You are on page 1of 23

Asuhan Kala IV

A. Pengertian Kala IV
Persalinan kala IV dimulai sejak plasenta lahir sampai dengan 2 jam
sesudahnya, ada pun hal hal yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus
sampai uterus kembali ke bentuk normal. Hal itu dapat dilakukan dengan
melakukan rangsangan taktil (masase) untuk merangsang uterus berkontraksi
baik dan kuat. Perlu juga dipastikan bahwa plasenta telah lahir lengkap dan
tidak ada yang tersisa sedikitpun dalam uterus serta benar- benar dijamin tidak
terjadi perdarahan lanjut
B. Fisiologi kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan saat yang paling kritis bagi
pasien dan bayinya.Tubuh pasien mengalami adaptasi yang luar biasa setelah
kelahiran bayinya agar posisi tubuh kembali stabil, sedangkan bayi melakukan
daptai terhadap perubahan lingkungan hidupnya di luar uterus. Kematian ibu
terbanyak terjadi pada kala ini, oleh karena itu bidan tidak boleh meninggalkan
ibu dan bayi sendirian.
1. Tanda vital
Dalam dua jam setelah persalinan, tekanan darah, nadi, dan pernapasan
akan berangsur kembali normal. Suhu pasien biasanya akan
mengalami sedikit peningkatan, tapi masih di bawah 38 0C, hal ini
disebabkan oleh kurangnya cairan dan kelelahan. Jika intake
persalinan baik, maka suhu akan berangsur normal kembali setelah dua
jam.
2. Gemetar
Kadang dijumpai pasien pascapersalinan mengalami gemetar, hal ini
normal sepanjang suhu kurang dari 38 0C dan tidak dijumpai tanda-
tanda infeksi lain. Gemetar terjadi karena hilangnya ketegangan dan
sejumlah energi selama melahirkan dan merupakan respon fisiologis
terhadap penurunan volume intraabdominal serta pergeseran
hematologi.
3. Sistem Gastrointestinal
Selama dua jam pascapersalinan kadang dijumpai pasien merasa mual
samai muntah, atasi hal ini dengan posisi tubuh yang memungkinkan
dapat mencegah terjadinya aspirasi corpus aleanus ke saluran
pernapasan dengan setengah duduk atau duduk di tempat tidur.
Perasaan haus pasti dirasakan pasien, oleh karena itu hidrasi sangat
penting diberikan untuk mencegah dehidrasi.
4. Sistem Renal
Selama 2-4 jam pascapersalinan kandung kemih masih dalam keadaan
hipotonik akibat adanya alostaksis, sehingga sering dijumpai kandung
kemih dalam keadaan penuh dan mengalami pembearan. Hal ini
disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan uretra selama
persalinan. Kondisi ini dapat diringankan dengan selalu mengusahakan
kandung kemih kosong selama persalinan untuk mencegah trauma.
Setelah melahirkan, kandung kemih sebaiknya tetap kosong guna
mencegah uterus berubah posisi dan terjadi atoni. Uterus yang
berkontraksi dengan buruk meningkatkan perdarahan dan nyeri.

