You are on page 1of 34

Imam Adli Muhammad 04011381419143 gamma

II.5.2 DOKTER KELUARGA


Definisi
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan
pelayanan primer yang komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif,
dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan
serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang
jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya. Pelayanan dokter keluarga
melibatkan Dokter Keluarga sebagai penyaring di tingkat primer sebagai bagian
suatu jaringan pelayanan kesehatan terpadu yang melibatkan dokter spesialis di
tingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit rujukan sebagai tempat pelayanan
rawat inap, diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik,
koordinatif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan
lingkungannya serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien
tanpa memilah jenis kelamin, usia serta faktor-faktor lainnya. (The American
Academy of Family Physician, 1969; Geyman, 1971; McWhinney, 1981).

Batasan atau terminologi dokter keluarga.

Dokter keluarga merupakan dokter yang mengabdikan dirinya dalam


bidang profesi dokter maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan,
ketrampilan melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga yang
mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek dokter keluarga. ( IKK FKUI
1996 )

Dokter keluarga adalah dokter yang mempunyai tanggung jawab


menyelenggarakan pelayanan kesehatan personal, menyeluruh terpadu,
berkesinambungan dan proaktif sesuai dengan kebutuhan pasiennya sebagai
anggota satu unit keluarga, komunitas serta lingkungannya serta bila
menghadapi masalah kesehatan khusus yang tak tertanggulangi bertindak
sebagai coordinator dalam konsultasi dan atau rujukan pada dokter ahli yang
sesuai. ( AAFP, IDI, Singapura )

Dokter Keluarga adalah dokter praktek umum, hanya dalam prakteknya


menggunakan pendekatan kedokteran keluarga. Pendekatan kedokteran keluarga
itu prinsip ada 4, pelayanan yang bersifat personal (invidual) bukan keluarga,
1
pelayanan yang bersifat primer artinya hanya melayani sebatas dokter pelayanan
primer, lalu komprehensif artinya DK sebagai Dokter praktek umum melayani 4
ranah pelayanan yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Lalu yang
ke empat adalah kontinyu, ini yang sering dilupakan para dokter prakter umum
padahal hal tersebut sangat penting, the continuity of care atau kesinambungan
pelayanan. Jangan sampai seseorang itu dilayani oleh banyak dokter, sehingga
mengulang pelayanan lagi, pemeriksaan lagi, obatnya jadi double-double dan
seterusnya. ( dr. Sugito Wonodirekso )

Pengertian dokter keluarga sendiri menurut PDKI (Perhimpunan Dokter


Keluarga Indonesia) adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien di
fasilitas/sistem pelayanan kesehatan primer guna menyelesaikan semua masalah
kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit,, usia, dan jenis
kelamin yang dapat dilakukan sedini dan sedapat mungkin, secara paripurna,
dengan pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam koordinasi serta
kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menerapkan prinsip
pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan, serta
menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan
moral. Layanan yang diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi
dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar.

Batasan pelayanan dokter keluaraga :


1. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh
yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana
tanggung ajawab dokter tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin, organ tubuh atau jenis penyakit.
2. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas yang
dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu terutama ilmu penyakit dalam,
ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan kandungan, ilmu bedah, serta ilmu
kedokteran jiwa yang secara keseluruhan membentuk kesatuan yang terpadu

Batasan tentang ilmu kedokteran keluarga di antaranya adalah sebagai berikut :


1. Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum
ilmu kedokteran yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada

2
satu kesatuan individu, keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan
faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. (PB IDI, 1983)
2. Ilmu kedokteran keluarga menunjuk pada body of knowledge dari pelayanan
dokter keluarga yang merupakan disiplin baru dari ilmu kedokteran yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan kesehatan khalayak secara lebih
responsif dan bertanggung jawab. (Charmichael, 1973)
3. Ilmu kedokteran keluarga adalah salah satu cabang dari ilmu kedokteran
yang ditandai dengan terdapatnya suatu kelompok pengetahuan kedokteran
yang bersifat khusus. (WONCA, Manila; 1979)
4. Ilmu kedokteran keluarga adalah body of knowledge tentang fenomena yang
dihadapi serta teknik yang dipergunakan oleh para dokter yang
menyelenggarakan perawatan kesehatan perorangan pada tingkat pertama
dan berkelanjutan. (Whinney, 1969)
5. Ilmu kedokteran keluarga adalah sebuah pendekatan multidisipliner yang
terpadu menuju perawatan kesehatan yang menyeluruh dari unit keluarga.
(Sargent, 1967)

Batasan dokter keluarga :


1. Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran
2. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, bila perlu
aktif mengunjungi penderita atau keluarganya
3. Dokter keluarga adlaha dokter yang memiliki tanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang dibutuhkan
oleh semua anggota yang terdapat dalam satu keluarga dan dapat merujuk ke
dokter ahli yang sesuai.
4. Dokter keluarga adalah dokter yang melayani masyarakat sebagai kontak
pertama yang merupakan pintu masuk ke system pelayanan kesehatan.
5. Dokter keluarga adlah dokter yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
personal, tingkat pertama, menyeluruh dan berkesinambungan kepada pasien
yang terkait dengan keluarga, komunitas, serta lingkungannya.

Latar belakang kelahiran dokter keluarga


Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 1981 yakni dengan didirikannya Kelompok Studi Dokter
Keluarga. Pada Tahun 1990 melalui kongres yang kedua di Bogor, nama

3
organisasi dirubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI).
Sekalipun organisasi ini sejak tahun 1988 telah menjadi anggota IDI, tapi
pelayanan dokter keluarga di Indonesia belum secara resmi mendapat
pengakuan baik dari profesi kedokteran ataupun dari pemerintah.
Untuk lebih meningkatkan program kerja, terutama pada tingkat internasional,
maka pada tahun 1972 didirikanlah organisasi internasional dokter keluarga
yang dikenal dengan nama World of National College and Academic
Association of General Practitioners / Family Physicians (WONCA). Indonesia
adalah anggota dari WONCA yang diwakili oleh Kolese Dokter Keluarga
Indonesia. Untuk Indonesia, manfaat pelayanan kedokteran keluarga tidak hanya
untuk mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,
akan tetapi juga dalam rangka turut mengatasi paling tidak 3 (tiga) masalah
pokok pelayanan kesehatan lain yakni:

Pendayagunaan dokter pasca PTT


Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Menghadapi era globalisasi

Perkembangan dokter keluarga.


