You are on page 1of 31

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Desease) Stadium 5
Dengan Komplikasi Asidosis Metabolik

1. Konsep gagal ginjal kronik (Chronik Kidney Desease)

A. Pengertian

Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel (tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit),
sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Muhammad, 2012).

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil. Itu merupakan
proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya usia. Namun hal ini tidak
menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala karena masih dalam batas-batas wajar
yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh. Tetapi karena berbagai sebab, dapat terjadi kelainan
di mana penurunan fungsi ginjal terjadi secara progresif sehingga menimbulkan berbagai
keluhan dari ringan sampai berat. Kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (Colvy, 2010).

Gagal ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia
yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Smeltzer, 2002).

Gagal ginjal kronik adalah penrurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
ireversibel (Arif, 1999).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai
gagal ginjal terminal.
B. Anatomi dan Fungsi Ginjal.
1. Anatomi Ginjal.
Secara normal, manusia memiliki dua ginjal ( ginjal kanan dan kiri ) setiap ginjal
memiliki panjang 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian
belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang berjalan
disepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal.
Ginjal kanan terletak agak lebih rendah dari pada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi
kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian atas setiap ginjal.

Struktur ginjal meliputi, kapsula fibrosa pada bagian luar, korteks adalah bagian ginjal
yang pucat dan berbercak-bercak oleh glomerulus, medula yaitu bagian ginjal yang
berwarna gelap dan bergaris terdiri dari sejumlah papilla renalis yang menonjol kedalam
pelvis, dan pembesaran pada ujung atas ureter. Setiap ginjal dibentuk oleh sekitar satu juta
nefron. Nefron adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
tubulus renalis, glomerulus, dan pembuluh darah yang menyertainya. Setiap tubulus renalis
adalah tabung panjang yang bengkok, dilapisi oleh selapis sel kuboid. Tubulus renalis
dimulai sebagai kapsula bowman, mangkuk berlapis ganda yang menutupi glomerulus,
terpuntir sendiri membentuk tubulus kontortus proksimal, berjalan dari korteks ke medula
dan kembali lagi, membentuk ansa henle, terpuntir sendiri kembali membentuk tubulus
kontortus distal. Dan berakhir dengan memasuki duktus koligentes. Setiap duktus
koligentes berjalan melalui medula ginjal, bergabung dengan duktus koligentes dari nefron
lain. Dan mereka membuka bersama pada permukaan papila renalis didalam pelvis ureter.

2. Fungsi Ginjal

a. Pengaturan cairan tubuh dan mengontrol keseimbangan asam basa.


b. Ekskresi produk akhir metabolisme.
c. Memproduksi Hormon prostaglandin
Selain fungsinya sebagai pengendali keseimbangan air dan kimia tubuh, ginjal
menghasilkan renin dan eritropitin. Renin diproduksi oleh sel-sel tertentu dalam dinding
arteriol yang dilalui darah menuju glomerulus. Renin disekresi bila tekanan darah sangat
menurun sehingga jumlah darah yang melewati ginjal tidak cukup. Hormon ini
meningkatkan tekanan darah.Hormon lain yang disekresi ginjal asalah eritropoetin.
Eritropoeitin disekresi oleh ginjal sebagai respon terhadap penurunan tekanan oksigen
normal. Hormon ini merangsang pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang dan
meningkatkan jumlah darah yang tersedia untuk pengangkutan oksigen. Fungsi ginjal yang
lain memproduksi vitamin D yang aktif secara biologis. (J Gibson, 2001).

C. Etiologi

Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan
tetapi apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal
sendiri dan dari luar ginjal.

1. Penyakit dari ginjal


a. penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonephritis
b. infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
c. batu ginjal : nefrolitiasis
d. kista di ginjal : polcystis kidney
e. trauma langsung pada ginjal
f. keganasan pada ginjal
g. sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal
a. penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. dyslipidemia
c. infeksi di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis
d. preeklamsi
e. obat-obatan
f. kehilangan banyak cairan yang mendadak ( luka bakar )

D. Tahap-Tahap Perkembangan Gagal Ginjal Kronik


Berikut ini tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronik menurut Muhammad
(2012), yaitu:

1. Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40-75%)


Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:

a. sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi,


b. laju filtrasi glomerulus 40-50% normal,
c. BUN dan kreatinin serum masih normal, dan
d. pasien asimtomatik
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan, karena
faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita juga belum merasakan
gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa faal ginjal
masih berada dalam batas normal.

Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea nitrogen) masih berada dalam
batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah
pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau
melalui tes GFR dengan teliti.

2. Indufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20-50%)


Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:

a. sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi,


b. laju filtrasi glomerulus 20-40% normal,
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat,
d. Anemia dan azotemia ringan, serta
e. nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa, walaupun
daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk
mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung. Selain itu,
penderita juga harus diberi obat untuk mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-
langkah ini dilakukan dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih
berat pun dapat dicegah.

Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain itu,
kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas normal.
3. Gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)
Beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:

a. laju filtrasi glomerulus 10-20% normal,


b. BUN dan kreatinin serum meningkat,
c. anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
d. poliuria dan nokturia, serta
e. gejala gagal ginjal.
f. End-Stage Meal Disease (ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:

lebih dari 85% nefron tidak berfungsi,


laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal,
BUN dan kreatinin tinggi,
anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
berat jenis urine tetap 1,010,
oliguria, dan
gejala gagal ginjal.
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR 10% di
bawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah
tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat secara
mencolok.

Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis
cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguri (pengeluaran kemih
kurang dari 500ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa awalnya penderita penyakit gagal
ginjal tidak menunjukan gejala apapun. Kemudian, penyakit ini berkembang secara perlahan-
lahan. Kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Pada
tahap ringan dan sedang, penderita penyakit gagal ginjal kronik masih menunjukan gejala-
gejala ringan, meskipun terjadi peningkatan urea didalam darahnya.
Pada stadium ini, ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sehingga volume air
kemih bertambah. Oleh karena itu, penderita mengalami nokturia (sering berkemih pada
malam hari). Selain itu, penderita juga mengalami tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak
mampu membuang kelebihan garam dan air. Hal inilah yang memicu penyakit stroke atau
gagal jantung.

Lambat laun, limbah metabolik yang tertimbun didalam darah semakin banyak. Maka,
penderita menunjukan berbagai macam gejala, seperti mudah lelah, letih, kurang siaga,
kedutan otot, kelemahan otot, kram, anggota gerak seperti tertusuk jarum, dan hilangnya rasa
pada daerah-daerah tertentu. Selain itu, nafsu makan penderita menurun, merasa mual dan
muntah, terjadi peradangan pada lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak dimulut, dan
penderita mengalami penurunan berat badan dan malnutrisi. Apabila tekanan darah tinggi,
penderita akan kejang. Dan kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak
penderita (Muhammad, 2012).

E. Patofisiologi
Fungsi ginjal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah,
sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan Fransisca,
2008).

Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi.
Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine
tampung 24 jam yang menunjukan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum (Nursalam dan Fransisca, 2008).

Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi
dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk
(Nursalam dan Fransisca, 2008).

Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain
terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).

Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoietin
menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak
napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar serum


kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat,
maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon, sehingga kalsium
ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian
juga vitamin D (1, 25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring
perkembangan gagal ginjal (Nursalam dan Fransisca, 2008)

PATHWAY

Pathway terlampir

F. Manifestasi Klinik
Menurut Muhammad (2012), manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :

1. Gangguan pada system gastrointestinal


a. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus
seperti ammonia dan metal gaunidin, serta sembabnya mukosa .
b. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di
mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia.
c. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui .
2. Gangguan sistem hematologi dan kulit
a. Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.
b. Kulit pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan urokrom.
c. Gatal-gatal akibat toksis uremik
d. Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
e. Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
3. Sistem saraf dan otot
a. Restless leg syndrome
Klien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.
b. Burning feet syndrome
Klien merasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
c. Ensefalopati metabolik
Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang.
d. Miopati
Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas proximal.
4. Sistem kardiovaskular
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan
c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit, dan
klasifikasi metastatic
d. Edema akibat penimbunan cairan
5. Sistem endokrin
a. Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki serta
gangguan menstruasi pada wanita.
b. Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi insun.

