Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
1. Charis Satun Nimah 1061711025
2. Christopher Wolter Roy Y. 1061711026
3. Diah Ratih Novitasari 1061711029
4. Ika Dyah Fitriani 1061711052
5. Ika Farida 1061712053
6. Joshua Ivan P. 1061711057
7. Khaerul Oktafianto 1061711060
8. Laila Zulfiyah 1061711061
9. Lemborano Nugrahatama 1061712063
10. Lina Hadi 1061711064
11. Mafidatul Khoiriyah 1061711068
2.4 Antibiotika
Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dikelompokkan sebagai berikut:
a. Antibiotika spektrum luas (broad spectrum)
Contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme
baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotika berspektrum luas sering
kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum
diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
b. Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum)
Golongan ini terutama efektif untuk melawan satu jenis organisme.
Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotika berspektrum sempit
bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme
tunggal tersebut daripada antibiotika berspektrum luas (Goodman dan
Gilman, 2008).
2.4.1 Antibiotika Pada Pneumonia
1. Golongan Betalaktam
A. Sefalosporin
Sefalosporin memiliki aktivitas antimikroba yang luas dengan mekanisme
kerja menghambat sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi
transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Sefalosporin aktif terhadap kuman Gram-positif maupun Gram-negatif, tetapi
spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi. Sefalosporin dibagi
menjadi 4 generasi berdasarkan aktivitas antimikrobanya, yang secara tidak
langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatanyya. Dewasa ini sefalosporin
yang lazim digunakan dalam pengobatan, telah mencapai generasi keempat
(Gan,V.H.S., 2007).
a. Sefalosporin generasi pertama
Terutama aktif terhadap kuman gram positif. Golongan ini efektif terhadap
sebagian besar S. aureus dan streptococcus termasuk S. pyogenes, S. viridans,
dan S. pneumoniae. Mikroba yang resisten antara lain S. aureus resisten
metisilin (MRSA), S. epidermis dan S. faecalis. Sefaleksin, sefradin, dan
sefadroksil aktif pada pemberian per oral.
b. Sefalosporin generasi kedua
Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan dengan
generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif. Misalnya H.
influenzae, P. mirabilis, E. coli dan Klebsiella (Gan,V.H.S., 2007). Sebagian
senyawa juga aktif terhadap kelompok B. Fragilis. Sefalosporin generasi ini
kurang aktif terhadap bakteri gram positif, terlebih pada Enterococcus atau
Pseudomonas aeruginosa. Kelompok ini antara lain : sefprozil, sefaklor,
sefamandol, sefoksitin, sefotetan, sefmetazol, dan sefuroksim (Goodman dan
Gilman, 2008). Sefoktisin aktif terhadap kuman anaerob (Gan, V.H.S., 2007).
Golongan ini yang biasa digunakan pada pengobatan pneumonia adalah
sefuroksim dengan dosis 500 mg tiap 12 jam selama 7 hari (Therapeutic
guideline), 750-1,5g IV tiap 12 jam (AHFS) dan sefprozil dengan dosis 250-
500 mg tiap 12 jam selama 10 hari (AHFS).
c. Sefalosporin generasi ketiga
Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama
terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap
Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase (Gan,V.H.S.,
2007). Keuntungan dari sefalosporin golongan ini adalah peningkatan
aktivitasnya melawan bakteri gram negatif. Ciri penting lain generasi ini adalah
kemampuannya untuk mencapai sistem saraf pusat dan cairan spinal dengan
konsentrasi yang cukup. Kelompok ini antara lain : sefoperazon, sefotaksim,
seftriakson, seftazidim, sefiksim, sefotiam, sefpodoksim dan seftributen
(Jawetz et al, 2005). Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang
dibandingkan sefalosporin yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari
(Depkes, 2000). Seftazidim dan sefoperazon aktif terhadap P. Aeruginosa
(Gan,V.H.S., 2007). Antibiotika golongan ini yang biasa digunakan pada
pengobatan pneumonia adalah sefpodoksim, seftriakson dan sefotaksim. Dosis
sefotaksim 1g IV tiap 6-8 jam. Dosis seftriakson 1g IV tiap 12 jam (Fish D,
2000). Dosis sefpodoksim 200 mg tiap 12 jam selama 10 sampai 14 hari
(AHFS).
d. Sefalosporin generasi keempat
Antibiotika golongan ini (misalnya sefepim) mempunyai spektrum aktivitas
lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh
betalaktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi
kuman yang resisten terhadap generasi ketiga (Gan,V.H.S., 2007).
