You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi
mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut
Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah
periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang
masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal
sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang
disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap system terdiri
atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks
tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti
lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan
di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui
Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang
dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan
akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari
tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon
yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah.
Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang
memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow
kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa
menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru.
Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel
penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang
tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks.
Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan

1
substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain
itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang
menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 400
ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien fraktur ?

1.3. Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang folikulitis serta
mendapatkan gambaran teori dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
gangguan muskuloskeletal fraktur.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


2.1. DEFINISI
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, baik bersifat total
maupun sebagian yang ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya (Smeltzer &
Bare, 2002). Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan kondisi fraktur tersebut (Price,
2006). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat
dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2001).

2.2. ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2005) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehinggatulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat. (Oswari, 2000)
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

3
c. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalamangkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

2.3. KLASIFIKASI FRAKTUR


1. Fraktur tertutup / closed atau disebut juga fraktur simplex :
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, atau
Patahan tulang disini tidak mempunyai hubungan dengan udara
terbuka
2. Fraktur terbuka / open (compound fracture) :
Bila tedapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan di kulit.
Kulit terobek :
a. dari dalam karena fragmen tulang yang menembus kulit
b. karena kekerasan yang berlangsung dari luar
- Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :
Derajat I :
- luka < 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda lunak remuk
- fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan
- kontaminasi minimal
Derajat II :
- laserasi > 1 cm
- kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- fraktur kominutif sedang
- kontaminasi sedang
Derajat III :

4
- Terjadi keusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat ini
terbagi atas :
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besanya ukuran luka
b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulangyang terpapar
atau kontamnasi masif
c. Luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
3. Fraktur komplikata : disini persendian, syaraf, pembuluh darah atau
organ viscera juga ikut terkena. Fraktur seperti ini dapat berbentuk
fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
4. Fraktur patologis : karena adanya penyakit lokal pada tulang, maka
kekerasan yang ringan saja pada bagian tersebut sudah dapat
menyebabkan fraktur. Contoh : tumor/sarcoma, osteoporosis dll.

2.4. MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR


1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain.

5
2.5. PATOFIOLOGI
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh traumagangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP (cardiac output) menurun maka terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi karena terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Price, 2006).

6
Pathway Fraktur :

Nyeri akut

Gangguan
integritas
kulit

Gangguan
mobilitas fisik Resiko tinggi
kekurangan
volume cairan

Gangguan perfusi
jaringan

2.6. TANDA DAN GEJALA


1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
5. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
6. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

7
7. Tenderness/keempukan
8. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang
dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan.
9. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan).
10. Pergerakan abnormal
11. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
12. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type frakturBiasanya diambil sebelum dan
sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara
periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi ) atau
menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple) Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

2.8. PENATALAKSANAAN FRAKTUR


1. Penatalaksanaan secara umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila

8
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin
besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan
lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan
untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan
foto.
2. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang
patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi
bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang
mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat
dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan
fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan
lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan
jaringan lunak oleh fragmen tulang
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan
kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga
dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas
yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada
cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan
bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus
dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

9
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-
kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang
keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.
Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan
kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada
sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.
3. Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus
menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang
dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi,
jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom
komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering
dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation).Berikut dibawah ini jenis-jenis
pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :
Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang
patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang
patah
Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plat, paku dan pin logam
Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog)
untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti
tulang yang berpenyakit.
Amputasi : penghilangan bagian tubuh
Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka

10
Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau
sintetis
Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendi dengan logam atau sintetis
Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia.

Pada Anak
Fraktur pediatri tertentu mempunyai prognosis lebih baik jika fraktur
direduksi, dengan teknik terbuka atau tertutup, dan kemudian secara interna atau
eksterna distabilisasi. Sekitar 4 5 % fraktur pediatri memerlukan pembedahan.
Indikasi yang lazim untuk stabilisasi operatif pada anak dan ramaja dengan fisis
terbuka adalah : Fraktur epifisis tergeser, Fraktur intra artikuler tergeser, Fraktur
tidak stabil, Fraktur pada anak yang tercedera berkali kali dan Fraktur terbuka.
Pada Lansia
Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena terjatuh. Walaupun
hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe cidera ini
diperhitungkan menimbulkan 5 sampai 20 % kematian diantara lansia akibat
fraktur. Fraktur panggul adalah hal yang tidak menyenangkan karena fraktur
tersebut dapat juga menyebabkan cedera intraabdomen yang serius, seperti
laserasi kolon, paralisis ileum, perdarahan intrapelvis, dan ruptur uretra serta
kandung kemih.
Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan pascaoperasi yang jika
tidak dikenali dapat menjadi faktor penentu yang berdampak kurang baik terhadap
klien.
1. Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang tidak mengalami
cidera dan kedua lengannya. Selain itu sebelum dilakukan operasi klien harus
diajrakna menggunakan trapeze yang dipasangkan di atas tempat tidur dan di sisi

