You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua sel mengambil oksigen yang akan digunakan dalam bereaksi dengan
senyawa-senyawa sederhana dalam mitokondria sel untuk menghasilkan senyawa-
senyawa yang kaya energi, air, dan karbondioksida. senyawa yang kaya energi
tersebut digunakan dalam aktivitas yang menggunakan energi. Pertukaran oksigen
dan karbondioksida antara sel-sel tubuh serta lingkungan disebut pernapasan
(Syaifuddin, 2006).
Oksigen dibawa ke jaringan-jaringan, dan karbondioksida dibawa dari jaringan-
jaringan ke dalam darah. Fungsi sistem pernapasan adalah untuk memungkinkan
ambilan oksigen dari udara kedalam darah, dan memungkinkan karbondioksida
terlepas dari darah ke udara bebas. Perpindahan gas dari satu tempat ke tempat lain
bergantung sepenuhnya pada perbedaan tekanan gas yang ada antara satu tempat
dengan tempat yang lain. Suatu gas selalu berdifusi dari tempat bertekanan tinggi
menuju tempat yang tekanannya lebih rendah (Syaifuddin, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan anatomi sistem pernafasan ?
2. Sebutkan organ-organ sistem pernafasan ?
3. Bagaimana proses terjadinya pernafasan ?
4. Bagaimana fisiologi sistem pernafasan ?
5. Sebutkan patofisiologi sistem pernafasan ?

1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan pengertian anatomi sistem pernafasan.
2. Mampu menyebutkan organ-organ sistem pernafasan.
3. Mampu menjelaskan proses terjadinya pernafasan.
4. Mampu menjelaskan fisiologi sistem pernafasan.

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1 Anatomi Sistem Pernafasan


1.1.1 Organ Pernafasan
1) Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran
yang masuk ke dalam lubang hidung (Syaifuddin, 2006).
Di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior
dan di belakang berhubungan dengan bagian atas farings (nasofaring). Masing-
masing rongga hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih
lebar tepat di belakang nares anterior, dan bagian respirasi (Graaff, 2010).
Menurut Pearce (2007) permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit yang
memiliki ciri adanya kelenjar sabesa besar, yang meluas ke dalam vestibulum
nasi tempat terdapat kelenjar sabesa, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang
kaku dan besar. Rambut ini berfungsi menapis benda-benda kasar yang terdapat
dalam udara inspirasi.

Terdapat 3 fungsi rongga hidung :

a. Dalam hal pernafasan = udara yang di inspirasi melalui rongga hidung akan
menjalani 3 proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghanatan, dan pelembaban.
b. Ephithelium olfactory = bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam
penerimaan bau.
c. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan suara- suara fenotik
dimana ia berfungsi sebagai ruang resonasi.

Menurut Graaff (2010) pada potongan frontal, rongga hidung berbentuk seperti
buah alpukat, terbagi dua oleh sekat (septum mediana). Dari dinding lateral
menonjol tiga lengkungan tulang yang dilapisi oleh mukosa, yaitu:

2
a. Konka nasalis superior,
b. Konka nasalis medius,
c. Konka nasalis inferior, terdapat jaringan kavernosus atau jaringan erektil yaitu
pleksus vena besar, berdinding tipis, dekat permukaan.

Diantara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior
(lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah dan meatus inferior
(lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara
pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang
ini disebut koana.

Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga hidung
berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus
maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus
sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmodialis pada rongga tulang tapis
(Syaifuddin, 2006).

Pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka
nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut terutama
terdapat di bagianb atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut-serabut
syaraf atau respektor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius (Syaifuddin,
2006).

Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit
terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga
pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva eustaki, yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan
dengan saluran air mata disebut tuba lakminaris (Syaifuddin, 2006).

Fungsi hidung, terdiri dari :

a. Bekerja sebagai saluran udara pernafasan


b. Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
c. Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

3
d. Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh
leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.
2) Faring

Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain
keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini
bernama istmus fausium. Ke bawah terdapat dua lubang, ke depan lubang laring,
ke belakang lubang esofagus (Syaifuddin, 2006).

Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat
folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid.
Disebelahnya terdapat 2 buah tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang
terdapat epiglottis (empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan (Syaifuddin, 2006).

