You are on page 1of 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Retina

2.1.1 Anatomi Retina

Retina merupakan suatu struktur yang kompleks dimana terdiri dari

sepuluh lapisan yang terpisah yang terdiri dari bagian fotoreseptor, neuron,

sel ganglion maupun serabut saraf optik. Retina bertanggung jawab dalam

proses perubahan cahaya menjadi sinyal listrik dan pengintegrasian awal

dari sinyal-sinyal tersebut.1

Lapisan-lapisan retina tersebut secara berurutan terdiri atas lapisan 1,4 :

a. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan

badan kaca.

b. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah

saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar

pembuluh darah retina.

c. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron

kedua.

d. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular tempat sinaps sel

bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

e. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel

Muller. Lapis ini mendapatkan metabolisme dari arteri retina sentral.

f. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat

sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

2
3

g. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan

batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapatkan metabolisme dari

kapiler koroid.

h. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

i. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel

batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

Sel kerucut bertanggung jawab untuk penglihatan siang dan sensitif

terhadap panjang gelombang pendek, menengah dan tinggi, yang

membuatnya dapat membedakan warna. Sel ini terkonsentrasi di fovea.

Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam dan sensitif terhadap

cahaya namun tidak terhadap panjang gelombang cahaya (tidak

membedakan warna). Sel batang menyususn sebagian besar fotoreseptor

di retina bagian lainnya.

j. Epitel Pigmen Retina (EPR), merupakan bagian perbatasan antara retina

dengan koroid.
4

Gambar 2.1 Lapisan-lapisan retina

Arteri oftalmika merupakan cabang pertama dari Arteri karotis

interna dan memasuki kavum orbita bersamaan dengan Nervus oftalmikus

melalui foramen oftalmikus. Cabang pertama Arteri oftalmika adalah Arteri

retina sentralis sebagai penyuplai darah ke retina. Arteri posterior siliaris

yang merupakan cabang dari Arteri oftalmika akan menyuplai darah ke

koroid. Pada sekitar 14% populasi terdapat variasi cabang silioretinal dari

arteri siliaris posterior yang akan memberikan tambahan suplai darah pada

makula dari sirkulasi koroid.3


5

2.1.2 Fisiologi Retina5,6

Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah

rangsangan cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat

saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.

Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang

terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel

kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara

fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal

ini menjamin penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak

fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem

pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah

makula digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna

(penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar

terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan

perifer dan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang

avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya

reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor

kerucut mengandung rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan

fotosensitif. Rhodopsin merupakan suatu glikolipid membran yang separuh

terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar

fotoreseptor.

Penglihatan skotopik diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada

bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa


6

abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari

terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senja oleh kombinasi sel

kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.

Benda mamantulkan cahaya cahaya masuk ke mata melalui pupil

pengaturan jumlah cahaya oleh pupil melalui m.sphincter pupil (yang

mengkonstriksikan pupil dalam keadaan cahaya terang) dan m.dilator pupil

(yang melebarkan pupil dalam keadaan kekurangan cahaya) difokuskan

oleh lensa (bikonveks) konvergensi cahaya bayangan jatuh di retina

(bayangan terbalik) ditangkap oleh fotoreseptor, sel batang (berfungsi

untuk penglihatan hitam putih) dan sel kerucut (berfungsi untuk penglihatan

warna) penjalaran impuls melalui serabut saraf n.optikus dihantarkan

ke korteks optik di otak persepsi melihat.

Ada tiga tahap proses penglihatan:

1. Cahaya yang masuk akan di fokuskan oleh lensa ke retina.

2. Fotoreseptor di retina mentranduksikan energi elektomagnetik (cahaya)

menjadi potensial listrik.