11
pengaman tempa tidur yang berfungsi untuk membantunya dalam mengubah
posisi, klien juga perlu mempraktikan bagaimana cara bangun dari tempat tidur
dan pindah ke kursi.
2. Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran cairan,
mengawasi aktivitas pernapasan, seperti napas dalam dan batuk, memberikan
pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri, dan mengobservasi balutan luka
terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan sebelum reduksi
fraktur, akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan
gerakan. Tungkai klien tetap diangkat untuk menghindari edema. Bantal pasir
dapat sangat membantu untuk mempertahankan agar tungkai tidak mengalami
rotasi eksterna. Untuk menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika dapat
menggunakan transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS).
Untuk mencegah dislokasi prosthesis, perawat harus senantiasa menggunakan
3 bantal diantara tungkai klien ketika mengganti posisi, pertahankan bidai
abductor tungkai pada klien kecuali pada saat mandi, hindari mengganti posisi
klien ke sisi yang mengalami fraktur. Menahan benda/beban yang berat pada
ekstremitas yang terkena fraktur tidak dapat diizinkan kecuali telah mendapatkan
hasil dari bagian radiologi yang menyatakan adanya tanda-tanda penyembuhan
yang adekuat, umumnya pada waktu 3 sampai 5 bulan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Dapatkan riwayat kejadian, cedera sebelumnya, pengalaman dengan
tenaga kesehatan
3. Obseravasi adanya manifestasi fraktur:
a. Tanda tanda cedera : Pembengkakan umum, Nyeri atau nyeri tekan,
Penurunan penggunaan fungsional dari bagian yang sakit (pada anak
kecil yang menolak untuk berjalan atau menggerakkan ekstermitas

12
atas sangat dicurigai terjadi fraktur), Memar, Kaku oto yang parah,
Krepitasi (sensasi memarut pada sisi fraktur)
b. Kaji lokasi fraktur : Observasi adanya deformitas, instruksikan anak
untuk menunjukkan area yang nyeri
c. Kaji sirkulasi dan sensasi distal pada sisi fraktur
d. Bantu dalam prosedur diagnostik dan tes, mis. Raduografi dan
tomografi
4. Riwayat imunisasi : Polio, Tetanus.
5. Aktivitas/istirahat
6. Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena keterbatasan mobilitas.
7. Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
c. Tachikardi
d. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
e. Cavilary refil melambat
f. Pucat pada bagian yang terkena
8. Masa hematoma pada sisi cedera
9. Neurosensori
10. Kesemutan
11. Deformitas, krepitasi, pemendekan kelemahan
12. Kenyamanan : Anak sering menangis, rewel dan tidak tenang akiba tnyeri
tiba-tiba saat cidera spasme/ kram otot.
13. Sistem Integumen : Adanya Laserasi, perdarahan edema, serta perubahan
warna kulit.
14. Sistem otot : Kekuatan gerak koordinasi.
15. Pemeriksaan diagnostic.
a) Pemeriksaan ronthgen menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
b) Scan tulang, Tomogram, Scan CT, MRI : Memperlihatkan fraktur,
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.

13
16. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai. Hitung
darah lengkap : HT, mungkin meningkat (hemoton sentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan leukosit adalah respon stress normal
setelah trauma.

Pengkajian Terhadap Ekstermitas yang di Gips


1. Pantau status kardiovaskuler.
2. Pantau nadi perifer
3. Pucatkan kulit ekstermitas pada bagian distal dari fraktur untuk
memastikan sirkulasi yang adekuat pada bagian tersebut.
4. Perhatikan keketatan Gips, gips harus memungkinkan insersi jari
diantara kulit ekstermitas dengan gips setelah gips kering.
5. Kaji adanya peningkatan hal hal tersebut : Nyeri, Bengkak, Rasa
dingin, sianosis atau pucat.
6. Kaji gerakan dan sensasi jari tangan atau jari kaki. Minta anak
untuk menggerakkan jari tanga atau jari kaki. Observasi adanya
gerakan spontan pada anak yang tidak mampu berespon terhadap
perintah. Laporkan segera tanda tanda ancaman kerusakan
sirkulasi. Intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas
atau kesemutan.
7. Perikas Suhu (gips plester): Reaksi kimia pada proses pengeringan
gips, yang meningkatkan panas.
8. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau area tekan.
9. Inspeksi bagian dalam gips, untuk adanya benda benda yang
terkadang dimasukkan olrh anak yang masih kecil.
10. Observasi adanya tanda tanda infeksi : Periksa adanya drainase,
Cium gips untuk adanya bau memyengat., Waspadai adanya
peningkatan suhu, letargi, dan ketidaknyamanan.

