You are on page 1of 120

PEMBERIAN LATIHAN ROM AKTIF dan PASIF TERHADAP

KEPUASAN PASIEN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S


DENGAN POST ORIF FRAKTUR HUMERUS MEDIAL
SINISTRA DI RUANG MAWAR II RUMAH SAKIT
DR. MOEWARDI SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

BRENDI PRANATA
NIM.P.13072

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
2016

i
PEMBERIAN LATIHAN ROM AKTIF dan PASIF TERHADAP
KEPUASAN PASIEN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S
DENGAN POST ORIF FRAKTUR HUMERUS MEDIAL
SINISTRA DI RUANG MAWAR II RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :
BRENDI PRANATA
NIM.P.13072

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
2016

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul Pemberian Latihan ROM aktif dan pasif terhadap
kepuasan pasien pada Asuhan Keperawatan Ny. S dengan Post ORIF Fraktur
Humerus Medial Sinistra di Ruang Mawar II Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat


bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:

1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep, selaku Ketua STIkes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIkes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yag telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Joko Kismanto M.Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Ns. Diyah Ekarini, S.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

iv
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku, bapak miyanto dan ibu mujiati, yang selalu menjadi
inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman the house of mourzini, teman-teman Mahasiswa Program Studi
DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril,
spiritual dan meminjamkan laptop mereka.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu


keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 11 Mei 2016

Brendi Pranata

P.13 072

v
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI . vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
1
B. Tujuan Penulisan 4
C. Manfaat Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
7
1. Fraktur 7
2. ROM 25
3. Nyeri 35
4. Kepuasan Pasien 43
B. Kerangka teori
46
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek aplikasi riset 47


B. Tempat dan waktu 47
C. Media dan alat yang digunakan 47

vi
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset 47
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset 48

BAB IV LAPORAN KASUS

A. Identitas Klien
50
B. Pengkajian 50
C. Perumusan masalah keperawatan 59
D. Perencanaan 60
E. Implementasi 63
F. Evaluasi 68
BAB V PEMBAHASAN

A. Pengkajian 74
B. Perumusan masalah keperawatan 82
C. Perencanaan 86
D. Implementasi 91
E. evaluasi 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 104
B. Saran 105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skala Numeric Rating Scale (NRS) .................. ..................40


Gambar 2.2 Verbal Deskriptif Scale (VDS) ..................... .....................41
Gambar 2.3 Pain Asesment Behavioral Scale (PABS)..... ......................41
Gambar 2.4 Kerangka Teori ...................................................................46
Gambar 4.1 Genogram ............................................... ............................52

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Usulan Judul


Lampiran 2 : Lembar Konsultasi
Lampiran 3 : Surat Pernyataan
Lampiran 4 : Jurnal Utama
Lampiran 5 : Asuhan Keperawatan
Lampiran 6 : Log Book
Lampiran 7 : Lembar Observasi
Lampiran 8 : Lembar Pendelegasian
Lampiran 9 : SOP Terapi Latihan ROM
Lampiran 10 : Daftar Riwayat Hidup

ix
x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (2011) dalam Ropyanto (2011) kecelakaan lalu lintas

menewaskan 1,3 jiwa di seluruh dunia atau 3000 kematian setiap hari dan

menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya, dimana di tahun

2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal karena kecelakaan dan sekitar

2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Berdasarkan laporan kepolisian

menunjukan peningkatan 6,72 % dari 57.726 kejadian di tahun 2009 menjadi

61.606 insiden di tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari dan 10.349

meninggal dunia atau 43,15%.

Menurut Depkes RI (2007) dalam Ropyanto (2011) insiden

kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain gizi dan

konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit gigi dan mulut, serta aspek moralitas

dan prilaku di Indonesia. Kejadian fraktur akibat kecelakaan di Indonesia

mencapai 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta, dan

merupakan angka kejadian di Asia Tenggara. Kejadian fraktur di Indonesia

menunjukan bahwa sekitar 8 juta orang mengalami fraktur di Indonesia 5,5%

dengan rentang setiap provinsi antara 2,2 sampai 9%. Fraktur ekstremitas

bawah memiliki prevelensi sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan. Hasil tim

survey Depkes RI (2007) didapatkan 25% penderita fraktur mengalami

1
2

kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami strees psikologi dan

bahkan depresi, serta 10% mengalami kesembuhan dengan baik.

Fraktur adalah patah tulang biasanya di sebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan

jaringan lunak sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu

lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson,2006).

Fraktur dapat menyebabkan kecacatan pada anggota gerak yang

mengalami fraktur, untuk itu diharuskan segera dilakukan tindakan untuk

menyelamatkan klien dari kecacatan fisik, sedangkan kecacatan fisik dapat

dipulihkan secara bertahap melalui latihan rentang gerak yaitu dengan latihan

Range of Motion (ROM) aktif dan pasif, yang merupakan kegiatan penting

pada periode post operasi guna mengembalikan kekuatan otot pasien

(Lukman dan Ningsih,2009).

ROM dibagi menjadi dua yaitu ROM aktif dan ROM pasif.ROM aktif

adalah latihan rentang gerak yang dapat dilakukan pasien secara mandiri.

ROM pasif adalah latihan rentang gerak dengan bantuan perawat (Irfan,

2010, hlm 139).

ROM harus dimulai sedini mungkin secara cepat dan tepat sehingga

dapat membantu pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal. ROM

juga dapat mencegah terjadinya kontraktur dan dapat memberikan

dukungan psikologis pada pasien dan keluarga pasien (Muttaqin, 2008)

Selama ini yang terjadi di ruangan (Ruang Bedah) RS DR, Moewardi

Surakarta pada pasien post orif jarang yang dilakukan penatalaksanaan latihan
3

oleh perawat, perawat hanya sekedar menganjurkan pada pasien untuk

melakukan mobilisasi dengan menggerakan anggota badan yang di operasi.

Akan tetapi karena ketidaktahuan pasien akan pentingnya mobilisasi pasien

justru takut melakukan mobilisasi sehingga berdampak pada pasien post orif

seperti bengkak atau edema, kesemutan, kekakuan sendi, nyeri dan pucat

pada anggota gerak yang di operasi.

Disamping itu yang terjadi di ruangan tidak semua pasien yang

menjalani operasi mendapatkan fisioterapi, hasil wawancara didapatkan

pasien mengatakan kurang puas karena pasien hanya di minta untuk

menggerak-gerakan bagian yang dioperasi tanpa dibei cara latihan oleh

perawat. Melihat fenomena ini latihan latihan seperti Range of Motion

(ROM) sangat menguntungkan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang

merugikan bagi pasien di samping mempercepat kesembuhan dan menambah

kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan dengan peran perawat sebagai

educator dan motivator (Ichanners, 2009)

Kepuasan adalah tingkat rasa puas seseorang setelah membandingkan

kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapanya. Jadi

kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan

dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya

untuk mewujudkan kepuasaan pelanggan total bukanlah hal yang mudah

menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai,

sekalipun hanya untuk sementara waktu (Budiharto,2008)


4

Kepuasan adalah reaksi emosional terhadap kualitas pelayanan yang

dirasakan dan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan pendapat

menyeluruh atau sikap yang berhubungan dengan keutamaan pelayanan,

dengan kata lain kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang

dipandang dari kepentingan konsumen dalam hal ini pasien.

(Notoadmojo,2005)

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk

mengaplikasikan tindakan pemberian latihan ROM Aktif dan Pasif terhadap

meningkatkan kepuasan pelayanan pasien pasca Post Fraktur Humerus di

Ruang Bedah RS DR. Moewardi Surakarta

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Agar penulis mampu mengaplikasikan Pemberian Latihan (Range of

Motion Aktif & Pasif) terhadap kepuasan pasien pada Asuhan

Keperawatan Ny. S dengan Post Fraktur Humerus Medial Sinistra di

Ruang Bedah RS.DR.Moewardi Surakarta secara benar, tepat dan sesuai

dengan standart keperawatan secara professional.

2. Tujuan Khusus

a). Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. S dengan fraktur

Humerus Medial Sinistra

b). Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada Askep

Ny.S dengan post fraktur Humerus Medial Sinistra


5

c). Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan Askep pada

Ny. S dengan post fraktur Humerus Medial Sinistra

d). Penulis mampu melakukan implementasi pada pada Askep Ny. S

dengan fraktur Humerus Medial Sinistra

e). Penulis mampu melakukan evaluasi pada pada AskepNy. S dengan

fraktur Humerus Medial Sinistra

f). Penulis mampu menganalisa hasil pemberian Pemberian Latihan

Range of Motion aktif dan pasifTerhadap Kepuasan Pasien pada

Askep Ny. S dengan fraktur Humerus Medial Sinistra di Ruang

Bedah RS.DR Moewardi Surakarta

C. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis sebagai berikut :

1. Bagi Pasien

Sebagai referensi dalam membantu pasien mendapatkan kepuasan

pelayanandalam mengatasi gangguan fungsi dan gerakan, mencegah

komplikasi, mengurangi nyeri dan odema pada post operasi dan dapat

diterapkan secara mandiri.

2. Bagi Rumah Sakit

Memberikan masukan kepada manajemen Rumah Sakit DR.Moewardi

Surakarta tentang kepuasan pasien rawat inap terhadap pelayanan oleh

perawat yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap dalam


6

rangka meningkatkan optimilisasi pelayanan Rumah Sakit kepada pasien

sebagai pelanggan.

3. Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan

Untuk menambah kepustakaan tentang kajian SDM sehingga dapat

memberikan masukan bagi peneliti di masa mendatang mengenai

penatalaksanaan terapi latihan Range of Motion terhadap kepuasan pasien

di Rumah Sakit

4. Bagi penulis

Sebagai referensi dalam mengaplikasikan ilmu dan meningkatkan

pengalaman dalam melakukan intervensi berbasis riset di bidang

keperawatan medikal bedah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Fraktur

a. Pengertian

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,

tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial (Rasjad,

2010). Fraktur atau patah tulang juga merupakan suatu kondisi

terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Trauma yang menyebabkan tulang

patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung

(Sjamsuhidajat, 2005). Fraktur juga merupakan setiap retak atau patah

tulang yang disebabkan oleh trauma, tenaga fisik, kekuatan, sudut,

keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang yang akan menentukan

apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap (Price &

Wilson, 2006).

b. Etiologi

Menurut Sachdeva (1996) dalam Jitowiyono (2012) penyebab fraktur

dapat dibagi menjadi dua yaitu:

7
8

1) Cedera Traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:

a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga

tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan

fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.

b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari

lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan

menyebabkan fraktur klavikula.

c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot

yang kuat.

2) Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana

dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi

pada berbagai keadaan berikut:

a) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang

tidak terkendali dan progresif.

b) Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi

akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,

lambat dan sakit nyeri.

c) Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi

Vitamin D yang memperoleh semua jaringan skelet lain, biasanya

disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat


9

disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan

kalsium atau fosfat yang rendah.

d) Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas

dikemiliteran.

c. Klasifikasi

Menurut Rasjad (2007) Klasifikasi fraktur sebagai berikut:

1) Klasifikasi Etiologis:

a) Fraktur traumatik : terjadi karena trauma tiba-tiba. Trauma bersifat

langsung dan tidak langsung. Trauma bersifat langsung yaitu

trauma yang menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan

terjadi fraktur pada daerah tekanan (Fraktur yang terjadi biasanya

kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan).Trauma

bersifat tidak langsung yaitu trauma yang dihantarkan ke tempat

yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan

ekstensi dapat menimbulkan fraktur klavikula.

b) Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan

patologis didalam tulang atau tulang berpenyakit (kista tulang,

penyakit paget, metastasis tulang, tumor).

c) Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus

pada suatu tempat.


10

2) Klasifikasi Klinis:

a) Fraktur terbuka (Compound Fracture) adalah fraktur yang ada

hubungannya dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan

jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau

From Without (dari luar). Menurut Smeltzer dan Bare (2002)

Fraktur terbuka digradasi menjadi : grade I dengan luka bersih

sepanjang kurang dari 1 cm; grade II luka lebih luas tanpa

kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; dan grade III luka yang

sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak

ekstensif.

b) Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak ada hubungannya

dengan dunia luar.

c) Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan

komplikasi misalnya:malunion, delayed union, nonunion, infeksi

tulang.

3) Klasifikasi Radiologis:

a) Lokalisasi : terbagi atas diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur

dengan dislokasi

b) Konfigurasi:

(1) Fraktur Transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah

tulang.
11

(2) Fraktur Oblique atau Z adalah fraktur membentuk sudut

dengan garis tengah tulang.

(3) Fraktur Spiral adalah fraktur memuntir seputar batang tulang.

(4) Fraktur Segmental adalah fraktur garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan

(5) Fraktur Kominutif adalah fraktur tulang pecah menjadi

beberapa fragmen.

(6) Fraktur Depresi adalah fraktur fragmen patahan terdorong ke

dalam.

(7) Fraktur baji adalah fraktur biasanya pada vertebra karena

tulang mengalami kompresi.

(8) Fraktur Avulsi adalah fraktur tertariknya fragmen tulang oleh

ligamen atau tendon pada perlekatannya

(9) Fraktur pecah (burst) adalah fraktur dimana terjadi fragmen

kecil yang berpisah

(10) Fraktur Epifiseal adalah fraktur melalui epifisis.

(11) Fraktur Impaksi adalah fragmen tulang terdorong ke fragmen

tulang lainnya.

c) Menurut ekstensi:

Fraktur Greenstick (salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya

membengkok), Fraktur total, Fraktur tidak total, Fraktur garis

rambut, dan Fraktur Buckle atau torus.


12

d) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya :

terbagi atas tidak bergeser dan bergeser.

d. Manifestasi Klinis

1) Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari

tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti:

a) Rotasi pemendekan tulang

b) Penekanan tulang

2) Bengkak

Edema muncul secra cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam

jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

3) Echumosis dari perdarahan subculaneous.

4) Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

5) Tenderness/keempuka n

6) Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari

tempatnya dan kerusakan strukur didaerah yang berdekatan.

7) Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya

saraf/perdarahan)

8) Pergerakan abnormal

9) Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

10) Krepitasi

(Black,1993:199) dalam Jitowiyono (2012)


13

e. Patofisiologi

Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu:

1) Fase Hematum

a) Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume

disekitar fraktur

b) Setelah 24 jam suplai darah disekitar fraktur meningkat

2) Fase granulasi jaringan

a) Terjadi 1-5 hari setelah injuri

b) Pada tahap phagositosis aktif granulasi jaringan yang berisi

pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.

3) Fase formasi callus

a) Terjadi 6-10 hari setelah injuri

b) Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus

4) Fase ossificasi

a) Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh

b) Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan

garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.

5) Fase consolidasi dan remadelling

Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk

dengan oksifitas oksifitas osteoblat dan osteuctac (Black, 1993:19)

dalam Jitowiyono (2012).


14

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien fraktur antara

lain; x-ray, magnetic resonance imaging (MRI), dan scan tulang sangat

dimanfaatkan dalam orthopedi. X-Ray atau rontgen adalah pemeriksaan

diagnostik yang biasa dihunakan untuk mengetahui masalah fraktur.

Karena tulang lebih padat daripada jaringan yang lain maka x-ray tidak

dapat menembusnya, bagian yang padat ditunjukkan dengan warna putih

pada x- ray. X-ray menyediakan informasi tentang kelainan bentuk,

kepadata tulang, dan klasifikasi jaringan lunak (Lewis, 2011).

g. Komplikasi

1) Delayed union, menurut Rasjad (2007) fraktur yang tidak sembuh

setelah selang waktu yang 3-5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas

dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah). Proses penyembuhan lambat

dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan

radiografi, tidak akan terlihat gambaran tulang baru pada ujung-ujung

fraktur, ada gambaran kista pada ujung- ujung tulang karena adanya

dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur.