Menurut Graaff (2010) Faring dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak, belakang dan atas palatum
molle. Pada bagian ini terdapat dua struktur penting yaitu adanya saluran yang
menghubungkan dengan tuba eustachius dan tuba auditory. Tuba Eustachii
bermuara pada nasofaring dan berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada
kedua sisi membrane timpani. Apabila tidak sama, telinga terasa sakit. Untuk
membuka tuba ini, orang harus menelan. Tuba Auditory yang menghubungkan
nasofaring dengan telinga bagian tengah.
b. Orofaring merupakan bagian tengah farings antara palatum lunak dan tulang
hyodi. Pada bagian ini traktus respiratory dan traktus digestif menyilang dimana
orofaring merupakan bagian dari kedua saluran ini. Orofaring terletak di
belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Dasar atau pangkal lidah
berasal dari dinding anterior orofaring, bagian orofaring ini memiliki fungsi
pada system pernapasan dan system pencernaan. refleks menelan berawal dari

4
orofaring menimbulkan dua perubahan makanan terdorong masuk ke saluran
cerna (oesophagus) dan secara stimulant, katup menutup laring untuk mencegah
makanan masuk ke dalam saluran pernapasan. Orofaring dipisahkan dari mulut
oleh fauces. Fauces adalah tempat terdapatnya macam-macam tonsila, seperti
tonsila palatina, tonsila faringeal, dan tonsila lingual.
c. Laringofaring terletak di belakang larings. Laringofaring merupakan posisi
terendah dari farings. Pada bagian bawah laringofaring system respirasi menjadi
terpisah dari sitem digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings dan
makanan lewat posterior ke dalam esophagus melalui epiglottis yang fleksibel.
3) Laring
Pangkal Tenggorokan (laring) merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal
tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut
epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita
menelan makanan menutupi laring (Syaifuddin, 2006).

Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:

a. Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat pada pria.
b. Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
c. Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
d. Kartilago epiglotis (1 buah).

Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang
dilapisi oleh sel epitelium berlapis (Syaifuddin, 2006).

1.2 Proses pembentukan suara :

Terbentuknya suara merupakan hasil dari kerjasama antara rongga mulut, rongga
hidung, laring, lidah dan bibir. Pada pita suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena
itu pita suara ini tidak dapat bergetar, hanya antara kedua pita suara tadi dimasuki
oleh aliran udara maka tulang rawan gondok dan tulang rawan bentuk beker tadi

5
diputar. Akibatnya pita suara dapat mengencang dan mengendor dengan demikian
sela udara menjadi sempit atau luas (Syaifuddin, 2006).

Pergerakan ini dibantu pula oleh otot-otot laring, udara yang dari paru-paru
dihembuskan dan menggetarkan pita suara. Getaran itu diteruskan melalui udara
yang keluar masuk. Perbedaan suara seseorang bergantung pada tebal dan
panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh lebih tebal daripada pita suara wanita
(Syaifuddin, 2006).

4) Trakea

Batang Tenggorokan (trakea) merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh
16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku
kuda. Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi
oleh otot polos. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia hanya bergerak kearah luar (Syaifuddin, 2006).

Trakea terletak di depan saluran esofagus, mengalami percabangan di bagian ujung


menuju ke paru-paru. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan
disebut karina. Dinding-dinding trakea tersusun atas sel epitel bersilia yang
menghasilkan lendir. Lendir ini berfungsi untuk penyaringan lanjutan udara yang
masuk, menjerat partikel-partikel debu, serbuk sari dan kontaminan lainnya. Sel
silia berdenyut akan menggerakan mukus ini naik ke faring yang dapat ditelan atau
dikeluarkan melalui rongga mulut. Hal ini bertujuan untuk membersihkan saluran
pernapasaan (Graaff, 2010).

5) Bronkus

Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3 lobus)
dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10
bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental.
Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf (Syaifuddin,
2006).

6
1. Bronkiolus
2. Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus
mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
3. Bronkiolus terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang


mempunyai kelenjar lendir dan silia).

4. Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus


respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi
dan jalan udara pertukaran gas.

5. Duktus alveolar dan sakus alveolar

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus


alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.