14
11. Observasi kerusakan pernafasan (gips spika): Kji ekspansi pada
anak, Obvervasi frekuensi pernafasan , Observasi warna dan
perilaku.
12. Kaji adanya bukti bukti perdarahan, Kaji adanya peningkatan
perdarahn.
13. Kaji terhadap kebutuhan obat analgesic.

Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen :
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b. Mengetahui tempat dan type fraktur
c. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodic
d. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
e. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
f. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi )
atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multiple) Peningkatan jumlah SDP adalah respon
stres normal setelah trauma
g. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76).

2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontuinitas jaringan
dan tulang.
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
d. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
adanya perdarahan

15
3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:
No Diagnosa NOC NIC
Dx. Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: Pain Level, 1. Lakukan pengkajian
Agen injuri (biologi, Pain Control, nyeri secara

kimia, fisik, psikologis), Comfort Level komprehensif termasuk


lokasi, karakteristik,
kerusakan jaringan Setelah dilakukan
durasi, frekuensi,
DS: tindakan
kualitas dan faktor
Laporan secara verbal keperawatan selama .
presipitasi
DO: Pasien tidak mengalami
2. Observasi reaksi
Posisi untuk nyeri, dengan kriteria nonverbal dari
menahan nyeri hasil: ketidaknyamanan
Tingkah laku Mampu mengontrol 3. Bantu pasien dan
berhati-hati nyeri (tahu penyebab keluarga untuk mencari
Gangguan tidur nyeri, mampu dan menemukan
Terfokus pada diri menggunakan tehnik dukungan
nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan
sendiri
mengurangi nyeri, yang dapat
Fokus menyempit
mencari bantuan) mempengaruhi nyeri
Tingkah laku
Melaporkan bahwa seperti suhu ruangan,
distraksi,
nyeri berkurang dengan pencahayaan dan
Respon autonomy menggunakan kebisingan
Perubahan manajemen nyeri 5. Kurangi faktor
autonomic dalam Mampu mengenali presipitasi nyeri
tonus otot nyeri (skala, intensitas, 6. Kaji tipe dan sumber
Tingkah laku frekuensi dan tanda nyeri untuk
ekspresif nyeri) menentukan intervensi
Perubahan dalam Menyatakan rasa 7. Ajarkan tentang teknik

nafsu makan dan nyaman setelah nyeri non farmakologi: napas


berkurang Tanda vital dala, relaksasi,
minum

16
dalam rentang normal distraksi, kompres
Tidak mengalami hangat/ dingin
gangguan tidur 8. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: ...
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

2. Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :


berhubungan dengan Joint Movement : Exercise therapy :

diskontuinitas jaringan Active ambulation


Mobility Level 1. Monitoring vital sign
dan tulang.
Self Care : ADLs sebelm/sesudah latihan
DO:
Transfer Performance dan lihat respon pasien
- Kesulitan merubah
Setelah dilakukan saat latihan
posisi
tindakan 2. Konsultasikan dengan
- Perubahan gerakan Keperawatan selama. terapi fisik tentang
(penurunan untuk Gangguan mobilitas fisik rencana ambulasi
berjalan, kecepatan, teratasi dengan kriteria sesuai dengan
kesulitan memulai hasil: kebutuhan
langkah pendek) Klien meningkat 3. Bantu klien untuk
- Keterbatasan motorik dalam aktivitas fisik menggunakan tongkat

17
kasar dan halus Mengerti tujuan dari saat berjalan dan cegah
- Keterbatasan ROM peningkatan mobilitas terhadap cedera

- Gerakan disertai nafas Memverbalisasikan 4. Ajarkan pasien atau


perasaan dalam tenaga kesehatan lain
pendek atau tremor
meningkatkan tentang teknik
- Ketidak stabilan posisi
kekuatan dan ambulasi
selama melakukan
kemampuan 5. Kaji kemampuan
ADL
berpindah pasien dalam
- Gerakan sangat lambat
Memperagakan mobilisasi
dan tidak terkoordinasi
penggunaan alat 6. Latih pasien dalam
Bantu untuk pemenuhan kebutuhan
mobilisasi (walker) ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

3. Gangguan integritas kulit NOC : NIC : Pressure


b/d fraktur terbuka, Tissue Integrity : Skin Management
pemasangan traksi (pen, and Mucous 1. Anjurkan pasien untuk
Membranes menggunakan pakaian
kawat, sekrup)
Wound Healing : yang longgar
DO:
primer dan sekunder 2. Hindari kerutan pada
- Gangguan pada bagian
Setelah dilakukan tempat tidur
tubuh
tindakan keperawatan 3. Jaga kebersihan kulit
- Kerusakan lapisan kulit selama.. kerusakan agar tetap bersih dan
(dermis)