PDKI pada awalnya merupakan sebuah kelompok studi yang bernama

Kelompok Studi Dokter Keluarga (KSDK, 1983), sebuah organisasi dokter


seminat di bawah IDI. Anggotanya beragam, terdiri atas dokter praktik umum
dan dokter spesialis.
Pada tahun 1986, menjadi anggota organisasi dokter keluarga sedunia

(WONCA).
Pada tahun 1990, setelah Kongres Nasional di Bogor, yang bersamaan dengan
Kongres Dokter Keluarga Asia-Pasifik di Bali, namanya diubah menjadi
Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI), namun tetap sebagai organisasi
dokter seminat.
Pada tahun 2003, dalam Kogres Nasional di Surabaya, ditasbihkan sebagai
perhimpunan profesi, yang anggotanya terdiri atas dokter praktik umum,
dengan nama Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI), namun saat itu
belum mempunyai kolegium yang berfungsi.
Dalam Kongres Nasional di Makassar 2006 didirikan Kolegium Ilmu
Kedokteran Keluarga (KIKK) dan telah dilaporkan ke IDI dan MKKI.

Prinsip pelayanan dokter keluarga.


Prinsip pelayanan atau pendekatan dokter keluarga adalah memberikan :

4
Pelayanan yang holistic dan kemprehensif
Pelayanan yang berkesinambungan
Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
Pelayanan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya
Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga , lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya ( dokter keluarga harus mendiagnosis secara
holistic dan mengobati secara komprehensif ).
Pelayanan yang menjunjung tinggi etika, moral dan hukum ( untuk
menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang dokter )
Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu ( untuk mengendalikan mutu dan
biaya agar tidak berlebih atau kekurangan ).
Dapat diaudit dan dipertangungjawabkan (tidak mengada-ngada dan tidak

menyealahgunakan data)

Standar pelayanan dokter keluarga.


Standar pelayanan dokter keluarga ;
1. Standar pemeliharaan kesehatan di klinik
o Standar pelayanan paripurna, pelayanan disediakan sebagai pelayanan

strata pertama untuk semua orang tidak berdasarkan umur atau jenis
kelamin. Pelayanan yang bersifat paripurna yaitu pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan atau promotif, pencegahan penyakit dan proteksi
khusus atau preventif, pemulihan kesehatan atau kuratif, pencegahan
kecacatan atau disability limitation dan rehabilitasi baik fisik, mental,
maupun sosial setelah sakit dengan memperhatikan kemampuan sosial
serta sesuai dengan medikolegal etika kedokteran.
o Standar pelayanan medik, pelayanan medik yang melaksanakan pelayanan
kedokteran secara lege artis. Berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang, penegakkan diagnosis dan diagnosis banding, prognosis,
konseling, konsultasi, rujukan, tindak lanjut, tindakan, pengobatan
rasional, dan pembinaan keluarga.
o Standar pelayanan menyeluruh, pelayanan disediakan dalam kedokteran

keluarga yang bersifat menyeluruh yaitu peduli bahwa pasien seorang


manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial, dan spiritual,
serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
o Standar pelayyanan terpadu, pelayanan disediakan dalam kedokteran

keluarga yang bersifat terpadu, selaiun berupa kemitraan antara dokter

5
dengan pasiensaat proses pelaksanaan medic, juga merupakan kemitraan
lintas program dengan berbagai institusi formal maupun informal.
o Standar pelayanan berkesinambungan, merupakan pelayanan
berkesinambungan yang melaksanakan pelayanan kedokteran secra efektif
efisien, proaktif, dan terus menerus demi kesehatan pasien.

2. Standar perilaku dalam praktek :


o Standar perilaku terhadap pasien, pelayanan dokter keluarga menyediakan

kesempatan bagi pasien untuk menyampaikan kekhawatiran dan masalah


kesehatannya, serta memberikan kesempatan kepada pasien untuk
memperoleh penjelasan yang dibutuhkan guna dapat memutuskan
pemilihan penatalaksanaan yang akan dilaksanakan.
o Standar perilaku dengan mitra kerja di klinik, seorang doketr keluarga
sebagai pimpinan manajemen untuk mengelola klinik secara professional.
o Standar perilaku dengan sejawat, menghormati dan menghargai
pengetahuan ketrampilan dan kontribusi kolega lain dalam pelayanan
kesehatan dan menjaga hubungan baik secara professional.
o Standar pengembangan ilmu dan ketrampilan praktek, pelayanan dokter
keluarga selalu berusaha mengikuti kegiatan kegiatan ilmiah guna
memelihara dan menmabah ketrampilan praktek serta meluaskan wawasan
pengetahuan kedokteran sepanjang hayatnya.
o Standar partisipasi dalam kegiatan masyarakat di bidang kesehatan, dokter
keluarga selalu berusaha berpartisipasi aktif dalam semua kegiatan
peningkatan kesehatan di sekitarnya dan siap memberikan pendapatnya
pada setiap kondisi kesehatan di daerahnya.

3. Standar pengelolaan praktek, selain dokter keluarga juga terdapat petugas


kesehatan anatara lain perawat, bidan, administrasi klinik serta pegawai lain
yang sesuai dengan latar belakang pendidikan atau pelatihannya.
4. Standar sarana dan prasarana, pelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas
pelayanan kesehatan strata pertama yang lengkap serta beberapa fasilitas
tambahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya.
5. Standar manajemen keuangan, pencatatan dan jenis system pembiayaan
praktik.
2. Standar manajemen klinik, pembagian kerja, program pelatihan, program
kesehatan dan keselamatan kerja, dan pembahasan administrasi klinik.

6
3. Standar peralatan klinik, peralatan medis, peralatan penunjang medis dan
peralatan non medis.
4. Standar proses proses penunjang praktik, pengelolaan rekam medic,
pengelolaan pencegahan infeksi, pengelolaan air bersih, pengelolaan obat,
dan pengelolaan limbah

Jenis pelayanan dokter keluarga.


