel kanan, yang bila tidak terdapat obstruksi jaln keluar ventrikel
kanan akan diteruskan ke arteri pulmonalis. Paa defek besar terjadi perubahan
hemodinamik akibat peningkatan tekanan terus menerus pada ventrikel kanan
yang diteruskan ke arteri pulmonalis. Pada suatu saat terjadi perubahan dari pirau
kiri ke kanan menjadi kanan ke kiri sehingga pasien menjadi sianosis, ini disebut
sebagai sindrom eisenmenger (Aspiani, 2014).

2.6 Pathway

Defek Septum Ventrikel

Tekanan yang tinggi Resistensi sirkulasi arteri


dalam ventrikel sistemik lebuh tinggi dari
pulmonal

Darah mengalir ke arteri


pulmonal melalui defek septum

Volume darah di paru


meningkat

Tekanan di ventrikel kanan meningkat


(akibat pirau dari kiri ke kanan)

Berisiko menyebabkan endokarditis dan


hepertrofi otot ventrikel kanan

Beban kerja
meningkat
Atrium kanan tidak dapat mengimbangi
meningkatnya beban kerja

Pembesaran atrium kanan untuk mengatasi resistensi


yang disebabkan oleh pengosongan atrium yang tidak
sempurna

Gejala gagal jantung : murmur, distensi vena


jugularis, edema, hepatomegali

Penurunan curah jantung Penurunan curah


jantung

Intoleransi aktivitas

Menurunnya ambilan O2

Memacu otak untuk lebih memacu kerja


pernapasan dan jantung

Takikardia, nafas cepat, dan dangkal


Gangguan pertukaran
gas

Sesak

Nutrisi kurang
Bayi kesulitan menyusu dari kebutuhan
Gangguan tubuh
pertumbuhan dan
perkembangan BB tidak bertambah
2.7 Pemeriksaan penunjang
1. Kateterisasi jantung : menunjukkan adanya hubungan abnormal antar
ventrikel.
2. EKG dan foto torak : menunjukkan hipertropi ventrikel kiri.
3. Hitung darah lengkap adalah uji prabedah rutin
4. Uji masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) yang
dilakukan sebelum pembedahan berguna untuk mengungkapkan
kecenderungan perdarahan.
5. Elektrokardiografi
- Pada VSD kecil gambaran EKG nya normal.
- Pada VSD sedang dan besar biasanya gambaran EKGnya hipertensi
ventrikel kiri dengan hipertrofi atrium kiri atau hipertrofi biventrikular
dengan hipertrofi atrium kiri.
6. Radiologi
Pada VSD kecil gambaran radiologi thorax menunjukkan besar jantung
normal dengan/tanpa corakan pembuluh darah berlebih.
2.8 Penatalaksanaan

1. Pada VSD kecil : ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara


spontan. Diperlukan operasi untuk mencegah endokarditis infektif.
2. Pada VSD sedang : jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat
ditunggu sampai umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat
mengecil. Bila terjadi gagal jantung, dapat ditunggu sampai umur 4-5
tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi
gagal jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi
dapat dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 Kg.
3. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonar yang belum permanen :
biasanya pada keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam
pengobantannya menggunakan digintalis. Bila ada anemia diberi transfusi
eritrosit tepampat selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapat ditunda
sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat
dilakukan setelah berumur 6 bulan.
4. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen : operasi paliatif
atau operasi koreksi toltal sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis
mengalami arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi
beban yang berat sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila
defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat
disalurkan ke ventrikel kiri melalui defek.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : No. RM :

Umur : Pekerjaan :

Jenis : Status Perkawinan :


Kelamin

Agama : Tanggal MRS :

Pendidikan : Tanggal :
Pengkajian

Alamat : Sumber Informasi :

3.1.2 Riwayat Kesehatan


a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan orang tua yaitu anak mengalami
infeksi saluran napas dan kesulitan bernapas.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pada anak dengan VSD, biasanya akan diawali dengan tanda infeksi saluran
napas, dispnea, sesak napas ketika melakukan aktivias, jantung berdebar-
debar.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pasien lahir prematur atau ibu menderita infeksi dari rubela.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Orang tua yang mempunyai riwayat penyakit VSD dapat menurunkan secara
genetik atau juga karena kelainan kromosom.
e) Riwayat kesehatan lingkungan
Yang dikaji terkait tugas perasaan anak terhadap penyakitnya, bagaimana
perilaku anak terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya,
perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respons
keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga
terhadap stress.