F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan
laboratorium maupun radiologi.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menetapkan adanya GGK,
menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menetapkan gangguan
sistem, dan membantu menetapkan etologi. Dalam menentukan ada atau tidaknya gagal
ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim
diuji adalah laju filtrasi glomerulus. Disamping diagnosis GGK secara faal dengan
tingkatanya, dalam rangka diagnosis juga ditinjau factor penyebab (etiologi) dan faktor
pemburukanya. Kedua hal ini disamping perlu untuk kelengkapan diagnosis, juga
berguna untuk pengobatan.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis
(misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
3. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversibel seperti obstruksi
oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal
yang lisut). USG ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan
apapun.
4. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal, menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai
tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
5. Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat memerlukan
kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat,
terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini sudah jarang
dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography,
untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload),
efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi
spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.

G. Penanganan dan Pengobatan


Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
1. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara mencangkokkan
sebuah ginjal sehat yang diperoleh dari donor. ginjal yang dicangkokkan ini
selanjutnya akan mengambil alih fungsi ginjal yang sudah rusak. Orang yang menjadi
donor harus memiliki karakteristik yang sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi
golongan darah termasuk resus darahnya, orang yang baik menjadi donor biasanya
adalah keluarga dekat. Namun donor juga bisa diperoleh dari orang lain yang memiliki
karakteristik yang sama. Dalam proses pencangkokkan kadang kala kedua ginjal lama,
tetap berada pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika ginjal lama ini
menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi. Namun, transplantasi ginjal
tidak dapat dilakukan untuk semua kasus penyakit ginjal kronik. Individu dengan
kondisi seperti kanker, infeksi serius, atau penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah
jantung) tidak dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan
kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi. Transplantasi
ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat bekerja sebagai penyaring
darah sebagaimana layaknya ginjal sehat dan pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci
darah.
2. Dialisis (Cuci darah)
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2
jenis dialisis :
1. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah dipompa keluar dari tubuh,
masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat
racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk
dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan kembali kedalam
tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2. Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari
tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
3. Obat-obatan
a. Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan pengeluaran urin. Obat ini
membantu pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat
membantu munurunkan tekanan darah.
b. Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam batas
normal dan dengan demikian akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang
diakibatkan oleh tingginya tekanan darah.
4. Eritropoietin

Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini terjadi
karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin (Epo) terhambat.
Hormon ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah.
Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan
sehingga pembentukan sel darah merah menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan
anemia (kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi
anemia yang diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali
seminggu.
5. Zat besi

Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada penderita gagal
ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate) menjadi sangat penting. Zat besi membantu
mengtasi anemia. Suplemen zat besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau
injeksi (disuntik).
6. Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah,
sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi
ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol
(vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.

II. KONSEP ASIDOSIS METABOLIK

A. DEFINISI
Asidosis metabolic adalah keasaman darah yang berlebihan,yang di tandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui system
penyangga PH,darah akan benar benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya PH
darah,pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk
menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon
dioksida. Pada akhirnya ginjal juga akan berusaha mengkonpensasi keadaan tersebut
dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam urin. Tetapi ke-2 mekanisme tersebut
bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam. Sehingga
terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Asidosis metabolic (kekurangan HCO3 ) adalah gangguan sistemik yang di tandai
dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma,sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan Ph (peningkatan [H+]). [HCO3-] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH
nya kurang dari 7,35. Konpensasi pernapasan kemudian segera di mulai untuk
menurunkan PaCO2 melalui hoperventilasi sehingga asidosis metabolic jarang terjadi
secara akut.

B. ETIOLOGI
Penyebab asidosis metabolic dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk utama :
a. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau bahan
yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang dapat mengakibatkan asidosis
bila di makan di anggap beracun. Contohnya adalah methanol (alcohol kayu ) dan zat
anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirinpun dapat menyebabkan asidosis metabolic.
b. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa
penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes tipe 1. Jika diabetes tidak
dikendalikan dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
di sebut keton. Asam yang berlebihan juga di temukan pada shok stadium lanjut,
dimana asam laktat di bentuk dari metabolism gula.
c. Asidosis metabolic bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam
jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan
asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini di kenal
sebagai asidosis tubulus renalis, yang biasa terjadi pada penderita gagal ginjal atau
pada penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang
asam.