6) Paru-Paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m. Pada lapisan ini
terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri
dan kanan) (Syaifuddin, 2006).

Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru),
lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun
oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus
inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru
kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen

7
pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan
yang bernama lobulus (Syaifuddin, 2006).

Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin, 2006).

Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.
Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral
(selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-
paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas (Syaifuddin, 2006).

Persyarafan penting dalam aksi pergerakan pernapasan disuplai melalui N.


Phrenicus dan N. Spinal Thoraxic. Nervus Phrenicus mempersyarafi diafragma,
sementara N.Spinal Thoraxic mempersyarafi intercosta. Di samping syaraf-syaraf
tersebut, paru juga dipersyarafi oleh serabut syaraf simpatis dan para simpatis
(Pearce, 2007).

Di dalam paru terdapat peredaran darah ganda. Darah yang miskin oksigen dari
ventrikel kanan masuk ke paru melalui arteri pulmonalis. Selain system arteri dan
vena pulmonalis, terdapat pula arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta,
untuk memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan darah kaya
oksigen. Ventilasi paru (bernapas) melibatkan otot-otot pernapasan, yaitu

8
diafragma dan otot-otot interkostal. Selain ini ada otot-otot pernapasan tambahan
eperti otot-otot perut (Graaff, 2010).

1.3 Proses Terjadinya Pernafasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru
terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah
dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan
melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui
kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium
sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan selsel),
di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan
dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau
atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar
melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus
lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa
metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui
traktus urogenitalis dan kulit (Syaifuddin, 2006).

Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang
menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna
untuk menutup laring sewaktu menelan sehingga makanan tidak masuk ke trakhea,
sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan
masuk ke dalam laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk
mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring (Syaifuddin, 2006).

Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi


(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara
bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks
yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat

9
pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh
karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini
berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat
pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan
dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan
dari nervus frenikus lalu mengerut datar (Syaifuddin, 2006).

Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan


kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak
antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada
membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan
udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar (Syaifuddin, 2006).

Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi
cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan
dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar.
Jadi proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan
antara rongga pleura dan paru-paru (Syaifuddin, 2006).

Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak,
pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang
lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan (Syaifuddin, 2006).

Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini
dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya
tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang
mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki (Syaifuddin, 2006).

1.4 Fisiologi sistem pernafasan

Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat


membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4
menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagidan

10
bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan
menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis (Syaifuddin, 2006).

1. Pernapasan paru

Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil
melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea
sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli
memisahkan okigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel
darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Di
dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang menembus
membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir
sampai pada mulut dan hidung (Syaifuddin, 2006). Empat proses yang berhubungan
dengan pernapasan pulmoner :

a. Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli


dengan udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh
tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat,
yang bisa dicapai untuk semua bagian.
d. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih
mudah berdifusi dari pada oksigen.

Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam


darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak
mengandunng oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil
karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan
eksterna (Syaifuddin, 2006).

11
2. Pernapasan sel
a. Transpor gas paru-paru dan jaringan

Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan bahwa kunci dari
pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah,
sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah. Akan
tetapi jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara
keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan
protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk ke
dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang
mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas
pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar
CO2 dalam darah mnjadi 17 kali (Syaifuddin, 2006).

b. Pengangkutan oksigen ke jaringan

Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem


kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang
masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah
ke jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah. Aliran darah bergantung
pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah
ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya tarik)
hemoglobin (Syaifuddin, 2006).

Transpor oksigen melalui beberapa tahap (Pearce, 2007) yaitu :

1) Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita menarik
napas tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli
komposisi udara berbeda dengan komposisi udara atmosfer tekanan parsial O2
dalam alveoli 105 mmHg.
2) Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk mengambil
oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat oksigen dengan
tekanan parsial 40 mmHg. Karena adanya perbedaan tekanan parsial itu apabila
tiba pada pembuluh kapiler yang berhubungan dengan membran alveoli maka