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan setelah pengumpulan riwayat kesehatan.
Gunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pengkajian fisik harus
dilakukan secara komprehensif dan dilakukan dengan prinsip head to toe.
a. B1 (Pernapasan)
Napas cepat dan dangkal, sesak napas, retraksi dinding dada, sering
mengalami infeksi saluran napas, sesak napas ketika melakukan aktivitas,
sianosis. Bunyi napas ronki kasar dan kering serta mengi.
b. B2 (Kardiovaskuler)
Takikardi, jantung berdebar-debar. Bunyi jantung tambahan (murmur), edema
tungkai. Terdapat jari tabuh.
c. B3 (Persarafan)
Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.
d. B4 (Perkemihan)
Produksi urin menurun (poliguria)
e. B5 (Pencernaan)
Nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak habis
f. B6 (Muskuloskeletal dan Integumen)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan.

3.1.4 Analisa Data


No Etiologi Masalah Keperawatan
1. Volume darah di paru meningkat Penurunan curah jantung

Tekanan di ventrikel kanan


meningkat

beban kerja meningkat


Atrium kanan membesar

Murmur, distensi vena jugularis,


edema, hepatomegali

Penurunan curah jantung


2. Otak memacu kerja pernapasan Gangguan pertukaran gas
dan jantung

Takikardi dan napas cepat dan


dangkal

Sesak

Gangguan pertukaran gas


3. Penurunan curah jantung Intoleransi aktivitas

menurunnya ambilan oksigen

kelelahan

Intoleransi aktivitas
4. Takikardi, nafas cepat dan Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
dangkal

Sesak

Bayi mengalami kesulitan ketika


menyusu
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
5. Intake kurang Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan

Bayi mengalami kesulitan ketika


menyusu

Berat badan tidak bertambah

Gangguan pertumbuhan dan


perkembangan

3.2 Diagnosa

NO Diagnosa Keperawatan
1 Domain
Kelas
Dignosa
Penurunan curah jantung berhubungan dengan malforasi jantung
2. Domain 3. Eliminasi dan pertukaran
Kelas 4. Funsi Respirasi
Dignosa
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal
3. Domain 4. Aktivitas/ Istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskuler / pulomnal
Dignosa
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung
4. Domain 2. Nutrisi
Kelas 1. Makan
Dignosa
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungna
dengan kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
5. Domain
Kelas
Dignosa
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak
adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa : Penurunan curah jantung berhubungan dengan malforasi jantung
NOC
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam
Kriteria hasil:
1. Denyut jantung apikal dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal).
2. Denyut nadi radial dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal).
3. Tekanan darah sistolik dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal).
4. Tekanan darah diastolik dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
5. Tekanan baji pulmonal dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
6. Takikardia dipertahankan pada skala 1 (banyak) ditingkatkan ke skala 5
(tidak ada).
NIC.
1. Lakukan penilaian komprehensif terhadap status hemodinamik (yaitu
memeriksa tekanan darah, denyut jantung, nadi, tekanan vena jugularis,
tekanan vena sentral, tekanan atrium dan ventrikel, dan tekanan arteri
pulmonal) dengan tepat.
2. Monitor dan dokumentasikan tekanan nadi proporsional ( tekanan
sistolik dikurangi diastolik dibagi sistolik).
3. Berikan pemeriksaan fisik berkala.
4. Arahkan keluarga mengenai pemantauan hemodinamik
5. Tentukan status perfusi (apakah pasien dingin, suam-suam, hangat).

Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal.