5. Sistem Kardiovaskular
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung
aliran darah yang meningkat yang diperlukan oleh plasenta dan
pembuluh darah uterus. Penarikan kembali estrogen menyebabkan
diuresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma
kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam
pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini pasien mengeluarkan
banyak sekali urine. Hilangnya pengesteran membantu mengurangi
retensi cairan yang melekat, dengan meningkatnyavaskular pada
jaringan tersebut selama kehamilan bersama-ama dengan trauma masa
persalinan. Pada persalinan pervagina kehilangan darah sekitar 200-
500 ml sedangkan pada peralinan SC pengeluarannya dua kali lipat.
Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hematokrit.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba- tiba. Volume darah
pasien relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban
pada jantung dan akan menimbulkan dekompensasio kordis pada
pasien dengan vitum kardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan hemo konsentrasi ehingga volume
darah kembali seperti kondisi awal.
6. Serviks
Perubahan- perubahan pada serviksterjadi segera setelah bayi lahir,
bentuk seviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan
oleh korpus uterus yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan
serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara
korpus dan serviks berbentuk semacam cincin.
Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh dengan pembuluh
darah. Konsistensi lunak, kadang- kadang terdapat laserai atau
perlukaan kecil. Selama berdilatasi, maka serviks tidak akan perna
kembali lagi ke keadaan seperti sebelum hamil.
Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan
menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir tang bisa masuk
ke dalam rongga rahim, setelah 2 jam hanya dapat dimasuki 2 atau 3 jari.
7. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineummenjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada hari
ke lima pascamelahirkan, perineum sudah mendapatkan kembali
sebagian tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dibanding keadaan
sebelum hamil.
8. Vulva dan Vagina
Vulva dan Vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan, dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae dalam vagina secara beangsur-angsur akan muncul
kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol
9. Pengeluaran ASI
Dengan menurunnya hormon estrogen, progesteron, dan human
placenta lactogen hormon setelah placenta lahir, prolaktin dapat
berfungsi membentuk ASI dan mengeluarkannya kedalam alveoli
bahkan sampai duktus kelenjar ASI. Isapan langung pada puting susu
Ibu menyebabkan refleks yang dapat mengeluarkan oksitosin dari
hipofisis sehingga mioepitel yang terdapat disekitar alveoli dan duktus
kelenjar ASI berkontraksi dan mengeluarkan ASI ke sinus yang di
sebut let down refleks. Isapan langsung pada puting susu Ibu
menyebabkan refleks yang dapat mengeluarkan oksitosin dari
hipofisis, sehingga ini akan menambah kekuatan kontraksi uterus.
C. Komplikasi yang terjadi pada Kala IV Persalinan
1. Atonia Uteri
a. Pengertian
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan
postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena
penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-
serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.

Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin
dan plasenta lahir.
b. Penyebab
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang ) seperti :
1) Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomnia, polihidramnion,
atau paritas tinggi.
2) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3) Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4) Partus lama / partus terlantar
5) Malnutrisi.
6) Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta
belum terlepas dari dinding uterus.
c. Gejala Klinis
1) Uterus tidak berkontraksi dan lunak
2) Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
d. Pencegahan 2A2bikg2 uteri.
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu
pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM,
atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips
100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi
kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat
mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah. Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat
ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15
menit. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai
pencegahan perdarahan postpartum.

e. Penanganan Atonia Uteri


1) Penanganan Umum
Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan
siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda
vital
Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -
tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut
karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat.
Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan
pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
Pastikan bahwa kontraksi uterus baik
lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah.
Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi
kontraksi uterus yang efektif. Berikan 10 unit oksitosin IM
Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan
serviks, vagina, dan perineum.
Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa
kadar Hemoglobin:
a) Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20% (anemia
berat), berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg
ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
b) Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60
mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;

2) Penanganan Khusus
a) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
b) Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi
kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
c) Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
d) Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi
perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina
dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
e) Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan
darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan
bahwa kandung kemih telah kosong
Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai
kebutuhan. Jika perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa
plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya
membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta
tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan
lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
3) Penanganan Atonia Uteri
a) Teknik KBI
Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril,
dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan
kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.
Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau
bekuan darah pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat
berkontraksi secara penuh.Letakkan kepalan tangan pada
fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara
telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat
dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi
uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
darah di dalam dinding uterus dan juga merang sang
miometrium untuk berkontraksi.
Evaluasi keberhasilan:
Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang,
teruskan melakukan KBI selama dua menit, kemudian
perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina.
Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.
Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus
berlangsung, periksa perineum, vagina dari serviks
apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera
lakukan si penjahitan jika ditemukan laserasi.
Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit,
ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksternal (KBE, Gambar 5-4) kemudian terus kan
dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika
KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan
tindakan-tindakan lain.
Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan
ergometrin kepada ibu dengan hipertensi)
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan
tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal.
Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau
18), pasang infus dan berikan 500 ml larutan Ringer
Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan: Jarum dengan diameter besar, memungkinkan
pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat langsung
digunakan jika ibu membutuhkan transfusi darah.
Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi
uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume
cairan yang hiking selama perdarahan.
Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi
dan ulangi KBI.
Alasan: KBI yang digunakan bersama dengan
ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat
uterus-berkontraksi
Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2
menit, segera lakukan rujukan Berarti ini bukan atonia
uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-
darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan
tindakan pembedahan dan transfusi darah.
Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan
KBI hingga ibu tiba di tempat rujukan. Teruskan
pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:
Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu
10 menit.
Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat
rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan
mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi
500 ml cairan dengan tetesan lambat dan berikan
cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.