Adapun beberapa jenis pelayanan dokter keluarga yang sesuai dengan
karakteristik pelayanan mereka adalah: ( Putu, 2010)
Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan
Pemeriksaan dan Pengobatan oleh dokter
Tindakan medis kecil (ringan)
Pemeriksaan penunjang laboratorium sederhana
Pemeriksaan ibu hamil, nifas, dan ibu menyusui, bayi dan anak balita
Upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi
Pemberian obat pelayanan dasar dan pelayanan obat penyakit kronis
atas indikasi medis, Pemberian surat rujukan ke Rumah Sakit/Dokter
Spesialis untuk kasus yang tidak dapat ditangani Dokter Keluarga

Oleh karena dokter keluarga telah melewati pendidikan lanjutan khusus


tersebut, maka dokter keluarga memiliki tingkat kompetensi yang lebih
dibanding dokter umum, sehingga batas kewenangan yang dimiliki dokter
keluarga lebih luas dibandingkan dengan dokter umum dan dokter keluarga
juga memiliki tugas-tugas serta karakteristik pemberian pelayanan kesehatan
tersendiri kepada masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa dokter keluarga
dapat diterapkan pada sistem kedokteran di Indonesia, karena akan
memberikan pelayanan kesehatan yang lebih optimal bagi masyarakat.

Pembiayaan penanganan dokter keluarga


Penyelenggaraan pembangunan kesehatan berpedoman pada Sistem
Kesehatan Nasional (SKN). Tatanan yg menghimpun upaya secara terpadu dan
saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yg setinggi-tingginya sebagai
perwujudan kesejahteraan umum seperti amanat UUD 1945. Kebijakan Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan landasan umum bagi negara dalam
mengupayakan penyelenggaraan jaminan sosial secara nasional. Jaminan
pelayanan kesehatan yang merupakan salah satu hak asasi bagi setiap warga
menjadi dicantumkan dalam SJSN sebagai ekspresi komitmen Pemerintah yang

7
harus diwujudkan. Dua unsur pokok yang saling terkait dalam Sistem Kesehatan
Nasional adalah Upaya kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan Masalah yang
mendasar pada pembiayaan kesehatan adalah sistem dan sumber pembiayaan
kesehatan bagi setiap anggota masyarakat. Sehingga persoalan pembiayaan
kesehatan di Indonesia masih merupakan topik yang selalu menarik untuk dikaji.
Sistem yang paling mendekati cocok untuk diterapkan tampaknya akan sampai
satu kesepahaman yakni system pembiayaan kesehatan yang berbasiskan sistem
asuransi kesehatan.

Hingga kini, sudah banyak berdiri badan penyelenggara (Bapel) pembiayaan


kesehatan di Indonesia baik yang sudah lama maupun yang baru beberapa tahun.
Dalam ketentuan UU SJSN, Terbentuk UU no 40 tahun 2004 tentang SJSN. Pada
masa transisi hingga th 2009, empat badan BHMN diberi hak sebagai badan
pengelola jaminan sosial, yakni PT Askes, PT Jamsostek, PT Asabri dan PT
Taspen. Kemudian disusul Putusan MK RI terhadap perkara no 007/PUU-III/2005
tentang pengujian UU SJSN. Kewajiban Daerah dan prioritas belanjanya untuk
mengembangkan sistem jaminan sosial, bukan hanya semata-mata un tuk
memenuhi SPM, namun merupakan kewajiban konstitusional. Daerah boleh
mendirikan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dengan memenuhi UU
SJSN dan UU Pememerintah Daerah

Kompetensi dokter keluarga.


Dokter keluarga memiliki 7 kompetensi dasar yang harus dimiliki,yaitu :
1. Memiliki kualitas komunikasi dan ketrampilan
2. Memliki ketrampilan dan kompetensi dasara
3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar lmu biomedik, ilmu klinik, ilmu
perilaku dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga
4. Keterampilan mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun
masyarakat secara komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinir dan
bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer
5. Berpikiran kritis dan memliki kemampuan management yang baik
6. Mau belajar sepanjang hayat
7. Memiliki etika,prilaku yang baik dan berprilaku professional

Memiliki ilmu dan ketrampilan klinis layanan primer cabang ilmu


utama yaitu bedah, penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan,
kesehatan anak, THT, mata, kulit dan kelamin, psikiatri, syaraf, kedokteran
komunitas,

8
Memiliki ketrampilan klinis layanan primer lanjut :
1. Ketrampilan melakukan health screening
2. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
3. Membaca hasil EKG
4. Membaca hasil USG
5. ACLS, ATLS, dan APLS

Standar kompetensi dokter keluarga menurut deklarasi WONCA WHO


tahun 2003 :
1. Melaksanakan asuhan bagi pasien dalam kelompok usia tertentu
( bayi baru lahir, bayi, anak, remaja, dewasa, wanita hamil dan menyusui,
lansia )
2. Mengintegrasikan komponen asuhan komprehensif
o Memahami epidemiologi penyakit
o Melakukan anamnesis dan pemeriksaan jasmani secara memadai
o Memeahami ragam perbedaan faal dan metabolism obat
o Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi
o Menyelenggarakan penilaian risiko khusus usia tertentu
o Menyelenggarakan upaya pencegahan, penapisan, dan panduan serta

penyuluhan gizi
o Memahami pokok masalah perkembangan normal
o Menyelenggarakan konseling, psikologi, dan prilaku
o Mengkonsultasikan atau merujuk pasien tepat pada waktunya bila
diperlukan
o Menyelenggarakan layanan paliatif
o Menjunjung tinggi aspek pelayanan kedokteran

3. Mengkoordinasikan layanan kesehatan


o Dengan keluarga pasien (penilaian keluarga, pertemuan keluarga atau

pasien, pembinaan dan konseling keluarga )


o Dengan masyarakat (penilaian kesehatan masyarakat dan epidemiologi,
pemeriksaan atau penilaian masyarakat, mengenali dan memanfaatkan
sumber daya masyarakat, program pencegahan dan pendidikan bagi
masyarakat, advokasi atau pembelaan kepentingan kesehatan
masyarakat)
4. Melayani kesehatan masyarakat yang menonjol
(kelainan alergik, anastesia dan penanganan nyeri, kelainan yang
mengancam jiwa, kelainan kardiovaskular, kelainan kulit, kelainan mata dan
telinga, kelainan saluran cerna, kelainan perkemihan dan kelamin, kelainan
obstetric dan ginekologi, penyakit infeksi, kelainan musculoskeletal,
kelainan neoplastik, kelainan neurologi, dan psikiatri)
9
5. Melaksanakan profesi dalam tim penyedia kesehatan
(menyusun dan menggerakan tim, kepemimpinan, ketrampilan manajemen
praktek, pemecahan masalah konflik, peningkatan kualitas )

Peran dokter keluarga pada pelayanan kesehatan primer.