NOC
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam
Kriteria hasil:
1. Aliran darah melalui pembuluh darah jantung dipertahankan pada skala
1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal).
2. Aliran darah melalui pembuluh darah pulmonari dipertahankan pada
skala 1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak
ada deviasi dari kisaran normal).
3. Aliran darah melalui pembuluh darah cerebral dipertahankan pada skala
1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal).
NIC.
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas.
2. Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu nafas,
dan retraksi.
3. Monitor suara nafas tambahan.
4. Monitor pola nafas
5. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. Monitor keluhan sesak nafas pasien

Diagnosa : Intoleransi aktivitas


NOC
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam
Kriteria hasil:
1. Tekanan darah sistol dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
2. Tekanan darah diastol dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
3. Denyut jantung apikal dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
4. Keseimbangan intake dan outputdalam 24 jam dipertahankan pada skala
1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal).
5. Kelelahan dari skala 1 (berat) menjadi skala 5 (tidak ada).
6. Dispnea dengan saat aktivitas ringan dari skala 1 (berat) menjadi skala 5
(tidak ada).
7. Sianosis dari skala 1 (berat) menjadi skala 5 (tidak ada).
NIC.
1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas
spesifik.
2. Bantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian tujuan melalui
aktivitas yang konsisteb dengan kemampuan fisik, fisiologis, dan sosial.
3. Instruksikan klien dan keluarga untuk mempertahankan fungsi dan
kesehatan terkait peran dalam beraktivitas yang diinginkan maupun
yang telah diresepkan.
4. Monitor respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas.
5. Bantu klien dan keluarga memantau perkembangan klien terhadap
pencapaian tujuan yang diharapkan.
Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan
kalori.
NOC
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam
Kriteria hasil:
1. Intake nutrisi dipertahankan pada skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan ke
skala 5 (sepenuhnya adekuat).
2. Intake makanan lewat mulut dipertahankan pada skala 1 (tidak adekuat)
ditingkatkan ke skala 5 (sepenuhnya adekuat).
3. Intake cairan lewat mulut dipertahankan pada skala 1 (tidak adekuat)
ditingkatkan ke skala 5 (sepenuhnya adekuat).
4. Perbadingan berat/tinggi dipertahankan pada skala 1 (tidak adekuat)
ditingkatkan ke skala 5 (sepenuhnya adekuat).
5. Pertumbuhan dipertahankan pada skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan ke
skala 5 (sepenuhnya adekuat).
NIC.
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
2. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makanan.
3. Lakukan atau bantu pasien terkait perawatan mulut sebelum makan.
4. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu berdasaran
perkembangan atau usia.
5. Monitor kalori dan asupan makanan.
6. Bantu pasien untuk mengakses program-program gizi komunitas
(misalnya perempuan, bayi, dan anak, kupon makanan, dan makanan ke
rumah).
7. Berikan arahan bila diperlukan.

Diagnosa : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan


tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
NOC
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam
Kriteria hasil:
1. Persentil beratbadan berdasarkan jenis kelamin dipertahankan pada
skala 1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak
ada deviasi dari kisaran normal).
2. Persentil berat badan berdasarkan umur dipertahankan pada skala 1
(deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal).
3. Persentil berat badab berdasarkan tinggi badan dipertahankan pada skala
1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal).
4. Berat badan dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal).
5. Tinggi badan dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal).persentil lingkar kepala berdasarkan umur dipertahankan pada
skala 1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak
ada deviasi dari kisaran normal).
6. Indeks massa tubuh dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal).
NIC.
1. Timbang berat badan pasien
2. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
3. Lakukan pengukuran antropometrik (indeks massa tubuh, pengukuran
pinggang)
4. Monitor kecenderungan turun dan naiknya berat badan.
5. Monitor turgor kulit
6. Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir ini.
7. Lakukan evaluasi kemampuan menelan (fungsi motorik wajah, mulut,
otot-oto lidah, reflek menelan)
8. Tentukan pola makan
3.4 Evaluasi
Nam
No Diagnosa Evaluasi a/Pa
raf
1. Penurunan curah jantung S :
berhubungan dengan O :
malforasi jantung A:
P:
2. Gangguan pertukaran gas S : orang tua mengatakan bahwa
berhubungan dengan tidur anaknya mulai nyenyak
kongesti pulmonal. O: sesak , kecepatan napas
berkurang
A : gangguan pertukaran gas
teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

3. Intoleransi aktivitas S : Orang tua mengatakan bahwa


anaknya tidak terlihat lemas lagi
O : anak mulai aktif kembali
A : intoleransi aktifitas teratasi
P : pantau terus aktifitas anak
4. Ketidakseimbangan nutrisi S : orang tua anak mengatakan
kurang dari kebutuhan bahwa asupan makan anaknya
tubuh mulai meningkat
O : berat badan anak meningkat
A : ketidakseimbangan nutrisi
teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
5. Gangguan pertumbuhan S :
dan perkembangan O :
berhubungan dengan tidak A :
adekuatnya suplai oksigen P :
dan zat nutrisi ke jaringan.