12
oksigen yang berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk ke dalam pembuluh
kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial oksigen dalam pembuluh
menjadi 100 mmHg.
3) Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan
keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu
oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar dan
sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat
kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekanan parsial CO2 atau
pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada jumlah hemoglobin
dalam darah.
4) Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa
melalui cairan interstisial lebih dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam cairan
interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri
(100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial (20
mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang cepat dari pembuluh
kapiler ke dalam cairan interstisial.
5) Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-20 mmHg.
Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel oksigen
ini digunakan untuk reaksi metabolism yaitu reaksi oksidasi senyawa yang
berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) menghasilkan H2O,
CO2 dan energi.
3. Reaksi hemoglobin dan oksigen

Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut O2. Hemoglobin


adalaah protein yang terikat pada rantai polipeptida, dibentuk porfirin dan satu atom
besi ferro. Masing-masing atom besi dapat mengikat secara reversible (perubahan
arah) dengan satu molekul O2. Besi berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya
adalah oksigenasi bukan oksidasi (Syaifuddin, 2006).

4. Transpor karbondioksida

Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2 sehingga terdapat lebih
banyak CO2 dari pada O2 dalam larutan sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah

13
merah dengan cepat mengalami hidrasi menjadi H2CO2 karena adanya anhydrase
(berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam plasma. Penurunan
kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah melalui kapiler-kapiler
jaringan.Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah beraksi dengan gugus amino
dari protein, hemoglobin membentuk senyawa karbamino (senyawa
karbondioksida). Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan
oleh selisih antara garis kelarutan CO2dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml
CO2 dalam darah arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam
HCO2 (Syaifuddin, 2006).

14
BAB III
ANALISA KASUS
3.1 Pengkajian
Identitas
Nama : Tn. S
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Alamat : Sendang Kulon
Keluhan Utama : sesak dan batuk
Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas , sejak 2 hari sebelum
masuk RS pasien sesak terus menerus, dan sering batuk.
Keadaan umum Compos mentis, GCS : E4,V5,M6, suhu : 37C, T :
130/80mmHg, N : 104 x/menit, RR: 28x/menit
Pernafasan melalui : hidung + terpasang 02 kanule ( 2 liter/menit ). Trachea
tidak ada pembengkokan Cyanosis (-), dyspnea (+), batuk lendir putih,
darah( )Whezeeng (+) / (+), Ronchi (+) / (+) dada simetris. Eliminasi urin
: 400-500cc/hari, warna kuning, jernih, khas amoniak. Ekstremitas atas
tangan kiri terpasang infus RL 7 Tetes/menit. Spiritual Klien
mengharapkan dengan perawatan yang diberikan bisa sembuh dan yakin
dengan pertolongan Tuhan bisa sembuh, persepsi penyakitnya sebagai
cobaan dalam hidup. Tetapi pasien tidak dapat melakukan sholat di RS.
Pemeriksaan Lab AGD : - PH : 7,359 ( 7,35-7,45 ), PCO2 : 46,0 ( 35-45
), PO2 : 115,0 ( 80-104 ), HCO3 : 25, Sputum : BTA (-)
Therapi. Infus RL : Dex.5% 1:1/ 24 jam ( 7 tts/menit ), Aminophylin 1
amp / 24 jam, - Tarbutalin 4x0,025 mg, Ciprofloxasin 2x500 mg, Nebulezer
4x ( Atroven : Agua ) = 1:1, Oksigen 2 liter / menit Diet TKTP

15
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami sesak nafas sejak 5 tahun yang lalu
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti
ini
3.2 Pengkajian Pola Virginia Handerson
1. Pola Pernafasan
Sebelum sakit : Pasien dapat bernafas dengan normal dan tidak
menggunakan alat bantu pernafasan .
Saat dikaji : pasien mengeluh sesak nafas dan tampak terpasang O2
kanul (2 liter/ menit)
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk
Saat dikaji : Saat dirawat di rumah sakit, makan porsi pada menu
yang disajikan di rumah sakit pada tyap kali jadwal makan
3. Kebutuhan Eliminasi
Sebelum sakit : BAB 1x sehari, fesesnya lunak, warna kuning dan BAK
lancar , warna jernih kekuningan
Saat dikaji :BAB 1x sehari, fesesnya lunak, warna kuning dan BAK
lancar , warna jernih kekuningan
4. Gerak dan keseimbangan
Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan aktivitas tanpa gangguan
Saat dikaji : Pasien tampak keseimbangannya terganggu
karenatidak bisa bernafas
5. Kebutuhan Istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Pasien biasa tidur 8 jam sehari dan bangun pada pukul
05.00
Saat dikaji : Malam hari kadang terbangun karena sesak nafas dan batuk
6. Personal Hygiene
Sebelum Sakit : Mandi 2x sehari dan gosok gigi mandiri.