Terapi konservatif : pemasangan plester selama 23 bulan, Operatif bila

union diperkirakan tidak terjadi maka dilakukan fiksasi interna dan

dilakukan pemberian bone graft.

2) Non union, menurut Rasjad (2007) fraktur tidak menyembuh antara 6-

8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga didapatkan


15

pseudoarthrosis ( sendi palsu). Ada beberapa tipe antara lain : (1) Tipe

I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan

fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang

masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi

fiksasi dan bone grafting, (2) Tipe II (atrophic non union) disebut juga

sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul

sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak

akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor

yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas,

hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi

yang tidak memadahi, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi

interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis).

3) Malunion, adalah fraktur menyembuh pada saatnya tetapi terdapat

deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi (Rasjad, 2007).

h. Penatalaksanaan

Pada waktu menangani fraktur ada empat konsep dasar yang harus

dipertimbangkan yaitu rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi.

1) Rekognisi meliputi diagnosis dan penilaian fraktur, dilakukan

anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologis (Rasjad, 2007).

2) Reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragmen fraktur dilakukan

untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima (Rasjad, 2007).


16

3) Rehabilitasi adalah mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal

mungkin (Rasjad, 2007). Rencana rehabilitasi harus segera

dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur (Price & Wilson,

2006).

i. Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian

a) Identitas Klien

Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,

bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,

diagnosa medis, no. registrasi.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa

nyeri.Nyeri tersebut bisa akut / kronik tergantun dar lamanya

serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa

nyeri pasien digunakan :

Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor

prepitasi nyeri.

Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.

Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk.

Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.


17

Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien menerangkan

seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari / siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien fraktur/ patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /

kecelakaan, degenerative dan patologis yang didahului dengan

perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,

bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur) atau

pernah punya penyakit menular / menurun sebelumnya.

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga pasien ada / tidak yang menderita osteoporosis,

arthritis dan tuberkolosis / penyakit lain yang sifatnya menurun

atau menular.

f) Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada fraktur akan mengalami perubahan / gangguan pada

personal hygiene, misalnya mandi, ganti pakaian, BAB dan

BAK.
18

(2) Pola nutrisi dan metabolisme

Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,

meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap

sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet

pasien.

(3) Pola eliminasi

Kebiasaan miksi / defekasi sehari-hari, kesulitan waktu

defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan

konsistensi defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami

gangguan.

(4) Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang

disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.

(5) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat

dari fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu

oleh perawat / keluarga.

(6) Pola persepsi dan konsep diri

Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi

perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup /

tidak dapat bekerja lagi

.
19

(7) Pola sensori kognitif

Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada

pola kognitf atau cara berfikir pasien tidak mengalami

gangguan.

(8) Pola hubungan peran

Terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan

interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan

menarik diri.

(9) Pola penanggulangan stress

Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stress dan

biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan

keluarga.

(10) Pola reproduksi seksual

Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka

akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien

belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.

(11) Pola tat nilai dan kepercayaan

Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien

meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Allah SWT.


20

2). Diagnosa Keperawatan

a) Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik (postoperasi fraktur

femur)

b) Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik

c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keengganan

memulai pergerakan

d) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

3). Perencanaan

a) Diagnosa Keperawatan 1:

Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik (postoperasi

fraktur femur)

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah

nyeri dapat teratasi.

Kriteria Hasil:

(1) Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,

mampu menggunakan teknik non farmakogi untuk

mengurangi nyeri

(2) Klien mampu melaporkan bahwa nyeri berkurang

(3) Klien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi

dan tanda nyeri)


21

(4) Klien mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Rencana Tindakan :

O = Observasi reaksi non verbal dri ketidaknyamanan

R/ Mengetahui keadaan pasien

N= Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi

R/ mengetahui keadaan nyeri pasien termasuk lokasi,

durasi dan faktor

E = Ajarkan tehnik non farmakologi (relaksasi nafas dalam)

R/ Mengatasi atau mengurangi nyeri

C = Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik

R/ Obat analgesik diharapkan dapat mengurangi nyeri.

b) Diangnosa Keperawatan 2 : Kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan internal (perubahan tugor kulit)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tugor kulit

dapat kembali normal.

Kriteria Hasil :

(1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan

(2) Perfusi jaringan baik


22

(3) Tidak ada tanda-tanda infeksi

(4) Tidak ada luka/lesi pada kulit

(5) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor

Rencana tindakan:

O = Observasi kulit akan adanya kemerahan

R/ Mencegah infeksi pada area luka jahitan

N = Bersihkan kulit agar tetap bersih dan kering

R/ mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan

luka

E = Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang

longgar terutama pada area luka operasi

R/ mencegah nyeri akibat ketatnya penggunaan pakaian

dan untuk memberkan kenyamanan

C = Kolaborasi pemberian lotion atau minyak baby oil pada

daerah yang tertekan

R/ mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat


penekanan

c) Diangnosa keperawatan 3 : Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan keengganan memulai pergerakan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

hambatan mobilitas fisik dapat teratasi.


23

Kriteria Hasil :

(1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik

(2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

(3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan

dan kemampuan berpindah

(4) Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasai

(walker)

Rencana Tindakan :

O = Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

R/ mengetahui mampuan yang dapat pasien lakukan

N = Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara

mandiri sesuai kemampuan

R/ meningkatkan kekuatan otot

E =Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan

bantuan jika diperlukan

R/ Mambah wawasan pasien dalam meningkatkan

kekuatan otot

C = Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi

R/ sebagai suatu sumber untuk mengembangkan


perencanaan dan mempertahankan / meningkatkan
mobilitas pasien
24

d) Diagnosa Keperawatan 4 :Resiko infeksi berhubungan dengan

prosedur invasif.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi

tidak terjadi/ terkontrol.Kriteria Hasil :

(1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

(2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi

(3) Jumlah leukosit dalam batas normal

(4) Menunjukkan perilaku sehat

Rencana Tindakan :

O = Observasi adanya tanda tanda infeksi

R/ mencegah terjadinya infeksi

N = Berikan perawatan luka sesuai dengan prosedur steril

R/ mencegah terjadinya infeksi

E = Ajarkan pasien dan keluarga cara cara mencegah

terjadinya infeksi

R/ menigkatkan pengetahuan pada pasien dan keluarga

C = Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikro-organisme


patogen.
(Nasrul Effendy, 1995:2-3) dalam Wijaya & Pitri (2013).
25

2. Range Of Motion Aktive & Pasive

a. Pengertian

Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan

menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk

meningkatkan masa otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan

latiohan ROM merupakan salah satu bentuk rehabilitasi yang dinilai

masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien

stroke (Ichanners, 2009).

Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat

dalam menjaga sifat fisiologi dari jaringan otot dan sendi.Latihan ini

dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi

akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-

lain.Pemberian ROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur

terlentang, tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai

dengan alat latihan yang digunakan (Irfan, 2012). Range of motion adalah

latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan

pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-masing

persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

(Potter dan Perry, 2006).

Tujuan Range of Motion (ROM) adalah mempertahankan atau

memelihara fleksibilitas dan kekutan otot, memelihara mobilitas


26

persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk,

kekakuan dan kontraktur, mempertahankan fungsi jantung dan

pernafasan, (Potter dan Perry, 2006) sedangkan manfaat latihan rom

adalah mempertahankan tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi,

memperbaiki toleransi otot untuk latihan, meningkatkan masa otot,

mengurangi kehilangan tulang, (Mutaqqin,2008)

1) Klasifikasi Latihan ROM meliputi (Potter dan Perry, 2006).

a) Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien

dengan bantuan perawat setiap gerakan.

b) Latihan ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri

oleh pasien tanpa bantuan perawat di setiap gerakan yang

dilakukan.

2) Tujuan Range of Motion (ROM) (Potter dan Perry, 2006)

a) Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekutan otot.

b) Memelihara mobilitas persendian

c) Merangsang sirkulasi darah

d) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.

e) Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan.

3) Manfaat Range of Motion (ROM) (Muttaqin, 2008)

a) Mempertahankan tonus otot

b) Meningkatkan mobilisasi sendi

c) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan


27

d) Meningkatkan masa otot

e) Mengurangi kehilangan tulang

4) Prinsip Dasar Latihan ROM (Muttaqin, 2008)

a) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali

sehari.

b) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati agar tidak melelahkan

pasien.

c) Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur

pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring.

d) ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh

fisioterapi atau perawat.

e) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher,

jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

f) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada

bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.

g) Melakukan ROM harus sesuai dengan waktunya, misalnya

setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan.

5) Jenis jenis ROM (Carpenito, 2009).

a) ROM Pasif adalah gerakan otot klien yang dilakukan oleh orang

lain dengan bantuan oleh klien.


28

b) ROM Aktif Asitif adalah kontraksi otot secara aktif dengan

bantuan gaya dari luar seperti terapis, alat mekanis atau

ekstremitas yang sedang tidak dilatih.

c) ROM Aktif adalah kontraksi otot secara aktif melawan gaya

gravitasi seperti mengangkat tungkai dalam posisi lurus.

d) ROM Aktif Resistif adalah kontraksi otot secara aktif melawan

tahanan yang diberikan, misalnya beban.

6) . Gerakan- gerakan ROM (Carpenito, 2009).

a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang kan dilakukan

(2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan

siku menekukdengan lengan.

(3) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang

lain memegangpergelangan tangan pasien.

(4) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

(5) Catat perubahan yang terjadi.

b) Fleksi dan ekstensi siku

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

(2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan

telapakmengarah ke tubuhnya.
29

(3) Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya

mendekat bahu.

(4) Lakukan dan kembalikan keposisi sebelumnya.

(5) Catat perubahan yang terjadi.

c) Pronasi dan supinasi lengan bawah

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

(2) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku

menekuk.

(3) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan

pegang tanganpasien dengan tangan lainnya.

(4) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.

(5) Kembalikan ke posisi semula.

(6) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya

menghadap kearahnya.

(7) Kembalikan ke posisi semula.

(8) Catat perubahan yang terjadi.

d) Pronasi fleksi bahu

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

(2) Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.


30

(3) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang

tangan pasiendengan tangan lainnya.

(4) Angkat lengan pasien pada posisi semula.

(5) Catat perubahan yang terjadi.

e) Abduksi dan Adduksi Bahu

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

(2) Atur posisi lengan pasien disamping badannya.

(3) Letakkan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang

tangan pasiendengan tangan lainnya.

(4) Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah

perawat (Abduksi).

(5) Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)

(6) Kembalikan ke posisi semula.

(7) Catat perubahan yang terjadi.

f) Rotasi Bahu

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

(2) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku

menekuk.

(3) Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat

siku dan pegangtangan pasien dengan tangan yang lain.


31

(4) Gerakkan lengan bawah kebawah sampai menyentuh tempat

tidur, telapak tangan menghadap kebawah.

(5) Kembalikan posisi lengan keposisi semula.

(6) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh

tempat tidur, telapak tangan menghadap keatas.

(7) Kembalikan lengan ke posisi semula.

(8) Catat perubahan yang terjadi.

g) Fleksi dan Ekstensi Jari-jari

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.

(2) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara

tang lain memegang kaki.

(3) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah

(4) Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.

(5) Kembalikan ke posisi semula.

(6) Catat perubahan yang terjadi.

h) Infersi dan efersi kaki

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.

(2) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan

pegangpergelangan kaki dengan tangan satunya.


32

(3) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke

kaki lainnya.

(4) Kembalikan ke posisi semula

(5) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi

kaki yang lain.

(6) Kembalikan ke posisi semula.

(7) Catat perubahan yang terjadi.

i) Fleksi dan ekstensi pergelangan Kaki

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.

(2) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan

satu tangan yanglain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki

lurus dan rilek.

(3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada

pasien.

(4) Kembalikan ke posisi semula.

(5) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.

(6) Catat perubahan yang terjadi.

j) Fleksi dan Ekstensi lutut.

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.


33

(2) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang

tumit pasien dengantangan yang lain.

(3) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.

(4) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.

(5) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat

kaki ke atas.

(6) Kembali ke posisi semula.

(7) Catat perubahan yang terjadi.

k) Rotasi pangkal paha

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.

(2) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan

satu tangan yang laindi atas lutut.

(3) Putar kaki menjauhi perawat.

(4) Putar kaki ke arah perawat.

(5) Kembalikan ke posisi semula.

(6) Catat perubahan yang terjadi.

l) Abduksi dan Adduksi pangkal paha.

Cara :

(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.

(2) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu

tangan padatumit.
34

(3) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm

dari tempat tidur,gerakkan kaki menjauhi badan pasien.

(4) Gerakkan kaki mendekati badan pasien.

(5) Kembalikan ke posisi semula.

(6) Catat perubahan yang terjadi.

Penilaian kekuatan otot (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010)

1). Derajat 0 : Artinya otot tak mampu bergerak/lumpuh total,

misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala

0 berarti tapak tangan dan jari tetap saja

ditempatkansudah diperintahkan untuk bergerak.

2). Derajat 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak

didapatkan gerakkan pada persendian yang harus

digerakkan oleh otot tersebut.

3). Derajat 2 : Dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah

sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh

telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit

saja sudah tak mampu bergerak.

4). Derajat 3 : Dapat menggerakkan otot daengan tahanan minimal

misalnya dapat menggerakan tapak tangan dan jari.

5). Derajat 4 : Tangan dan jari dapat bergerak dan dapat melawan

hambatan yang ringan.


35

6). Derajat 5 : Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang

setimpal (normal)

3. Nyeri

a. Definisi

Nyeri adalah suatu fenomena yang sering dijumpai oleh petugas

kesehatan terutama perawat (Harahap, 2011).International Association

for the Study of Pain, IASP (2011) mendefinisikan nyeri sebagai suatu

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan

dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.

Sedangkan menurut Mustawan (2008) nyeri merupakan keluhan

yang paling sering diungkapkan pasien dengan tindakan pembedahan atau

operasi.Sedangkan menurut Wartonah (2005), nyeri merupakan kondisi

berupa perasaan yang tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif

karena perasaan nyeri berbeda-beda pada setiap orang dalam hal skala

atau tingkatnya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau

mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.


36

b. Klasifikasi Nyeri

1) Klasifiasi Nyeri Berdasarkan Awitan

Menurut Tamsuri (2006) menjelaskan bahwa nyeri

berdasarkan waktu kejadian dapat dikelompokan sebagai nyeri akut

dan kronis.

a) Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu atau

durasi 1 detik sampai dengan kurang dari 6 bulan.Nyeri akut

biasanya menghilang dengan sendirinya dengan atau tanpa

tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuhkan.

b) Nyeri kronis

Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih

dari 6 bulan.Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur,

intermitten, atau bahkan persisten.Nyeri ini menimbulkan

kelelahan mental dan fisik bagi penderitanya.

2) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi

Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi

enam jenis, yaitu nyeri superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri

viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan fantom(Tamsuri,

2006).
37

a) Nyeri superfisial adalah nyeri yang timbul akibat stimulasi

terhadap kulit seperti pada laserasi, luka bakar, dan sebagainya.

