You are on page 1of 15

MAKALAH REAGENSIA

IODOMETRI

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK III
1. IMANIA RAHMAWATI (E0015047)
2. INDRI KUSUMAWATI (E0015048)
3. ISKI RISTIANTI (E0015049)
4. IYANT YOGA P (E0015050)
5. LUTFI MAULIDA (E0015051)
6. MIA KHAERUNISA (E0015052)

TINGKAT II B

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
SEMESTER III

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan bagi Allah SWT yang dengan rahmat dan karunianya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas kali ini dalam bentuk maupun isinya
sangat sederhana yang berjudul reagensia iodometri tugas ini berisikan informasi yang
membahas tentang analisa titrimetri.
Diharapkan tugas ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada kita
semua tentang analisa titrimetri. Berbagai kekurangan niscaya masih terdapat pada isi tugas
ini. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan masukan untuk perbaikan isi tugas ini di
masa yang akan datang.

Slawi, November 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................i


DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. PENGERTIAN ........................................................................................................1
1.2. LATAR BELAKANG .............................................................................................1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DASAR TEORI .......................................................................................................2
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. ALAT DAN BAHAN ..............................................................................................4
3.2. PROSEDUR KERJA ...............................................................................................5
3.3. DATA HASIL PENGAMATAN ............................................................................5
BAB IV
PEMBAHASAN ............................................................................................................7
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN ........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi III, tembaga II,Kalium Permanganat dimana zat ini akan mengoksidasi
iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn dengan
menggunakan larutan baku tiosulfat .Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah
oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk
secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi
iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.

1.2 LATAR BELAKANG


Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan
oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh
elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan
bilangan oksidasi.Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan
bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling
menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa,
tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor.Namin demikian, oksidator
dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator
adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks
yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang
menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DASAR TEORI


Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor.Namin demikian, oksidator
dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator
adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks
yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang
menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan
ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan
pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium.Maka jumlah
penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk
bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu
kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan
pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.Reaksi antara
iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 250C), tetapi agak
larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat
dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik.Iodium,
dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang
dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium.Akan tetapi biasanya larutan
distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa
digunakan.(Underwood, 1986).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah
natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.Larutan
tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi
terhadap standar primer.Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang
lama.Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium
tiosulfat.Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena
kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat
yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu
kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar.Metode titrasi iodometri tak langsung

2
(kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) 2e2I- adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air
yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya,
menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika
konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan
titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3- Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik
ditulis sebagai: I3- + 2e 3I-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida
merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium
dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan
iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk
tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3-
dan bukan dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-
(Bassett, J. dkk., 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat
kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini
digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi.Akan tetapi lebih umum digunakan suatu
larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai
untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium.Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit
asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).

3
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah neraca analitik, pipet
volum, labu ukur 100 mL, erlenmeyer 250 mL, buret, dan beaker gelas, pipet tetes,
dan botol semprot.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah KIO3, H2SO4 2 N,
larutan KI 10%, larutan Na2S2O3, larutan amilum 1%, garam (pembuatan larutan
sampel), larutan KCNS atau NH4CNS 10% dan akuades.

3.2 PROSEDUR KERJA


A. Pembakuan larutan Na2S2O3 dengan larutan baku KIO3
- Dengan teliti ditimbang 0,35 gram KIO3 dilarutkan dalam akuades kemudian
memasukan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 ml
- Sampai batas diencerkan, dipipet 25 ml larutan baku KIO3 dan dimasukan dalam
Erlenmeyer
- 2 ml H2SO4 2 N dan 10 ml KI 10 %, ditambahkan kemudian dikocok. Larutan ini
dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning muda.
- Dengan akuades 25 ml diencerkan dan ditambahkan dengan 4 ml larutan amilum 10
%, titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.

B. Penentuan Kadar Cu dengan Larutan Baku Na2S2O3


- Dengan teliti ditimbang 1,0 gram garam CuSO4, dilarutkan dalam akuades,
dimasukkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL,
- Sampai tanda batas diencerkan, dan mengocok secara sempurna. Diambil 5 mL
larutan ke dalam labu ukur 100 mL, mengencerkan dengan akuades sampai tanda
batas, dan dikocok sempurna.
- 10 mL larutan sampel dipipet, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL,
menambahkan 2 mL KI 10%, kemudian dikocok.
- I2 yang dihasilkan dititrasi dengan larutan baku thio sampai larutan berwarna kuning
muda, kemudian menambahkan 2 mL larutan amilum 1% dan dilanjutkan titrasi
sampai warna biru hampir hilang.