Dokter keluarga memiliki peranan dan cakupan yang khusus yaitu :
1. Komprehensif dan holistik
2. Kompeten dengan ilmunya
3. Continue (berkesinambungan)
4. Preventif
5. Kolaboratif dan kordinatif
6. Mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
7. Mempertimbangkan mutu dan biaya
8. Segala tindakan dapat dipertanggung jawabkan
9. Segala tindakan dapat diaudit
10. Bermoral dan beretika yang baik

Sehingga yang ditekankan disini dokter keluarga adalah gate keeper


sekelompok masyarakat, sebagai system pencegahan atau prventif.Jadi pada
dasarnya preventiflah yang diutamakan daripada tindakan kuratif.Semakin dia
melakukan tindakan preventif yang tepat,dan pasien yang mengalami sakit itu
sedikit maka dapat dikatakan bahwa dokter keluarga tersebut berhasil.

II.5.3 DIAGNOSIS KOMUNITAS


DEFINISI DAN CAKUPAN
Definisi komunitas
Komunitas didefinisikan sebagai sekelompok orang yang memiliki paling tidak ada
satu kesamaan sifat yang berlaku untuk semua anggota komunitas bersangkutan.
Kesamaan sifat ini bisa berupa kesamaan wilayah misalnya komunitas Jakarta;
kesamaan pekerjaan misalnya komunitas guru; kesamaan suku misalnya komunitas
Betawi; kesamaan kondisi perumahan misalnya komunitas perumnas; dan sebagainya.
Komunitas dapat juga didefiniskan sebagai sebagian dari anggota masyarakat yang
lebih besar, serta memiliki kesamaan sifat atau minat. Sebagai contoh adalah sebagian
dari masyarakat Jakarta yang memiliki minat yang sama terhadap cabang olahraga
sepakbola dan menjadi fans Persija, yakni komunitas Jakmania.
Definisi diagnosis komunitas
Diagnosis komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu masalah
dengan cara pengumpulan data di masyarakat lapangan. Menurut definisi WHO,
diagnosis komunitas adalah penjelasan secara kuantitatif dan kualitatif mengenai

10
kondisi kesehatan di komunitas serta faktor faktor yang mempengaruhi kondisi
kesehatannya. Diagnosis komunitas ini mengidentifikasi
masalah kemudian mengarahkan suatu intervensi perbaikan sehingga menghasilkan
suatu rencana kerja yang konkrit. Keterampilan melakukan diagnosis komunitas
merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh dokter untuk menerapkan
pelayanan kedokteran secara holistik dan komprehensif dengan pendekatan keluarga
dan okupasi terhadap pasien. Dalam penerapannya, penggunaan diagnosis komunitas
dalam suatu program kesehatan adalah sebagai berikut :
- untuk berperan sebagai referensi data kesehatan dalam suatu wilayah
- untuk menyediakan gambaran secara keseluruhan mengenai masalah kesehatan
pada komunitas lokal dan penduduknya
- untuk merekomendasikan intervensi yang akan dijadikan prioritas dan solusi
pemecahan masalah yang mampu laksana
- untuk mengindikasi alokasi sumber daya dan mengarahkan rencana kerja di
masa depan
- untuk menciptakan peluang dari kolaborasi inter sektoral dan keterlibatan media
- untuk pembentukan dasar indikator keberhasilan dari evaluasi program kerja
kesehatan.

Oleh karena itu diagnosis komunitas harus disadari bukan sebagai suatu kegiatan yang
berdiri sendiri namun merupakan bagian dari suatu proses dinamis yang mengarah
kepada kegiatan promosi kesehatan dan perbaikan permasalahan kesehatan di dalam
komunitas. Diagnosis komunitas merupakan awal dari siklus pemecahan masalah
untuk digunakan sebagai dasar pengenalan masalah di komunitas, sehingga
dilanjutkan dengan suatu perencanaan intervensi, pelaksanaan intervensi serta
evaluasi bagaimana intervensi tersebut berhasil dilakukan di komunitas.
Tabel 1. Perbedaan antara Kedokteran komunitas dan Kedokteran Rumah Sakit
Karakteristik Kedokteran Komunitas Kedokteran Rumah Sakit
Area pelayanan Populasi di area kerja Pasien yang datang ke fasilitas
kesehatan
Strategi Aktif dan pasif Pasif, menunggu pasien datang
operasional
Organisasi Terdiri atas puskesmas, pustu, Terdiri atas hubungan yang
posyandu tidak mengikat antara pelayanan
primer, sekunder dan tersier
Bentuk Komprehensif (health Hanya kuratif
pelayanan promotion, specific protection,

11
early diagnosis dan prompt
treatment, disability-limitation,
rehabilitation
Koordinasi Ada koordinasi dengan Tidak ada hubungan
Intersektoral departemen kesehatan dan
jajarannya
Partisipasi Mengikut sertakan masyarakat Partisipasi terbatas
masyarakat dalam program kesehatan
Analisis cost- Memberikan high cost- benefit Memberikan poor cost- benefit
benefit rasio melalui minimum- rasio melalui maximum-
expenditure dan maximum-result expenditure dan minimum-result

(Sumber: Suryakantha AH. Community Medicine with Recent Advances, Ed 2. Jaypee


Brothers Medical Publisher, 2010)
Tabel 2. Perbedaan antara Diagnosis komunitas dan Diagnosis Klinis
No Diagnosis Klinis Diagnosis Komunitas
1 Dilakukan oleh dokter Dilakukan oleh dokter atau
epidemiologis
2 Fokus perhatian : pasien Fokus perhatian : komunitas /
masyarakat
3 Fokus perhatian : hanya Fokus perhatian : orang sakit
orang sakit dan sehat
4 Dilakukan dengan Dilakukan dengan cara
memeriksa pasien survey
5 Diagnosis didapat Diagnosis didasarkan atas
berdasarkan keluhan dan Riwayat Alamiah Perjalanan
simtom Penyakit ( Natural history of
disease)
6 Memerlukan pemeriksaan Memerlukan penelitian
laboratorium epidemiologi
7 Dokter menentukan Dokter/epidemiologis
pengobatan merencanakan plan of action
8 Pengobatan pasien menjadi Pencegahan dan Promosi
tujuan utama menjadi tujuan utama
9 Diikiuti dengan follow up Diikuti dengan program
kasus evaluasi
10 Dokter tertarik Dokter/epidemiologis tertarik
menggunakan teknologi dengan nilai2 statistik

12
tinggi

(Sumber: Suryakantha AH. Community Medicine with Recent Advances, Ed 2. Jaypee


Brothers Medical Publisher, 2010)

Sama seperti halnya melakukan diagnosis terhadap pasien, maka pelaksanaan


diagnosis komunitas dilakukan dengan mengikuti kaidah kaidah tertentu, agar data
(diagnosis) yang diperoleh dapat dipercaya. Dalam melaksanakan diagnosis
komunitas, perlu disadari bahwa yang menjadi sasaran adalah komunitas (yang terdiri
dari sejumlah orang) sehingga sangat ditunjang oleh pengetahuan epidemiologi,
statistik, manajemen dan ilmu ilmu sosial lainnya.