Durasi pendek.

b) Nyeri somatik dalam (deep somatic pain)adalah nyeri yang

terjadi pada otot tulang serta struktur penyokong lainnya,

umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya

perenggangan dan iskemia.

c) Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan

organ internal. Nyeri yang timbul bersifat difus dan durasinya

cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya tumpul.

d) Nyeri alih (reffered pain) adalah nyeri yang timbul akibat

adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga

dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi.

e) Nyeri sebar (radiasi)adalah sensasi nyeri yang meluas dari

daerah asal ke jaringan sekitar. Nyeri jenis ini biasanya

dirasakan oleh klien seperti berjalan/bergerak dari daerah asal

nyeri ke sekitar atau ke sepanang bagian tubuh tertentu. Nyeri

dapat bersifat intermiten atau konstan.

f) Nyeri bayang (fantom)adalah nyeri khusus yang dirasakan oleh

klien yang mengalami amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsi

berada pada organ yang telah diamputasi seolah-olah organnya

masih ada.
38

3) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya

a) Nyeri Ringan

Nyeri ringan merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas

yang ringan.Nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat

berkomunikasi dengan baik.

b) Nyeri Sedang

Nyeri sedang merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas

yang sedang.Nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis,

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

c) Nyeri Berat

Nyeri berat merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas

yang berat. Nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak

dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang (Wartonah, 2005)

c. ManajemenNyeri

Manajemen nyeri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Manajemen farmakologis

Manajemen farmakologis dengan menggunakan obat-obatan

analgesik untuk mengurangi nyeri. Ada tiga jenis analgesik yaitu:


39

a) Non-narkotik dan obat antiinflamasi non steroid (NSAID).

Umumnya untuk menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang,

seperti nyeri terkait prosedur pengobatan gigi, dan prosedur

bedah minor.

b) Analgesik narkotik atau opiat

Umumnya untuk nyeri sedang sampai berat , seperti nyeri

pasca operasi dan nyeri maligna. Ini bekerja pada sistem saraf

pusat untuk menghasilkan kombinasi efek yang mendepresi

dan menstimulasi.

c) Obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik

Meningkatkan kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain

yang terkait dengan nyeri atau menghilangkan gejala lain yang

terkait dengan nyeri, seperti depresi dan mual.

2) Manajemen Non Farmakologis

Manajemen non farmakologis tidak menggunakan obat-obatan

untuk mengurangi nyeri, sehingga sebagian dapat digunakan mandiri

oleh pasien. Berikut adalah beberapa manajemen non farmakologis:

relaksasi, distraksi, bimbingan antisipasi, biofeedback, hipnosis-diri,

stimulus kutaneus(Perry & Potter, 2006).


40

d. Alat Ukur Nyeri

Menurut Perry & Potter (2006) alat ukur nyeri sebagai berikut:

1) Numeric Rating Scale (NRS)

Lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi

kata.Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan mennggunakan skala 0-

10.Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi terapeutik.Apabila digunakan skala

untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm.

Gambar : 2.1
Skala Numeric Rating Scale (NRS)

2) Verbal Deskriptif Scale (VDS)

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan

nyeri yang lebih objketif. Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah

garis yang terdidi dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini

diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak

tertahankan.
41

Gambar 2.2
Verbal Deskriptif Scale (VDS)

3) Pain Assesment Behavioral Scale (PABS)

Alat ukur nyeri dengan rentang skala nyeri 0 : tidak nyeri,

1-3: nyeri ringan, 4-6 : nyeri sedang, >7 : nyeri berat.

0 1 2 3 4 5 6 >7

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri


Nyeri ringan sedang berat

Gambar 2.3
Pain Asesment Behavioral Scale (PABS)

Keterangan :

0 =Tidak nyeri

1-3 = Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 = Nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.


42

>7= Nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi (Wartonah, 2005) dalam

Syaiful & Rachmawan, (2014).

e. Nyeri Pasca Operasi

Tindakan pembedahan adalah suatu tindakan yang dapat

mengancam integritas seseorang, baik bio-psiko-sosial maupun spiritual,

yang bersifat potensial ataupun aktual.Setiap tindakan pembedahan dapat

menimbulkan respon ketidaknyamanan berupa rasa nyeri. Pada pasien

post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun tersedia obat-

obatan analgesik yang efektif, namun nyeri post operasi tidak dapat

diatasi dengan baik, sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga

dapat mengganggu kenyamanan pasien (Wals, 2008).

Rasa nyeri merupakan stresor yang dapat menimbulkan stres dan

ketegangan dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku

yang menimbulkan respon fisik dan psikis. Pada respon fisik pasien post

operasi fraktur femurmeliputi perubahan keadaan umum, wajah, denyut

nadi, pernafasan, suhu badan, dan apabila nafas semakin berat dapat

menyebabkan colaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon psikis

akibat nyeri dapat merangsang respon stres yang dapat mengurangi sistem

imun dalam peradangan, serta dapat menghambat penyembuhan respon


43

yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri (Corwin,

2001) dalam Syaiful dan Rachmawan (2014).

4. Kepuasan Pasien

a. Pengertian

Kepuasan adalah tingkat rasa puas seseorang setelah

membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan

harapanya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari

interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau

pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasaan

pelanggan total bukanlah hal yang mudah menyatakan bahwa kepuasan

pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk

sementara waktu (Budiharto,2008).

Kepuasan adalah reaksi emosional terhadap kualitas pelayanan

yang dirasakan dan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan

pendapat menyeluruh atau sikap yang berhubungan dengan keutamaan

pelayanan, dengan kata lain kepuasan pelanggan adalah kualitas

pelayanan yang dipandang dari kepentingan konsumen dalam hal ini

pasien.(Notoadmojo,2005).

b. Teori Kepuasan Pasien

Menurut Haryanti dan Hadi (2008) ada dua teori dalam memahami

kepuasan pada konsumen dalam hal ini terhadap pasien :


44

1). The Expectacy Discomfirmation Model

Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah hasil

perbandingan antara harapan dan pra pembelian atau pemilihan atau

pengambilan keputusan (prepurchase expectation) yaitu keyakinan

kinerja yang diantisipasi dari suatu produk atau jasa dan

dibandingkan dengan hasil yang diperoleh.

2). Equity Theory

Dikemukakan oleh stacy adams tahun 1960, dua komponen

yang terpenting dari teori ini, yaitu apa yang di dapat (inputs) dan apa

yang dikeluarkan (outcomes). Prinsip dari teori ini adalah bahwa

orang akan merasa puas tergantung pada apakah ia merasakan

keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Jika input dan

outputnya sama apabila dibandingkan dengan input dan output

orang/jasa yang dijadikan perbandingan maka kondisi itu disebut

puas.

c. Aspek Aspek Kepuasan pada Pasien

Menurut junadi P (2007), bentuk kongret untuk mengukur kepuasan

pasien Rumah Sakit ada empat aspek yang dapat diukur yaitu :

1). Kenyamanan, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang hal yang

menyenangkan dalam semua kondisi, lokasi rumah sakit, kebersihan,

kenyaman ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata


45

letak, penerangan, kebersihan WC/kamar mandi, pembuangan

sampah, kesegaran ruangan, dan lain sebagainya.

2). Hubungan pasien dengan petugas Rumah Sakit, dapat diabarkan

dengan pertanyaan petugas yang mempunyai kepribadian baik yang

mendukung jalannya pelayanan prima terjadi yang menyangkut

keramahan, informasi yang diberikan sejauh mana tingkat

komunikasi, dukungan, tanggapan dokter/perawat di ruang

IGD,rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat

dihubungi, keteraturan pemberian makanan, obat, pengukuran suhu

dan lain sebagainya.

3). Kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan

mengenai keterampilan, pengetahuan dan kualisifikasi petugas yang

baik seperti kecepatan pelayanan pendaftaran, keterampilan dalam

penggunaan teknologi, pengalaman petugaas medis, gelar medis yang

dimiliki, terkenal, keberanian mengambil tindakan, dsb.

4). Biaya, dapat dijabarkan dalam pertanyaan berkaitan dengan jumlah

yang harus diberikan atas pelayanan yang telah didapatkan, seperti

kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya , biaya pelayanan,

perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat

masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat

miskin.
46

B. KERANGKA TEORI

(Jitowiyono, 2012 ; Sjamsuhidajat & De Jong, 2010 ; Nanda Nic-Noc,2013)

 Kecelakaan

 Jatuh

 Cedera

 Tumor Tulang

 Infeksi

 Rakhitis

 Nyeri

Fraktur  Intoleransi

aktivitas

 Gangguan
Hambatan Mobilitas
Fisik Integritas Kulit

 Resiko Infeksi
Terapi Latihan (Range  Ansietas
of Motion) Aktif &
Pasif

Peningkatan Kekuatan
Otot dan fungsi gerak

Kepuasan Pelayanan
Pasien

Gambar 2.1 Kerangka Teori


BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek Aplikasi Riset

Tindakan dilakukan pada pasien post operasi fraktur humerus medial

sinistra di ruang rawat inap Mawar II RS DR. Moewardi

B. Tempat dan Waktu

1. Tempat : Ruang Rawat Inap Mawar II RS. DR. Moewardi

2. Tanggal : 4 Januari 2016 16 Januari 2016

C. Media dan Alat yang digunakan

1. Lembar Kuesioner Kepuasan Pasien

2. Lembar Observasi Pasien

3. Lembar panduan SOP Latihan Range of Motion

D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset

Fase Orientasi :

1. Memberi salam atau menyapa klien

2. Memperkenalkan diri

3. Menjelaskan tujuan tindakan

4. Menjelaskan langkah prosedur

47
48

5. Menanyakan persetujuan atau kesiapan klien

Fase Kerja :

1. Mengatur Posisi nyaman pada klien

2. Melakukan observasi kekuatan otot pada bagian tubuh yang telah dioperasi

3. Melakukan Terapi Latihan Range of Motion pada bagian tubuh klien yang

telah dioperasi

4. Melakukan evaluasi kekuatan otot klien

5. Melakukan evaluasi tingkat kepuasan klien terhadap tindakan latihan Range

of Motion dengan menggunakan Kuesioner

6. Merapikan klien

Fase Terminasi :

1. Mengevaluasi tindakan

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut

3. Berpamitan

4. Dokumentasi

E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset

Alat ukur yang digunakan dalam penilaian tingkat kepuasan pasien

terhadap latihan ROM pada asuhan keperawatan pasien post fraktur adalah

dengan lembar kuesioner.


49

KUESIONER KEPUASAN PASIEN SETELAH PELATIHAN ROM

1. Apakah Anda mengalami gangguan fungsi gerak pada bagian tubuh anda setelah

dilakukan operasi ?

2. Apakah odema/bengkak pada bagian tubuh yang dioperasi membuat anda tidak

nyaman ?

3. Apakah anda sering latihan menggerakan bagian tubuh yang dioperasi?

4. Apakah anda merasa terganggu dengan keadaan dimana bagian tubuh yang tidak

bisa digerakan ?

5. Apakah anda bersedia di beri penatalaksanaan latihan ROM pada bagian tubuh

yang dioperasi ?

6. Apakah anda sudah mengetahui tujuan dan manfaat penatalaksanaan latihan

ROM ?

7. Apakah ada penigkatan kekuatan otot pada bagian tubuh anda yang dioperasi

setelah dilakukan penatalaksanaan latihan ROM ?

8. Apakah anda telah merasakan manfaat dari penatalaksanaan latihan ROM ?

9. Apakah anda merasa lebih nyaman setelah dilakukan penatalaksanaan latihan

ROM ?

10. Apakah anda masih mempunyai keluhan setelah dilakukan terapi latihah ROM ?

11. Bagaimana pendapat anda apakah anda merasa puas setelah dilakukan terapi

latihan ROM pada tangan kiri anda yang telah dioperasi?


BAB IV

LAPORAN KASUS

Dalam bab ini menjelaskan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada

Ny. S dengan post ORIF atas indikasi Fraktur Humerus Medial Sinistra.

Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016 pada pukul 08:00 WIB data

diperoleh dari alloanamnesa dan autoanamnesa, observasi langsung, pemeriksaan

fisik, catatan medis dan catatan perawat, sedangkan pengelolaan kasus dilakukan

3 hari pada tanggal 07-09 Januari 2016. Asuhan keperawatan ini berdasarkan dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

A. Pengkajian

Hasil data pengkajian didapatkan data identitas pasien, bahwa pasien

bernama Ny. S umur 44 tahun, agama islam, tidak sekolah, perkerjaan buruh

pabrik batik, alamat Sukoharjo, Jawa Tengah, tanggal masuk 04 Januari 2016

dengan diagnosa medis fraktur Humerus Medial Sinistra, No. Registrasi

0132xxx, dokter yang merawat adalah dokter A. Yang bertanggung jawab

adalah Tn. S 50 tahun, tidak sekolah, pekerjaan karyawan swasta, alamat

Sukoharjo, Jawa Tengah, hubungan dengan pasien adalah kakak kandung.

Hasil pengkajian, keluhan utama adalah nyeri pada lengan kiri. Pada

riwayat penyakit sekarang didapatkan pasien mengalami kecelakaan jatuh

terpeleset dihalaman rumah pada tanggal 01 Desember 2015 pada pukul

06:00 WIB dini hari, setelah kejadian kecelakaan pasien mengeluh nyeri pada

50
51

Lengan kiri, pasien dalam keadaan sadar, pasien tidak muntah (-), tidak

kejang (-), oleh warga sekitar pasien dibawa ke rumah sakit DR. OEN Solo

Baru, di RS. DR.OEN Solo Baru pasien dilakukan tindakan pemasangan

GIPS pada area patah tulang pada lengan kiri, pada tanggal 04 Januari 2016

pasien merasakan nyeri pada area yang di GIPS dan dibawa ke IGD RS. DR

Moewardi, di IGD pasien mendapatkan terapi Infus RL 20 tpm, ketorolac 30

mg, Ranitidin 50 mg. Kondisi pasien saat di IGD sadar GCS 15 , TD:120/80

mmHg, Nadi 85 x/menit, suhu 36,5C, RR : 23 x/menit, skala nyeri 5. Dari

hasil pemeriksaan rontgen didapatkan diagnosa fraktur humerus medial

sinistra dan akan dilakukan tindakan operasi, kemudian pasien dipindahkan

dan dirawat di bangsal Mawar II.

Hasil pengkajian di bangsal didapatkan pasien mengeluh nyeri pada

lengan kiri, pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak melindungi

area nyeri. TD : 120/80 mmHg, Nadi : 85 x/menit, RR : 23 x/menit, suhu

36,5C skala nyeri 5. Di bangsal pasien mendapatkan terapi infus Nacl 20

tpm, ketorolac 30 mg/8 jam, ranitidin 50 mg/12 jam, cefazolin 1 gr/8 jam,

tranfusi darah PRC 2 kolf.

Hasil pengkajian penyakit dahulu didapatkan data pasien pada bulan

November 2015 pernah dirawat inap di rumah sakit DR. OEN dan dilakukan

tindakan operasi pengangkatan payudara karena kanker payudara, pasien

tidak mempunyai alergi baik alergi obat-obatan maupun alergi makanan.

Keluarga pasien mengatakan waktu kanak-kanak pasien menjalani imunisasi


52

lengkap. Pasien tidak mempunyai penyakit keturunan dari kelurga baik DM,

hipertensi. Pasien juga tidak mempunyai kebiasaan seperti merokok dan

alkoholisme. Pasien anak ke-3 dari 3 bersaudara, pasien mempunyai 2 kakak,

1 perempuan dan 1 kakak laki-laki, ayah dan ibu pasien sudah meninggal

sejak ia masih kecil.

Hasil pengkajian kesehatan lingkungan didapatkan data bahwa

lingkungan sekitar rumahnya bersih, dan teradapat air bersih.

Genogram

X X X X

X X
X

Ny. S

Gambar 4.1 Genogram

Keterangan:

X : meninggal : perempuan

: pasien : tinggal serumah

: laki laki
53

Pengkajian pola kesehatan fungsioanal menurut Gordon, pola persepsi

dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan berharap cepat sembuh dan

bisa kembali bekerja.

Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit pasien mengatakan

makan 3 x sehari dengan nasi, lauk, sayur setiap makan satu porsi habis,

minum 5-7 gelas/hari, dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan

makan 3 x sehari dengan nasi, ikan, sayur, buah, minum 3-4 gelas/hari, setiap

makan hanya habis porsi yang diberikan dari rumah sakit.