3. Proses penghantaran sinyal listrik melalui jalur N.Opticus.

2.2 Central Retinal Artery Occlusion (CRAO)

2.2.1. Definisi

Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu

penyumbatan pada pembuluh arteri retina sentral yang umumnya

disebabkan oleh emboli.5 Keadaan ini berlangsung secara akut dan

merupakan emergensi oftamologi yang dapat menyebabkan kebutaan.2

2.2.2 Epidemiologi
7

Data pada studi di Amerika, menunjukkan bahwa CRAO ditemukan

tiap 1:10.000. Bahkan pada 1-2% penderita, ditemukan ganguan mata

bilateral. Umumnya penderita laki-laki lebih tinggi dari pada wanita.

Kebanyakan penderita berusia sekitar 60 tahun, namun pada beberapa kasus

dijumpai mengenai penderita yang lebih muda hingga usia 30 tahun.

Umumnya insiden pada kelompok usia yang berbeda disebakan penyebab

yang berbeda pula.3

Insidensi dijumpai meningkat pada penderita hipertensi, diabetes,

systemic heart disease, penyakit kardiovaskular, perokok, obesitas,

subacute bacterial endocarditis, tumor, leukemia, pengguna kortikosteroid

suntikan, polyarteritis nodosa, syphilis, trauma tumpul, paparan radiasi, dan

pengguna kokain.2,5

2.2.3 Etiologi

CRAO bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri. Penyebab dari

CRAO dianggap sebagai proses multifaktorial, yang disebabkan oleh

kelainan-kelainan sistemik yang lain. CRAO dapat diakibatkan oleh:

Proses aterosklerosis dan trombosis yang terjadi pada lamina cribosa.6

Emboli yang berasal dari arteri karotis atau proses lain di jantung.

Emboli dianggap sebagai penyebab CRAO yang tersering.1,4,5

Emboli dapat terbentuk dari bermacam sumber di tubuh. Jenis emboli

yang dapat menyebabkan obstruksi pada arteri retina adalah:7

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Emboli


Jenis Emboli Sumber
Kalsium emboli Plak atheromatous yang berasal dari arteri
karotis ataupun katup jantung
8

Kolesterol emboli Plak atheromatous yang berasal dari arteri


karotis
Thrombocyte-fibrin emboli Pada fibrilasi arteri, infark miokard,
(gray) ataupun pada operasi jantung
Myxoma emboli Pada atrialmyxoma (umumnya usia muda)
Bakterial ataupun mikotik Pada endokarditis dan septikemia
emboli (Roth spots)