b) Kompresi bimanual eksternal (KBE)


Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di
atas simfisis pubis.
Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen
(dibelakang korpus uteri), usahakan memegang bagian belakang
uterus seluas mungkin.
Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk
melakukan kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan
cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut.

Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:


Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika.
Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang
mengancam jiwa setelah ligasi.
c) Uterotonika :

Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus


posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang
efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan
dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin
menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada
dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara
IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan
Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan
vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang
ditemukan.

d) Evaluasi Uterus
1. Konsistensi
Tindakan pertama yang dilakukan Bidan setelah placenta lahir
adalah melakukan evaluasi konsistensi uterus sambil melakukan
masase untuk mempertahankan kontraksinya. Pada saat yang
sama, derajat penurunan serviks dan uterus kedalam vagina
dapat dikaji. Kebanyakan pada uterus sehat dapat melakukan
kontraksi sendiri.
2. Atonia
Apabila bidan menetapkan bahwa uteru yang berelaksasi
merupakan indikasi akan adanya atonia, maka segera melakukan
pengkajian dan pnetalaksanaan yang tepat. Kegagalan mengatasi
ataonia dapat menyebabkan kematian Ibu. Saat pengkajian,
faktor-faktor yang perlu untuk dipertimbangkan adalah sebagai
berikut :
a. Konsisteni Uterus : uterus harus berkontraksi efektif, teraba
pada dan keras.
b. Hal yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan
terjadinya relaksasi uterus
Riwayat atonia pada persalinan sebelumnya
Status pasien sebagai grandemultipara
Distensi berlebihan pada uterus misalnya pada
kehamilan kembar, polihidramion, atau makrosomia.
Induksi persalinan
Persalinan resipitatus
Persalinan memanjang
c. Kelengkapan placenta dan membran saat inspeksi, misalnya
bukti kemungkinan tertinggalnya fragmen placenta atau
selaput ketuban di dalam uterus
d. Status kandung kemih
e. Ketersediaan orang kedua untuk memantau konsistensi uterus
dan aliran lokia, serta membantu untuk melakukan masase
uterus
f. Kemampuan pasangan Ibu-Bayi untuk memulai proses
pemberian ASI.
3. Pemeriksaan Kala IV
1. Serviks
Indikasi pemeriksaan serviks :
a. Aliran perdarahan per vagina berwarna merah terang dari bagian atas
tiap laserasi yang diamati, jumlahnya menetap atau sedikit setela
kontraksi uterus dipastikan.
b. Persalinan cepat atau presipitatus
c. Manipulasi serviks selama persalinan, mialnya untuk mengurangi tepi
anterior.
d. Dorongan maternal ( meneran) sebelim dilapisi maksimal.
e. Kelahiran per vagina dengan tindakan, misalnya ekstrasi vakum atau
vorsep.
f. Kelahiran traumatik, misalnya distosia bahu
Adanya salah satu dari faktor diatas mengindikasikan kebutuhan untuk
pemeriksaan serviks secara spesifik untuk menentukan langkah
perbaikan. Inspeksi serviks tanpa adanya perdarahan persisten pada
persalinan spontan normal tidak perlu secara rutin dilakukan
2. Vagina
Pengkajian kemungkinan robekan atau laserasi pada vagina dilakukan
setelah pemeriksaan robekan pada serviks. Penentuan derajat laserasi
dilakukan pada saat ini untuk menentukan langkah penjahitan.
3. Perineum
Berat ringannya robekan perineum terbagi dalam 4 derajat
a. Derajat satu :
lokasi robekan : mukosa vagina, komisura, posterior, kulit
perineum.
Tata laksana : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik.
b. Derajat dua
Lokasi robekan : mukosa vagina, komisura, posterior, kulit