18
- Gangguan permukaan integritas kulit pasien kering
kulit (epidermis) teratasi dengan kriteria 4. Mobilisasi pasien

- Perubahan warna kulit hasil: (ubah posisi pasien)


Integritas kulit yang baik setiap dua jam sekali
- Adanya edema
bisa dipertahankan 5. Monitor kulit akan
- Adanya laserasi
(sensasi, elastisitas, adanya kemerahan
temperatur, hidrasi, 6. Oleskan lotion atau
pigmentasi) minyak/baby oil pada
Tidak ada luka/lesi pada derah yang tertekan
kulit 7. Monitor aktivitas dan
Perfusi jaringan baik mobilisasi pasien
Menunjukkan 8. Monitor status nutrisi
pemahaman dalam pasien
proses perbaikan kulit 9. Memandikan pasien
dan mencegah dengan sabun dan air
terjadinya sedera hangat
berulang 10. Kaji lingkungan dan
Mampu melindungi peralatan yang

kulit dan menyebabkan tekanan

mempertahankan 11. Observasi luka : lokasi,

kelembaban kulit dan dimensi, kedalaman

perawatan alami luka,

Menunjukkan karakteristik,warna

terjadinya proses cairan, granulasi,

penyembuhan luka jaringan nekrotik,


tanda-tanda infeksi
lokal, formasi traktus
12. Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
13. Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae TKTP,
vitamin

19
14. Cegah kontaminasi
feses dan urin
15. Lakukan tehnik
perawatan luka dengan
steril
16. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
4. Resiko tinggi terhadap NOC: NIC :
kekurangan volume cairan Fluid balance 1. Pertahankan catatan
berhubungan dengan Hydration intake dan output yang
Nutritional Status : akurat
adanya perdarahan
Food and Fluid Intake 2. Monitor status hidrasi (
DS :
Setelah dilakukan kelembaban membran
- Haus
tindakan keperawatan mukosa, nadi adekuat,
DO:
selama.. defisit volume tekanan darah
- Penurunan turgor cairan teratasi dengan ortostatik ), jika
kulit/lidah kriteria hasil: diperlukan
- Membran mukosa/kulit Mempertahankan urine 3. Monitor hasil lab yang
kering output sesuai dengan sesuai dengan retensi
- Peningkatan denyut usia dan BB, BJ urine cairan (BUN , Hmt ,
nadi, penurunan normal, osmolalitas urin,
tekanan darah, Tekanan darah, nadi, albumin, total protein )

penurunan suhu tubuh dalam batas 4. Monitor vital sign


normal setiap 15menit 1 jam
volume/tekanan nadi
Tidak ada tanda tanda 5. Kolaborasi pemberian
- Pengisian vena
dehidrasi, Elastisitas cairan IV
menurun
turgor kulit baik, 6. Monitor status nutrisi
- Perubahan status
membran mukosa 7. Berikan cairan oral
mental
lembab, tidak ada rasa 8. Berikan penggantian
- Konsentrasi urine haus yang berlebihan nasogatrik sesuai
meningkat Orientasi terhadap output (50
- Temperatur tubuh waktu dan tempat baik 100cc/jam)

20
meningkat Jumlah dan irama 9. Dorong keluarga untuk
- Kehilangan berat badan pernapasan dalam batas membantu pasien

secara tiba-tiba normal makan

- Penurunan urine output Elektrolit, Hb, Hmt 10. Kolaborasi dokter jika
dalam batas normal tanda cairan berlebih
- HMT meningkat
pH urin dalam batas muncul meburuk
- Kelemahan
normal 11. Atur kemungkinan
Intake oral dan tranfusi

intravena adekuat 12. Persiapan untuk


tranfusi
13. Pasang kateter jika
perlu
14. Monitor intake dan
urin output setiap 8
jam

4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
disusun.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.

21
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya atau setiap retak atau patah pada tulang yang
utuh. Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya: kolum
femoris, trokhanter, batang femur, suprakondiler, kondiler, kaput. Fraktur panggul
adalah fraktur salah satu bagian dari trauma multipel yang dapat mengenai organ-
organ lain dalam panggul.

3.2. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mampu menjelaskan serta
memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur agar nantinya dapat
mengaplikasikannya dengan baik pada saat berada di rumah sakit dan bertemu
dengan pasien langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company :


Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.Brooker,
Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

22
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :
Jakarta.
Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC.
Jakarta.Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah,
Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :
Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner
& Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

23

You might also like