Obliterasi arteri retina yang berkaitan dengan peradangan pada arteritis

maupun periarteritis.6 Proses inflamasi yang mencetuskan oklusi seperti

pada arteritis temporal merupakan penyebab yang jarang terjadi.7

Angiospasme merupakan penyebab yang jarang. Penyebab terjadinya

spasme pada pembuluh antara lain pada migren, keracunan alkohol,

tembakau, kina, atau timah hitam.4,6

Peningkatan tekanan intra okular yang sangat tinggi juga dikaitkan

dengan kejadian obstruksi pada arteri retina, seperti yang terjadi pada

akut glaukoma sudut tertutup.6,8

Gangguan trombofilia, dimana hal ini berkaitan dengan CRAO yang

terjadi pada usia muda.6

2.2.4 Patofisiologi

Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) akan mengakibatkan

kebutaan yang disebabkan kurangnya asupan darah pada lapisan retina

bagian dalam. Secara akut, obstruksi, yang diakibatkan emboli misalnya,

akan membuat terjadinya edema lapisan dalam retina dan pyknosis sel

ganglion nukleus. Iskemik yang diikuti nekrosis akan terjadi, sehingga

retina memberikan gambaran opak dan warna putih kekuningan. Opasitas


9

akan bertambah pada bagian posterior dikarenakan bertambahnya ketebalan

lapisannya, dan sebaliknya pada fovea yang memberikan gambaran cherry-

red spot.3

2.2.5 Manifestasi Klinik

Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang

terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah satu

mata. Pada 90% penderita, kemampuan visus menurun hingga menghitung

jari, persepsi cahaya, bahkan kebutaan.1,2,3,5,6,

Keluhan nyeri pada pasien lebih mengarahkan pada proses iskemik

okular yang sedang berlangsung. Hal ini umumnya disebabkan oleh

gangguan sirkulasi pada arteri karotis dan bukan disebabkan suatu oklusi

arteri retina.2

Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugax, merupakan

proses penurunan penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama

beberapa detik hingga beberapa menit, namun dapat pula bertahan hingga 2

jam. Umumnya penglihatan dapat kembali seperti sebelumnya setelah

serangan amaurosis fugax berakhir.3,4,11

Monokular amaurosis fugax dapat pula terjadi akibat hipotensi

ortostatik, spasme pembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia, arteritis

dan koagulopati. Hilangnya penglihatan jarang mencapai total dan dapat

merupakan gejala awal dari obstruksi dini arteri sentral. Amaurosis fugax

merupakan tanda yang paling sering dijumpai pada insufisiensi arteri karotis

atau terdapatnya emboli pada arteri oftalmika retina.4


10

Pada amaurosis fugax umumnya tidak dijumpai kelainan fundus

karena pendeknya serangan. Kadang-kadang terlihat adanya plak putih atau

cerah atau suatu embolus di dalam arteriol.4

Penting untuk menanyakan riwayat penyakit penderita yang dapat

menjadi predisposisi pembentukan trombus, seperti atrial fibrilasi,

endokarditis, penyakit-penyakit atherosklerosis, keadaan koagulopati

ataupun hiperkogulasi. Begitu pula dengan riwayat pengobatan.3

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis CRAO ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang

terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah

satu mata. Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugaks, yaitu

merupakan proses penurunan penglihatan secara transien yang dapat

terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit, namun dapat pula

bertahan hingga 2 jam. Tanyakan apakah setelahnya penglihatan kembali

seperti semula atau tidak. Umumnya penglihatan dapat kembali setelah

serangan amaurosis fugaks berakhir.3,4,11

Amaurosis fugaks merupakan tanda yang paling sering dijumpai

pada insufisiensi arteri karotis atau terdapatnya emboli pada arteri

oftalmika retina.4

Riwayat hipotensi ortostatik, spasme pembuluh darah, aritmia,

migren retina, anemia, arteritis dan koagulopati yang merupakan risiko

timbulnya monokular amaurosis fugaks. Penting untuk menanyakan


11

riwayat penyakit penderita yang dapat menjadi predisposisi

pembentukan trombus, seperti atrial fibrilasi, endokarditis, penyakit-

penyakit aterosklerosis, keadaan koagulopati ataupun hiperkogulasi.

Begitu pula dengan riwayat pengobatan.3

Tanyakan pada pasien perihal durasi serangan yang terjadi, bila

gangguan peredaran darah retina telah lebih dari 1,5 jam maka

penglihatan tidak akan normal, walaupun peredaran darah telah normal

kembali. 3

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada penderita yang diduga

mengalami CRAO meliputi 3 :

Penilaian visus, umumnya menurun hingga menghitung jari, lambaian

tangan ataupun tanpa persepsi cahaya. Terjadi perburukan monokuler

yang bermakna dari ketajaman penglihatan sampai kebutaan.3

Pemeriksaan reaksi pupil, menjadi lambat atau menghilang dan dapat

anisokor.4,5,6

Palpasi, tidak ditemukan kelainan.

Refraksi, tidak ada kelainan.

Pemeriksaan defek pada pembuluh retina dengan funduskopi, dapat

memberikan gambaran:

- Seluruh retina menjadi pucat akibat edema dan gangguan nutrisi.