perinium, otot perinium
Tata laksana : jahit menggunakan teknik yang sesuai dengan
kondisi pasien
c. Derajat tiga
Lokasi robekan : mukosa vagina, komisura, posterior, kulit
perinium, otot perinium, otot sfingter ani.
Tata laksana : penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat, segera rujuk ke
fasilitas rujukan.
d. Derajat empat
Lokasi robekan : mukosa vagina, komisura, posterior, kulit
perinium, otot perinium, otot sfingter ani, dinding depan rektum.
Tata lasana : penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat, segera rujuk ke
fasilitas rujukan.
4. Pemantauan Dan evaluasi Lanjut Kala IV
1. Tanda Vital
Tekanan darah dan nadi
Selama satu jam pertama lakukan pemantauan pada tekanan darah dan
nadi setiap 15 menit dan pada satu jam kedua lakukan setiap 30 menit
Respirasi dan suhu
Lakukan pemantauan respirasi dan suhu setiap jam selama 2 jam pertama
pasca persalinan.
2. Kontraksi Uterus
Pemantauan kontraksi uterus dilakukan setiap 15 menit selama 1 jam
pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua. Pemantauan ini dilakukan
bersamaan dengan masase fundus uterus secara sirkular. Topangan pada
uterus bawah selama masase mencegah peregangan ligamen kardilane.
Untuk melakukan masase uterus dengan benar, remas uterus bawah pada
abdomen tepat di atas simfisis dan tahan di tempat dengan satu tangan,
sementara tangan yang lain melakukan masase fundus. Masase fundus yang
efektif mencakup lebih dari lekuk anterior fundus. Seluruh fundus anterior,
lateral, dan posterior harus tercapai oleh tangan seluruhnya. Proedur ini
dilakukan secara cepat dengan sentuhan yang tegas dan lembut. Sewaktu
bidan memulai prosedur ini, jangan lupa jelaskan kepada pasien bahwa
mungkin ini akan sangat menyakitkan namun dengan penjelasan yang detil
mengenai apa tujuan tindakan ini, pasien biasanya akan paham dan
kooperatif.
Jika bidan tidak dapat berada di samping pasien secara terus-menerus untuk
melakukan masase, maka kondisi pasien saat ini sangat kondusif jika
dilibatkan dalam tindakan. Bimbingan cara melakukan masase dari bidan
akan mendorong partisipasi aktif pasien dalam mengatur perawatan dirinya
sendiri dan lebih mengetahui tentang tubuhnya.
3. Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Evaluasi TFU dilakukan dengan meletakan jari tangan secara melintang
dengan pusat sebagai patokan. Umumnya fundus uterus setinggi atau
beberapa jari di bawah pusat.
4. Lokia
Lokia dipantau bersamaan dengan masase uterus. Jika terus berkontraksi
dengan baik maka aliran lokia tidak kan terlihat banyak, namun jika uterus
berkontraksi terlihat lokia yang keluar lebih banyak maka diperlukan suatu
pengkajian lebih lanjut.
5. Kandung Kemih
Pada kala IV bidan memastikan bahwah kandung kemih selalu dalam
keadaan kosong setiap 15 menit sekali dalam satu jam pertama
pascapersalinan dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua. Ini sangat
penting untuk dilakukan untuk mencegah beberapa penyakit akibat
penuhnya kandung kemih, seperti :
Kandung kemih yang penuh akan menyebabkan atonia uterus dan
menyebabkan perubahan posisi uterus;
Urine yang terlalu lama berada dalam kandung kemih akan berpotensi
menyebabkan infeksi saluran kemih;
Secara psikologis akan menyebabkan kekhwatiran yang berpengaruh
terhadap penerimaan pasien berkaitan dengan perubahan perannya.
6. Prineum
Setelah pengkajian derajat robekan; perineum kembali dikaji dengan
melihat adanya edema, memar, dan pembentukan hematom yang dilakukan
bersama saat mengkaji lokia. Pengkajian ini termasuk juga untuk
mengetahui apakah terjadi hemorid atau tidak. Jika terjadi, lakukan
tindakan untuk mengurangi ketidaknyamanan yang ditimbulkan dengan
memberikan kantong s yang ditempelkan di area hemoroid. Selain itu dapat
juga diberikan zat yang bersifat menciutkan, misalnya witch hazel atau
tucks pads, atau sprai dan krim anestesi, analgesik yang digunakan secara
lokal.