Pola eliminasi, sebelum sakit BAK frekuensi 5-6 kali sehari, sekali

BAK mengeluarkan urine 150 cc, jadi 1 hari jumlah urine 1000 cc, warna

kuning pekat dan tidak ada keluhan. BAB sebelum sakit, frekuensi 1 kali

sehari konsistensi lunak, warna kuning, berbau khas, dan tidak ada keluhan.

Pola eliminasi selama sakit frekuensi BAK 3-4 kali sehari, sekali BAK

mengeluarkan urine 150 cc, jadi dalam 1 hari mengeluarkan urine 1000

cc, warna kuning pekat dan tidak ada keluhan. BAB selama sakit frekuensi 1

hari sekali, konsistensi seddikit lembek, warna kuning kecoklatan, berbau

khas.

Pola aktivitas dan latihan kemampuan perawatan diri, sebelum sakit

semua aktivitas seperti makan/minum, toileting, berpakaian, mobilisasi

ditempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM didapat score 0 atau mandiri.

Sedangkan kemampuan perawatan diri selama sakit pasien adalah tergantung

sebagian, seperti makan/minum, berpakaian, mobilisasi ditempat tidur,

ambulasi dan berpindah didapat score 2 atau dibantu dengan orang lain,
54

sedangkan aktivitas seperti toileting didapat score 3 atau dibantu orang lain

dan alat.

Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan jarang tidur

siang, tidur malam pukul 22:00 dan bangun jam 05:00 tidur 7 8 jam/hari,

tidur dengan nyenyak dan nyaman dan tidak ada gangguan tidur, sedangkan

selama sakit pasien mengatakan tidur siang 2 jam dan tidur malam 5-6

jam/hari, pasien sering terbangun karena nyeri pada lengan kiri.

Pola kognitif dan perseptual sebelum sakit pasien dapat berbicara,

menjawab pertanyaan dari keluarga, dapat melihat dengan jelas, dapat

mendengar dan mengidentifikasi bau minyak kayu putih. Selama sakit pasien

dapat berbicara, menjawab pertanyaan dari perawat dapat melihat namun

sedikit kabur karena terdapat jahitan dan terdapat perban dipelipis mata, dapat

mendengar dengan baik dan dapat mengidentifikasi bau minyak kayu putih.

Pengkajian nyeri PQRST didapatkan. Pasien mengatakan nyeri pada

lengan kiri, nyeri saat digerak-gerakkan, nyeri pada area luka operasi, seperti

ditusuk tusuk nyeri dirasakan pada lengan kiri pada area operasi skala nyeri

5 (sedang) nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien tampak menahan sakit jika

ingin berganti posisi, pasien meringis kesakitan, pasien tampak melindungi

area luka, pasien sangat berhati-hati menggerakkan tangan kirinya.

Pola persepsi konsep diri, pasien mengatakan bahwa dirinya merasa

berharga karena dijenguk sanak saudaranya, tetangganya dan juga teman-

teman kuliahnya. Pasien merasa takut apabila lengan kirinya tidak bisa

kembali normal. Pasien mengatakan ingin menjadi orang yang berguna bagi
55

keluarga, namun dengan kondisi sekarang pasien tidak yakin bisa membantu

kelaurga. Pasien mengatakan bahwa saya seorang perempuan dari 3

bersaudara, apapun yang terjadi pada diri saya merupakan jalan yang telah

digariskan oleh Tuhan. Pasien mengatakan sebagai perempuan, dan seorang

buruh pabrik batik, tetapi dengan kondisi saya yang sekarang ini saya sudah

merepotkan banyak orang saya tidak bisa berangkat bekerja.

Pola hubungan peran, sebelum sakit dan selama sakit pasien

mengatakan, hubungan dengan keluarga/saudara masih tetap terjaga baik.

Pola seksualitas reproduksi Ny. S berjenis kelamin perempuan, saya

anak keempat dari 3 bersaudara, 1 kakak perempuan dan 1 kakak laki-laki.

Usia saya 44 tahun.

Pola mekanisme koping, sebelum sakit dan selama sakit pasien

mengatakan jika ada masalah dengannya selalu bercerita dengan keluarganya

dan mencari solusi jalan keluarnya bersama-sama.

Pola nilai dan keyakinan, pasien mengatakan saya beragama islam,

saat sakit seperti ini pasien merasa terganggu untuk beribadah karena

kelemahan anggota badannya,

Dari hasil pengkajian yang dilakukan didapatkan, keadaan umum/

penampilan umum pasien lemah, kesadaran compos mentis, hasil GCS 15 E:4

M:6 V:5, tanda-tanda vital tekanan darah pasien 120/80 mmHg, Nadi 85 kali

permenit. Irama teratur, pernafasan 23 kali permenit, suhu 36,5C, skala nyeri

5 (sidang).
56

Pemeriksaan kepala, bentuk kepala oval, kulit kepala bersih tidak ada

ketombe, tidak ada lesi, rambut ikal, tidak ada kutu rambut, rambut berwarna

hitam. Muka tidak ada bekas luka, Mata, pengkajian mata didapatkan

palpebra tidak ada oedema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,

pupil isokor, diameter kanan kiri 2 mm, tidak menggunakan alat bantu

penglihatan. Hidung, tidak ada luka, bersih, tidak terpasang NGT. Mulut

didapatkan data mulut bersih dan mukosa bibir tampak lembab. Telinga, pada

pengkajian telinga didapatkan data telinga tampak bersih, ada serumen,

telinga simetris, tidak ada gangguan pendengaran, tidak menggunakan alat

bantu dengar. Leher, pada pemeriksaan leher ditemukan vena jabularis teraba,

tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Dada, pada pemeriksaan paru-paru saat

dilakukan pemeriksaan inspeksi didapatkan bekas luka operasi

pengangakatan payudara. palpasi vocal premitus kanan kiri sama. Perkusi

paru kanan/kiri sonor. Auskultasi suara paru normal, tidak ada bunyi

tambahan. Pada pemeriksaan jantung saat dilakukan inspeksi didapatkan ictus

cordis tidak tampak,palpasi ictus cordis di ICS 5 sinistra, perkusi pekak,

auskultasi bunyi jantung I, II murni tidak ada suara tambahan.

Abdomen saat dilakukan pemeriksaan inspeksi didapatkan, bentuk

datar, abdomen tidak ada jejas. Auskultasi bising usus 15 kali/menit. Perkusi

kuadran 1 pekak, kuadran 2.3.4 timpani. Palpasi tidak ada nyeri tekan pada

semua kuadran. Genetalia menolak dilakukan pemeriksaan, terpasang kateter.

Rektum tidak terkaji.


57

Pemeriksaan ektremitas atas, tangan kanan terpasang infus Nacl 20

tpm, kekuatan otot 4 ada gerakan penuh, dapat menggerakan sendi melawan

gravitasi, disertai kemampuan otot terhadap tahanan ringan, capillary reffil

2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat.

Pemeriksaan ektremitas kiri atas, kekuatan otot 2 ada gerakan pada sendi

tetapi tidak dapat melawan gravitasi, lengan kiri terpasang balutan, terdapat

luka jahitan bekas operasi, balutan kering tidak ada rembesan, tampak lengan

kiri mengalami pembengkakan, terpasang drainase isi darah 5 cc, capillary

reffil 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat.

Ektremitas kiri bawah, kekuatan otot 4, capillary reffil 2 detik,terdapat luka

memar, tidak terdapat perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat.

Ektremiras kanan bawah, kekuatan otot 4, capillary reffil 2 detik, tidak

terdapat perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat

Pengkajian luka didapatkan rubor kemerahan pada area sekitar luka

jahitan, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, tidak terdapat nanah,

balutan kering tidak ada rembesan,terdapat drainage pada luka berisi cairan

darah 5 cc, jahitan tampak rapi. Kolor area sekitar luka pada lengan kiri tidak

terasa panas setelah dioperasi. Dolor saat pengkajian pasien mengatakan nyeri

skala 5 (sedang). Tumor lengan kiri mengalami pembengkakan. Fungsio laesa

terdapat perubahan fungsi pada tangan kiri sebab pada lengan mengalami

patah tulang, digerak-gerakkan terasa nyeri.

Hasil pemeriksaan laboratorium tangal 06 Januari 2016 menunjukkan.

Hemoglobin 8,0 g/dl (nilai normal 14.0-17.0). Hematokrit 26 % (nilai normal


58

33-45). Eritrosit 2.85 juta/l (nilai normal 4.50-5.90). Leukosit 16.6 ribu/l

(nilai normal 4.5-11.0). Trombosit 276 ribu/l (nilai normal 150-450).

Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 07 Januari 2016 menunjukkan

hanya Hemoglobin 12.3 g/dl (nilai normal 14.0-17.0) . Hematokrit 33 % (33-

45). Leukosit 14.0 ribu/l (nilai normal 4.5-11.0). Trombosit 213 ribu/l

(nilai normal 150-450). Eritrosit 3.74 juta/l (nilai normal 4.50-5.90).

Golongan darah O. PT 14.7 detik (nilai normal 10.0-15.0). APTT 25.0 detik

(nilai normal 20.0-40.0) INR 1.220. Natrium darah 138 mmol/L (nilai normal

136-145). Kalium darah 3.4 mmol/L (nilai normal 3.3-5.1). Chorida darah

104 mmol/L (nilai normal 98-106). HbsAg (-)

Laporan hasil pemeriksaan radiologi pada tanggal 04 Januari 2016.

Klinis CF humerus sinistra 1/3 medial. Foto humerus kiri Ap/Lat. Tampak

terpasang eksternal fiksasi/ GIPS pada regio humerus kiri, garis fraktur (+)

pada OS humeri kiri 1/3 tengah cum contractrionum dengan alignment dan

aposisi kurang. Trabekulasi tulang di luar lesi tampak perotik celah dan

permukaan sendi dalam batas normal. Tak tampak klasifikasi abnormal.

Laporan hasil pemeriksaan radiologi-radiodiagnostik pada tanggal 06 Januari

2016. Klinis humerus sinistra, foto humerus kiri AP/Lat : Tampak terpasang

internal fiksasi (plate dan screw ) di 1/3 tengah os humerus kiri, tampak

gambaran garis fraktur dengan opasitas medial os humerus kiri. Aligmen dan

aposisi baik. Tampak fragmen fraktur di soft tissue regio humerus kiri 1/3

tengah. Tampak terpasang drainage dengan tip terproyeksi disoft tissue regio

humerus kiri 1/3 tengah. Trabekulasi tulang diluar lesi normal. Celah dan
59

permukaan sendi dalam batas normal. Tak tampak erosi / destruksi tulang.

Pergeseran sendi (-)

Terapi medis yang diberikan pada hari selasa 06 Januari 2016

transfusi darah PRC (Packed Red Cell) 2 kolf berfungsi untuk menaikan Hb

pasien tanpa menaikkan volume darah secara nyata. Terapi yang diberikan

selama pengelolaan kasus pada hari kamis 06 Januari 2016 sampai dengan

hari Sabtu 09 Januari 2016 yaitu, cairan Nacl 20 tpm golongan parenteral

fungsinya untuk pengganti cairan plasma isotonik yang hilang. Ketorolac

dosis 30 mg/8 jam golongan non narkotik fungsinya untuk penatalaksnaan

jangka pendek nyeri akut derajat sedang berat segera setelah operasi.

Ranitidine 50 mg/12 jam golongan antasida fungsi pengobatan jangka tukak

duedenum aktif, tukak lambung aktif mengurangi gejala refluksi esofagitis.

Cefozolin 1 gr/8 jam golongan anti bakteri fungsi infeksi yang disebabkan

oleh bakteri gram positif dan gram negatif.

B. Perumusan Masalah

Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian pada hari Rabu 07

Januari 2016 pukul 09:00 WIB diperoleh data subjektif antara lain pasien

mengatakan nyeri pada lengan kiri, nyeri pada luka operasi, nyeri saat

digerak-gerakkan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri pada lengan kiri sampai.

Skala nyeri 5 (sedang). Nyeri dirasakan tilang timbul Selain data subyektif

juga didapatkan data objektif sebagai berikut pasien terlihat meringis

menehan sakit, pergerakkan terlihat sangat hati-hati, pasien selalu melindungi


60

area nyeri (lengan kiri), Tekanan darah 120/80 mmHg. Nadi 85x/menit.

Pernafasan 23 x/menit. Suhu 36,5C. Berdasarkan analisa data menunjukkan

bahwa nyeri merupakan prioritas utama, sehingga dapat ditegakkan diagnosa

keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

(post operasi).

Pada pukul 09:15 WB diperoleh data subyektif antara lain pasien

mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri. Data objektif didapatkan

panjang luka jahitan 15 cm, tidak ada rembesan, tidak ada nanah, jumlah

jahitan 18, darah drain 5 cc. Sehingga munculkan diagnosa keperawatan

kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi)

Pada pukul 09:20 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan

badan lemas, ketika bangun dari tempat tidur dan ingin berlatih duduk badan

terasa ingin jatuh. Data objektif didapatkan pasien terlihat kesulitan

menggerakkan-gerakkan tangan kirinya,kekuatan otot pada ekstremitas kiri

atas 2, aktivitas dibantu orang lain dan alat , sehingga dapat ditegakkan

diagnosa keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

kerusakan muskuloskletal (penurunan kekuatan otot).

C. Perencanaan

Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu 07 Januari

2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan

asuhan keperawatan pada Ny.S dengan diangnosa nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik (post operasi) dengan tujuan setelah dilakukan
61

tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri Ny.S berkurang

bahkan hilang dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan penurunan rasa

nyeri, skala nyeri turun 2 bahkan 1, pasien merasa nyaman, pasien mampu

mengontrol nyeri, pasien terlihat rileks, pasien mampu mengontrol nyeri

dengan teknik non-farmakologi (tarik nafas dalam), tanda tanda vital dalam

batas normal. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji status nyeri pasien dengan

rasionalisasi untuk mengetahui skala nyeri, berikan kesempatan waktu

istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi nyaman dengan rasionalisasi

memberi kenyamanan pada pasien untuk istirahat, ajarkan pasien untuk

melakukan tarik napas dalam ketika nyeri muncl dengan rasionalisasi mampu

melakukan nafas dalam kembali rileks dan nyaman. Kolaborasi pemberian

obat analgesik pereda nyeri (ketorolak 30 mg/8 jam) dengan rasionalisasi

untuk mengobat rasa sakit.

Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu tanggal 07

Januari 2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut

pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan diangnosa keperawatan

kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi)

dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 3 x 24 jam

diharapkan kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil

integritas kulit yang baik bisa dipertahankan, perfusi jaringan baik, tidak ada

tanda-tanda infeksi, tidak ada luka/lesi pada kulit,luka bersih tidak lembab da

tidak kotor. Intervensi yang dilakukan yaitu observasi kulit akan adanya

kemerahan tanda dan gejala infeksi pada area insisi dengan rasionalisasi
62

untuk mengetahui keadaan luka, bersihkan area jahitan dan lakukan ganti

balut pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka terbuka

(tadak dibalut) sesuai program dengan rasionalisasi untuk mencegah infeksi

dan mempercepat penyembuhan luka pada area luka, anjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian yang longgar terutama pada area luka operasi dengan

rasionalisasi untuk mencegah nyeri akibat ketatnya penggunaan pakaian

untuk memberikan kenyamanan, kolaborasi pemberian antibiotik sesuai

indikasi (advis dokter) dengan rasionalisasi untuk mencegah infeksi pada area

luka dan mempercepat penyembuhan.

Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu tanggal 07

Januari 2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut

pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan diangnosa keperawatan

hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskletal

(penurunan kekuatan otot) dengan tujuan setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas

dengan aman dan mandiri dengan kriteria hasil pasien meningkat dalam

aktivitas fisik, pasien dapat memahami dan mengerti tujuan dari peningkatan

mobilitas, pasien mampu mengungkapkan perasaan dan meningkatkan

kekuatan dan kemampuan berpindah, pasien mampu memperagakan

penggunaan alat bnatu mobilisasi.

Intervensi yang dilakukan yaitu kaji kemampuan pasien dalam

mobilisasi dengan rasionalisasi untuk mengetahui kemampuan yang dapat

pasien lakukan, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara


63

mandiri sesuai kempuan dengan rasionalisasi untuk meningkatkan kekuatan

otot, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika

diperlukan dengan rasionalisasi untuk menambah wawasan dalam

meningkatkan kekuatan otot, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi

dengan rasionalisasi sebagai suatu sumber untuk mengembangkan

perencanaan dan mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien.

D. Implementasi

Tindakan keperawatan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

keperawatan berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan tindakan

keperawtan pada hari Kamis 07 Januari 2016 sebagai tindak lanjut

pelaksanaan asuhan keperawatan Ny.S dilakukan implementasi. Pukul 08.00

melakukan monitor tanda-tanda vital, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82

x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,2 C. jam 08:10 WIB mengkaji

status nyeri pasien mengatakan nyeri pada lengan kiri nyeri bertambah saat

digerakkan, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada lengan kiri, pasien

mengatakan nyeri skala 5 (sedang), nyeri dirasakan hilang timbul, pasien

terlihat meringis menahan nyeri, pasien melindungi area nyeri, pasien sangat

berhati-hati.

Pukul 08:20 memberikan pasien posisi yang nyaman (semi fowler).

Jam 08.25 mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika

nyeri muncul, pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan cara tarik nafas

dalam, pasien melakukan tarik nafas dalam, pasien terlihat meringis menahan
64

nyeri. Pukul 09.00 WIB mengobservasi bekas luka pasien akan adanya tanda

tanda infeksi pasien mengatakan bersedia untuk dipantau keadaan luka

operasi pada lengann kirinya, perban tidak ada rembesan, luka lembab, lengan

kiri mengalami pembengkakan, tidak terdapat pus pada luka, drain luka

terdapat darah 3 cc.. Pukul 09.10 Menganjurkan pasien untuk menggunakan

pakaian yang longgar. Pukul 09.15 mengkolaborasikan pemberian obat

analgetik pereda nyeri ketolok 30 mg/8 jam pasien mengatakan bersedia

untuk diinjeksi dimasukkan obat pereda nyeri, obat ketorolac masuk melalui

selang threeway 30 menit kemudian pasien terlihat nyaman karena reaksi dari

obat. Pukul 08.15 WIB mengkolaborasikan pemberian obat cefozolin 1 gr/8

jam, pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi obat anti bakteri, tidak ada

penolakan obat masuk melalui selang threeway, luka operasi pada lengan kiri

kering tidak ada rembesan.

Pukul 10:00 WIB mengkaji kemampuan kekuatan otot pada bagian

yang dioperasi dan kemampuan dalam mobilisasi, pasien mengatakan

bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya, pasien terlihat susah

menggerakan lengan kirinya, pasien tampak dibantu keluarga saat aktivitas,

kekuatan otot pada lengan kiri 2. Pukul 09:35 WIB melatih pasien untuk

latihan Range of Motion Aktif dan Pasif, pasien tampak mengikuti latihan

ROM yang diberikan, pasien tampak kooperatif. mengkaji kemampuan

kekuatan otot pada bagian yang dioperasi dan kemampuan dalam mobilisasi,

pasien mengatakan bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya, pasien


65

mulai bisa menggerakkan lengan kirinya walau masih terlihat susah, pasien

tampak dibantu keluarga saat aktivitas, kekuatan otot pada lengan kiri 2.

Implementasi hari kedua Jumat 08 Januari 2016 ukul 08.00 melakukan

monitor tanda tanda vital, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 x/menit,

pernafasan 23 x/menit, suhu 36,5 C. jam 08:10 WIB mengkaji status nyeri

pasien mengatakan nyeri pada lengan kiri nyeri bertambah saat digerakkan,

nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada lengan kiri, pasien mengatakan nyeri

skala 3 (ringan), nyeri dirasakan hilang timbul, pasien terlihat meringis

menahan nyeri, pasien melindungi area nyeri, pasien sangat berhati-hati.

Pukul 08:20 memberikan pasien posisi yang nyaman (semi fowler), pasien

mengatakan nyaman saat diberikan posisi semi fowler.

Jam 08.25 mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam

ketika nyeri muncul, pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan cara tarik

nafas dalam, pasien melakukan tarik nafas dalam, pasien terlihat meringis

menahan nyeri. Pukul 09.00 WIB mengobservasi bekas luka pasien akan

adanya tanda tanda infeksi pasien mengatakan bersedia untuk dipantau

keadaan luka operasi pada lengann kirinya, perban tidak ada rembesan, luka

lembab, lengan kiri mengalami pembengkakan, tidak terdapat pus pada luka,

drain luka terdapat darah 4 cc.

Pukul 09.10 Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang

longgar. Pukul 09.15 mengkolaborasikan pemberian obat analgetik pereda

nyeri ketolok 30 mg/8 jam pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi

dimasukkan obat pereda nyeri, obat ketorolac masuk melalui selang threeway
66

30 menit kemudian pasien terlihat nyaman karena reaksi dari obat. Pukul

08.15 WIB mengkolaborasikan pemberian obat cefozolin 1 gr/8 jam, pasien

mengatakan bersedia untuk diinjeksi obat anti bakteri, tidak ada penolakan

obat masuk melalui selang threeway, luka operasi pada lengan kiri kering

tidak ada rembesan. Pukul 10:00 WIB mengkaji kemampuan kekuatan otot

pada bagian yang dioperasi dan kemampuan dalam mobilisasi, pasien

mengatakan bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya, pasien terlihat

susah menggerakan lengan kirinya, pasien tampak dibantu keluarga saat

aktivitas, kekuatan otot pada lengan kiri 3. Pukul 09:35 WIB melatih pasien

untuk latihan Range of Motion Aktif dan Pasif, pasien tampak mengikuti

latihan ROM yang diberikan, pasien tampak kooperatif. Pukul 09.40

mengkaji kemampuan kekuatan otot pada bagian yang dioperasi dan

kemampuan dalam mobilisasi, pasien mengatakan bersedia untuk dikaji

kemampuan mobilisasinya, pasien mulai bisa menggerakkan lengan kirinya

walau masih terlihat susah, pasien tampak dibantu keluarga saat aktivitas,

kekuatan otot pada lengan kiri 3.

Implementasi hari ke tiga, pukul 08.00 melakukan monitor tanda

tanda vital, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 85 x/menit, pernafasan 24

x/menit, suhu 36,2 C. jam 08:10 WIB mengkaji status nyeri pasien

mengatakan nyeri pada lengan kiri nyeri bertambah saat digerakkan, nyeri

seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada lengan kiri, pasien mengatakan nyeri skala

2 (ringan), nyeri dirasakan hilang timbul, pasien terlihat lebih rileks, pasien

sangat berhati-hati. Pukul 08.25 mengajarkan pasien untuk melakukan tarik


67

nafas dalam ketika nyeri muncul, pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan

cara tarik nafas dalam, pasien melakukan tarik nafas dalam, pasien terlihat

lebih rileks.

Pukul 09.00 WIB mengobservasi bekas luka pasien akan adanya tanda

tanda infeksi pasien mengatakan bersedia untuk dipantau keadaan luka

operasi pada lengann kirinya, perban tidak ada rembesan, luka kering, lengan

kiri masih mengalami pembengkakan, tidak terdapat pus pada luka, drain

luka terdapat darah 5 cc. Pukul 09.15 mengkolaborasikan pemberian obat

analgetik pereda nyeri ketolok 30 mg/8 jam pasien mengatakan bersedia

untuk diinjeksi dimasukkan obat pereda nyeri, obat ketorolac masuk melalui

selang threeway 30 menit kemudian pasien terlihat nyaman karena reaksi dari

obat. Pukul 08.15 WIB mengkolaborasikan pemberian obat cefozolin 1 gr/8

jam, pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi obat anti bakteri, tidak ada

penolakan obat masuk melalui selang threeway, luka operasi pada lengan kiri

kering tidak ada rembesan.

Pukul 10:00 WIB mengkaji kemampuan kekuatan otot pada bagian

yang dioperasi dan kemampuan dalam mobilisasi, pasien mengatakan

bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya, pasien mulai bisa

menggerakan gerakkan lengan kirinya secara fleksi-ekstensi secara perlahan,

pasien tampak dibantu keluarga saat aktivitas, kekuatan otot pada lengan kiri

4. Pukul 10.10 WIB melatih pasien untuk latihan Range of Motion Aktif dan

Pasif, pasien tampak mengikuti latihan ROM yang diberikan, pasien tampak

kooperatif. mengkaji kemampuan kekuatan otot pada bagian yang dioperasi


68

dan kemampuan dalam mobilisasi, pasien mengatakan bersedia untuk dikaji

kemampuan mobilisasinya, pasien mulai bisa menggerakkan lengan kirinya

secara perlahan, pasien tampak dibantu keluarga saat aktivitas, kekuatan otot

pada lengan kiri 4. Pukul 13.00 memberikan quisioner untuk penilaian tingkat

kepuasan pasien terhadap pemberian terapi latihan ROM aktif dan Pasif,

pasien mengatakan sangat puas dan berterimakasih banyak karena sudah di

berikan latihan ROM karena setalah di beri latihan ROM tangan kirinya

kembali bisa digerak gerakkan seperti biasanya walaupun masih secara

perlahan.

E. Evaluasi

Pada hari kamis 07 Januari 2016, pukul 14:30 WIB dilakukan evaluasi

keperawatan dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubugan dengan

agen cidera fisik (post operasi) dilakukan evaluasi keperawatan didapatkan

data subjektif yaitu pasien mengatakan nyeri, Provacate nyeri pada luka

jahitan operasi, nyeri pada saat digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti

ditusuk-tusuk. Region nyeri dibagian lengan kiri. Scale pasien mengatakan

skala nyeri 5. Time nyeri hilang timbul dan saat digerakan. Objektif, keadaan

pasien terlihat meringis menahan nyeri, pasien terlihat melindungi area nyeri,

pasien sangat berhati-hati bila ingin bergerak. Maka dapat disimpulkan

masalah keperawatan nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post

operasi) belum teratasi maka intervensi dilanjukan yaitu kaji status nyeri

pasien, berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri, ajarkan pasien
69

untuk melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obatt analgesik

pereda nyeri ketorolak 30mg/8 jam.

Pada hari Kamis 07 Januari 2016, pukul 15:10 WIB dilakukan

evaluasi keperawan dengan diangnosa keperawatan kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan medikasi (luka post operasi), didapatkan data subjektif

pasien mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri, data objektif

terdapat panjang luka jahitan 15 cm dengan jumlah jahitan 18, luka lembab,

tidak ada rembesan, tidak ada pus, terpasang drain berisi darah 3 cc, area

jahitan kemerahan dan ada pembengkakan di sekitar area luka. Sehingga

dapat disimpulkan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan medikasi (luka post operasi) belum teratasi sehingga

intervensi dilanjutkan yaitu observasi luka/kulit akan adanya kemerahan

tanda dan gejala infeksi pada area insisi, bersihkan area jahitan dan lakukan

ganti balut pada interval waktu yang sesuai/ biarkan luka tetap terbuka tidak

dibalut sesuai program, anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar,

kolaborasi pemberian antibiotik sesuai medikasi (advis dokter).

Pada hari Kamis 07 Januari 2016, pukul 15:15 WIB dilakukan

evaluasi keperawatan dengan diangnosa keperawatan hambatan mobilitas

fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan

otot), didapatkan data subjektif pasien mengatakan lengan kiri nya tidak bisa

digerakkan dan kaku karena bekas operasi, objektif pasien kesusahan

menggerakan tangan kirinya, pasien belum dapat berjalan dan beraktivitas,

kekuatan otot ekstremitas kiri atas 2. Maka dapat disimpulkan masalah


70

keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

muskluloskletal (penurunan kekuatan otot) belum teratasi, sehingga intervensi

dilanjutkan yaitu kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam

pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, ajarkan

pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan,

kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

Evaluasi hari kedua dilakukan pada hari Jumat 08 Januari 2016, Pukul

14.30 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa keperawatan

nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi) dilakukan

evaluasi keperawatan didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan

nyeri sedikit berkurang, Provacate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada

saat digerak-gerakkan. Quality nyeri terasa senut-senut. Region nyeri

dibagian lengan kiri. Scale pasien mengatakan skala nyeri 3. Time nyeri

hilang timbul dan saat digerakan. Objektif, keadaan pasien terlihat sedikit

nyaman, tidak banyak keluhan. Maka dapat disimpulkna masalah

keperawatan nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi)

belum teratasi maka intervensi dilanjukan yaitu kaji status nyeri pasien,

berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri, ajarkan pasien untuk

melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obatt analgesik pereda

nyeri ketorolac 30mg/8 jam.

Pada hari Jumat 08 Januari 2016, pukul 15:15 WIB dilakukan evaluasi

keperawatan dengan diangnosa keperawatan kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan medikasi (luka post operasi), didapatkan data subjektif


71

pasien mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri, data objektif

panjang luka jahitan 15 cm dengan jumlah jahitan 18, luka kering, tidak ada

rembesan, tidak ada pus, tidak ada luka terbuka, kemerahan di area luka, ada

pembengkakan di area sekitar luka terpasang drain berisi darah 4 cc lepas

drain. Sehingga dapat disimpulkan masalah keperawatan kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi) belum teratasi

sehingga intervensi dilanjutkan yaitu observasi luka/kulit akan adanya

kemerahan tanda dan gejala infeksi pada area insisi, bersihkan area jahitan

dan lakukan ganti balut pada interval waktu yang sesuai/ biarkan luka tetap

terbuka tidak dibalut sesuai program, anjurkan pasien untuk menggunakan

pakaian longgar, kolaborasi pemberian antibiotik sesuai medikasi

(advis dokter).

Pada hari Jumat 08 Januari 2016, pukul 15:20 WIB dilakukan evaluasi

keperawatan dengan diangnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan kerusakan muskluloskletal (penurunan kekuatan otot),

didapatkan data subjektif pasien mengatakan lengan kiri dan kaki kanan

masih susah digerakkan, objektif pasien terlihat untuk menggerakan tangan

kirinya secara abduksi - aduksi, kekuatan otot 3, mampu duduk di tempat

tidur, dan masih belum bisa beraktivitas secara mandiri, aktivitas masih

dibantu keluarga Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan hambatan

mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan

kekuatan otot) belum teratasi, sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji

kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan


72

kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, ajarkan pasien

bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan, kolaborasi

dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

Evaluasi hari kedua dilakukan pada hari Sabtu 09 Januari 2016, Pukul

15:05 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa keperawatan

nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi) dilakukan

evaluasi keperawatan didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan

nyeri sudah sangat berkurang, Provacate digerak-gerakkan sudah tidak

begitu nyeri. Quality nyeri terasa sengkring-sengkring. Region pada lengan

kiri area operasi. Scale pasien mengatakan skala nyeri 2. Time nyeri timbul

saat lengan kiri digerakan. Objektif, keadaan pasien terlihat rileks, nyaman.

Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan nyeri akut berhubugan dengan

agen cidera fisik (post operasi) teratasi sebagian maka intervensi dilanjutkan

yaitu anjurkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam saat nyteri muncul

dirumah, kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri ketorolak 30mg/8

jam.