TUJUAN KOMPETENSI DIAGNOSIS KOMUNITAS


Tujuan utama dari penguatan kompetensi diagnosis komunitas adalah dokter mampu
mengidentifikasi masalah kesehatan di komunitas dan membuat solusi pemecahannya.
Secara khusus, tujuannya adalah dokter mampu:
- mengidentifikasi masalah kesehatan di masyarakat
- mengembangkan instrumen untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
- menganalisis permasalahan kesehatan dan mengajukan solusi pemecahannya
- menjelaskan struktur organisasi fasilitas kesehatan tingkat primer
- berkomunikasi secara baik dengan masyarakat
- membuat usulan pemecahan terhadap masalah kesehatan
MANFAAT DIAGNOSIS KOMUNITAS
Setelah mendapatkan diagnosis komunitas, maka manfaat yang bisa didapatkan
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi kesehatan dari komunitas bersangkutan saat ini
Pertanyaan ini menekankan pada keadaan tingkat kesehatan sebenarnya yang saat
ini sedang dihadapi oleh komunitas bersangkutan. Indikator kesehatan masyarakat
yang dikumpulkan dalam proses diagnosis komunitas akan memberikan gambaran
mengenai permasalahan kesehatan apa saja yang sedang dihadapi oleh anggota
komunitas. Mengingat cukup banyak masalah kesehatan masyarakat yang dapat
terjaring dalam tahap ini, maka perlu ditetapkan permasalahan kesehatan yang
bersifat prioritas serta memerlukan penanganan segera.

2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi kesehatan komunitas ini bisa


ditingkatkan
Pada tahap ini team penilai harus menetapkan harapan mengenai sejauh mana
upaya perbaikan kondisi kesehatan ini ingin diperbaiki. Memang sesuai
kesepakatan internasional tentunya kita ingin mencapai tingkat yang ditetapkan
oleh target (misalnya MDG). Namun harus diingat bahwa target tersebut masih
13
sangat jauh sehingga besar kemungkinan belum dapat dicapai dalam waktu singkat.
Penetapan ini harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh
komunitas bersangkutan.

3. Untuk mengetahui bagaimana caranya untuk meningkatkan kondisi kesehatan


komunitas
Setelah team menetapkan tingkat kesehatan masyarakat yang ingin dicapai dalam
upaya peningkatan kondisi komunitas bersangkutan, maka perlu dikembangkan
beberapa pilihan cara untuk mencapai harapan tersebut. Pilihan-pilihan ini sudah
barang tentu mempunyai konsekuensi mengenai sumber daya yang diperlukan,
sehingga team harus memilih cara solusi yang paling efektif dan paling efisien
dalam pencapaian target yang telah ditetapkan.

LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN DIAGNOSIS KOMUNITAS


Langkah langkah untuk melakukan diagnosis komunitas tidaklah sesederhana seperti
melakukan diagnosis pada seorang pasien, karena yang akan menjadi sasaran adalah
suatu komunitas yang terdiri atas sekelompok penduduk yang mempunyai
karakteristik yang (kurang lebih) sama dan tinggal di area yang tertentu. Selain itu,
hasil dari diagnosis komunitas tidak selalu berbentuk penyakit, tetapi bisa
masalah-masalah non medis yang menyebabkan suatu penyakit. Ini disebabkan karena
masalah kesehatan dalam komunitas merupakan akibat dari berbagai determinan
sesuai dengan teori Blum yang menyatakan ada 4 determinan yaitu perilaku,
lingkungan, pelayanan kesehatan dan genetik (urutan sesuai dengan kontribusi
terhadap masalah kesehatan).

Langkah-langkah penerapan diagnosis komunitas adalah secara bertahap yaitu:


1. Pertemuan awal untuk menentukan area permasalahan
2. Menentukan instrument pengumpulan data
3. Pengumpulan data dari masyarakat
4. Menganalisis dan menyimpulkan data
5. Membuat laporan hasil dan presentasi diseminasi.

Langkah 1. Pertemuan awal untuk menentukan area permasalahan


Pada fase awal pertemuan pendahuluan harus ditentukan tim pelaksana yang berperan
mengelola dan mengkoordinasikan diagnosis komunitas. Tim ini harus
mengidentifikasi dana dan sumber daya yang tersedia untuk menentukan batasan dari
diagnosis komunitas. Beberapa cakupan yang umum untuk dipelajari dalam diagnosis
komunitas adalah status kesehatan, gaya hidup, kondisi tempat tinggal, kondisi sosial
ekonomi, infrastruktur sosial dan fisik, tidak berimbangnya fasilitasi dan akses
14
kesehatan (inequality), termasuk mengenai pelayanan kesehatan masyarakat dan
kebijakan yang sudah ada.

Menurut epidemiologi, penentuan masalah (medis dan non medis) di komunitas harus
memakai indikator yang merepresentasikan permasalahan komunitas/ masyarakat.
Berikut adalah indikator status kesehatan yang biasa dipakai untuk menggambarkan
masalah kesehatan di komunitas:
1. Angka Kematian (Mortality rate): AKK, AKI, AKB, Angka Kematian akibat
penyakit tertentu, dll
2. Angka Kesakitan (Morbidity rate): Insiden, prevalen (menyangkut berbagai
penyakit)
3. Angka Ke-cacatan (Disability rate): Angka absensi, dll

Selain indikator diatas terdapat indikator lain yang sering dipergunakan misalnya :
1. Indikator jangkauan pelayanan kesehatan, misalnya cakupan ibu hamil yang
mendapat pelayanan ANC.
2. Rasio petugas kesehatan-penduduk, misalnya rasio dokter : penduduk
3. Indikator kesehatan lingkungan, misalnya persentase penduduk yang mendapat
air bersih
4. Indikator sosio-demografi (komposisi/struktur/distribusi, income per capita,
angka buta huruf, dll)