2. Perdarahan Kala IV
a. DEFINISI
Perdarahan post partum atau Kala IV adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama
24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Pembagian perdarahan post partum :
1) Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
selama 24 jam setelah anak lahir.
2) Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.

3) Mengganti darah yang hilang.

Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan


penyebabnya :

1) Atonia uteri (50-60%).


2) Retensio plasenta (16-17%).

3) Sisa plasenta (23-24%).

4) Laserasi jalan lahir (4-5%).

5) Kelainan darah (0,5-0,8%).

b. ETIOLOGI
1. Atonia uteri.
2. Sisa plasenta dan selaput ketuban.

3. Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim.

4. Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia


yang sering dijumpai.

5. Perdarahan yang banyak.

6. Solusio plasenta.

7. Kematian janin yang lama dalam kandungan.

8. Pre-eklampsia dan eklampsia.

9. Infeksi dan syok septik.

10. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio
plasenta.

11. Malnutrisi.

c. DIAGNOSIS
Cara membuat diagnosis perdarahan post partum :
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak.

3. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari:


Sisa plasenta dan ketuban.
Robekan rahim.
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.

5. Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test


(COT), dan lain-lain.
Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun
perdarahan perlahan-lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan
perdarahan yang banyak dan dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali
pada setiap ibu bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta
pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu, kontraksi uterus dan
perdarahan selama 1 jam.
Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan
plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian
bawah rahim maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his
pengeluaran plasenta).

d. TATA LAKSANA
Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah perdarahan post partum,
mengobati perdarahan kala uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni
uteri.
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan
umum, kadar hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah.
Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-
obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai
membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul
methergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena).
Hasilnya biasanya memuaskan.
Cara mengobati perdarahan kala uri :
Memberikan oksitosin.

Mengeluarkan plasenta menurut cara Credee (1-2 kali).

Mengeluarkan plasenta dengan tangan.

Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir dilakukan


bila :
Menyangka akan terjadi perdarahan post partum.
Perdarahan banyak (lebih 500 cc).
Retensio plasenta.
Riwayat perdarahan post partum pada perssalinan yang lalu.
Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat
perdarahan segera lakukan utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti
pemberian uterotonika dan antibiotika selama 3 hari berturut-turut dan pada hari
ke-4 baru dilakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan
berhenti.
Pengobatan perdarahan post partum pada atoni uteri tergantung banyaknya
perdarahan dan derajat atoni uteri yang dibagi dalam 3 tahap :
Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat diatasi dengan memberikan
uterotonika, mengurut rahim (massage) dan memasang gurita.
Tahap II : bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya
berikan infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan :
Perasat (manuver) Zangemeister.
Perasat (manuver) Fritch.
Kompresi bimanual.
Kompresi aorta.
Tamponade utero-vaginal.
Jepit arteri uterina dengan cara Henkel.
Tahap III : bila belum tertolong maka usaha terakhir adalah menghilangkan
sumber perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi arteri hipogastrika atau
histerektomi.