C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya asidosis metabolic antara lain :
Kondisi dimana banyak plasma dengan asam metabolik (Gangguan ginjal, DM)
Kondisi tejadi penurunan bikarbonat (diare)
Cairan infus yang berlebihan. (NaCl)
Napas berbau
Napas Kussmaul (dalam dan cepat)
Letargi
Sakit kepala
Kelemahan
Disorientasi

D. PATOFISIOLOGI (Terlampir)

E. MANIFESTASI KLINIS
Asidosis ringan bisa tidak menimbulkan gejala,namun biasanya penderita
merasakan mual,muntah dan kelelahan. Pernapasan lebih dalam dan menjadi lebih cepat,
namunkebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya
asidosis,penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa,rasa ngantuk,semakin mual
dan mengalami krbingungan . bila asidosis semakin memburuk,tekanan darah dapat
menurun,menyebabkan syok, koma dan kematian.
Diagnosa asidosis biasanya di tegakkan berdasarkan hasil pengukuran PH darah
yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan ). Untuk mengetahui
penyebabnya,dilakukan pengukuran kadar bikarbonat dan bikarbonat dalam darah.
Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya.
Misalnya kadar gula darah tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan
suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa
asidosis metabolic yang terjadi di sebabkan oleh keracunan atau overdosis, kadang kadang
dilakukan pemeriksaaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran PH air kemih.

F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan asidosis metabolic tergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh
,diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan dilatasi dengan membuang bahan
racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan analisa untuk mengobati
overdosis atau keracunan yang berat.
Asidosis metabilik juga dapat diobati secara langsung bila terjadi asidosis
ringan,yang di perlikan hanya caira intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat,diberikan bikarbonat mungkin secara intravena ,tetapi
bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
Penanganan asidosis metabolic adalah untuk meningkatkan pH sistemik sampai ke
batas aman,dan mengobati penyebab asidosis yang mendasari. Untuk dapat kembali ke
batas aman pada pH 7,20 atau 7,25 hanya di butuhkan sedikit peningkatan pH. Gangguan
proses psikologis yang serius baru timbul jika HCO3- <15 mEq/L dan pH <7,20. Asidosis
metabolic aharus dikoreksi secara berlahan untuk menghindari timbulnya komplikasi
akibat pemberian NaHCO3 IV berikut ini :
a. Peningkatan cairan serebrospinal (CSF) dan penekanan pacu pernafasan, sehingga
menyebabkan berkurangnya konpensasi pernapasan.
b. Alkalosisis respiratorik respiratorik karena pasien cenderung hiperventilasi selama
beberapa jam setelah asidosis ECF terkoreksi.
c. Pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri pada komplikasi alkalosis
respiratorik,yang meningkatkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin dan mungkin
mengurangi hantaran oksigen ke jaringan.
d. Alkalosis metabolic (karena tidak terjadi kehilangan bikarbonat potensial, dan asam-
asam keto dapat di metabolism kembali menjadi laktat ) pada penderita ketoasidosis
diabetic (DKA ). Pemakaian insulin juga biasanya dapat memulihkan keseimbangan
asam basa ;namun penting untuk melakukan pemantauan K+ serum selama asidosis
dikoreksi ,karena asidosis dapat menutupi kekurangan K+ yang terjadi.
e. Asidosis metabolic berat di sebabkan oleh koreksi asidosis laktat yang berlebihan
akibat henti jantung. Beberapa penyelidik juga menemukan bahwa ph serum dapat
mencapai 7,9 dan bikarbonat serum 60 -70 mEq/L pada infuse NaHCO3 yang
sembarangan selama resusitasi kardiopulmonal.
f. Hipokalsemia pungsional akibat pemberian NaHCO3 IV pada pasien gagal ginjal
dengan asidosis metabolic berat (asidosis dapat menutupi hipokalsemia yang terjadi
karena [Ca++] lebih mudah larut dalm media asam;Ca++ kurang larut dalam medium
basa ), sehingga terjadi tetani,kejang dan kematian. Hemodialisis adalah penangana
yang umum di lakukan pada asidosis metabolic.
g. Kelebihan beban sirkulai yang serius (hipervolemia) pada pasien yang telah
mengalami kelebihan volume ECF, seperti pada gagal jantung kongestif atau gagal
ginjal.