Bila kita mau mengetahui masalah kesehatan suatu komunitas, maka jalan yang paling
baik adalah melakukan survey yang mengumpulkan data-data sesuai indikator diatas.
Kegiatan ini akan memakan waktu lama dan biaya yang banyak. Oleh karena itu
sebagai pendekatan awal ada cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan
menganalisis laporan penyakit/kematian yang ada disuatu wilayah. Data ini bisa
diperoleh dari hasil penelitian kesehatan atau laporan tahunan puskesmas (harap
diingat bahwa tidak semua orang yang sakit datang ke puskesmas). Pola penyakit di
suatu area biasanya akan selalu sama dalam kurun waktu tertentu, kecuali bila ada
kejadian luar biasa. Dalam situasi ini maka penyakit yang akan menjadi area
diagnosis komunitas dalam pelatihan modul komunitas, tidak selalu harus yang paling
banyak ditemukan. Dalam keadaan tertentu, masalah kesehatan dapat pula ditanyakan
kepada orang orang yang dianggap mempunyai pengetahuan dalam hal ini, misalnya
pimpinan puskesmas, kepala daerah (camat, lurah) atau orang orang yang bergerak
dalam bidang kesehatan (guru, kader). Untuk mendapatkan informasi dari orang orang
ini, maka dapat dipergunakan metoda NGT atau Delphi tehnik.
15
Bila sudah ditemukan area masalah, maka juga perlu mengetahui berbagai faktor yang
mempengaruhi terjadinya masalah tersebut. Konsep terjadinya penyakit menurut
Blum dapat dipakai untuk membuat kerangka konsep yang menjelaskan mengapa
penyakit tersebut terjadi. Ini akan membantu menentukan data apa yang akan
dikumpulkan dari masyarakat agar mendapatkan masalah yang utama dan hal-hal lain
yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Langkah 2. Menentukan instrument pengumpulan data


Tergantung data apa yang akan dikumpulkan, maka diperlukan metode pengumpulan
data (instrumen) yang sesuai. Data dapat dikumpulkan melalui observasi
(menggunakan cek lis), wawancara (dengan kuesioner), pemeriksaan (TB, BB,
pemeriksaan lab) atau menggunakan data sekunder dari rekam medis. Bila
menggunakan kuesioner, maka kuesioner tersebut haruslah diuji-coba untuk
mengetahui apakah kuesioner itu baik (valid dan reliabilitas) serta mengetahui realitas
pelaksanaan sebenarnya (lama wawancara, situasi lapangan, dll). Untuk menguji
kuesioner sebaiknya dicobakan pada 30 responden.

Langkah 3. Pengumpulan data dari masyarakat


Pada tahap ketiga yaitu pengumpulan data dan analisis, sebaiknya dilakukan dengan
kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Oleh karena itu, latar belakang
wilayah yang dibahas harus dipelajari melalui data statistik dan hasil sensus populasi,
misalnya besarnya populasi, struktur jenis kelamin dan usia masyarakat, pelayanan
kesehatan perorangan dan masyakarat, pelayanan sosial, pendidikan, perumahan,
keamanan publik dan transportasi. Untuk mengumpulkan data dari komunitas, hal
yang dapat dilakukan adalah melakukan survey, menggunakan kuisioner mandiri (self
administered questionnaire), kemudian wawancara atau fokus grup diskusi atau acara
dengan telepon.

Untuk memastikan reliabilitas datanya, sebaiknya institusi yang sudah berpengalaman


seperti institusi pendidikan, dilibatkan dalam diagnosis komunitas. Penentuan sampel
harus direncanakan secara hati-hati, sehingga jumlah sampelnya mampu mewakili
kondisi lokal komunitas yang dikaji, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan
yang valid.

16
Agar data yang dikumpulkan merepresentasikan gambaran masyarakat, maka perlu
ditentukan sasaran penduduk yang akan menjadi responden, berapa jumlahnya serta
lokasinya tinggalnya. Sebaiknya penentuan sasaran berdasarkan probability sampling,
kecuali bila terpaksa dapat dilakukan non probability sampling. Hal ini juga berlaku
bila responden diambil dari rekam medis atau pengunjung puskesmas.

Strategi menemui responden di lapangan memerlukan persiapan khusus, yaitu


mendapatkan ijin dari kepala daerah setempat. Dalam hal ini, sebaiknya mahasiswa
meminta kepala puskesmas membuat surat kepada kepala daerah setempat
menjelaskan bahwa Puskesmasnya akan melakukan pengumpulan data. Ini
dilakukan, agar masalah ijin pengumpulan data menjadi mudah dan memang kegiatan
ini merupakan kegiatan untuk menunjang puskesmas. Selain itu, bila diperlukan,
pimpinan puskesmas dapat dimintakan bantuannya untuk memfasilitasi agar ada
petugas/kader yang membantu mengantar mahasiswa mengumpulkan data (misalnya
kader atau pegawa puskesmas). Bila data berasal dari rekam medik, maka mahasiswa
dapat meminta bantuan pimpinan puskesmas memfasilitasi agar petugas terkait
memahami apa yang akan dilakukan mahasiswa dalam rangka diagnosis komunitas,
dan mahasiswa juga harus menjaga agar rekam medik kembali tersusun seperti
semula dan tidak ada yang hilang, termasuk menjaga kerahasiaan data pasien. Semua
kuesioner (data) yang didapat haruslah diperiksa kelengkapan serta kebenarnya,
sebelum dianalisis.

Rencana mendapatkan data harus dibuat seperti proposal penelitian sederhana yang
terdiri atas :
a. Latar belakang
b. Tujuan
c. Metoda
d. Sasaran dan sampel (besar dan cara pemilihan)
e. Instrumen yang dipakai (observasi, kuesioner atau pemeriksaan)
f. Batasan operasional data yang diambil

Langkah 4. Menganalisis dan menyimpulkan data


Tahap keempat adalah penentuan kesimpulan diagnosis komunitas yang dihasilkan
dari pengolahan dan interpretasi analisis data yang ada. Hasil diagnosis sebaiknya
terdiri atas tiga aspek yaitu :
- Status kesehatan di komunitas
- Determinan dari masalah kesehatan di komunitas

17
- Potensi dari pengembangan kondisi kesehatan di komunitas dan area yang lebih
luas