3. Syok Obstetrik
a. Definisi
Syok obstetrik adalah syok yang dijumpai dalam kebidanan yang disebabkan baik
oleh perdarahan, trauma, atau sebab-sebab lainnya, dimana terjadi gangguan
sirkulasi darah ke dalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme.

b. Gejala klinik syok pada umumnya sama yaitu:


1) Tekanan darah menurun.
2) Nadi cepat dan lemah.
3) Pucat.
4) Keringat dingin.
5) Sianosis jari-jari, sesak nafas, pengelihatan kabur, gelisah, dan akhirnya
oliguria/anuria.

c. Etiologi
Peristiwa-peristiwa kebidanan yang menimbulkan syok antara lain :
1) Perdarahan
Perdarahan merupakan penyebab utama syok dalam kebidanan. Perdarahan
sampai syok antara lain : abortus, kehamilan ektopik, Mola hidatitosa, gangguan
pelepasan plasenta, Atonia uteri, plasenta previa, rupture uteri.
2) Infeksi berat
Infeksi berat sebagai penyebab syok masih sering ditemukan diantaranya adalah
syok septik atau syok endotoksik dengan kuman terseringnya yaitu gram negatif.
Peristiwa infeksi yang dapat menimbulkan syok adalah : abortus infeksiosus,
febris puerperalis yang berat, piolenefritis.
3) Solusio plasenta
Solusio plasenta yang berat selain karena perdarahan syok juga terjadi karena
inversio uteri, syok terjadi disamping karena perdarahan juga bersifat neurogen
karena tarikan kuat pada peritoneum, kedua ligamentum infudibulo pelvikum,
serta ligamentum rotundum.
4) Emboli air ketuban
Syok karena emboli air ketuban berlangsung sangat mendadak dan berakhir
dengan kematian. Penderita mendadak gelisah, sesak nafas, kejang dan
meninggal. Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat dan ketuban telah pecah.
Karena his yang kuat, air ketuban bersama mekonium, rambut lanugo dan vernik
kaseosa masuk kedalam sinus-sinus dalam dinding uterus dan dibawa ke paru-
paru.
5) Supine hipotensive syndrome
Supine hipotensive syndrome terjadi karena adanya tekanan vena kava oleh
rahim, sering terjadi pada kehamilan kembar, hidramnion dan kehamilan trimester
akhir.

d. Tanda dan Gejala Syok Obstetrik


1) Nadi cepat dan halus (> 100/menit)
2) Tekanan darah turun (diastolik < 60 mmHg)
3) Respirasi cepat (> 32/ menit)
4) Temperatur suhu turun < 36,5 C
5) Pucat terutama pada konjungtiva, telapak tangan, bibir.
6) Berkeringat, gelisah, apatis/bingung, pingsan/tidak sadar
7) Tekanan darah (sistolik < 90 mmHg)

Tanda dan gejala lain:


Pucat (kelopak mata dalam, telapak tangan, sekitar mulut)
Keringat/kulit terasa dingin dan lembab
Urin sedikit (< 30 ml/jam)

e. Klasifikasi
1) Syok Hemoragik
Adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat
perdarahan pada:
a) kehamilan muda, misalnya: Abortus,Kehamilan ektopik dan penyakit trofoblas
(mola hidatidosa).
b) Perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri.
c) Perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi jalan lahir.

Klasifikasi perdarahan :
Kelas Jumlah Perdarahan Gejala Klinik
I 15% (Ringan) Tekana darah dan nadi normal
Tes Tilt (+)
II 20-25% (sedang) Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian darah kapiler lambat
III 30-35% (Berat) Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
IV 40-45% (sangat berat) Hipertensi berat
Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel

Penanganan Syok Hemoragik Dalam Kebidanan


Bila terjadi syok hemoragik dalam kebidanan, segera lakukan resusitasi, berikan
oksigen, infuse cairan, dan transfuse darah dengan crossmatched.
Diagnosis plasenta previa/solusio plasenta dapat dilakukan dengan bantuan USG.
Selanjutnya atasi koagulopati dan lakukan pengawasan janin dengan memonitor
denyut jantung janin. Bila terjadi tanda-tanda hipoksia, segera lahirkan anak. Jika
terjadi atonia uteri pasca persalinan segera lakukan masase uterus, berikan
suntikan metil ergometrin (0,2 mg) IV dan oksitosin IV atau per infuse (20-40
U/I), dan bila gagal menghentikan perdarahan lanjutkan dengan ligasi a
hipogastrika atau histerektomi bila anak sudah cukup. Kalau ada pengalaman dan
tersedia peralatan dapat dilakukan embolisasi a.iliaka interna dengan bantuan
transkateter. Semua laserasi yang ada sebelumnya harus dijahit.

2) Syok Neurogenik
Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan oleh
kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan dengan forceps
atau persalinan letak sungsang di mana pembukaan serviks belum lengkap, versi
dalam yang kasar, firasat/tindakan crede, ruptura uteri, inversio uteri yang akut,
pengosongan uterus yang terlalu cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan
penurunan tekanan tiba-tiba daerah splanknik seperti pengangkatan tiba-tiba
tumor ovarium yang sangat besar.

3) Syok Kardiogenik
Yaitu syok yang terjadi karena kontraksi otot jantungyang tidak efektif yang
disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung. Sering dijumpai pada
penyakit-penyakit katup jantung.
a) Tanda klinis
Dilatasi vena-vena di leher
Dispnea
Desah sistol dan diastole
Edema menyeluruh
b) Penyebab
Setiap syok obstetrik akan berakhir dengan syok kardiogenik, penyebab yang
paling sering adalah:
Perdarahan berat
Hipoksia karena eklampsia atau anesthesia
Sindrom mendelson: aspirasi lambung dengan pneumonitis
Emboli dengan segala penyebabnya
c) Penanganan/Pengelolaan
Uluran tangan sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan pasien. Letakkan pasien
dalam posisi dorsal (terlentang) di atas lantai yang keras. Dengan satu ibu jari satu
tangan yang tertutup di atas sternum cukup untuk memperbaiki keadaan,
kemudian dilanjutkan dengan: tindakan/langkah ABCDEF
A-Airway
Bersihkan jalan nafas dari muntah, darah, gigi, benda asing dan lain-lain
Pertahankan jalan nafas dengan jalan:
o Menarik mandibula dan lidah
o Pasang airway
o Intubasi endotrakeal secepat mungkin
B-Breathing
Lakukan salah satu dari tindakan berikut:
o Respirasi mulut ke mulut
o Pasang sungkup dan ambubag (balon resusitasi) dengan oksigen 100%
o Pasang pipa endotrakeal dan lakukan ventilasi tekanan positif yang intermiten
C-Cardiac Massage
Dengan meletakkan kedua pergelangan tangan di atas sternum, lengan dalam
keadaan lurus (ekstensi) berikan tekanan dengan seluruh berat badan ke atas
sternum.
Lakukan sampai pembuluh darah femoral dan carotid dapat dipalpasi
Tekanan yang optimal 60 x/menit dengan pernafasan buatan 15x atau 4:1
D-Drip ang drugs
Berikan larutan Sodium bikarbonan 8,4 untuk mengatasi asidosis metabolic
Berikan dosis awal 100 ml dan selanjutnya 10 ml tiap menit selama sirkulasi belum
adekuat.
Cardiac Stimulants (inotropic drug): dapat diberkan IV atau intrakardiak
Adrenalin 0,5-1,0 mg
Atropin 0,6 mg
Dopamin 100 mg dalam 500 ml larutan
Kalsium kloride 10% larutan
E-Elektokardiogram
Untuk menentukan keberhasilan penanganan dan respon terapi
Fibrillation treatment
Lakukan defibrilisasi langsung (direct current)