4
- 2 mL larutan KCNS 10%, ditambahkan warna biru akan timbul lagi, cepat-cepat
dilanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang. Dilakukan duplo.

3.3 DATA HASIL PENGAMATAN


A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil No Langkah percobaan Hasil pengamatan
No Langkah percobaan Hasil pengamatan
1 -Pembakuan larutan Na2S2O3 dengan Larutan kuning
KIO3
-Menimbang 0,35 gr KIO3 + akuades dalam V titrasi 1 = 0,3 ml
100 ml labu ukur, Mengencerkan
- 25 ml KIO3 + 3 ml H2SO4 2N+ KI 10%, V titrasi 2 = 0,1 ml
mentitrasi dengan Na2S2O3 sampai warna
kuning muda + 2 tetes amilum 1% menitrasi V total = 0,4 ml
sampai warna biru tepat hilang
2. Penentuan Kadar Cu dengan Na2S2O3 kuning tua menjadi kuning muda
a. Menimbang 1 gr garam V = 0-3,6 ml
- Melarutkan dalam akuades dan mengencerkan
- 10 ml larutan sampel + 2 ml KI 10% dan V = 3,6 7,7 ml
mengocok
- Menitrasi sampai warna kuning muda V = 7,7 8,2 ml
- + 2 ml amilum 1% dan titrasi
- + 2 tetes KCNS 10% Tidak timbul warna biru lagi
b. Menimbang 1 gr garam
- Melarutkan dalam akuades dan mengencerkan V = 0-3,2 ml
- 10 ml larutan sampel + 2 ml KI 10% dan
mengocok V = 3,2 7,3 ml
- Menitrasi sampai warna kuning muda V = 7,3 7,9 ml
- + 2 ml amilum 1% dan titrasi V total titrasi 1 dan titrasi 2 = 1,1 ml
- + 2 tetes KCNS 10% V rata-rata = 0,55 ml

5
2. Perhitungan
- Pembuatan Larutan Baku KIO3 0,1N
Massa KIO3 = 0,36 gr
BM KIO3 = 214,0064 gr/mol
V pengenceran = 0,1 L
N KIO3 = ..?
N KIO3= 0,1009 N
- Pembakuan Larutan Baku Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3 0,1N
N KIO3 = 0,1009 N
V KIO3 = 25 mL
V Na2S2O3 = 0,4 mL
N Na2S2O3 = ..?
N Na2S2O3 = 6,25N
- Penentuan Kadar Cu2+ dalam CuSO4.5H2O
V Na2S2O3 = 0,55 mL
N Na2S2O3 = 6,25 N
Massa sampel = 1 gr
% Cu2+ dalam sampel = ?
2 S2O32- + I2 S4O62- + 2I-
2 mgrek S2O32- = mgrek I2
2 (V x N) S2O32- = mol I2 x e I2
mol I2 = 2
=2
= 0,0034375 mol
Reaksi :
2 Cu2++ 4 I- 2 CuI- + I2
mol Cu2+ = 2 mol I2
= 2 x 3,4375 x 10-3 mol
= 6,8 x 10-3 mol
massa Cu2+ = mol Cu2+ x BA Cu2+
= 6,8 x 10-3 mol x 63,546 mol
= 0,4321 gr
% Cu dalam sampel = 43,21 %

6
BAB IV
PEMBAHASAN

Garam KIO3 mampu mengoksidasi iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam
larutan asam. Oleh karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi
Iodometri ini. Selain itu juga karena sifat Iod itu sendiri yang mudah teroksidasi oleh oksigen
dalam lingkungan sehingga iodida mudah terlepas.Reaksi ini sangat kuat dan hanya
membutuhkan sedikit sekali kelebihan ion hidrogen untuk melengkapi reaksinya. Namun
kekurangan utama dari garam ini sebagai standar primer adalah bahwa bobot ekivalennya
yang rendah. Larutan standar ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam
: IO3- + 5I- + 6H+ 3 I2 + 3H2O
Larutan KIO3 memiliki dua kegunaan penting, pertama, adalah sebagai sumber dari
sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang
mengandung asam kuat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki
keasaman rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara
iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras. Larutan baku KIO3 0,1 N dibuat
dengan melarutkan beberapa gram massa kristal KIO3 yang berwarna putih dengan
menggunakan aquades dan mengencerkannya.
1. Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3
Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung
dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi
dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi
thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi reaksi:
Oksidator + KII2I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang
tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena
sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena
itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer.
Natrium tiosulfat merupakan suatu zat pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
2S2O32- S4O62- + 2e-
Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan
kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan
kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Namun