- Gambaran cherry-red spot pada makula lutea. Penampakan ini

adalah pigmen koroid dan epitel pigmen koroid yang dilihat

melalui retina foveola yang tipis dan kontras dengan retina


12

perifoveola yang lebih tebal dan transluen (dikarenakan terhalang

oleh retina yang edema dan buram). Arteriol retina sangat tipis,

ppail optic terlihat pucat dan berbatas kabur. Hal ini muncul

setelah terjadi infark pada lapisan retina yang menyebabkan terjadi

edema. Akibatnya lapisan retina akan tampak pucat kecuali pada

daerah makula yang tetap berwarna merah karena lapisannya yang

tipis.3,7,10,11

- Tanda Boxcar dapat terlihat pada arteri maupun vena, dimana hal

ini menunjukkan adanya obstruksi yang berat.3

- Emboli dapat terlihat pada 20% kasus.3,12

Pemeriksaan menyeluruh untuk menilai kelemahan otot, demam,

nyeri tekan pada temporal ataupun adanya arteri yang teraba, jaw

claudication, untuk menyingkirkan adanya arteritis temporal.3,5

Gambar 2.1 Hasil pemeriksaan funduskopi pada CRAO. Terdapat gambaran


cherry-red spots pada macula, bisa terlihat emboli maupun Boxcar
sign.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Angiografi Magnetik Fluoresensi (MRA)

Ialah alat bantu pemeriksaan untuk membantu melihat keadaan

pembuluh darah, khususnya pada pembuluh darah retina. Alat ini


13

dapat mendeteksi apabila terdapat kerusakan pada pembuluh darah

retina, seperti arterosklerosis, trauma dan penyakit kongenital lain.

Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk

merencanakan terapi untuk pasien. 13

b. Ultrasonografi Doppler

Gambar 2.3 Hasil pemeriksaan pada USG Doppler. Gambar kiri


memperlihatkan penampakan pembuluh darah arteri
yang normal, sedangkan pada gambar di sebelah kanan
dapat terlihat gambaran plak yang terkalsifikasi di
dalam pembuluh darah arteri.

USG Doppler dapat mendeteksi dengan akurat gangguan

pada arteri dan vena pada retina yang dapat mengurangi aliran darah

sampai sekurang-kurangnya 50%. USG Doppler ini dapat dilakukan

untuk melihat adanya bekuan, sumbatan atau penyempitan pada

pembuluh darah retina, mendeteksi abnormalitas dari aliran Arteri

karotis yang berkaitan dengan kondisi seperti stenosis aortic,

mengevaluasi kemungkinan luka pada arteri.13

c. Ocular Coheren Tomograph (OCT)