4) Syok Endotoksik/septic
Merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh
lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram nagatif. Sering
dijumpai pada abortus septik, korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan.

a) Gejala-Gejala Syok Septik


Menggigil
Hipotensi
Gangguan mental
Takikardi
Takipnea
Kulit merah
Kulit dingin dan basah, bradikardi, dan sianosis (bila syok bertambah berat)

b) Penanganan
1. Penanganan Awal
Penanganan awal sangat penting untuk menyelamatkan jiwa pasien
Nilai kegawatan dengan melakukan pemeriksaan tanda vital
Cegah hipotermi dan miringkan kepala/tubuh pasien untuk mencegah aspirasi
muntahan. Jangan berikan sesuatu melalui mulut untuk mencegah aspirasi
Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen melalui selang atau masker dengan
kecepatan 6 sampai 8 liter per menit.
Tinggikan tungkai untuk mebantu beban kerja jantung. Bila setelah posisi
tersebut ternyata pasien menjadi sesak atau mengalami oedem paru maka
kembalikan tungkai pada posisi semula dan tinggikan tubuh atas untuk
mengurangi tekanan hidrostatik paru
Bila hingga langkah akhir tersebut diatas, ternyata tak tampak secara jelas
perbaikan kondisi pasien atau minimnya ketersediaan pasokan cairan dan
medikamentosa atau adanya gangguan fungsi peralatan yang dibutuhkan bagi
upaya pertolongan lanjutan, sebaiknya pasien dipindahkan ke ruang perawatan
intensif atau disiapkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
Bila ternyata harus dirujuk, pastikan :
Pasien dan keluarganya mendapat penjelasan tentang apa yang terjadi
Telah dibuatkan surat rujukan
Ada petugas yang menemani dan keluarga sebagai pendonor darah
Bila setelah restorasi cairan masih belum terjadi perbaikan tanda vital,
tambahkan obat vasoaktif (dopamine) dengan dosis awal 2,5gram per kg/BB
(dalam larutan gram isotonic). Naikkan perlahan-laha dosis tersebut hingga
mendapatkan efek optimal (dosis maksimal 15 sampai 20 gram/menit).
Pertahankan pada dosis yang menunjukkan adanya perbaikan tanda vital.
Hentikan dopamine apabila tanda vital mencapai nilai normal dan produksi utrine
dalam batas normal.
c) Penanganan Syok
Prinsip Dasar Penanganan Syok
Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan khusus
untuk:
Menstabilkan kondisi pasien
Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
Mengefisiensikan system sirkulasi darah
Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok
d) Penanganan Awal
Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan
fasilitas tindakan gawat darurat
Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan
bahwa jalan napas bebas.
Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh)
Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko
terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memeastikan jalan napasnya terbuka.
Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini akan
menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika
memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).

e) Penanganan Khusus
Mulailah infus intra vena (2 jika memungkinkan dengan menggunakan kanula
atau jarum terbesar (no. 6 ukuran terbesar yang tersedia). Darah diambil sebelum
pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocockan
(cross match), pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika memungkinkan
pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan
elektrolit, faal hemostasis, dan uji pembekuan.
Segera berikan cairan infus (garam fisiologk atau Ringer laktat) awalnya
dengan kecepatan 1 liter dalam 15-20 menit
Berikan paling sedikit 2 Liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini
melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang
berjalan
Setelah kehilangan cairan dikoreksi, pemberian cairan infuse dipertahankan
dalam kecepatan 1 liter per 6-8 jam
Catatan: Infus dengan kecepatan yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan dalam
penatalaksanaan syok akibat perdarahan. Usahakan untuk mengganti 2-3 kali lipat
jumlah cairan yang diperkirakan hilang.
Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi, lekukakan venous cut-down
Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang hilang. Apabila
kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan memberikan cairan.
Napas pendek dan pipi yang bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan
pemberian cairan.
Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan jumlah
urin yang keluar. Produksi urin harus diukur dan dicatat.
Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter per menit dengan sungkup atau
kanula hidung.

You might also like