16
Saat dikaji : Pasien mandi dengan di seka oleh istrinya pagi dan sore,
serta gosok gigi.
7. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sebelum sakit : Pasien merasa aman dan nyaman jika bersama keluarga dan
istrinya
Saat dikaji : Pasien mengeluh tidak nyaman karena sering sesak nafas
dan batuk
8. Kebutuhan berpakaian
Sebelum sakit : Pasien ganti baju 2x sehari dan dapat berpakaian sendiri.
Saat dikaji : Memakai pakaian dibantu oleh anaknya.
9. Kebutuhan Spiritual
Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan ibadah solat 5 waktu
Saat dikaji : Pasien tidak bisa sholat di RS dan berkeyakinan bahwa
penyakitnya dapat sembuh karena pertolongan Tuhan.
10. Kebutuhan berkomunikasi dan berhubungan
Sebelum sakit : Hubungan pasien dengan keluarga baik biasa
berkomunikasi dengan bahasa jawa.
Saat dikaji :Pasien mau berkomunikasi dengan perawat dengan
ditemani anaknya
11. Temparatur tubuh
Sebelum sakit : Pasien biasa memakai pakaina tipis jika panas begitu juga
sebaliknya
Saat dikaji : Pasien suhunya normal S : 37 C
12. Kebutuhan bekerja
Sebelum sakit : Pasien adalah seorang petani
Saat dikaji : Pasien hanya berbaring ditempat tidur.
13. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Sebelum sakit : Pasien tidak biasa bermaian ataupun rekreasi
Saat dikaji : Pasien tidak bisa pergi kemana - mana, hanya tetangganya
sering menjenguk di RS untuk menghibur.
14. Kebutuhan Belajar

17
Sebelum Sakit : Pasien tidak tahu tentang penyakit PPOK yang dideritanya
Saat dikaji : Pasien sudah tahu tentang penyakit yang dideritanya karena
penjelasan perawat.
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : compos mentis,TD 130/80mmHg, RR 28x/menit, suhu 37
C, N :104x/menit
2. Kepala
a. Kepala : mesosephal
b. Rambut : hitam, tidak mudah dicabut,
c. Mata : Bulu mata tidak mudah dicabut, sklera tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis, palpebra dekstra udem dan spasme, oedem pada
kornea dekstra.
d. Hidung : tampak terpasang kanul O2 (2L/menit)
e. Telinga : Besih, tidak ada serumen, reflek suara baik.
f. Mulut : Gigi kekuningan, lengkap, tidak ada stomatitis.
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada
pembengkakan pada trakhea
h. Ektremitas : tidak ada oedem pada kedua ekstremitas atas dan bawah.
Ekstremitas atas tangan kiri terpasang infus RL 7 ttes/menit
3. Dada
a. Paru
1) Inspeksi
Bentuk dada simetris
Tampak RR 28x/menit
2) Palpasi
Tidak ada pembengkakan pada paru
Tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi
Hipersonor
4) Auskultasi
Suara nafas wheezing dan kadang terdengar ronchi

18
3.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
AGD
a) PH = 7,359 (7,35-7,45)
b) PCO2 = 46,0 (35-45)
c) PO2 = 115,0 (80-104)
d) HCO3 = 25
Sputum BTA ( - )
2. Terapi
a) Terapi infus : RL Dextro 5 % 1:1/24 jam (7 tetes/menit)
b) Terapi injeksi :
Aminiphylin 1 amp/24 jam
Tarbulatin 4x0,025mg
Ciproflaxosin 2x 500 mg
c) Terapi Oksigen
Nebulizer 4x (atroven : agua) = 1:1 ,O2 2L/menit
d) Diet TKTP