Pada hari Sabtu, 09 Januari 2016, pukul 15:10 WIB dilakukan

evaluasi keperawatan dengan diangnosa keperawatan kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi), didapatkan data

subjektif pasien mengatakan lengan kirinya terdapat jahitan operasi, objektif

pasien tenang, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, luka kering, tidak

ada nanah drain sudah terlepas dan tidak ada tanda infeksi. Sehingga dapat
73

disimpulkan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan medikasi (luka post operasi) teratasi sehingga intervensi dihentikan.

Pada hari Sabtu 09 Januari 2016, pukul 15:15 WIB dilakukan

evaluasi keperawatan dengan diangnosa keperawatan hambatan mobilitas

fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan

otot), didapatkan data subjektif pasien mengatakan tangan kiri sudah mulai

dapat digerak-gerakan, ditekuk-tekuk abduksi-aduksi secara perlahan dan

pasien sudah bisa berjalan dan beraktivitas tanpa dibantu keluarga, objektif

pasien mempraktekkan tangan kiri digerak-gerakan, ditekuk-tekuk abduksi-

aduksi secara perlahan dan pasien mampu berjalan dan beraktivitas tanpa

dibantu keluarga, kekuatan otot 4. Maka dapat disimpulkan masalah

keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

muskulokeletal (penurunan kekuatan otot) teratasi sebagian , sehingga

intervensi dilanjutkan, motivasi pasien untuk melatih ROM aktif selama

dirumah dan kontrol sesuai advis dokter.


BAB V

PEMBAHASAN

Dalam bab V ini penulis akan membahas tentang Pemberian Terapi

Latihan (ROM Aktif & Pasif) Terhadap Kepuasan Pelayanan Pasien Pada Asuhan

Keperawatan Ny. S dengan post ORIF atas indikasiFrakturHumerus Medial

Sinistra di Ruang Bedah Mawar II RS DR. Moewardi. Disamping itu penulis akan

membahas tentang faktor pendukung dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi

antara teori dengan aplikasi yang terjadi dilapangan. Pembahasan ini berisi

pengkajian, diangnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Lyer et al., 1996 dalam Setiadi 2012)

Hasil pengkajian penulis terhadap Sdr. S sudah sesuai dengan teori

pengkajian pola gardon (Setiadi, 2012) dimana dalam teori tersebut

menjelaskan format pengkajian pasien dengan pendekatan pola fungsi

kesehatan menurut Gordon (Gordon Functional Health Patterns) terdiri dari

tanggal masuk, ruangan/kelas, nomer kamar, diagnosa masuk. Identitas terdiri

dari nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,

alamat, penanggung jawab. Pada riwayat sakit dan kesehatan terdiri dari

74
75

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyekit dahulu,

pengkajian fisik abdomen, integumen, ektremitas. Pemeriksaan penunjang.

Rumusan masalah (Setiadi 2012).

Hasil pengkajian pada Ny. S yang dilakukan pada tanggal 07 Januari

2016 pada pukul 08:00 WIB melalui metode alloanamnesa dan

autoanamnesa, observasi langsung dan pemeriksaan fisik, hal ini sesuai

dengan teori (Setiadi, 2012). Dalam teori tersebut dijelaskan metode

pengkajian dengan cara wawancara langsung pada pasien maupun keluarga,

observasi, dan pemeriksaan fisik, akan tetapi disini penulis

menambahkanuntuk menelaah catatan medis dan catatan perawat sebagai data

penunjang pasien.

Hasil pengkajian Ny.S di diagnosa mengalami fraktur humerus (patah

tulang) medial sinistra. Hal ini sesuai dengan teori menurut Sjamsuhidajad

(2005), dimana fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Sedangkan menurut Price,

A dan L. Wilson (2006) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan

oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,

keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan

menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.

Sedangkan menurut FKUI (1995) dalam Jitowiyono & Kristiyanasari

(2012) Fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas batang humerus yang

bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari

ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah
76

pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,

mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.

Diagnosa yang dialami oleh Ny. S adalah fraktur humerus medial

sinistra dan akan dilakukan tindakan ORIF. Teori Smelter (2001)

dalam Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) salah satu penatalaksanaan

bedah ortopedi pada pasien fraktur adalah ORIF (Open Reduktion and

Internal Fixation).ORIF diartikan sebagai stabilisasi tulang patah yang telah

direduksi atau perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan yang

sering kali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat,

sekrup, peniti plates batang intramedulasi, dan paku.

Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny.S didapat keluhan utama

pada lengan kiri, nyeri menjalar keseluruh tangan kiri dengan skala nyeri 5,

pasien mengeluh nyeri pada lengan kiri, nyeri pada luka post operasi, nyeri

bertambah saat digerak-gerakkan, saat dilakukan pengkajian pasien terlihat

meringis menahan sakit, penggerakkan terlihat sangat hati-hati, napsu makan

berkurang. Hal ini sesuai dengan Manifestasi klinis fraktur yaitu timbulnya

nyeri, hilangnya fungsi atau deformitas tulang, pemendekan ektremitas,

krepitus (adanya derik tulang), pembengkakak lokal dan perubahan warna

(Brunner & Suddarth, 2005).

Pada pasien post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun

tersedia obat-obatan analgesik yang efektif, namun nyeri post operasi tidak

dapat diatasi dengan baik, sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga

dapat mengganggu kenyamanan pasien (Wals, 2008).


77

Menurut International Association for the Study of Pain, IASP (2011)

mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi

kerusakan. Sedangkan menurut Mustawan (2008) nyeri merupakan keluhan

yang paling sering diungkapkan pasien dengan tindakan pembedahan atau

operasi .

Pengkajian nyeri yang dilakukan penulis mengacu pada teori

karakteristik nyeri (PQRST) mengacu pada Provoking inciden : Apakah ada

peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri. Quality of pain : Seperti apa

rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut/

menusuk.Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale ofpain)

: Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala

nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

kemampuan fungsinya.Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari / siang hari (Nasrul Effendy, 1995:2-3)

dalam Wijaya & Putri (2013).

Dalam menilai skala nyeri penulis menggunakan skala Pain

Assesment Behavioral Scale (PABS) yang telah diubah dalam bentuk rentang

angka nyeri. Dimana alat ukur nyeri skala 0 : Tidak nyeri1-3 : nyeri ringan:

secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik, 4-6 : nyeri sedang:

secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi


78

nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik,

lebih dari 7: nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi (Wartonah, 2005) dalam Syaiful &

Rachmawan, (2014).

Hasil pengkajian luka pada Ny. S didapatkan data rubor kemerahan

pada area sekitar luka jahitan, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, tidak

terdapat nanah, balutan kering tidak ada rembesan,terdapat drain pada luka

berisi cairan darah 5 cc, jahitan tampak rapi. Kolor area sekitar luka pada

paha kanan terasa hangat. Dolor saat pengkajian pasien mengatakan nyeri

skala 5 (sedang). Tumor lengan tangan kiri mengalami pembengkakan.

Fungsio laesa terdapat perubahan fungsi pada tangan kiri sebab pada lengan

mengalami patah tulang, pasien tidak mampu beraktivitas, digerak-gerakkan

terasa nyeri.Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur

(Brunner & Suddarth, 2005).

Hasil pengkajian ektremiras kiri atas, kekuatan otot 2 dapat diartikan

ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, terdapat luka

operasi sejak tanggal 07 Januari 2016. Penurunan kekuatan otot pada pola

ektremitas kiri atas yang terjadi pada Ny.S disebabkan adanya fraktur

humerus medial sinistra. Ini sesuai teori Brunner & Suddarth (2005) bahwa

penurunan kekuatan otot pada pasien fraktur disebabkan adanya pergeseran


79

fragmen pada area fraktur sehingga mengakibatkan deformitas tulang,

ektremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot

bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan penulis mencantumkan

sebelum sakit pasien mengatakan semua aktivitas seperti makan/minum,

toileting, berpakaian, mobilisasi ditempat tidur, berpindah dan ambulasi

/ROM didapat score 0 atau mandiri. Sedangkan kemampuan perawatan diri

selama sakit seperti makan/minum, berpakaian, mobilisasi ditempat tidur, dan

ambulasi didapat score 2 atau dibantu dengan orang lain, sedangkan aktivitas

seperti toileting dan berpindah didapat score 3 atau dibantu orang lain dan

alat.Ini sesuai teori menurut Wijaya & Putri (2013) pada pola aktifitas dan

latihan pada pasien fraktur mengalami perubahan/gangguan akibat dari

fraktur humerus sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat/

keluarga.

Hasil pengkajian kognitif dan perseptual pasien mengatakan nyeri

pada lengan kiri, nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5, nyeri hilang

timbul dan saat digerakkan. Sesuai teori menurut Brunner & Suddart (2005)

setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid

seperti normalnya. Sehingga nyeri yang dirasakan pada pasien fraktur

disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedangkan pada pola kognitif atau cara

berfikir pasien tidak mengalami gangguan Wijaya & Putri (2013).


80

Hasil pemeriksaan fisik pada bagian ekstremitas penulis menuliskan

ektremitas kiriatas (tangan kiri) terdapat riwayat operasi ORIF pada tanggal

07 Januari 2016. ORIF (Open Reduktion and Internal Fixation). ORIF

diartikan sebagai stabilisasi tulang patah yang telah direduksi atau perbaikan

tulang terusan penjajaran insisi pembedahan yang sering kali memasukkan

internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup, peniti plates batang

intramedulasi, dan paku ( Jitowiyono & Kristiyanasari (2012).

Hasil pemeriksaan radiologi tanggal 05 Januari 2016 terhadap Ny.

Sterdapat fraktur humerus medial sinistra, terpasang internal fiksasi (plate dan

screw), terpasang drainage, kekuatan otot 2, perabaan akral terasa hangat.

Penurunan kekuatan otot yang terjadi pada Ny.S dapat dijelaskan bahwa

penurunan kekuatan otot pada pasien fraktur disebabkan adanya pergeseran

fragmen pada area fraktur sehingga mengakibatkan deformitas tulang,

ektremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot

bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot (Brunner &

Suddarth 2005). Disamping itu pada area luka akan terjadi pembengkakan

lokal dan perubahan warna sesuai dengan teori Brunner & Suddarth (2005)

yang menjelaskan salah satu tanda dan gejala pada pasien fraktur adalah

mengalami Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Masalah penurunan otot yang dialami Ny. S disebabkan adanya nyeri,

hal ini sesuai dengan teori dimana pada pasien-pasien fraktur nyeri dirasakan

terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimbolisasi.


81

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid

seperti normalnya, Brunner & Suddarth (2005).

Pemeriksaan penunjang menurut teori Doengoes (2000) dalam Wijaya

& Putri (2013) salah satu pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur adalah

foto rongent. PadaNy. S pemeriksaan foto rongent dilakukan 2 kali yaitu

sebelum dan sesudah operasi. pemeriksaan foto rongent bertujuan untuk

menentukan lokasi atau luasnya fraktur.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06 Januari 2016

menunjukkan adanya penurunan hemoglobin 8,0 g/dl dengan nilai normal

14.0 17.0 g/dl, sehingga pasien mendapatkan transfusi PRC (packed red

cell) 2 kolf yang bertujuan untuk menaikan Hb pasien tanpa menaikan

volume darah secara nyata, (Midian, 2014).Secara umum pemakaian PRC ini

digunakan pada pasien-pasien anemia yang tidak disertai penurunan volume

darah, pada pasien-pasien fraktur apabila nilai hemoglobin mengalami

penurunan dipaksakan untuk dilakukan pembedahan tanpa adanya tranfusi

PRC akan sangat memungkinkan terjadinya syok saat pembedahan

berlangsung.

Terapi yang diberikan selama pengelolaan kasus pada hari kamis 07

Januari 2016 sampai dengan hari Sabtu 09 Januari 2016 yaitu, Terapi medis

yang diberikan pada hari selasa 06 Januari 2016 transfusi darah

PRC (Packed Red Cell) 2 kolf berfungsi untuk menaikan Hb pasien tanpa

menaikkan volume darah secara nyata. Terapi yang diberikan selama


82

pengelolaan kasus pada hari kamis 06 Januari 2016 sampai dengan hari Sabtu

09 Januari 2016 yaitu, cairan Nacl 20 tpm golongan parenteral fungsinya

untuk pengganti cairan plasma isotonik yang hilang. Ketorolac dosis 30 mg/8

jam golongan non narkotik fungsinya untuk penatalaksnaan jangka pendek

nyeri akut derajat sedang berat segera setelah operasi. Ranitidine 50 mg/12

jam golongan antasida fungsi pengobatan jangka tukak duedenum aktif, tukak

lambung aktif mengurangi gejala refluksi esofagitis. Cefozolin 1 gr/8 jam

golongan anti bakteri fungsi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif

dan gram negatif (Midian, 2014).

B. Perumusan Masalah Keperawatan

Diangnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon

individu, keluarga daan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar

seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan

sesuai dengan kewenangan perawat Setiadi (2012).

Dalam merumuskan diagnosa keperawatan terdiri dari 3 komponen

yaitu respon manusia (problem), faktor yang berhubungan (etiologi), tanda

dan gejala (simpton) Setiadi (2012).

Perumusan diagnosa keperawatan pada kasus ini didasarkan pada

keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien. Dari

pengkajian pada Ny. S didapatkan keluhan utama nyeri pada paha kanan,

nyeri menjalarke lutut. Hasil pengkajian luka PQRST didapatkan data

subyektif pasien mengatakan pasien nyeri pada lengan kiri, nyeri pada luka
83

operasi, nyeri saat digerak-gerakkan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri pada

lengankiri sampai. Skala nyeri 5 (sedang). Nyeri dirasakan tilang timbul

Selain data subyektif juga didapatkan data objektif sebagai berikut pasien

terlihat meringis menehan sakit, pasien selalu melindungi area nyeri

(lengan kiri).

Penulis mengambil diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera fisik (post operasi fraktur humerus). Dimana sesuai teori nyeri akut

adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau

digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International

Association for the study of Pain):awitan yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

diprediksi dan berlangsung 6 bulan Nurarif & Kusuma (2013).

Batasan karakteristik nyeri akut secara subyektif diungkapkan pasien

secara verbal atau melaporkan dengan isyarat, sedangkan secara obyektif

diungkapkan pasien dengan gerakan menghindar nyeri, pasien meringis

menahan sakit, pergerakkan terlihat sangat berhati-hati, pasien gelisah tidak

bisa, tidur napsu makan berkurang Nurarif & Kusuma (2013).

Penentuan etiologi dari diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera fisik (post operasi fraktur humerus) didasarkan pada pengkajian hasil

foto rongent yang menunjukkan terjadinya fraktur humerus medial sinistra,

dilakukan operasi ORIF (plate dan screw) di 1/3 tengah os humerus kiri.
84

Terpasang drainage dengan tip terproyeksi disoft tissue regio humerus kiri 1/3

tengah.

Perumusan diagnosa kedua didapat hasil pengkajian luka. Dimana

didapatkan data sebagai berikut : rubor kemerahan pada area sekitar luka

jahitan, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, tidak terdapat nanah,

balutan kering tidak ada rembesan,terdapat drainage pada luka berisi cairan

darah 5 cc, jahitan tampak rapi. Kolor area sekitar luka pada lengan kiri terasa

hangat. Dolor saat pengkajian pasien mengatakan nyeri skala 5 (sedang).

Tumor lengan kiri mengalami pembengkakan. Fungsio laesa terdapat

perubahan fungsi pada tangan kiri sebab pada lengan mengalami patah tulang,

pasien tidak mampu beraktivitas, digerak-gerakkan terasa nyeri. Hal ini sesuai

dengan teori dalam Brunner & Suddarth (2005) yang menyebutkan salah satu

tanda gejala fraktur adalah terjadinya pembengkakan lokal dan perubuhan

warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang

mengikuti fraktur.