B. Penisilin
Penicilin merupakan derifat -laktam tertua yang memiliki aksi bakterisid
dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penisilin
menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding
sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan menghasilkan efek
bakterisid (Gan,V.H.S., 2007). Obat golongan penisilin yang digunakan dalam
terapi pneumonia komunitas adalah amoksisilin. Dosis dewasa untuk amoksisilin
yaitu 500mg setiap 8 jam atau 875 mg tiap 12 jam (AHFS).
2. Golongan Kuinolon
Kuinolon baru (gatifloksasin, moksifloksasin, gemifloksasin dan
levofloksasin) mempunyai daya antibakteri yang cukup baik terhadap kuman
gram positif, gram negatif, dan kuman atipik penyebab infeksi saluran nafas
bawah. Uji klinik menunjukkan bahwa kuinolon baru ini efektif untuk community
acquired pneumonia (Setiabudi, R, 2007). Dari prototipe awal yaitu asam
nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin,
norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi gramnegatif infeksi
saluran kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin,
enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lomefloksasin, fleroksasin dengan
spektrum aktivitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired
maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin
tersedia sebagai preparat parenteral yang memungkinkan penggunaannya secara
luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain (Depkes, 2005).
Obat golongan ini yang biasa digunakan untuk pneumonia adalah
levofloksasin, moksifloksasin, gemifloksasin dan gatifloksasin. Dosis
levofloksasin untuk pengobatan pneumonia komuniti 500 mg sekali setiap 24 jam
selama 7-14 hari. Atau, 750 mg sekali setiap 24 jam selama 5 hari dapat
digunakan untuk pengobatan pneumonia komuniti disebabkan oleh S. pneumoniae
(strain penisilin-rentan), Haemophilus influenzae, H. parainfluenzae,
Chlamydophila pneumoniae, atau Mycoplasma pneumoniae. Ketika digunakan
dalam rejimen empiris untuk pengobatan pneumonia komuniti, Infectious
Diseases Society of America (IDSA) dan American Thoracic Society (ATS)
merekomendasikan levofloksasin yang diberikan dalam dosis 750 mg sekali
sehari. Untuk pengobatan pneumonia nosokomial pada orang dewasa, dosis biasa
levofloksasin 750 mg sekali sehari selama 7-14 hari. Dosis moksifloksasin 400
mg per hari selama 7-14 hari (Mandell et al, 2007). Dosis gemifloksasin 320 mg
per hari selama 7 hari (Oscient Pharmaceuticals, 2005).
3. Makrolida
Terdiri dari eritromisin, klaritromisin dan azitromisin. Kadar azitromisin yang
tercapai dalam serum setelah pemberian oral relatif rendah, tetapi kadar di
jaringan dan sel fagosit sangat tinggi. Obat yang disimpan di jaringan ini
kemudian dilepaskan perlahan lahan sehingga dapat diperoleh masa paruh
eliminasi sekitar 3 hari. Dengan demikian obat cukup diberikan sekali sehari dan
lama pengobatan dapat dikurangi. Absorbsinya berlangsung cepat namun
terganggu bila diberikan bersama dengan makanan. Obat ini tidak menghambat
antikrom P-450 sehingga praktis tidak menimbulkan interaksi obat (Setiabudi, R,
2007). Obat golongan ini yang biasa digunakan untuk pneumonia adalah
azitromisin, klaritromisin dan eritromisin. Dosis klaritromisin 250mg tiap 12 jam
selama 7-14 hari (Abbott Laboratories, 2005). Dosis azitromisin 500mg sekali
hari sebagai dosis awal dan dilanjutkan dengan 250mg sekali hari pada hari ke
dua sampai hari ke lima (Anon, 2003; Pfizer Labs, 2007).
KASUS PNEUMONIA
Ny. J berusia 22 tahun mengalami sesak nafas kurang lebih 1 bulan yang lalu.
Sesak muncul saat istirahat, pasien tersebut tidak bisa tidur dengan datar harus
dengan setengah duduk, sering terbangun pada malam hari karena sesak, tanda
kebiruan (-) nyeri dada (+) muncul bila beraktifitas ringan, perut bengkak (+),
kaki bengkak (-) batuk (+) dahak (+) berwarna putih. Tanggal 17 September 2013,
Ny. J melakukan pemeriksaan laboratorium dengan tanda vital, pasien mengalami
demam dengan suhu 370C. RR : 32 x/menit, HR : 80x/menit, TD : 110/70 mmHg
dengan data laboratorium terlampir Pada tanggal 18 Agustus 2013 pasien masuk
rumah sakit untuk rawat inap. Riwayat pasien 2 bulan sebelum masuk RS.
