Professional Documents
Culture Documents
Asuhan Keperawatan Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Desease) Stadium 5
Dengan Komplikasi Asidosis Metabolik
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel (tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit),
sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Muhammad, 2012).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil. Itu merupakan
proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya usia. Namun hal ini tidak
menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala karena masih dalam batas-batas wajar
yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh. Tetapi karena berbagai sebab, dapat terjadi kelainan
di mana penurunan fungsi ginjal terjadi secara progresif sehingga menimbulkan berbagai
keluhan dari ringan sampai berat. Kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (Colvy, 2010).
Gagal ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia
yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Smeltzer, 2002).
Gagal ginjal kronik adalah penrurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
ireversibel (Arif, 1999).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai
gagal ginjal terminal.
B. Anatomi dan Fungsi Ginjal.
1. Anatomi Ginjal.
Secara normal, manusia memiliki dua ginjal ( ginjal kanan dan kiri ) setiap ginjal
memiliki panjang 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian
belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang berjalan
disepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal.
Ginjal kanan terletak agak lebih rendah dari pada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi
kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian atas setiap ginjal.
Struktur ginjal meliputi, kapsula fibrosa pada bagian luar, korteks adalah bagian ginjal
yang pucat dan berbercak-bercak oleh glomerulus, medula yaitu bagian ginjal yang
berwarna gelap dan bergaris terdiri dari sejumlah papilla renalis yang menonjol kedalam
pelvis, dan pembesaran pada ujung atas ureter. Setiap ginjal dibentuk oleh sekitar satu juta
nefron. Nefron adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
tubulus renalis, glomerulus, dan pembuluh darah yang menyertainya. Setiap tubulus renalis
adalah tabung panjang yang bengkok, dilapisi oleh selapis sel kuboid. Tubulus renalis
dimulai sebagai kapsula bowman, mangkuk berlapis ganda yang menutupi glomerulus,
terpuntir sendiri membentuk tubulus kontortus proksimal, berjalan dari korteks ke medula
dan kembali lagi, membentuk ansa henle, terpuntir sendiri kembali membentuk tubulus
kontortus distal. Dan berakhir dengan memasuki duktus koligentes. Setiap duktus
koligentes berjalan melalui medula ginjal, bergabung dengan duktus koligentes dari nefron
lain. Dan mereka membuka bersama pada permukaan papila renalis didalam pelvis ureter.
2. Fungsi Ginjal
C. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan
tetapi apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal
sendiri dan dari luar ginjal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea nitrogen) masih berada dalam
batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah
pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau
melalui tes GFR dengan teliti.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain itu,
kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas normal.
3. Gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)
Beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis
cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguri (pengeluaran kemih
kurang dari 500ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa awalnya penderita penyakit gagal
ginjal tidak menunjukan gejala apapun. Kemudian, penyakit ini berkembang secara perlahan-
lahan. Kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Pada
tahap ringan dan sedang, penderita penyakit gagal ginjal kronik masih menunjukan gejala-
gejala ringan, meskipun terjadi peningkatan urea didalam darahnya.
Pada stadium ini, ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sehingga volume air
kemih bertambah. Oleh karena itu, penderita mengalami nokturia (sering berkemih pada
malam hari). Selain itu, penderita juga mengalami tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak
mampu membuang kelebihan garam dan air. Hal inilah yang memicu penyakit stroke atau
gagal jantung.
Lambat laun, limbah metabolik yang tertimbun didalam darah semakin banyak. Maka,
penderita menunjukan berbagai macam gejala, seperti mudah lelah, letih, kurang siaga,
kedutan otot, kelemahan otot, kram, anggota gerak seperti tertusuk jarum, dan hilangnya rasa
pada daerah-daerah tertentu. Selain itu, nafsu makan penderita menurun, merasa mual dan
muntah, terjadi peradangan pada lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak dimulut, dan
penderita mengalami penurunan berat badan dan malnutrisi. Apabila tekanan darah tinggi,
penderita akan kejang. Dan kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak
penderita (Muhammad, 2012).
E. Patofisiologi
Fungsi ginjal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah,
sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan Fransisca,
2008).
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi.
Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine
tampung 24 jam yang menunjukan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi
dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk
(Nursalam dan Fransisca, 2008).
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain
terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoietin
menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak
napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).
PATHWAY
Pathway terlampir
F. Manifestasi Klinik
Menurut Muhammad (2012), manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan
laboratorium maupun radiologi.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menetapkan adanya GGK,
menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menetapkan gangguan
sistem, dan membantu menetapkan etologi. Dalam menentukan ada atau tidaknya gagal
ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim
diuji adalah laju filtrasi glomerulus. Disamping diagnosis GGK secara faal dengan
tingkatanya, dalam rangka diagnosis juga ditinjau factor penyebab (etiologi) dan faktor
pemburukanya. Kedua hal ini disamping perlu untuk kelengkapan diagnosis, juga
berguna untuk pengobatan.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis
(misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
3. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversibel seperti obstruksi
oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal
yang lisut). USG ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan
apapun.
4. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal, menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai
tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
5. Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat memerlukan
kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat,
terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini sudah jarang
dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography,
untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload),
efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi
spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini terjadi
karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin (Epo) terhambat.
Hormon ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah.
Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan
sehingga pembentukan sel darah merah menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan
anemia (kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi
anemia yang diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali
seminggu.
5. Zat besi
Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada penderita gagal
ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate) menjadi sangat penting. Zat besi membantu
mengtasi anemia. Suplemen zat besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau
injeksi (disuntik).
6. Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah,
sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi
ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol
(vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.
A. DEFINISI
Asidosis metabolic adalah keasaman darah yang berlebihan,yang di tandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui system
penyangga PH,darah akan benar benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya PH
darah,pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk
menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon
dioksida. Pada akhirnya ginjal juga akan berusaha mengkonpensasi keadaan tersebut
dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam urin. Tetapi ke-2 mekanisme tersebut
bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam. Sehingga
terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Asidosis metabolic (kekurangan HCO3 ) adalah gangguan sistemik yang di tandai
dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma,sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan Ph (peningkatan [H+]). [HCO3-] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH
nya kurang dari 7,35. Konpensasi pernapasan kemudian segera di mulai untuk
menurunkan PaCO2 melalui hoperventilasi sehingga asidosis metabolic jarang terjadi
secara akut.
B. ETIOLOGI
Penyebab asidosis metabolic dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk utama :
a. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau bahan
yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang dapat mengakibatkan asidosis
bila di makan di anggap beracun. Contohnya adalah methanol (alcohol kayu ) dan zat
anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirinpun dapat menyebabkan asidosis metabolic.
b. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa
penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes tipe 1. Jika diabetes tidak
dikendalikan dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
di sebut keton. Asam yang berlebihan juga di temukan pada shok stadium lanjut,
dimana asam laktat di bentuk dari metabolism gula.
c. Asidosis metabolic bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam
jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan
asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini di kenal
sebagai asidosis tubulus renalis, yang biasa terjadi pada penderita gagal ginjal atau
pada penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang
asam.
C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya asidosis metabolic antara lain :
Kondisi dimana banyak plasma dengan asam metabolik (Gangguan ginjal, DM)
Kondisi tejadi penurunan bikarbonat (diare)
Cairan infus yang berlebihan. (NaCl)
Napas berbau
Napas Kussmaul (dalam dan cepat)
Letargi
Sakit kepala
Kelemahan
Disorientasi
D. PATOFISIOLOGI (Terlampir)
E. MANIFESTASI KLINIS
Asidosis ringan bisa tidak menimbulkan gejala,namun biasanya penderita
merasakan mual,muntah dan kelelahan. Pernapasan lebih dalam dan menjadi lebih cepat,
namunkebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya
asidosis,penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa,rasa ngantuk,semakin mual
dan mengalami krbingungan . bila asidosis semakin memburuk,tekanan darah dapat
menurun,menyebabkan syok, koma dan kematian.
Diagnosa asidosis biasanya di tegakkan berdasarkan hasil pengukuran PH darah
yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan ). Untuk mengetahui
penyebabnya,dilakukan pengukuran kadar bikarbonat dan bikarbonat dalam darah.
Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya.
Misalnya kadar gula darah tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan
suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa
asidosis metabolic yang terjadi di sebabkan oleh keracunan atau overdosis, kadang kadang
dilakukan pemeriksaaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran PH air kemih.
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan asidosis metabolic tergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh
,diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan dilatasi dengan membuang bahan
racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan analisa untuk mengobati
overdosis atau keracunan yang berat.
Asidosis metabilik juga dapat diobati secara langsung bila terjadi asidosis
ringan,yang di perlikan hanya caira intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat,diberikan bikarbonat mungkin secara intravena ,tetapi
bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
Penanganan asidosis metabolic adalah untuk meningkatkan pH sistemik sampai ke
batas aman,dan mengobati penyebab asidosis yang mendasari. Untuk dapat kembali ke
batas aman pada pH 7,20 atau 7,25 hanya di butuhkan sedikit peningkatan pH. Gangguan
proses psikologis yang serius baru timbul jika HCO3- <15 mEq/L dan pH <7,20. Asidosis
metabolic aharus dikoreksi secara berlahan untuk menghindari timbulnya komplikasi
akibat pemberian NaHCO3 IV berikut ini :
a. Peningkatan cairan serebrospinal (CSF) dan penekanan pacu pernafasan, sehingga
menyebabkan berkurangnya konpensasi pernapasan.
b. Alkalosisis respiratorik respiratorik karena pasien cenderung hiperventilasi selama
beberapa jam setelah asidosis ECF terkoreksi.
c. Pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri pada komplikasi alkalosis
respiratorik,yang meningkatkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin dan mungkin
mengurangi hantaran oksigen ke jaringan.