Kerusakan integritas kulit merupakan perubahan / gangguan epidermis

dan/ atau dermis yang dapat dilihat dari batasan karakteristik kerusakan

lapisan kulit (dermis) dan gangguan permukaan kulit (epidermis), karena

medikasi maupun perubahan turgor kulit Nurarif & Kusuma (2013). Sehingga

penulis dapat menegakkan diagnosa keperawatan integritas kulit berhubungan

dengan medikasi (luka post operasi fraktur humerus).Penentuan etiologi dari

diangnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi (luka post


85

operasi fraktur humerus) didapatkan dari hasil pengkajian luka rubor, kolor,

dolor, tumor dan fungsio laesa.

Perumusan diagnosa ketiga didapatkan hasil pengkajian pada

ektremitas kiri atas mengalami kelemahan anggota gerak. Kekuatan otot 2

ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, terdapat luka

operasi sejak tanggal 06 Januari 2016, pasien tampak kesulitan menggerak-

gerakan tangan kirinya, pasien meringis kesakitan ketika berlatih bergerak,

pergerakan sangat lambat, pasien tidak dapat beraktivitas.

Sehingga penulis mengambil diagnosa hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengankerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot).

Dimana hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik

tubuh atau satu atau lebih ektremitas secara mandiri dan terarah

(Nurarif & Kusuma, 2013). Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik

yaitu kesulitan membolak-balikkan posisi, aktivitas dibantu orang lain dan

alat, dispnea setelah beraktivitas, perubahan cara berjalan, pergerakan lambat,

(Herdman, 2014). Penentuan etiologi dari diangnosa hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot)

berdasarkan pengkajian yang didapat yaitu pasien terlihat kesulitan

meggerak-gerakkan tangan kirinya, pasien terlihat terenggah-enggah setelah

latihan aktivitas pergerakan, pergerakan pasien sangat lambat, pasien belum

dapat beraktivitas secara mandiri. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 82

x/menit, RR 20 x/menit, S 36,2C.


86

Pada pembahasan ini penulis mengambil tiga diagnosa yaitu nyeri

akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus),

diangnosa kedua kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi

(luka post operasi fraktur humerus), diangnosa ketiga hambatan mobilitas

fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan

otot). Hal ini sesuai dengan teori Nasrul Effendy (1995) dalam Wijaya &

Putri (2013).

C. Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan

keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah

atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Perencanaan yang tertulis dengan

baikakan memberi petunjuk dan arti pada asuhan keperawatan, karena

perencanaan adalah sumber informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan

keperawatan klien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama,

dan memelihara continuitas asuhan keperawatan klien bagi seluruh anggota

tim (Setiadi, 2012).

Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan

perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan

rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan

(Setiadi, 2012).
87

Intervensi pada masalah keperawatan dengan diangnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus), yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri

Ny. S berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan

penurunan rasa nyeri, skala nyeri turun menjadi 1, pasien merasa nyaman,

pasien mampu mengontrol nyeri, pasien terlihat rileks, pasien mampu

mengontrol nyeri dengan teknik non-farmakologi (tarik nafas dalam).

Penulis menuliskan intervensi sesuai dengan kriteria NIC (Nursing

Intervension Clacification) berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama

penulis menyusun perencanaan anatara lain kaji status nyeri pasien dengan

rasionaliasi untuk mengetahui skala nyeri pasien. Untuk mengetahui skala

nyeri pasien maka dalam mengkaji skala nyeri penulis menggunakan metode

pengkajian nyeri PQRST. Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang

menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang

dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk.

Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi. Saverity (scale of

pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala

nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari / siang hari.(Nasrul Effendy, 1995:2-3)

dalam Wijaya & Putri (2013).


88

Intervensi yang kedua adalah berikan kesempatan waktu istirahat bila

terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman dengan rasionalisasi

memberikan kenyamanan pada pasien untuk istirahat.

Intervensi yang ketiga adalah ajarkan pasien untuk melakukan tarik

nafas dalam ketika nyeri muncul dengan rasionalisasi memberikan

kenyamanan pada pasien. Relaksasi nafas dalam merupakan kebebasan

mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat merubah persepsi

kognitif dan motivasi efektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat

mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau rasa nyeri stres fisik dan

emosi pada nyeri (Perry & Potter, 2005).

Intervensi yang keempat adalah kolaborasi pemberian obat analgesik

pereda nyeri (ketorolac) 30 mg/8 jam dengan rasionalisasi untuk mengobati

rasa nyeri. Pemberianketorolac 30 mg bertujuan untuk penatalaksanaan

jangka pendek myeri akut derajat sedang berat segera setelah operasi

(Midian, 2014).

Masalah keperawatan yang kedua dengan diagnosa kerusakan

integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (pembedahan), yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil integritas kulit

yang baik bisa dipertahankan (elastisitas, temperatur, pigmentasi), tidak ada

luka / lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, tidak ada tanda infeksi,

menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit, dan mencegah


89

terjadinya cidera berulang, mampu melindungi kulit dan mempertahankan

kelembaban kulit dan perawatan alami (Nurarif & Kusuma, 2013).

Intervensi yang dilakukan pertama kali adalah observasi kulit akan

adanya kemerahan dengan rasionalisasi untuk mengetahui keadaan luka.

Intervensi yang kedua adalah bersihkan kulit agar tetap bersih dan kering

dengan rasionalisasi mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka

pada area kulit. Intervensi yang ketiga adalah anjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian yang longgar terutama pada area luka operasi dengan

rasionalisasi mencegah nyeri akibat penggunaan pakaian yang ketat dan untuk

memberikan kenyamanan pasien (Nurarif & Kusuma, 2013).

Intervensi yang keempat adalah kolaborasi pemberian antibiotik

sesuai indikasi (advis dokter) dengan rasionalisasi untuk mencegah infeksi

pada area luka dan mempercepat penyembuhan. Antibiotik yang diberikan

pada Ny.S adalah cefozolin 1 gr/8 jam dengan tujuan untuk pencegahan

infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif

(Midian, 2014).

Masalah keperawatan yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan keengganan memulai pergerakan dengan tujuan setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat

melakukan aktivitas dengan aman dan mandiri dengan kriteria hasil pasien

meningkat dalam aktivitas fisik, pasien dapat memahami dan mengerti tujuan

dari peningkatan mobilitas, pasien mampu mengungkapkan perasaan dan


90

meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah, pasien mampu

memperagakan penggunaan alat bantu mobilisasi (Nurarif & Kusuma, 2013).

Intervensi yang pertama dilakukan adalah kaji kemampuan pasien

dalam mobilisasi dengan rasionalisasi untuk mengetahui kemampuan yang

dapat pasien lakukan. Intervensi yang kedua adalah latih pasien dalam

pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan dengan

latihan Range of Motion aktif dan pasif untuk meningkatkan kekuatan otot,

Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan

menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan

masa otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan latiohan ROM

merupakan salah satu bentuk rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif

untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien Fraktur (Ichanners, 2009).

Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat

dalam menjaga sifat fisiologi dari jaringan otot dan sendi. Latihan ini dapat

diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat

kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-lain.

Pemberian ROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur

terlentang, tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai

dengan alat latihan yang digunakan (Irfan, 2012).

Intervensi yang ketiga adalah ajarkan pasien bagaimana merubah

posisi dan berikan bantuan jika diperlukan dengan rasionalisasi untuk

menambah wawasan dalam meningkatkan kekuatan otot.Intervensi yang


91

keempat adalah kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi dengan

rasionalisasi sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan

mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien (Nurarif & Kusuma, 2013).

D. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari

intervensi keperawatan antara lain : mempertahankan daya tahan tubuh,

mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, mencegah

komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, memantapkan hubungan

klien dengan lingkungan, implentasi pesan dokter (Setiadi, 2012).

Implementasi dilakukan dari perencanan yang disusun sebelumnya.

Berikut ini pembahasan implentasi dari masing-masing diangnosa:

Diangnosa keperawatan yang pertama adalah nyeri akut berhubugan

dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus), implementasi yang

dilakukan pada tanggal 7, 8, 9 Januari 2016, adalah mengkaji status nyeri

pasien PQRST, Pengkajian nyeri PQRST didapatkan. Pasien mengatakan

nyeri padalengan kiri, nyeri saat digerak-gerakkan, nyeri pada area luka

operasi, seperti ditusuk tusuknyeri dirasakan pada lengan kiri pada area

operasi skala nyeri 5 (sedang) nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien tampak

menahan sakit jika ingin berganti posisi, pasien meringis kesakitan, pasien

tampak melindungi area luka,pasien sangat berhati-hati menggerakkan tangan

kirinya.
92

Metode sesuai teori Nasrul Effendy (1995:2-3) dalam Wijaya & Putri

(2013).PQRST meliputi Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang

menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang

dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk. Region

Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar /

menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale of pain) : Seberapa

jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien

menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada

malam hari / siang hari.

Mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika nyeri

muncul. Penulis menekankan pada pemberian teknik relaksasi nafas dalam

untuk menurunkan nyeri,dimana teknik relaksasi nafas dalam adalah salah

satu dari tindakan keperawatan dalam menurunkan nyeri, Syaiful &

Rachmawan (2014), teknik relaksasi nafas dalam terbukti sangat efektif untuk

menurunkan nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga sangat mudah dilakukan

tanpa menggunakan alat bantu.

Relaksasi nafas dalam melibatkan sistem otot dan respirasi tidak

membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-

waktu dan dapat digunakan dalam jangka waktu relatif lebih lama. sesuai

dengan teori Syaiful & Rachmawan (2014)Penulis melakukan teknik

relaksasi nafas dalam ini selama 3 hari pengelolaan, dan selama 1 hari berikan

teknik relaksasi 2 kali.


93

Dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan data sebagai

berikut pada hari pertama skala nyeri 5, hari kedua skala nyeri 3, hari ketiga

skala nyeri 2. Hal ini sesuai dengan teori dalam jurnal Syaiful & Rachmawan

(2014) dimana dalam setiap implementasi mengalami penurunan skala nyeri.

Manfaat dari melakukan tarik nafas dalam adalah penurunan nadi,

penurunan ketegangan otot, penurunan kecepatan metabolisme, peningkatan

kesadaran global, perasaan damai dan sejahtera dan periode kewaspadaan

yang santai (Perry & Potter, 2006). Dalam pengelolaan kasus ini setelah

diberikan implementasi mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas

dalam ketika nyeri muncul dalam 3 hari pengelolaan ini skala nyeri pasien

mengalami penurunan, hal ini sesuai dengan jurnal Syaiful & Rachmawan

(2014) bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan skala

nyeri pada pasien post operasi fraktur humerus.

Mengkolaborasikan pemberian obat analgesik pereda nyeri ketorolac

30mg/8jam. Dimana obat analgesik ketorolac berfungsi untuk penatalaksnaan

jangka pendek nyeri akut derajat sedang berat segera setelah operasi

(Midian, 2014).

Memberikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri.Pada pasien

post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun tersedia obat-obatan

analgesik yang efektif, namun nyeri post operasi tidak dapat diatasi dengan

baik, sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga dapat mengganggu

kenyamanan pasien (Wals, 2008).


94

Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan faktor mekanik (adanya jahitan post operasi)

implementasi yang dilakukan pada tanggal 7, 8, 9, Januari 2016 adalah

mengkolaborasikan pemberian obat cefozolin 1 gr/8 jam. Dimana fungsi obat

cefozolin adalah untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan

gram negatif (Midian, 2014).

Mengobservasi kulit akan adanya tanda-tanda infeksi. Melihat tanda-

tanda infeksi atau peradangan diantaranya adalah rubor (kemerahan), color

(panas), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan fungsio laesa terganggu, ini

sesuai dengan teori Price, A dan L.Wilson (2006) yaitu sistem pertahanan

tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedik infeksi

dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada

kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam

pembedahan seperti pin dan plat. Mengajurkan pasien untuk menggunakan

pakaian longgar (terbuka dengan slimut),Menjaga kebersihan kulit agar tetap

bersih dan kering dimana pada Ny.S ganti balut dilakukan dua hari sekali

sesuai dengan advis dokter.

Diangnosa yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot). Menurut

Muttaqin (2008), kekuatan otot adalah perbandingan antara kemampuan

pemeriksa dengan kemampuan untuk melawan tahanan volunteer secara

penuh dari klien.


95

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 6, 7, 8 adalah mengkaji

kemampuan pasien dalam mobilisasi. Hambatan mobilisasi fisik merupakan

keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri dan terarah (Heardman, 2014).

Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, Derajat 0 Artinya otot

tak mampu bergerak/lumpuh total, misalnya jika tapak tangan dan jari

mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap saja ditempatkansudah

diperintahkan untuk bergerak. Derajat 1 Terdapat sedikit kontraksi otot,

namun tidak didapatkan gerakkan pada persendian yang harus digerakkan

oleh otot tersebut. Derajat 2 Dapat menggerakan otot atau bagian yang

lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus

bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak. Derajat 3

Dapat menggerakkan otot daengan tahanan minimal misalnya dapat

menggerakan tapak tangan dan jari. Derajat 4 Tangan dan jari dapat

bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan. Derajat 5 Bebas

bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal (normal),

(Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).

Melatih pasien untuk memulai menggerak-gerakkan tangan kirinya.

Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi

resiko-resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus,

kekakuan/penegangan otot-otot diseluruh tubuh dan sirkulasi darah dan

pernafasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih.

Sering kali dengan keluhan nyeri, klien tidak mau melakukan mobilisasi
96

ataupun tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat sebagai

edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak mengalami suatu

komplikasi yang tidak diinginkan (Carpenito, 2009).

Memberikan pasien latihan Range of Motion Aktif dan Pasif, Range

of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau

memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian

secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot.

Mobilisasi persendian dengan latiohan ROM merupakan salah satu bentuk

rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya

kecacatan pada pasien fraktur (Ichanners, 2009).

Tujuan Range of Motion (ROM) seperti teori Potter dan Perry, 2006

adalah mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekutan otot,

memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah

kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur, mempertahankan fungsi jantung

dan pernafasan sedangkan manfaat latihan rom menurut Mutaqqin,2008

adalah mempertahankan tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi,

memperbaiki toleransi otot untuk latihan, meningkatkan masa otot,

mengurangi kehilangan tulang.Dalam 3 hari pengelolaan ini penulis

mendapatkan data sebagai berikut pada hari pertama keuatan otot 2, hari

kedua skala nyeri 3, hari ketiga skala nyeri 4. Hal ini sesuai dengan teori

dalam teori Potter dan Perry, (2006) dimana dalam setiap implementasi

mengalami peningkatan kekuatan otot dan fungsi gerak.


97

Melatih pasien untuk duduk di bed tidur. Melatih dan mengembalikan

aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat

memenuhi kebutuhan gerak harian seusai dengan teori, Irfan, (2012).

Untuk implementasi selanjutya adalah pemberian quisioner kepada

pasien untuk menilai tingkat kepuasan pasien pada pelayanan yang telah

diberikan, didapatkan hasil setelah 3 hari pengelolaan pada Ny. S dengan

post ORIF fraktur humerus medial sinistra dengan pemberian latihan ROM

aktif dan pasif yang diberikan selama 3 hari secara berturut turut didapatkan

hasil efektif terhadap peningkatan kekuatan otot dan fungsi gerak serta

meningkatkan kepuasan pelayanan terhadap pasien. sesuai jurnal yang penulis

gunakan yaitu pengaruh penatalaksanaan terapi latihan terhadap kepuasan

pasien post op fraktur oleh Hendrik Damping 2012 di RSUP PROF. DR. R.D

Kandaou Manado terkait juga dengan teori bahwa kepuasan dapat diartikan

sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaaan seseorang karena

mendapatkan pelayanan suatu jasa yang berhubungan dengan berbagai aspek

antaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian pelayanan

dalam hal ini latihan ROM aktif dan Pasif, prosedur serta sikap yang

diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri.