7
pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat
adalah kalium iodat standar.
Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri
ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer.
Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi
bening.Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat
kehitaman.Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan
suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam
kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3-+ 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%.
Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar
amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk
kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini
disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang
bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat
jelas.Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada
saat titik akhir titrasi.Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang
digunakan.Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga
umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana
netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
S2O32- + I3- S2O3I- + 2I-
2S2O3I-+ I- S4O62- + I3-
S2O3I-+ S2O32- S4O62- + I-
Dari hasil perhitungan diketahui besarnya konsentrasi natrium thiosulfat yang digunakan
sebagai larutan baku standar sebesar 6,25 N.

2. Penentuan Kadar Cu2+ dengan Larutan Baku Na2S2O3


Pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa
perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi. Tembaga murni dapat digunakan sebagai
standar primer untuk natrium thiosulfat dan direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan
untuk menetapkan tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) Cu(I) adalah +0,15 V dan

8
karena itu iod merupakan pengoksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu(II). Tetapi bila ion
iodida ditambahkan ke dalam larutan Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I).
2Cu2++ 4I- 2CuI(s) + I2
Penentuan kadar Cu2+ dalam larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang
dilakukan mengencerkan 5 mL sampel garam hingga 100 mL dan mengambil 10 mL hasil
pengenceran tersebut untuk ditambahkan dengan larutan KI 10% dan menitrasi dengan
larutan baku natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi
larutan yang berwarna kuning muda. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 4 mL
larutan amilum 1 % menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru
tua, Penambahan indikator amilum 1% ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna
yang terjadi pada larutan tersebut. kemudian larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan
natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat hilang. Untuk lebih memperjelas
terjadinya reaksi tersebut, ke dalam larutan ditambahkan amilum. Bertemunya I2 dengan
amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna biru kehitaman. Selanjutnya titrasi
dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi putih keruh.
I2 + amilum I2-amilum
I2-amilum + 2S2O32- 2I- + amilum + S4O6-
Hal yang perlu diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya sifat adsorpsi
pada permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan terjadinya penyerapan
iodium dan apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka titik akhir titrasi akan
tercapai terlalu cepat. Oleh karena itu, sebelum titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat
warna larutan yang dititrasi dengan Na2S2O3 akan berubah dari biru menjadi bening,
dilakukan penambahan kalium tiosianat KCNS.
Penambahan KCNS menyebabkan larutan kembali berwarna biru. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut: 2Cu2+ + 2I- + 2SCN- 2CuSCN + I2
Endapan tembaga(I) tiosianat yang terbentuk mempunyai kelarutan yang lebih rendah
daripada tembaga(I) iodida sehingga dapat memaksa reaksi berjalan sempurna. Selain itu,
tembaga(I) tiosianat mungkin terbentuk pada permukaan tembaga(I) iodida yang telah
mengendap. Reaksinya sebagai berikut: CuI + SCN- CuSCN + I-
Penambahan larutan KCNS ini bertujuan sebagai larutan yang mengembalikan reaksi
penambahan indikator amilum dalam larutan sehingga larutan menjadi kembali biru. Reaksi
yang berlangsung adalah
2Cu2+ + 4 I- 2CuI + I2
2S2O32-+ I2 S4O62-+ 2I-

9
dari hasil pengamatan dan perhitungan, didapatkan jumlah volume titrasi larutan
natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk merubah larutan dari warna coklat tua menjadi
kuning muda setelah penambahan amilum maka larutan menjadi bening dan setelah
penambahan KCNS maka larutan menjadi jernih kembali. Dari hasil perhitungan diperoleh
massa tembaga pada larutan sampel sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga (%Cu2+) dalam
larutan sample tersebut adalah sebesar 43,21 %.

10
BAB V
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut :
Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan
iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI. Kadar
tembaga dalam garam CuSO4.5H2O dapat ditentukan dengan cara iodometri. Indikator yang
dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium dan terbentuk kompleks
amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali. Massa tembaga pada
larutan diketahui sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga dalam larutan sebesar 43,21 %.

11
DAFTAR PUSTAKA

Basset.Jetc.1994.Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku


Kedokteran EGC : Jakarta
Khopkar, S.M.1990.Konsep Dasar Kimia Analitik.Universitas Indonesia Press. Jakarta
Rivai, Harrizul.1995.Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta
Underwood, A.L, Day, R.A.1981. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

12

You might also like