Beberapa hal umum yang menjadi sifat hasil analisis data diagnosis komunitas adalah:
- Informasi statistik lebih baik ditampilkan dalam bentuk rate atau rasio untuk
perbandingan
- Tren atau proyeksi sangat berguna untuk memonitor perubahan sepanjang
waktu yang diamati serta perencanaan ke depan
- Data wilayah atau distrik lokal dapat dibandingkan dengan distrik yang lain
atau ke seluruh populasi
- Tampilan hasil dalam bentuk skematis atau gambar dapat digunakan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mudah dan cepat

Langkah 5. Membuat laporan hasil dan presentasi diseminasi


Tahap terakhir adalah presentasi atau diseminasi hasil diagnosis komunitas. Tahap ini
menunjukkan bahwa diagnosis komunitas tidak pernah menjadi akhir dari program
kerja. Diagnosis komunitas harus dilanjutkan dengan usaha untuk
mengkomunikasikannya sehingga memastikan prioritas tindak lanjut yang harus
segera diambil. Target pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam mengetahui hasil
diagnosis komunitas adalah para perumus kebijakan, profesional kesehatan serta
tokoh tokoh masyarakat di dalam komunitas. Umumnya hasil dari diagnosis
komunitas dapat di diseminasi melalui berbagai forum yaitu misalnya presentasi pada
pertemuan dewan kesehatan masyarakat atau tokoh masyarakat dan forum khusus
organisasi swadaya masyarakat, dalam rilis media massa atau satu seminar khusus
mengenai promosi kesehatan.

Penerapan langkah diagnosis komunitas dapat dijabarkan secara skematis seperti


gambar berikut, yang menekankan perlunya kombinasi dari penggunaan data
sekunder serta pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam memetakan permasalahan
kesehatan di komunitas.

18
Gambar 1. Langkah penerapan diagnosis komunitas
TAHAPAN KERJA DIAGNOSIS KOMUNITAS
Tahapan kerjanya adalah:
1. Menentukan area masalah yang dihadapi puskesmas. Area masalah yang
dimaksud bisa diambil dari program program yang dilaksanakan di puskesmas.
Untuk itu ada beberapa sumber untuk menentukan area yaitu melihat data
jangkauan pelayanan atau pencapaian program serta menanyakan kepada
pimpinan puskesmas yang dianggap sebagai informan kunci
2. Menentukan masalah yang spesifik yang ada di area tersebut. Cara
menentukannya adalah dengan menanyakan kepada dokter puskesmas atau
penanggung jawab program yang bersangkutan
3. Membuat proposal sederhana untuk merumuskan langkah langkah metode
diagnosis komunitas mencakup sasaran, sampel, instrumen yang dipakai dan
batasan operasional data yang akan diambil
4. Persiapan pengumpulan data di lapangan atau dari pengunjung puskesmas
5. Menganalisis data secara deskriptif dengan menggunakan program analisis.
Dalam diagnosis komunitas ini uji statistik inferens tidak penting untuk
dilakukan
6. Membuat laporan untuk diseminasi ke pimpinan dan pengelola program terkait
di puskesmas

Contoh kerangka isi laporan diagnosis komunitas (profil komunitas) di pendidikan


Bentuk laporan profil komunitas direkomendasikan mencakup beberapa aspek
dibawah ini:

19
Nama wilayah tempat komunitas bersangkutan (kota, kecamatan, kelurahan)
Nama lokasi keberadaan komunitas sasaran
Gambaran singkat wilayah (topografi dan vegetasi)
Adat istiadat dan kepercayaan masyarakat
Kelompok agama yang utama
Kegiatan ekonomi (sumber pendapatan)
Sarana ekonomi (pasar, toko)
Sarana transportasi
Sarana komunikasi
Sarana penyediaan air
Sarana sanitasi
Perumahan (kondisi dan pola bangunan)
Sekolah dan sarana pendidikan lain
Sarana kesehatan (RS, klinik, puskesmas, toko obat, dukun)
Pola penyakit:
o Penyebab utama dari gangguan kesehatan
o Jenis penyakit yang paling banyak
o Masalah kesehatan khusus
Perilaku sehat dan sakit
o Kemana mencari pertolongan ketika sakit
o Apa yang dilakukan untuk mencegah penyakit
o Apa peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan

II.5.4 PENATALAKSANAAN DM DALAM DOGA


Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin yang progresif. Diabetes melitus berhubungan dengan risiko
aterosklerosis dan merupakan predisposisi untuk terjadinya kelainan mikrovaskular
seperti retinopati, nefropati dan neuropati. Data Riskesdas (2013) menunjukkan
bahwa proporsi diabetes di Indonesia pada tahun 2013 meningkat hampir dua kali
lipat dibandingkan tahun 2007. Proporsi diabetes melitus di Indonesia sebesar 6,9 %,
toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 29,9% dan glukosa darah puasa (GDP)
terganggu sebesar 36,6%. Proporsi penduduk di pedesaan yang menderita diabetes
melitus hampir sama dengan penduduk di perkotaan. Prevalensi diabetes melitus
meningkat dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013).
Penyakit diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
mengakibatkan terjadinya berbagai penyulit menahun, seperti penyakit
serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai,
gangguan pada mata, ginjal dan syaraf. Penyandang diabetes melitus mempunyai
risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami penyakit jantung koroner dan penyakit
20
pembuluh darah otak, 5 kali lebih mudah menderita ulkus/gangren, 7 kali lebih mudah
mengidap gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat
kerusakan retina daripada pasien non diabetes. Usaha untuk menyembuhkan kembali
menjadi normal sangat sulit jika sudah terjadi penyulit, karena kerusakan yang terjadi
umumnya akan menetap. Usaha pencegahan diperlukan lebih dini untuk mengatasi
penyulit tersebut dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari
terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan.