3.5 Analisa Data


NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Pasien mengatakan sesak Hiperventilasi Ketidak efektifan
nafas sejak 5 tahun yang lalu. pola nafas
DO: ps. Tampak sesak
nafas/dispneu ,tampak
menggunakan alat bantu
pernafasan kanul O2 , RR: 28
x/m, wheezing(+), Ronchi(+)
2. DS: ps. Mengatakan sering Adanya mukus Bersihan jalan
batuk nafas tidak
DO: p stampak batuk , batuk efektif
3. tampak ada lendir putih

19
DS : pasien mengatakan Ventilasi perfusi Gangguan
kesulitan nafas pertukaran gas
DO: PCO: 46 ,PO2 : 115

3.6 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif bd adanya mukus
3. Gangguan pertukaran gas bd ventilasi perfusi

3.7 Intervensi
NO DX DIAGNOSA NOC NIC

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway Management


pola nafas bd tindakan keperawatan 1. Posisikan pasien
hiperventilasi 2x24 jam masalah untuk
(00032) ketidakefektifan pola memaksimalkan
nafas teratasi ventilasi
Kriteria : 2. Lakukanfisioterapi
1. RR normal 16-24 dada jikaperlu
2. Adanya kesimetrisan 3. Keluarkan sekret
ekspansi dada dengan batuk atau
3. Tidak menggunakan suction
otot nafas tambahan 4. Auskultasi suara
4. Tidak ada pernafasan nafas, catat adanya
cuping hidung saat suara tambahan
beraktifitas 5. Atur intake untuk
5. Tidak ada nafas cairan
pendek mengoptimalkanke
seimbangan.

20
6. Monitor respirasi
dan status O2
7. Berikanbronkodilat
or bila perlu
(amonophilin 1
amp/24 jam)
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan Airway Management
nafas tidak tindakan keperawatan Intervensi :
efektif bd 2x24 jam masalah 1. Posisikan pasien
adanya mukus bersihan jalan nafas tidak untuk
efektif dapat teratasi memaksimalkan
Kriteria : ventilasi
1. RR normal 2. Lakukan fisioterapi
2. Tidak ada kecemasan dada jika perlu
3.Mampu membersihkan 3. Berikan minum
secret hangat kepada
4. Tidak ada hambatan pasien
dalam jalan nafas 4. Ajarkan batuk
5. Tidak ada batuk efektif
5. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan

3 Gangguan Setelah dilakukan Monitoring pernafasan :


pertukaran gas tindakan keperawtan 2x24 1. Monitor rata-rata,
bd ventilasi jam masalah gangguan ritme, kedalaman, dan
perfusi pertukaran gas teratasi usaha pernafasan
Kriteria : 2. Monitor pola nafas
Status pernafasan: :bradipnea, takipnea,
pertukaran gas

21
1. Kemudahan bernafas 3. Palpasi kesimetrisan
2. tidak ada sesak nafas ekspansi paru
dalam istirahat 4. Perkusi dada
3. tidak ada sesak nafas anteriordan posterior
saat beraktivitas dari apeks sampai
4.Tidak ada kelelahan bawah
5.Tidak ada sianosis 5. Auskultasi suara
6.PaCO2 DBN (35-45) pernafasan, catat area
7.PaO2 DBN (80-104) yang mengalami
penurunan ventilasi
dan adanya suara
tambahan
6. Monitor adanya
dispnea dan kejadian
yang meningkatkan
dan memperburuk
keadaan pasien
7.tidur menyamping
untuk mencegah aspirasi

3.8 Kasus
Tn.S 56 Th masuk 3 Maret 2013 $ Diagnosa PPOK, jenis kelamin Laki-
laki Agama Islam pekerjaan Tani, Pendidikan SD. Alamat Sendang Kulon. Alasan
di rawat Sesak napas Keluhan utama : Sesak dan batuk Riwayat keluhan utama:
riawayat penyakit dahulu: Sesak napas sejak 5tahun yang lalu. Riwayat penyakit
sekarang : Sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit pasien sesak terus-menerus
akhirnya keluarga membawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Soetomo
Surabaya. Riwayat kesehatan keluarga tidak ada keluarga yang menderita penyakit
seperti ini. Riwayat kesehatan lain : Pasien pernah merokok, dan berhenti sejak
sakit kurang lebih 5 tahun yang lalu.