14

Adalah teknik pencitraan diagnostik medis yang memanfaatkan

fotonik dan serat optik untuk mendapatkan gambar dan karakterisasi

jaringan mata. Pada tomografi baru ini, saraf optik dan struktur

retina digambarkan pada tingkat resolusi yang sangat tinggi. Lapisan

anatomi retina dapat dibedakan dan ketebalan retina dapat diukur.13

Dari uraian diatas, pada pasien CRAO umumnya pasien

datang dengan keluhan utama penurunan penglihatan yang terjadi

secara tiba-tiba, tanpa disertai nyeri, dan umumnya unilateral. Pada

pemeriksaan, dijumpai penurunan visus hingga menghitung jari

ataupun persepsi cahaya maupun kebutaan. Pada funduskopi dapat

ditemui: gambaran fundus menjadi pucat akibat edema retina, fovea

tidak terlihat edema, dapat terlihat gambaran cherry-red spot,

arteriol menjadi dangkal dan ireguler, serta tanda boxcar pada

bagian vena.9

Secara klinis, kekeruhan retina menghilang dalam 4 6

minggu, meninggalkan sebuah diskus optikus yang pucat sebagai

temuan utama. Pada pasien lanjut, giant cell arthritis harus

disingkirkan. Dan bila ditemukan oklusi arteri retina sentralis

diakibatkan oleh giant cell arthritis perlu segera diterapi dengan

kortikosteroid sistemik dosis tinggi. 9

Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk menilai adanya

kemungkan atrial fibrilasi. Pasien yang dicurigai aritmia yang tak

didapati pada EKG serial dapat dilakukan EKG-holter (monitor 24

jam).3
15

Proses pencitraan sangat membantu dalam menentukan

proses primer yang menyebabkan CRAO. Ultrasound pada karotis

dapat mendeteksi penyakit aterosklerosis yang lebih sensitif dari

pemeriksaan Doppler yang hanya menilai aliran. Pemeriksaan MRA

dapat memberikan gambaran yang lebih jelas pada obstruksi yang

terjadi.3

2.2.7 Tatalaksana

Sebagai suatu keadaan kegawatdaruratan, penanganan yang segera

untuk mengembalikan aliran darah pada retina kemungkinan akan sangat

bermanfaat bila dilakukan sedini mungkin. Penanganan awal sebagai

tindakan emergensi yang dapat dilakukan adalah:

A. Medikamentosa

Menurunkan tekanan intraokular, dapat diberikan obat topikal

(tetes mata) golongan -blocker ataupun pemberian acetazolamide secara

intavena dapat mennyebabkan penurunan TIO yang segera.9,11

B. Non-medikamentosa

- Ocular massage

Dilakukan dengan gerakan berputar selama 10 detik pada bola mata

dan dilepas kemudian dilakukan berulang-ulang.4,9 Bertujuan

meningkatkan tekanan introkular di dalam mata akibat tekanan yang

terputus dan merangsang mekanisme autoregulator. Saat pemijatan

dengan jari, tenaga yang diberikan akan membuat retina menganggap

adanya hipoksia sehingga terjadi dilatasi vaskular retina sehingga aliran

darah meningkat. Ketika pemijatan dihentikan, cairan akan mengalir dan


16

terjadi penurunan resistensi dari aliran darah. Harapannya adalah terjadi

perpindahan emboli menjadi lebih dalam dan menyelamatkan sebagian

daerah retina.2

C. Tindakan Invasif

Konsultasi urgensi pada opthamologist dengan persiapan untuk

dilakukannya tindakan penanganan yang lebih agresif jika diindikasikan,

seperti parasintesis Camera Occuli Anterior (COA).9 Parasintesis

dilakukan dengan anastesi lokal dan menggunakan jarum suntik 30G

pada spuit 1 cc. Insersi dilakukan pada daerah limbus dengan hati-hati

dan menjaga agar jarum tidak merusak lensa. Cairan diambil sebanyak

0.1-0.2 cc. Kemudian jarum ditarik keluar dan diberikan obat tetes mata

berupa antibiotik topikal. Dengan tindakan ini diharapkan terjadi

penurunan TIO yang akan memicu peningkatan perfusi yang akan

mendorong emboli bergerak lebih dalam.3

Tujuan dari pengobatan yang diberikan pada kasus CRAO adalah

untuk 3:

Menurunkan TIO, hal ini dapat dicapai dengan pemberian obat-obatan

golongan karbonik anhidrase inhibitor, diuretik hiperosmolar,

simpatomimetik dan timoptik, seperti yang diberikan pada penderita

glaukoma. Penurunan TIO dapat pula dicapai dengan parasintesis

Camera Occuli Anterior (COA), seperti yang dijelaskan di atas.

Menambah perfusi pada retina, diperoleh melalui pemberian obat

vasodilator, peningkatan PCO2, atau dengan pemberian agen


17

trombolitik perifer untuk memindahkan trombus. Pendapat lain

mengatakan pemberian aspirin pada fase akut dapat bermanfaat.

Meningkatkan oxygen delivery pada daerah yang hipoksia, dicapai

dengan memberikan oksigen konsentrasi tinggi maupun dengan Terapi

Oksigen Hiperbarik. Hal ini hanya dapat bermanfaat bila diberikan

dalam 2-12 jam setelah onset.