G. KOMPLIKASI
Pasien dapat asimtomatik,kecuali jika [HCO3-] serum turun di bawah 15 mEq/L.
pernapasan kusmaul (napas dalam dan cepat yang menunjukkan adanya hiperventilasi
konpensatorik ) mungkin lebih menonjol pada asidosis akibat ketoasidosis diabetic di
bandingkan pada asidosis akibat gagal ginjal. Gejala dan tanda utam asidosis metabolic
adalah kelainan kardiovaskuler,neorologis dan fungsi tulang. Apabila pH di bawah 7,1
,maka terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan respons inotropik terhadap
ketokolamin. Bisa juga terjadi vasodilatasi verifier. Efek-efek ini dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi dan disritmia jantung.
Gejala neorologis dapat brupa kelelahan hingga koma yang di sebabkan oleh
penurunan pH cairan serebrospinal. Dapat juga terjadi mual dan muntah. Gejala-gejala
neorologik lebih ringan pada asidosis metabolic di bandingankan pada asidosis
respiratorik,karena CO2 yang larut dalam lemak lebih cepat menembus sawar darah otak
di bandingkan dengan HCO3- yang larut dalam air. Mekanisme buffer H+ oleh bikarbonat
tulang dalam asidosis metabolic penderita gagal ginjal kronis ,akan menghambat
pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai kelainan tulang
(osteodistropi ginjal )
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS (GGK)

A. Pengumpulan data
1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal
masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.

Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,


pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba
atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa
yang digunakan.

Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan
gatal pada kulit.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )


Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan
time.

Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas
berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji
adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system prkemihan yang berulang,
penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat
infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan
penyakit menular pada keluarga

6. Riwayat Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan,
gangguan konsep diri ( gambaran diri ) dan gangguan peran pada keluarga.

7. Lingkungan dan tempat tinggal


Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan
tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum dan TTV

a. Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat

b. Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat


mempengaruhi system saraf pusat

c. TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi


perubahan dari hipertensi ringan sampai berat
2. Sistem Pernafasan

Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi

3. Sistem Hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction
rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal
jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari
penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot
ventikel.

Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.

4. System Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.

5. Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system
rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi
pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

6. tem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan
dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi
sampaiamenorea.

Angguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.


Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna klirens
metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat
menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan
metabolic lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.

7. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat

8. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di
dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

9. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi
), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit
jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih
dan retensi cairan dan natrium

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic,
sirkulasi,sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam
kulit.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur

5. Gangguan konsep diri ( gambaran diri ) berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh,
tindakan dialysis, koping maladaptive

6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi , prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi.

D. Perencanaan Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan


keluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium

Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan

Kriteria Hasil : Klien tidak sesak nafas, edema ekstermitas berkurang, piting edema (-),
produksi urine > 600ml/hr
Intervensi Rasional
Kaji status cairan : Pengkajian merupakan dasar dan
a. Timbang berat badan harian data dasar berkelanjutan untuk
b. Keseimbangan masukan dan memantau perubahan dan
pengeluaran mengevaluasi intervensi
c. Turgor kulit dan adanya
edema
d. Distensi vena leher
e. Tekanan darah, denyut dan
irama nadi

Batasi masukan cairan Pembatasan cairan akan


menentukan berat tubuh ideal,
keluaran urine, dan respon terhadap
terapi

Identifikasi sumber potensial Sumber kelebihan cairan yang tidak


cairan : diketahui dapat diidentifikasi
a. Medikasi dan cairan yang
digunakan untuk pengobatan :
oral dan intravena
b. Makanan

Jelaskan pada pasien dan Pemahaman meningkatkan


keluarga rasional pembatasan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan

Bantu pasien dalam Kenyamanan pasien meningkatkan


menghadapi ketidak nyamanan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
dalam pembatasan cairan
Tingkatkan dan dorong Higiene oral mengurangi
hygiene oral dengan sering kekeringan membrane mukosa mulut

Kolaborasi : Diuretic bertujuan untuk


Berikan diuretic, contoh : menurunkan volume plasma dan
furosemide, spironolakton, menurunkan retensi cairan di jaringan
hidronolakton sehingga menurunkan resikoterjadinya
edema paru
Adenokortikosteroid, golongan
predison digunakan untuk
menurunkan proteinuri
Adenokortikosteroid,
golongan prednisone Dialysis akan menurunkan volume
cairan yang berlebih.