22
Observasi dan Pemeriksaan Fisik CM, GCS : 456, Keadaan umum : lemah Tanda-
tanda vital : S= 37 oC, T= 130/80mmHg, Nadi= 104x/m, RR= 28x/m. Pernafasan
melalui : hidung + terpasang 02 kanule ( 2 liter/menit ). Trachea tidak ada
pembengkokan Cyanosis (-), dyspnea (+), batuk lendir putih, darah( )Whezeeng (+)
/ (+), Ronchi (+) / (+) dada simetris. Eliminasi urin : 400-500cc/hari, warna kuning,
jernih, khas amoniak. Ekstremitas atas tangan kiri terpasang infus RL 7
Tetes/menit. Spiritual Klien mengharapkan dengan perawatan yang diberikan bisa
sembuh dan yakin dengan pertolongan Tuhan bisa sembuh, persepsi penyakitnya
sebagai cobaan dalam hidup. Tetapi pasien tidak dapat melakukan sholat di RS.
Pemeriksaan Lab AGD : - PH : 7,359 ( 7,35-7,45 ), PCO2 : 46,0 ( 35-45 ), PO2
: 115,0 ( 80-104 ), HCO3 : 25, Sputum : BTA (-)
Therapi. Infus RL : Dex.5% 1:1/ 24 jam ( 7 tts/menit ), Aminophylin 1 amp / 24
jam, - Tarbutalin 4x0,025 mg, Ciprofloxasin 2x500 mg, Nebulezer 4x ( Atroven :
Agua ) = 1:1, Oksigen 2 liter / menit Diet TKTP

3.9 Identifikasi kata sulit


1. PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkhitis
kronis bronkiektasis, enfisema dan asma (Brunner & Suddart)
2. Dispneau adalah susah bernafas
3. Syanosis adalah kebiruan
4. Wheezing adalah bunyi ngik terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi
karena penyempitan bronkus eksudat yang lengket pada pasien asma
bronkitis
5. Ronchi adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas yang
penuh cairan atau mukus terdengar saat inspirasi atau ekspirasi

3.10 Identifikasi masalah


1. Apa pengertian dari PPOK?
2. Bagaimana penyebab dari PPOK ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari PPOK ?
4. Sebutkan klasifikasi dari PPOK ?

23
5. Apa komplikasi yang terjadi pada penyakit PPOK ?
6. Bagaimana patofisiologi dari PPOK ?
7. Penatalaksanaan apa yang bisa dilakukan pada penyakit PPOK?

3.11 Brainstorming
1. PPOK adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh enfisema / bronkitis kronis
PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas dari
gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema, dan
asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea
saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru.(Brunner&Suddarth,2001)
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. (Arif
Muttaqin,2008).
2. Penyebab PPOK adalah :
a. Merokok
b. Polusi udara
c. Pemajanan di tempat kerja (thd batu bara, kapas, padi padian )
d. Infeksi paru berulang
3. Manifestasi klinis PPOK adalah
a. Batuk
b. Sesak napas
c. Mengi atau wheeze
d. Ekspirasi yang memanjang
e. Penggunaan otot bantu pernapasan
f. Suara napas melemah
4. Klasifikasi PPOK
a. Bronkitis kronik

24
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari
disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu
tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
b. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu
perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai
kerusakan dinding alveolus
1) Emfisema Centriolobular Merupakan tipe yang sering muncul,
menghasilkan kerusakanbronchiolus, biasanya pada region paru
atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya
kantung alveolar tetap bersisa
2) Emfisema Panlobular (Panacinar) Merusak ruang udara pada
seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah.
Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat
sering pada seorang perokok.
3) Emfisema Paraseptal Merusak alveoli pada lobus bagian bawah
yang mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru.
Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax
spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan
defisiensi enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi
peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali timbul Cor
Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

c. Astma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh
hipersensitivitas cabang cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis
rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-
saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
5. Komplikasi PPOK
a. Acute respiratory failure (ARF)