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Defek septum ventrikel atau ventricular septal defeks (VSD) adalah
kelainan jantung bawaan berupa tidak terbentuknya septum antara
ventrikel jantung kiri dan kanan sehingga antara keduanya terdapat lubang
(tunggal atau multiple) yang saling menghubungkan. Kelainan VSD
disebabkan oleh malformasi embrionik septum interventrikularis. Masalah
keperawatan yang bisa muncul pada Defek septum ventrikel yaitu
Penurunan curah jantung, Gangguan pertukaran gas, Intoleransi aktivitas,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Selain memantau kondisi fisik anak,
perlu diperhatikan pula kondisi emosional dari anak dan orang tua
sehingga diagnosa dari segi psikososial juga dapat muncul salah satunya
yaiu kecemasan.

4.2 Saran
Perawat harus berupaya dalam memenuhi asuhan keprawatan yang holistik
pada anak dan kelurga, sehingga perawat harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai masalah keperawatan pada anak, salah satunya yaitu
masalah keperawatan yang muncul akibat penyakit Defek septum
ventrikel. Selain itu perawat juga memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga terkait dengan kesehatan lingkungan. Karena Defek
septum ventrikel ini bisa disebabkan karena kurang bersihnya lingkungan
tempat tinggal anak. Semoga makalah ini dapat membantu perawat
ataupun pembaca dalam mengenali masalah Defek septum ventrikel.

DAFTAR PUSTAKA

Kaunang, E. D., Maramis, P. P., & Rompis, J. (2014). Hubungan Penyakit


Jantung Bawaan dengan Status Gizi pada Anak di RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado Tahun 2009-2013. E-Clinic (eCl), 2. Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/5050/4567
[Diakses pada 05 Oktober 2017]

Hariyanto, D. (2012). Profil Penyakit Jantung Bawaan di Instalasi Rawat Inap


Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang Januari 2008 Februari 2011, 14(3), 152
157. Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/5050/4567
[Diakses pada 05 Oktober 2017]

Sugiyanto, Ernawati. 2015. Ventricular Septal Defect Tipe Doubly Comitted Sub
Arterial sebagai Prediktor terhadap Kejadian Regurgitasi Aorta. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada. Retrieved from
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Peneli
tianDetail&act=view&typ=html&buku_id=80450&obyek_id=4 [Diakses
pada 05 Oktober 2017]
Primasari, Dyah. 2012. Perbedaan Perkembangan pada Anak dengan Penyakit
Jantung Bawaan Sianotik dan Non-Sianotik. Semarang : Universitas
Dipenogoro. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/37509/1/DYAH_PRIMASARI_G2A008064_LAP_
KTI.pdf [Diakses pada 05 Oktober 2017]

Wahab, Samik. 2009. Kardiologi Anak : Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak
Sianotik. Jakarta : EGC. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=EBb7BlfficQC&pg=PR5&dq=pengertia
n+Defek+septum+ventrikel+adalah&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepag&
q=pengertian%20Defek%20septum%20ventrikel%20adalah&f=false[Diakse
s pada 05 Oktober 2017]

Nugraha, A. A., Suwarman, & Zulfariansyah, A. (2014). Penatalaksanaan


Anestesi Pasien Trnsposition of the Great Arteries pada Operasi Mouth
Preparation, 2(38), 162168. Retrieved from
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=261328&val=5105&titl
e=Penatalaksanaan Anestesi Pasien Transposition of the Great Arteries pada
Operasi Mouth Preparation [Diakses pada 06 Oktober 2017]

Hidayat, Achmad Nurul. 2014. VSD : Ventricular Septal Defect. Surakarta :


Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
http://www.academia.edu/6172768/Ventricular_Septal_Defect [Diakses pada
06 Oktober 2017]

Aspiani, Reny Yuli. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler.


Jakarta : EGC

You might also like