Lakukan dialisis

2 Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan
membrane mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil : Mempertahankan / meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan
oleh situasi individu, bebas edema.

Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi : Menyediakan data dasar untuk
a. Perubahan berat badan memantau perubahan dan
b. Pengukuran antopometrik mengevaluasi intervensi
c. Nilai laboratorium (elektrolit
seru, BUN, kreatinin,
protein,transferin, dan kadar
besi)

Kaji pola diet nutrisi pasien :


a. Riwayat diet Pola diet dahulu dan sekarang
b. Makanan kesukaan dapat dipertimbangkan dalam
c. Hitung kalori menyusun menu

Kaji faktor yang berperan


dalam merubah masukan nutrisi
: Menyediakan informasi mengenai
a. Anoreksia, mual, atau muntah faktor lain yang dapat diubah atau
b. Diet yang tidak menyenangkan dihilangkan untuk meningkatkan
bagi pasien masukan diet
c. Depresi
d. Kuran memahami pembatasan Mendorong peningkatan masukan diet
diet
e. Stomatitis

Menyediakan makanan Protein lengkap diberikan untuk


kesukaan pasien dalam batas- mencapai keseimbangan nitrogen
batas diet yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan penyembuhan
Tingkatkan masukan protein
yang mengandung nilai biologis Mengurangi makanan dan protein
tinggi seperti : telur, produk yang dibatasi dan menyediakan kalori
susu, dan daging untuk energy, membagi protein untuk
pertumbuhan dan pertumbuhan
Anjurkan camilan tinggi jaringan
kalori, rendah protein, rendah
natrium, diantara waktu makan Faktor yang tidak menyenangkan
yang berperan menimbulkan anoreksia
dihilangkan.

Ciptakan lingkungan yang Untuk memantau status cairan dan


menyenangkan selama waktu nutris
makan

Timbang berat badan harian Masukan protein yang tidak adekuat


dapat menyebabkan penurunan
albumin dan protein lain,
Kaji bukti adanya masukan pembentukan edema, dan perlambatan
protein yang tidak adekuat penyembuhan
a. Pembentukan edema
b. Penyembuhan yang lambat
c. Penurunan kadar albumin serum

3. Diagnosa Keperawatan :. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan


status metabolic, sirkulasi,sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas,
akumulasi ureum dalam kulit.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil : Kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar pada kulit
berkurang
Intervensi Rasional
Kaji terhadap kekeringan Perubahan mungkin disebabkan oleh
kulit, pruritis, ekskoriasi, dan penurunan aktivitas kelenjar keringat
infeksi atau pengumpulan kalsium dan posfat
pada lapisan kutaneus.

Kaji terhadap adanya petekie Perdarahan yang abnormal sering


dan purpura dihubungkan dengan penurunan
jumlah dan fungsi platelet akibat
uremia

Monitor lipatan kulit dan area Area-area ini sangat mudah terjadinya
yang edema injuri

Gunting kuku dan Penurunan curah jantung


pertahankan kuku terpotong mengakibatkan gangguan perfusi
pendek dan bersih ginjal, retensi natrium / air, dan
penurunan urine output.

Kolaborasi : Mengurangi stimulus gatal pada kulit


Berikan pengobatan
antipruritis sesuai pesanan.

4. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,


retensi produk sampah dan prosedur dialysis.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Kriteria Hasil : Meningkatkan rasa sejahtera, dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas
perawatan mandiri yang dipilih
Intervensi Rasional
Kaji faktor yang Menyediakan informasi tentang
menimbulkan keletihan : indikasi tingkat keletihan
a. Anemia
b. Ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit
c. Retensi produk sampah
d. Depresi

Tingkatkan kemandirian Meningkatkan aktivitas ringan/sedang


dalam aktivitas perawatan diri dan memperbaiki harga diri
yang dapat ditoleransi, bantu
jika keletihan terjadi

Anjurkan aktivitas alternative Mendorong latihan dan aktivitas


sambil istirahat dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang adekuat

Anjurkan untuk beristirahat Istirahat yang adekuat dianjurkan


setelah dialisis setelah dialysis yang bagi banyak
pasien sangat melelahkan.

