Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain
itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang
menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 400
ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang.
1.3. Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang folikulitis serta
mendapatkan gambaran teori dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
gangguan muskuloskeletal fraktur.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.2. ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2005) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehinggatulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat. (Oswari, 2000)
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3
c. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalamangkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
4
- Terjadi keusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat ini
terbagi atas :
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besanya ukuran luka
b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulangyang terpapar
atau kontamnasi masif
c. Luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
3. Fraktur komplikata : disini persendian, syaraf, pembuluh darah atau
organ viscera juga ikut terkena. Fraktur seperti ini dapat berbentuk
fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
4. Fraktur patologis : karena adanya penyakit lokal pada tulang, maka
kekerasan yang ringan saja pada bagian tersebut sudah dapat
menyebabkan fraktur. Contoh : tumor/sarcoma, osteoporosis dll.
5
2.5. PATOFIOLOGI
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh traumagangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP (cardiac output) menurun maka terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi karena terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Price, 2006).
6
Pathway Fraktur :
Nyeri akut
Gangguan
integritas
kulit
Gangguan
mobilitas fisik Resiko tinggi
kekurangan
volume cairan
Gangguan perfusi
jaringan
7
7. Tenderness/keempukan
8. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang
dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan.
9. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan).
10. Pergerakan abnormal
11. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
12. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
8
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin
besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan
lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan
untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan
foto.
2. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang
patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi
bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang
mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat
dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan
fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan
lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan
jaringan lunak oleh fragmen tulang
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan
kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga
dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas
yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada
cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan
bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus
dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
9
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-
kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang
keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.
Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan
kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada
sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.
3. Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus
menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang
dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi,
jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom
komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering
dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation).Berikut dibawah ini jenis-jenis
pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :
Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang
patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang
patah
Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plat, paku dan pin logam
Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog)
untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti
tulang yang berpenyakit.
Amputasi : penghilangan bagian tubuh
Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka
10
Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau
sintetis
Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendi dengan logam atau sintetis
Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia.
Pada Anak
Fraktur pediatri tertentu mempunyai prognosis lebih baik jika fraktur
direduksi, dengan teknik terbuka atau tertutup, dan kemudian secara interna atau
eksterna distabilisasi. Sekitar 4 5 % fraktur pediatri memerlukan pembedahan.
Indikasi yang lazim untuk stabilisasi operatif pada anak dan ramaja dengan fisis
terbuka adalah : Fraktur epifisis tergeser, Fraktur intra artikuler tergeser, Fraktur
tidak stabil, Fraktur pada anak yang tercedera berkali kali dan Fraktur terbuka.
Pada Lansia
Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena terjatuh. Walaupun
hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe cidera ini
diperhitungkan menimbulkan 5 sampai 20 % kematian diantara lansia akibat
fraktur. Fraktur panggul adalah hal yang tidak menyenangkan karena fraktur
tersebut dapat juga menyebabkan cedera intraabdomen yang serius, seperti
laserasi kolon, paralisis ileum, perdarahan intrapelvis, dan ruptur uretra serta
kandung kemih.
Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan pascaoperasi yang jika
tidak dikenali dapat menjadi faktor penentu yang berdampak kurang baik terhadap
klien.
1. Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang tidak mengalami
cidera dan kedua lengannya. Selain itu sebelum dilakukan operasi klien harus
diajrakna menggunakan trapeze yang dipasangkan di atas tempat tidur dan di sisi
11
pengaman tempa tidur yang berfungsi untuk membantunya dalam mengubah
posisi, klien juga perlu mempraktikan bagaimana cara bangun dari tempat tidur
dan pindah ke kursi.
2. Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran cairan,
mengawasi aktivitas pernapasan, seperti napas dalam dan batuk, memberikan
pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri, dan mengobservasi balutan luka
terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan sebelum reduksi
fraktur, akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan
gerakan. Tungkai klien tetap diangkat untuk menghindari edema. Bantal pasir
dapat sangat membantu untuk mempertahankan agar tungkai tidak mengalami
rotasi eksterna. Untuk menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika dapat
menggunakan transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS).
Untuk mencegah dislokasi prosthesis, perawat harus senantiasa menggunakan
3 bantal diantara tungkai klien ketika mengganti posisi, pertahankan bidai
abductor tungkai pada klien kecuali pada saat mandi, hindari mengganti posisi
klien ke sisi yang mengalami fraktur. Menahan benda/beban yang berat pada
ekstremitas yang terkena fraktur tidak dapat diizinkan kecuali telah mendapatkan
hasil dari bagian radiologi yang menyatakan adanya tanda-tanda penyembuhan
yang adekuat, umumnya pada waktu 3 sampai 5 bulan.