E. Evaluasi

Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana

tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan


98

dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga

kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien

dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap

perencanaan (Setiadi, 2012).

Evaluasi dilakukan setiap hari diakhir shift dengan metode SOAP.

Diagnosa yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

(post operasi fraktur humerus) pada tanggal 7 Januari 2016, pasien

mengatakan nyeri, Provacate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat

digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk. Region nyeri dibagian

paha kanan sampai lutut. Scale pasien mengatakan skala nyeri 5. Time nyeri

hilang timbul dan saaat digerakkan. Objektif keadaan pasien terlihat meringis

menahan nyeri, pasien sangat berhati-hati bila ingin bergerak. Analisa

masalah belum teratasi karena belum sesuai dengan criteria hasil yang

diharapkan, klien masih terlihat meringis kesakitan, menahan nyeri, dan skala

nyeri 5 (sedang). Planning lanjutkan intervensi seperti kaji status nyeri

pasien, berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri, ajarkan pasien

untuk melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obatt analgesik

pereda nyeri ketorolak 30mg/8 jam.

Evaluasi pada tanggal 8 Januari 2016, dengan diagnosa yang pertama

nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur

humerus). Evaluasi keperawatan yang didapatkan pasien mengatakan nyeri

sedikit berkurang, Provacate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat

digerak-gerakkan. Quality nyeri terasa senut-senut. Region nyeri dibagian


99

paha kanan. Scale pasien mengatakan skala nyeri 3. Time nyeri hilang timbul

dan saat digerakkan. Objektif, keadaan pasien terlihat sedikit nyaman, tidak

banyak keluhan, Analisa keperawatan belum teratasi karena belum sesuai

dengan criteria hasil yang diharapkan, skala nyeri 3 (sedang).

Planning lanjutkan intervensi seperti kaji status nyeri pasien, berikan

kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri, ajarkan pasien untuk melakukan

tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obatt analgesik pereda nyeri

ketorolak 30mg/8 jam.

Evaluasi pada tanggal 9 Januari 2016, dengan diangnosa yang pertama

nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur

humerus). Evaluasi keperawatan yang didapatkan adalah pasien mengatakan

nyeri sudah sangat berkurang, Provacate digerak-gerakkan sudah tidak

begitu nyeri. Quality nyeri terasa sengkring-sengkring. Region pada paha

kanan area operasi. Scale pasien mengatakan skala nyeri 2. Time nyeri hilang

timbul dan saat digerakkan. Objektif, keadaan pasien terlihat tenang, nyaman,

ekspresi wajah santai. Analisa keperawatan teratasi sebagian karena criteria

hasil yang diharapkan telah terpenuhi pasien terlihat nyaman, skala nyeri 2

(ringan). Planning lanjutkan intervensi anjurkan pasien untuk melakukan

tarik nafas dalam saat nyeri muncul saat dirumah, kolaborasi pemberian obat

analgesik pereda nyeri ketorolak 30mg/8 jam.

Hasil dari setiap evaluasi per hari pasien mengalami penurunan skala

nyeri, hal ini sudah sesuai dengan jurnal Syaiful & Rachmawan (2014)
100

dengan penelitian efektifitas relaksasi nafas dalam dan distraksi baca

menurunkan nyeri pasca operasi pasien fraktur.

Diangnosa yang kedua kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

faktor mekanik (adanya jahitan post operasi). Data subjektif pasien

mengatakan terdapat luka operasi pada paha kanan, data objektif panjang luka

jahitan 15 cm dengan jumlah jahitan 18, luka kering,tidak ada rembesan,

tidak ada nanah, terpasang drainage berisi darah 5 cc, area jahitan kemerahan.

Analisa masalah belum teratasi karena area luka masih menunjukan

kemerahan (rubor) dan pembengkakan pada area luka (tumor). Planning

dilanjutkan yaitu observasi luka/kulit akan adanya kemerahan tanda dan

gejala infeksi pada area insisi, bersihkan area jahitan dan lakukan ganti balut

pada interval waktu yang sesuai/ biarkan luka tetap terbuka tidak dibalut

sesuai program, anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar,

kolaborasi pemberian antibiotik sesuai medikasi (advis dokter).

Evaluasi kedua dengan diagnosa kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan faktor mekanik (adanya jahitan post operasi). data

subjektif pasien mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri, data

objektif panjang luka jahitan 15 cm dengan jumlah jahitan 18, luka kering,

tidak ada rembesan, tidak ada nanah, terpasang drain berisi darah 5 cc lepas

drainage area luka kemerahan (rubor). Analisa masalah belum teratasi karena

masih menunjukan area luka kemerahan (rubor) dan pembengkakan di area

luka (tumor). Planning dilanjutkan yaitu observasi luka/kulit akan adanya

kemerahan tanda dan gejala infeksi pada area insisi, bersihkan area jahitan
101

dan lakukan ganti balut pada interval waktu yang sesuai/ biarkan luka tetap

terbuka tidak dibalut sesuai program, anjurkan pasien untuk menggunakan

pakaian longgar, kolaborasi pemberian antibiotik sesuai medikasi

(advis dokter).

Evaluasi ketiga dengan diagnosa kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan faktor mekanik (adanya jahitan post operasi). data

subjektif pasien mengatakan paha kanannya terdapat jahitan operasi, objektif

pasien tenang, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, balut kering, tidak

ada nanah drain sudah terlepas. Analisa masalah keperawatan teratasi karena

sudah sesuai criteria hasil yang diharapkan tidak ada tanda tanda infeksi tidak

ada nanah luka kering. Planning dihentikan.

Diagnosa yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot). Data subjektif

pasien mengatakan tangan kiri terasa kaku habis operasi, saya takut untuk

bergerak-gerak nanti terasa nyeri, objektif pergerakan pasien sangat hati-hati,

pasien tidak dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot ekstremitas kiri

atas 2. Analisa belum teratasi, tangan kiri pasien tampak kaku,kekuatan otot

2, pasien belum dapat beraktivitas secara mandiri. Planning dilanjutkan yaitu

kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan

kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, Latih pasien Range of

Motion aktif dan pasif, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan

bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
102

Evaluasi hari kedua dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengankerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot).

Data subjektif pasien mengatakan tangan kiri terasa kaku untuk digerakkan,

objektif pasien terlihat dapat sedikit menggerakkan lengan kirinya secara

abduksi-aduksi, fleksi-ekstensi, kekuatan ekstremitas kiri atas 3, mampu

duduk di tempat tidur,. Analisa belum teratas , tangan kiri pasien tampak

kaku,kekuatan otot 3, pasien belum dapat beraktivitas secara mandiri.

Plenning dilanjutkan yaitu kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih

pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai

kemampuan, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan

jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

Evaluasi hari ketiga pada diagnosa hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengankerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot).

Data subjektif pasien mengatakan tangan kiri sudah dapat digerak-gerakan,

ditekuk-tekuk abduksi-aduksi, objektif pasien mempraktekkan kakinya

digerak-gerakan, ditekuk-tekuk abduksi aduksi, kekuatan otot ekstremitas

kiri atas 4. Analisa teratasi sebagian, tangan kiri pasien tampak sudah dapat

digerak gerakkan ditekuk tekut abduksi aduksi, fleksi-ekstensi, kekuatan otot

4, pasien belum dapat beraktivitas secara mandiri. Planning lanjutkan

intervensi. Anjurkan pasien melaltih ROM pada eksteremitas kiri atas selama

dirumah.

Evaluasi hari ketiga pada pemberian quisioner untuk menilai tingkat

kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan dalam hal ini pemberian
103

latihan ROM aktif dan pasif, disini penulis menyimpulkan pasien sangat puas

oleh latihan dan hasil yang didapatkan salama masa perawatan di rumah sakit

DR. Moewardi yang sebelumnya tidak diberikan oleh perawat, mengacu

kepada teori Budiharto (2008), Kepuasan adalah tingkat rasa puas seseorang

setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan

dengan harapanya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari

interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau

pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasaan pelanggan

total bukanlah hal yang mudah menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total

tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,

implementasi dan evaluasi tentang pemberian latihan ROM aktif dan pasif

terhadap kepuasan pelayanan pasien pada asuhan keperawatan Ny. S dengan post

orif humerus medial sinistra di ruang mawar II RS Dr. Moewardi secara metode

studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan

A. KESIMPULAN

Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Pengkajian

Ny. S mengatakan nyeri saat tangan kiri digerak-gerakkan, nyeri

seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 (sedang), nyeri dirasakan hilang

timbul. Pasien terlihat meringis menahan sakit, pergerakkan terlihat

sangat hati-hati, pasien selalu melindungi area nyeri.

Pasien mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri. Data

objektif didapatkan panjang luka jahitan 15 cm, tidak ada rembesan,

tidak ada nanah, jumlah jahitan 18, darah drain 5 cc.

Pasien mengatakan badan lemas, ketika bangun tidur dan duduk

badan terasa ingin jatuh, pasien terlihat kesulitan menggerakkan tangan

kirinya, pasien tidak mampu berjalan.

104
105

Pola aktivitas seperti makan/minum, berpakaian, mobilisasi

ditempat tidur, dan ambulasi didapat score 2 atau dibantu dengan orang

lain, sedangkan aktivitas seperti toileting dan berpindah didapat score 3

atau dibantu orang lain dan alat.

2. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul dan sebagai keperawatan

prioritas adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post

ORIF fraktur humerus medial sinistra). Masalah keperawatan kedua yang

muncul adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor

mekanik (pembedahan). Masalah keperawatan yang ketiga adalah

hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal

(penurunan kekuatan otot).

3. Intervensi

Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan

masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

(post ORIF fraktur humerus medial sinistra) adalah kaji status nyeri

pasien, berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan

posisi yang nyaman, ajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam

ketika nyeri muncul, kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri

(ketorolak 30 mg/8 jam ).

Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan

masalah keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

faktor mekanik (pembedahan) adalah observasi kulit akan adanya


106

kemerahan, bersihkan kulit agar tetap bersih dan kering, anjurkan pasien

untuk menggunakan pakaian yang longgar terutama pada area luka

operasi.

Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan

masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot) adalah kaji

kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan

kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan, beri latihan ROM

aktif dan pasif, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan

bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan pada Ny.S

dengan post ORIF fraktur humerus medial sinistra adalah sesuai dengan

intervensi yang sudah dibuat dan lebih mengoptimalkan pemberian

relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri pasien.

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan yang didapat setelah 3 hari pengelolaan

pada Ny. S dengan post ORIF fraktur humerus medial sinistra adalah

masalah nyeri akut belum teratasi, masalah kerusakan integritas kulit

dapat teratasi, masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi sebagian.

6. Analisa

Pemberian latihan ROM aktif dan pasif yang diberikan selama 3

hari secara berturut turut sangat efektif terhadap peningkatan kekuatan


107

otot dan fungsi gerak serta meningkatkan kepuasan pelayanan terhadap

pasien post orif fraktur humerus medial sinistra yang biasanya tidak

diberi latihan ROM oleh perawat.

B. SARAN

Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai

berikut :

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih

optimal dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan institusi pendidikan memberikan kemudahan dalam

pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi

mahasiswa untuk menggembangkan ilmu pengetahuan dan

keterampilannya dalam melalui praktik klinik dan pembuatan laporan.

3. Bagi Penulis Selanjutnya

Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan

waktu lebih efektif, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan

pada pasien secara optimal.


108

DAFTAR PUSTAKA

AminHuda Nurarif, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc

Budiharto, 2008.Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta :Egc

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnose Keperawatan, Edisi 6. Jakarta :Egc

Damping, H, Hendrik. 2012. Pengaruh Penatalaksanaan Terapi Latihan Terhadap Kepuasan


Pasien Fraktur di Irina A Blu RSUP Prof. DR. RD. Kandou Manado vol 1 no 1

Harahap. I. A. 2011. Perilaku Nyeri, Fenomena Harian Yang Dihadapi Perawat, What We
Can Do? Dalam Evidance Based Dalam Praktik Pelayanan Keperawatan.
Prosiding. Medan: Fakultas Keperawatan USU.

Haryanti, K Dan Hadi, S. 2008. Hubungan Persepsi Mutu Pelayanan Dan Mulai Konsumen
Dengan Kepuasan Konsumen. Semarang :Psikodimensia
Http://Www.Lontar.Ui.Ac.Id/File?File=Digital/20281386. Diakses Pada Tanggal
13 Desember 2015

Ichaners. 2009. Pengetahuan Perawatan Tentang Mobilisasi Dini. Jakarta :Egc

Irfan, Muhamad. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke.Yogyakarta :GrahaIlmu

Jitowiyono S. & Kristiyanasari W.2012.Asuhan Keperawatan Post Operasi Edisi2.Nuha


Medika. Yogyakarta

Jitowiyono S. dan Kristiyanasari.W.2012.Asuhan Keperawatan Post Operasi.2nd ed. Nuha


Medika, Yogjakarta.

Junadi, P. 2007. Survei Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit. Jakarta : Seminar Rspad Gatot
Subroto

Lewis, Et Al. 2011. Medical Surgical Nursing AssesmentAnd Management Of Clinical


Problems Volume 2. Mosby: Elsevier

Lukman, Ningsih N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Muskulokiletal. Jakarta :SalembaMedika

Midian Sirait.2014.ISO InformasiObatIndonesia Volume 48.Isfi:Jakarta

Mustawan, Zulaik. 2008. Hubungan Penggunaan Mekanisme Koping Dengan Intensitas


Nyeri Pada Pasien Post OperasiFraktur femur di Unit Orthopedi RSU Islam
Kustati Surakarta. Skripsi. Surakarta:
FakultasIlmuKedokteranUniversitasMuhammadiyah Surakarta.
109

Muttaqin, M Dan Kustap, (2008). Asuhan Keperawatan Gangguan Muskulokeletal. Jakarta :


EGC

Notoadmodjo, S. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta :RinekaCipta

Nurarif H.A & Kusuma .2013.NANDA NIC-NOC.Jilid 1.Med Action.Yogyakarta.

Potter, P. A,.& Perry, A. G. 2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses Dan
Praktek Volume2, Edisi 4. Egc. Jakarta

Price, Sylvia dan Wilson Lorraine, M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran . Jakarta: EGC.

Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi Ketiga. Pt.Yarsif
Watampone. Jakarta

Ropyanto, Chandra. 2011.Analisis Factor-Faktor Yang BerhubunganDengan Status


Fungsional Pasien Paska Open Reduction Internal Fixation (Orif) Fraktur
Ekstremitas Bawah Di Rs. Ortopedi Prof. Soeharso Surakarta ,Jurnal Ilmiah
Kesehatan.

Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Graha Ilmu :
Jogjakarta

Sjamsuhidajat, R & Jong, W.D. 2010.Buku Ajar IlmuBedah, Edisi 2.Egc. Jakarta

Syaiful Y. & Rachmawan S. H. 2014.Efektifitas Relaksasi Nafa Dalam dan Distraksi Baca
Menurunkan Nyeri Pasca Operasi Pasien Fraktur Femur. 5(2):101-107.

Syamsuhidayat R. De Jong Wim, 2005.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Tamsuri A. 2007. KonsepdanPenatalaksanaanNyeri.BukuKedokteran: EGC.

T. Heather Herdman, PhD, Rn. Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan Definisidan


Klasifikasi 2012-2014. EGC.Jakarta

Wals. 2008.Distraksi dan Relaksasi Suatu Teknik Untuk Mengatasi Nyeri. Jakarta: Salemba
Medika, hal 112.

Wartonah dan Tarwoto. 2005.Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: SalembaMedik.

Wijaya, A., SaferidanPutri, M., Yesse.2013.KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.1nd ed. Nuha Medika. Yogyakarta.

You might also like