5. Diagnosa Keperawatan :. Gangguan konsep diri ( gambaran diri ) berhubungan


dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialysis, koping maladaptif
Tujuan : Pasien mampu mengembangkan koping yang positif
Kriteria Hasil : -Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan,
a. Mampu menyatakan atau mengomunikaasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang sedang terjadi
b. Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap komunikasi
c. Mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa harga diri yang negatif

Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan Menentukan bantuan individual
persepsi dan hubungan dengan dalam menyusun rencana perawatan
derajat ketidak mampuan atau pemilihan intervensi

Identifikasi arti dari Mekanisme koping pada beberapa


kehilangan atau disfungsi pada pasien dapat menerima dan mengatur
pasi perubahan fungsi secara efektif
dengan sedikit penyesuaian diri,
sedangkan yang lain mengalami
koping maladaptive dan mempunyai
kesulitan dalam membandingkan,
mengenal, dan mengatur, kekurangan
yang terdapat pada dirinya

Anjurkan klien untuk Menunjukan penerimaan, dan


mengekspresikan perasaan membantu pasien untuk mengenal dan
mulai menyesuaikan dengan perasaan
tersebut

Bantu dan anjurkan Membantu meningkatkan perasaan


perawatan yang baik dan harga diri dan mengontrol lebih dari
memperbaiki kebiasaan satu area kehidupan

Anjurkan orang yang terdekat Menghidupkan kembali perasaan


untuk mengijinkan pasien kemandirian dan membantu
melakukan sebanyak- erkembangan harga diri, serta
banyaknya hal-hal untuk memengaruhi proses rehabilitasi
dirinya

Dukung perilaku atau usaha Pasien dapat beradaptasi terhadap


seperti peningkatan minat atau perubahan dan pengertian tentang
partisipasi dalam aktivitas peran individu masa mendatang
rehabilitasi

6. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya pengetahuan tentang kondisi , prognosis, dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan
Kriteria Hasil : Meningkatkan pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya.
Intervensi Rasional
Kaji pemahaman mengenai Merupakan instruksi dasar untuk
penyebab gagal ginjal, penjelasan dan penyuluhan lebih
konsekuensinya dan lanjut
penanganannya :
a. Penyebab gagal ginjal pasien
b. Pengertian gagal ginjal
c. Pemahaman mengenai fungsi
renal
d. Hubungan antara cairan,
pembatasan diet dengan gagal
ginjal
e. Rasional penanganan
(hemodialisis, dialysis
peritoneal, transplantasi)

Jelaskan fungsi renal dan Pasien dapat belajar tentang gagal


konsekuensi gagal ginjal sesuai ginjal dan penanganan setelah mereka
dengan tingkat pemahaman dan siap untuk memahami dan menerima
kesiapan pasien untuk belajar diagnosis dan konsekuensinya

Bantu pasien untuk Pasien dapat melihat bahwa


mengidentifikasi cara-cara kehidupannya tidak harus berubah
untuk memahami berbagai akibat penyakit
perubahan akibat penyakit dan
penanganan yang
mempengaruhi hidupnya

Sediakan informasi baik Pasien memiliki informasi yang dapat


tertulis maupun secara oral digunakan untuk klarifikasi
dengan tepat tentang : selanjutnya di rumah
a. Fungsi dan kegagalan renal
b. Pembatasan cairan dan diet
c. Medikasi
d. Melaporkan masalah, tanda
dan gejala
e. Jadwal tindak lanjut
f. Sumber di komunitas
g. Pilihan terapi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC

Price, Sylvia (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC

http://kumpulanaskep.blogspot.co.id/2012/06/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronis.html

http://lianerako.blogspot.co.id/2014/09/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronik.html

http://healthreference-ilham.blogspot.co.id/2008/07/kondas-gagal-ginjal-kronik-ggk.html

http://perawatyulius.blogspot.co.id/2012/04/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronik.html

https://www.scribd.com/document/338405999/LP-Ckd-Dengan-Asidosis-Metabolik

https://totalkolom.wordpress.com/2013/10/08/patofisiologi-gagal-ginjal-kronis/

You might also like