d. Alkalosis metabolic (karena tidak terjadi kehilangan bikarbonat potensial, dan asam-
asam keto dapat di metabolism kembali menjadi laktat ) pada penderita ketoasidosis
diabetic (DKA ). Pemakaian insulin juga biasanya dapat memulihkan keseimbangan
asam basa ;namun penting untuk melakukan pemantauan K+ serum selama asidosis
dikoreksi ,karena asidosis dapat menutupi kekurangan K+ yang terjadi.
e. Asidosis metabolic berat di sebabkan oleh koreksi asidosis laktat yang berlebihan
akibat henti jantung. Beberapa penyelidik juga menemukan bahwa ph serum dapat
mencapai 7,9 dan bikarbonat serum 60 -70 mEq/L pada infuse NaHCO3 yang
sembarangan selama resusitasi kardiopulmonal.
f. Hipokalsemia pungsional akibat pemberian NaHCO3 IV pada pasien gagal ginjal
dengan asidosis metabolic berat (asidosis dapat menutupi hipokalsemia yang terjadi
karena [Ca++] lebih mudah larut dalm media asam;Ca++ kurang larut dalam medium
basa ), sehingga terjadi tetani,kejang dan kematian. Hemodialisis adalah penangana
yang umum di lakukan pada asidosis metabolic.
g. Kelebihan beban sirkulai yang serius (hipervolemia) pada pasien yang telah
mengalami kelebihan volume ECF, seperti pada gagal jantung kongestif atau gagal
ginjal.
G. KOMPLIKASI
Pasien dapat asimtomatik,kecuali jika [HCO3-] serum turun di bawah 15 mEq/L.
pernapasan kusmaul (napas dalam dan cepat yang menunjukkan adanya hiperventilasi
konpensatorik ) mungkin lebih menonjol pada asidosis akibat ketoasidosis diabetic di
bandingkan pada asidosis akibat gagal ginjal. Gejala dan tanda utam asidosis metabolic
adalah kelainan kardiovaskuler,neorologis dan fungsi tulang. Apabila pH di bawah 7,1
,maka terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan respons inotropik terhadap
ketokolamin. Bisa juga terjadi vasodilatasi verifier. Efek-efek ini dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi dan disritmia jantung.
Gejala neorologis dapat brupa kelelahan hingga koma yang di sebabkan oleh
penurunan pH cairan serebrospinal. Dapat juga terjadi mual dan muntah. Gejala-gejala
neorologik lebih ringan pada asidosis metabolic di bandingankan pada asidosis
respiratorik,karena CO2 yang larut dalam lemak lebih cepat menembus sawar darah otak
di bandingkan dengan HCO3- yang larut dalam air. Mekanisme buffer H+ oleh bikarbonat
tulang dalam asidosis metabolic penderita gagal ginjal kronis ,akan menghambat
pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai kelainan tulang
(osteodistropi ginjal )
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengumpulan data
1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal
masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba
atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa
yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan
gatal pada kulit.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas
berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
6. Riwayat Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan,
gangguan konsep diri ( gambaran diri ) dan gangguan peran pada keluarga.
B. Pemeriksaan Fisik
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi
3. Sistem Hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction
rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal
jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari
penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot
ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.
4. System Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5. Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system
rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi
pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
6. tem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan
dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi
sampaiamenorea.
7. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat
8. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di
dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
9. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi
), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit
jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih
dan retensi cairan dan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic,
sirkulasi,sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam
kulit.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur
5. Gangguan konsep diri ( gambaran diri ) berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh,
tindakan dialysis, koping maladaptive
D. Perencanaan Keperawatan
Kriteria Hasil : Klien tidak sesak nafas, edema ekstermitas berkurang, piting edema (-),
produksi urine > 600ml/hr
Intervensi Rasional
Kaji status cairan : Pengkajian merupakan dasar dan
a. Timbang berat badan harian data dasar berkelanjutan untuk
b. Keseimbangan masukan dan memantau perubahan dan
pengeluaran mengevaluasi intervensi
c. Turgor kulit dan adanya
edema
d. Distensi vena leher
e. Tekanan darah, denyut dan
irama nadi
Lakukan dialisis
Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi : Menyediakan data dasar untuk
a. Perubahan berat badan memantau perubahan dan
b. Pengukuran antopometrik mengevaluasi intervensi
c. Nilai laboratorium (elektrolit
seru, BUN, kreatinin,
protein,transferin, dan kadar
besi)
Monitor lipatan kulit dan area Area-area ini sangat mudah terjadinya
yang edema injuri
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan Menentukan bantuan individual
persepsi dan hubungan dengan dalam menyusun rencana perawatan
derajat ketidak mampuan atau pemilihan intervensi
Price, Sylvia (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
http://kumpulanaskep.blogspot.co.id/2012/06/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronis.html
http://lianerako.blogspot.co.id/2014/09/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronik.html
http://healthreference-ilham.blogspot.co.id/2008/07/kondas-gagal-ginjal-kronik-ggk.html
http://perawatyulius.blogspot.co.id/2012/04/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronik.html
https://www.scribd.com/document/338405999/LP-Ckd-Dengan-Asidosis-Metabolik
https://totalkolom.wordpress.com/2013/10/08/patofisiologi-gagal-ginjal-kronis/