25
terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh saat tidur .
b. Cor Pulmonare /dekompensasi ventrikel kanan
Merupakan pembesaran ventrikel kanan yang disebabkan oleh over
loading akibat dari penyakit pulmo.terjadi sebagai mekanisme
kompensasi sekunder bagi paru-paru yang rusak bagi penderita
PPOK
c. Pneumothoraks
Merupakan akumulasi udara dalam rngga pleural
d. Giant Bullae
kelaina yang timbul karena udara terperangkap di parenkim paru-
paru.Sehingga alveoli menjadi tempat menangkapnya udara untuk
pertukaran gas menjadi benar-benar efektif.
6. Patofisiologi PPOK
Faktor-faktor resiko seperti merokok, polusi, umur, akan
mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan
pada dinding bronkus terminal. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat
inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya
keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas,
difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et
al, 1993).
7. Penatalaksanaan PPOK adalah
a. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
b. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh Haemophilus Influenza dan

26
Streptococcus Pneumonia, maka digunakan ampisilin atau
eritromisin. Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah Haemophilus
Influenza. Pemberian antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin,
atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama
periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
2) Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3) Fisioterapi dada membantu pasien untuk mengelurakan sputum
dengan baik.
4) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250
mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin .
c. Terapi jangka panjang di lakukan :
1) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
3) Fisioterapi dada.
4) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5) Mukolitik dan ekspektoran
6) Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)
7) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi.

27
PHATWAY PPOK

Asap tembakau / polusi udara

Gangguan kebersihan paru

Peradangan bronkus

Hipoventilasi Dinding bronkiolus melemah


alveolar dan alveoli pecah

Bronkitiskronik Saluran nafas kecil


kolap saat ekspirasi

Emfisema

Penyempitan saluran nafas Berkurangnya elastis paru

Saluran nafas kecil Saluran nafas besar

Saluran nafas menjadi kecil Hipertrofi dan


lebih kecil berkelok-kelok hiperplasia kelenjar
dan beroblitrasi mukus

Metaplasia sel goblet

Obstruksi jalan nafas

PPOK

Sekresi mukus PCO2 & PO2


Kontraksi otot
meningkat Meningkat

28
Sekresi mukus Kontraksi otot PCO2 & PO2
meningkat Meningkat

Gangguan
Resistensi
Bersihan jalan nafas pertukaran gas
pernafasan
tidak efektif

Frekuensi nafas
meningkat

dyspneau

Ketidakefektifan jalan
nafas

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas dari
gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema, dan
asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru.(Brunner&Suddarth,2001)
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. (Arif Muttaqin,2008).
Diagnosa yang muncul pada kasus di atas adalah :
1. Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif bd adanya mukus
3. Gangguan pertukaran gas bd ventilasi perfusi

4.2 Saran
Akibat perubahan anatomi saluran pernapasan akan timbul perubahan
fungsi paru- paru. Merokok merupakan penyebab utama timbulnya penyakit
obstruksi paru menahun (POPM), termasuk emfisema (pembengkakan paru-
paru), bronkitiskronis, dan asma. Merokok lebih berbahaya bagi perokok pasif
daripada perokok aktif, karena asap yang dihirup oleh perokok pasif lebih
banyak mengandung zat zat yang berbahaya.
Oleh karena itu, marilah mulai sekarang kita jaga kesehatan organ
pernapasan paru-paru dan sistem pernapasan dengan makan-makanan yang
sehat, perbanyak minum air putih, berolahraga yang cukup dan jangan merokok,
dan makan teratur.

30
DAFTAR PUSTAKA

Tamsuri, Anas .2008.Seri Asuhan Keperawtan Klien Gangguan


Pernafasan.Jakarta : EGC
Brown,Sandra Clark.2004.Nursing Outcomes Classification (NOC).US :
ELSEVIER
Brown,Sandra Clark.2004.Nursing Outcomes Classification (NOC).US :
ELSEVIER
Smeltzer, Suzanne C& Bare, Brenda G .2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta : EGC
Herdman,T.Heather.2010.Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2009-
2011.Jakarta : EGC
Tim PDPI.2003.PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.http//
:jurnal PPOK- Perhimpunan- Dokter -Paru Indonesia.com diakses pada
hari rabu,6/3/2013
Tim PDPI.2008.Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru.Jakarta :
Sagung Seto
Yasmin,Niluh G.dkk.2004.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

31

You might also like