Pemberian oksigen dan peningkatan PCO2 umumnya dilakukan dengan

pemberian bantuan napas dengan campuran 5% CO2 dan 95% O2

selama 10 menit yang dilakukan setiap 2 jam selama 2 hari.3,11

2.2.8 Komplikasi

Penyulit yang dapat timbul adalah glaukoma neovaskular, tergantung

pada letak dan lamanya terjadi oklusi maka kadang-kadang visus dapat

kembali normal tetapi lapang pandangan menjadi kecil.5

2.2.9 Prognosis

Umumnya pasien dengan CRAO akan mengalami penurunan tajam

penglihatan hingga menghitung jari ataupun lambaian tangan. Namun pada

10% pasien dengan variasi pembuluh silioretinal tajam penglihatan

meningkat menjadi sekitar 20/50.3,12

Dari data didapati bahwa pasien dengan emboli yang terlihat pada

retinanya, baik menimbulkan obstruksi atau tidak memiliki mortality rate

sebesar 56% dalam 9 tahun, dan 27% pada populasi seusia yang tidak

memiliki gambaran emboli pada retinanya. Sedangkan pada pasien yang

menderita CRAO, harapan hidup pasien adalah sekitar 5,5 tahun,


18

dibandingkan 15,4 tahun pada penderita tanpa CRAO pada kelompok usia

yang sama.3

You might also like

  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Document1 page
    Bab 1 Pendahuluan
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Document1 page
    Bab 1 Pendahuluan
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Bab Iv Kesimpulan PDF
    Bab Iv Kesimpulan PDF
    Document1 page
    Bab Iv Kesimpulan PDF
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Manual CSL II KONSELING BERHENTI MEROKOK
    Manual CSL II KONSELING BERHENTI MEROKOK
    Document8 pages
    Manual CSL II KONSELING BERHENTI MEROKOK
    Keyzhia Chikita
    No ratings yet
  • BAB I Referat
    BAB I Referat
    Document1 page
    BAB I Referat
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • BAB I Referat
    BAB I Referat
    Document1 page
    BAB I Referat
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Pdrug Anak
    Pdrug Anak
    Document24 pages
    Pdrug Anak
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document1 page
    Bab Iii
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • BAB I Referat
    BAB I Referat
    Document1 page
    BAB I Referat
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Katarak
    Katarak
    Document42 pages
    Katarak
    Zainoor 'Ain Jamil
    88% (8)
  • BAB 4 Kesimpulan
    BAB 4 Kesimpulan
    Document1 page
    BAB 4 Kesimpulan
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Responsi PPOK OO
    Responsi PPOK OO
    Document14 pages
    Responsi PPOK OO
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Hifema
    Hifema
    Document64 pages
    Hifema
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document35 pages
    Bab Ii
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Benda Asing Konjungtiva
    Benda Asing Konjungtiva
    Document10 pages
    Benda Asing Konjungtiva
    wn jihan
    No ratings yet
  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Document1 page
    Bab 1 Pendahuluan
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Hifema
    Hifema
    Document27 pages
    Hifema
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document1 page
    Bab Iii
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Bab 1 Crao
    Bab 1 Crao
    Document1 page
    Bab 1 Crao
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document35 pages
    Bab Ii
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Referat Mola Hidatidosa
    Referat Mola Hidatidosa
    Document25 pages
    Referat Mola Hidatidosa
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Bab 3 Crao
    Bab 3 Crao
    Document1 page
    Bab 3 Crao
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Referat Abortus Obgyn
    Referat Abortus Obgyn
    Document29 pages
    Referat Abortus Obgyn
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet
  • Keratitis
    Keratitis
    Document30 pages
    Keratitis
    widya melianita
    No ratings yet
  • Miopia & Anisometrop
    Miopia & Anisometrop
    Document25 pages
    Miopia & Anisometrop
    Lena Wahyu Setianingsih
    No ratings yet