Pasien mengeluh sesak dengan aktifitas ringan, nyeri dada (+) batuk(+) dahak (+)
kurang lebih saat SMP pasien mulai sesak nafas apabila olahraga berat.
Diagnosa
CHF NYHA IV e.c PDA
Hasil laboratorium terdapat bakteri S. pneumoniae
Riwayat penyakit lain
DM () HT ()
Riwayat sering sesak nafas 3 tahun yang lalu
Riwayat penyakit keluarga :-
Riwayat Sosial Ekonomi :Jamkesmas
Obat yang dikonsumsi Pasien : -
Tanda vital
TD : 110/70 mmHg
Suhu : 37 0C
HR : 80x/menit
RR : 32x/menit
Daftar masalah :sesak, batuk, nyeri dada, terdapat bakteri S. pneumoniae
Terapi :
Bed Res, O2 3 4 Liter/menit, RL 10 tpm
Inj. Furosemid 10 mg/24 jam (Pagi)
Inj. Ceftriaxon 2 gr/24 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Untuk Oral
Digoxsin 0,125 mg/24 jam (pagi)
Spironolakton 12,5mg/24 jam
Captopril 6,25 mg/8 jam
Ambroxsol 30 mg/8 jam
OBH sirup 1sendok makan / 8jam
PCT tab. 500 mg
Nebulizer atrofen _ NaCl /8 jam 1:1
Vitamin C
Malam
Malam
Malam
Malam
Siang
Siang
Siang
siang
Pagi
Pagi
Pagi
Pagi
TD (mmHg) 120/80 120/ - - 100/ 120/ 100/ 100/ 100/ 100/ 100/ - -
mmHg 70 70 90 60 60 50 50 50
Regimen terapi
Pasien Bed Res, diberikan O2 3 4 Liter/menit, RL 10 tpm
Nama Obat Dosis 18-09-2013 19-09-2013 20-09-2013 21-03-2013
Inj. 10 mg/24jam -
Furosemid
Inj. ceftriaxon 2 g/24jam -
Vit C 100mg/8jam - -
Analisis SOAP
SUBJECT
Nama : Ny. J
Usia : 22 Tahun
Berat Badan :-
Tinggi Badan : -
Diagnosis awal :
Keluhan utama : sesak, batuk, nyeri dada, terdapat bakteri S. pneumoniae
Riwayat Penyakit dahulu :
Riwayat pasien 2 bulan sebelum masuk RS. Pasien mengeluh sesak dengan
aktifitas ringan, nyeri dada (+) batuk(+) dahak (+) kurang lebih saat SMP pasien
sudah mulai sesak nafas apabila olahraga berat.
Riwayat penyakit keluarga : -
Riwayat penyakit lain :
DM () HT ()
Riwayat sering sesak nafas 3 tahun yang lalu
Riwayat penyakit keluarga :-
Riwayat Sosial Ekonomi : Jamkesmas
Riwayat Obat : -
Alergi obat : -
OBJECT
Hasil pemeriksaan Data laboratorium:
Pemeriksa Nilai 17/9/201 18/9/201 19/9/2013 20/9/201 21/8/201
an Normal 3 3 3 3
GDS 80-140 120 - - - -
(mg/dL) mg/dL
Total 6,4-8,2 7,8 - - - -
Protein g/dL
Albumin 3,4-5,0 3,0 - - - -
g/dL
Ureum 15-39 25 - - - -
mg/dL
Kreatinin 0,5-1,5 0,52 - - - -
mg/dL
Magnesiu 0,74-0,99 0,75 - - - -
m mmol/L
Natrium 136-145 145 - - - -
mmol/L
Kalium 3,50-5,10 4,0 - - - -
(mmol/L) mmol/L
Malam
Malam
Malam
Siang
Siang
Siang
siang
Pagi
Pagi
Pagi
Pagi
TD (mmHg) 120/80 120/ - - 100/ 120 100/ 100/ 100/ 100/ 100/ - -
mmHg 70 70 /90 60 60 50 50 50
(+) S. Pneumonia
Assesment :
Drug Related Problem (DRP) :
1. Indikasi tidak diberi terapi : Tidak ada
2. Tidak ada indikasi diberikan obat :
- Pasien mendapatkan captopril
3. Pasien mendapatkan terapi obat yang tidak perlu : Ada
- Duplikasi terapi :
- pasien mendapatkan hemafort (Fe) dan tablet sulfaferosus (Fe)
- pasien mendapatkan ranitidin tanpa adanya indikasi.