12
atas sangat dicurigai terjadi fraktur), Memar, Kaku oto yang parah,
Krepitasi (sensasi memarut pada sisi fraktur)
b. Kaji lokasi fraktur : Observasi adanya deformitas, instruksikan anak
untuk menunjukkan area yang nyeri
c. Kaji sirkulasi dan sensasi distal pada sisi fraktur
d. Bantu dalam prosedur diagnostik dan tes, mis. Raduografi dan
tomografi
4. Riwayat imunisasi : Polio, Tetanus.
5. Aktivitas/istirahat
6. Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena keterbatasan mobilitas.
7. Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
c. Tachikardi
d. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
e. Cavilary refil melambat
f. Pucat pada bagian yang terkena
8. Masa hematoma pada sisi cedera
9. Neurosensori
10. Kesemutan
11. Deformitas, krepitasi, pemendekan kelemahan
12. Kenyamanan : Anak sering menangis, rewel dan tidak tenang akiba tnyeri
tiba-tiba saat cidera spasme/ kram otot.
13. Sistem Integumen : Adanya Laserasi, perdarahan edema, serta perubahan
warna kulit.
14. Sistem otot : Kekuatan gerak koordinasi.
15. Pemeriksaan diagnostic.
a) Pemeriksaan ronthgen menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
b) Scan tulang, Tomogram, Scan CT, MRI : Memperlihatkan fraktur,
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
13
16. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai. Hitung
darah lengkap : HT, mungkin meningkat (hemoton sentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan leukosit adalah respon stress normal
setelah trauma.
14
11. Observasi kerusakan pernafasan (gips spika): Kji ekspansi pada
anak, Obvervasi frekuensi pernafasan , Observasi warna dan
perilaku.
12. Kaji adanya bukti bukti perdarahan, Kaji adanya peningkatan
perdarahn.
13. Kaji terhadap kebutuhan obat analgesic.
Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen :
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b. Mengetahui tempat dan type fraktur
c. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodic
d. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
e. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
f. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi )
atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multiple) Peningkatan jumlah SDP adalah respon
stres normal setelah trauma
g. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76).
2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontuinitas jaringan
dan tulang.
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
d. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
adanya perdarahan
15
3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:
No Diagnosa NOC NIC
Dx. Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: Pain Level, 1. Lakukan pengkajian
Agen injuri (biologi, Pain Control, nyeri secara
16
dalam rentang normal distraksi, kompres
Tidak mengalami hangat/ dingin
gangguan tidur 8. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: ...
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
17
kasar dan halus Mengerti tujuan dari saat berjalan dan cegah
- Keterbatasan ROM peningkatan mobilitas terhadap cedera
18
- Gangguan permukaan integritas kulit pasien kering
kulit (epidermis) teratasi dengan kriteria 4. Mobilisasi pasien
Menunjukkan karakteristik,warna
19
14. Cegah kontaminasi
feses dan urin
15. Lakukan tehnik
perawatan luka dengan
steril
16. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
4. Resiko tinggi terhadap NOC: NIC :
kekurangan volume cairan Fluid balance 1. Pertahankan catatan
berhubungan dengan Hydration intake dan output yang
Nutritional Status : akurat
adanya perdarahan
Food and Fluid Intake 2. Monitor status hidrasi (
DS :
Setelah dilakukan kelembaban membran
- Haus
tindakan keperawatan mukosa, nadi adekuat,
DO:
selama.. defisit volume tekanan darah
- Penurunan turgor cairan teratasi dengan ortostatik ), jika
kulit/lidah kriteria hasil: diperlukan
- Membran mukosa/kulit Mempertahankan urine 3. Monitor hasil lab yang
kering output sesuai dengan sesuai dengan retensi
- Peningkatan denyut usia dan BB, BJ urine cairan (BUN , Hmt ,
nadi, penurunan normal, osmolalitas urin,
tekanan darah, Tekanan darah, nadi, albumin, total protein )
20
meningkat Jumlah dan irama 9. Dorong keluarga untuk
- Kehilangan berat badan pernapasan dalam batas membantu pasien
- Penurunan urine output Elektrolit, Hb, Hmt 10. Kolaborasi dokter jika
dalam batas normal tanda cairan berlebih
- HMT meningkat
pH urin dalam batas muncul meburuk
- Kelemahan
normal 11. Atur kemungkinan
Intake oral dan tranfusi
4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
disusun.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
21
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya atau setiap retak atau patah pada tulang yang
utuh. Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya: kolum
femoris, trokhanter, batang femur, suprakondiler, kondiler, kaput. Fraktur panggul
adalah fraktur salah satu bagian dari trauma multipel yang dapat mengenai organ-
organ lain dalam panggul.
3.2. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mampu menjelaskan serta
memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur agar nantinya dapat
mengaplikasikannya dengan baik pada saat berada di rumah sakit dan bertemu
dengan pasien langsung.
DAFTAR PUSTAKA
22
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :
Jakarta.
Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC.
Jakarta.Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah,
Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :
Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner
& Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
23