3. Pemilihan obat yang tidak tepat : Tidak ada
4. Dosis berlebihan : Tidak ada
5. Dosis rendah : Tidak ada
6. Pasien tidak memperoleh obat : Tidak ada
7. Reaksi obat yang tidak dikehendaki : Tidak ada
8. Interaksi Obat :
- Captopril+Furosemide :
Mekanisme : sinergisme farmakodinamik resiko hipertensi akut,
insufisiensi ginjal.
Tipe interaksi : signifikan
Usul : Monitoring Tekanan darah pasien, serum creatinin.
- Captopril+spirnolokatone :
Mekanisme : sinergisme farmakodinamik, resiko hiperkalemia
Tipe interaksi : signifikan
Usul : monitoring kadar kalium
- Spironolaktone+furosemide :
Mekanisme : Spironolaktone dapat meningkatkan dan furosemid
dapat menurunkan kalium serum
Tipe interaksi : Signifikan
Usul : monitoring kadar kalium serum.
- Ranitidin+Fe :
Mekanisme : Ranitidin akan menurunkan tingkat atau efek dari
besi sulfat dengan meningkatkan pH lambung. Hanya berlaku untuk
pemberian secara bersaman.
Tipe interaksi : Signifikan
Usul : Tidak diberikan Ranitidin.
No Nama Obat Dosis ANALISIS Keterangan
1. Inj. 10 mg/24jam Pasien didiagnosa Monitering RR
Furosemid jantung kongestif dan (normal 12-20)
mengalami bengkak di selama 48 jam
perut. Pemberian
furosemid pada pasien
jantung bertujuan
sebagai obat diuretik
kuat yang digunakan
untuk mengontrol
volume cairan
ekstraseluler. (Dipiro
el, 2005).
2. Inj. ceftriaxon 2 g/24jam Pemberian ceftriaxon
sudah tepat karena
pada hasil
laboratorium positif
mengandung bakteri
Staphyllococcus
pneumonia.
Ceftriaxon merupakan
lini pertama untuk
terapi pneumonia
akibat bakteri
Staphyllococcus
pneumonia
3. Inj. Ranitidin 1 amp/12jam Penggunaan ranitidin Sebaiknya
tidak tepat karena ranitidin tidak
pasien tidak memiliki direkomendasikan
keluhan pada saluran
pencernaan.
4. Digoxin 0,125/24jam Penundaan terapi
digoksin sudah tepat,
karena dengan adanya
furosemid dan
spironolakton sudah
mengatasi kondisi
pasien
5. Ambroxol 1 tab/8jam Penggunaan ambroxol
sudah tepat karena
untuk mengobati
batuk pasien
6. OBH Syr 1c/8jam Penggunaan OBH syr
sudah tepat karena
untuk mengobati
batuk pasien
7. Neb atroven 1 Neb/8jam Penggunaan Neb
+Nacl atroven + Nacl sudah
tepat karena untuk
mengobati sesak
napas pasien
8. Spironolakton 6,25 Penggunaan
mg/8jam Spironolakton sudah
tepat karena untuk
mengatasi efek
samping dari
furosemid
9. Captopril 500mg/8jam Penggunaan Captopril
sudah tepat karena
untuk memperbaiki
stimulasi simpatis
sistim renin
angiotensin yang
berlebihan terhadap
jantung daripada
penurunan tekanan
darah (Perki, 2015)
10. Hemafort 1tab/12 jam Penggunaan hemafort
sudah tepat karena
hemoglobin pada
pasien mengalami
penurunan
11. Sulfa ferosus 1tab/24jam Penggunaan sulfa
ferosus kurang tepat
karena sudah ada
Hemafort yang
digunakan untuk
mengatasi penurunan
hemoglobinnya
12. Vit C 100mg/8jam Penggunaan vitamin C
sudah tepat karena
untuk meningkatkan
sistem imun pasien
PLAN
Terapi Farmakologi :
1. Ranitidin tidak diberikan
2. Penggunaan sulfa ferosus kurang tepat karena sudah ada hemafort. Lebih
baik digunakan salah satu karena efek dari kedua obat sama. Disarankan
menggunakan hemafort karena kandungannya lebih komplit.