DIAGNOSIS
DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban 75 gram. (peringkat bukti B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance
Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM


perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti:
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

21
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma
puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam
<140 mg/dl
2. Toleransi glukosa terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl Diagnosis prediabetes dapat juga
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes, yang meliputi:
- Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut
- Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati
- Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif :
Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum
- Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
o Riwayat Penyakit
o Gejala yang dialami oleh pasien.
o Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa
darah
o Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk
penyakit DM dan endokrin lain)
o Riwayat penyakit dan pengobatan
o Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
- Pemeriksaan Fisik
o Pengukuran tinggi dan berat badan
o Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru
dan jantung
o Pemeriksaan kaki secara komprehensif
- Evaluasi Laboratorium

22
o HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien
yang mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik
stabil dan 4 kali dalam 1 tahun pada pasien dengan perubahan
terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi
o Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan

- Penapisan Komplikasi : Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap


penderita yang baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan
o Profil lipid dan kreatinin serum
o Urinalisis dan albumin urin kuantitatif
o Elektrokardiogram
o Foto sinar-X dada
o Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif
oleh dokter spesialis mata atau optometris
o Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk
mengenali faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi,
denyut pembuluh darah kaki, tes monofilamen 10 g, dan Ankle
Brachial Index (ABI)

Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus


- Edukasi : Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian
yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik
- Terapi Nutrisi Medis (TNM) : Penyandang DM perlu diberikan penekanan
mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
- Latihan Jasmani Kegiatan : jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara
teratur (3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150
menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-
turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien.
- Intervensi Farmakologis : Terapi farmakologis diberikan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan

23
o Obat Antihiperglikemia Oral :
Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue):
Sulfonilurea dan Glinid
Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan
Tiazolidindion (TZD)
Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase
Alfa
Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
o Obat Antihiperglikemia Suntik
Insulin
Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
o Terapi kombinasi : Terapi dengan obat antihiperglikemia oral
kombinasi baik secara terpisah ataupun fixed dose combination
dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu
dapat terjadi sasaran kadar glukosa darah yang belum tercapai,
sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia
oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat
antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai
dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral
dapat menjadi pilihan. Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan
insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat
antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin
yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10
unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi
dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal,
maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial,
serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan.

24
II.5.5 SISTEM RUJUKAN BERDASARKAN SKN
PENGERTIAN SISTEM RUJUKAN

Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan ini dikembangkan atas dasar Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 032/Birhup/72 tentang
pelaksanaan Referal System, adapun batasan dan pengertian pada Bab I Ketentuan
Umum, Pasal 1 sebagai berikut:

Referal System adalah suatu usaha pelayanan kesehatan antara berbagai tingkat
unit-unit pelayanan medis dalam suatu daerah tertentu ataupun untuk seluruh wilayah
Republik Indonesia.

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2008) mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar
unit-unit yang setingkat kemampuannya).

Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang


dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya. (petunjuk
Teknis Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan ; 29 )

Pengertian sistem rujukan menurut Sistem Kesehatan Nasional Depkes RI 2009,


merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu/lebih kasus penyakit atau
masalah kesehatan secara vertikal dari unit berkemampuan kurang kepada unit yang
lebih mampu atau secara horizontal antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
(www.indonesian-publichealth.com/2012/11/rujukan-maternal-perinatal)

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-
balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang
sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih
rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak
dibatasi oleh wilayah administrasi. (Kebidanan Komunitas: hal 207)

25
Rujukan upaya kesehatan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung-jawab secara
timbal balik, baik horisontal dan vertikal maupun struktural dan fungsional terhadap
kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan. Rujukan dibagi
dalam rujukan medik yang berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan berupa
pengiriman pasien (kasus), spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit; sedang
rujukan kesehatan dikaitkan dengan upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan
berupa sarana, teknologi, dan operasional. (Sistem Kesehatan Nasional ;2009)

Rujukan Pelayanan Kebidanan adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam
rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan
yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong
persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat atau fasilitas pelayanan
kesehatan atau fasilitas kesehatan lain secara horizontal maupun vertical.

Program system rujukan sudah mulai diperkenalkan oleh pemerintah sejak tahun 1976
untuk memperbaiki pelayanan obstetri/kebidanan,terutama bagi kelompok resiko
tinggi. Harapanya adalah dengan system ini pelayanan akan lebih
efisien,efektif,affordable,dan mudah diakses oleh mayoritas masyarakat. Tetapi
pelayanan ini bukan hanya sekedar aktifitas dalam system rujukan, tetapi juga
mencakup pelatihan dan penelitian. Syarat syarat tertentu harus dipenuhi sebelum
system rujukan dapat berfungsi secara tepat, seperti :

1. Kesadaran masyarakat dalam masalah kesehatan

2. Petugas kesehatan harus memiliki pengetahuan yang adekuat dalam strategi


pendekatan resiko dan system rujukan.

3. Setiap unit obstetric harus memiliki peralatan yang tepat

4. Komunikasi dan transportasi yang mudah harus tersedia

(Meilani, Niken, dkk.2009.Kebidanan Komunitas.Yogyakarta:Fitramaya)

2.2 TUJUAN SISTEM RUJUKAN

Tujuan umum sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi
pelayanan kesehatan secara terpadu (Kebidanan Komunitas). Tujuan umum rujukan
26
untuk memberikan petunjuk kepada petugas puskesmas tentang pelaksanaan rujukan
medis dalam rangka menurunkan IMR dan AMR.

Sistem rujukan bertujuan agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas


pelayanan kesehatan yang lebih mampu, sehingga jiwanya dapat terselamatkan,
dengan demikian dapat menurunkan AKI dan AKB. (Kebidanan Komunitas;
Fitramaya)

Tujuan khusus sistem rujukan adalah:

a. Meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya dalam rangka


menangani rujukan kasus resiko tinggi dan gawat darurat yang terkait dengan
kematian ibu maternal dan bayi.

b. Menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di wilayah kerja


puskesmas.

2.3 KEGIATAN DAN PEMBAGIAN DALAM SISTEM RUJUKAN

Rujukan dalam pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman orang sakit dari
unit kesehatan yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap berupa rujukan kasus
patologis pada kehamilan, persalinan dan nifas masuk didalamnya, pengiriman kasus
masalah reproduksi lainnya seperti kasus ginekologi atau kontrasepsi yang
memerlukan penanganan spesialis. Termasuk juga didalamnya pengiriman bahan
laboratorium.

Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan
kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan yang lengkap (surat
balasan).

Rujukan informasi medis membahas secara lengkap data-data medis penderita yang
dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. Kemudian Bidan menjalin
kerja sama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan,
terutama mengenai kematian maternal dan pranatal. Hal ini sangat berguna untuk

27
memperoleh angka-angka secara regional dan nasional pemantauan perkembangan
maupun penelitian.

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan internal dan rujukan
eksternal.

Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke
puskesmas induk.

Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas
rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah). Menurut
lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan medik dan rujukan
kesehatan.

Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya


penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke
rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medik:

a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan,


tindakan operatif dan lain-lain.

b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih


lengkap.

c. Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli


untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-tenaga
ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah,
konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer of knowledge).
Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan,
juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan
tingkat provinsi atau institusi pendidikan (transfer of personel).

Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan


bahan ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan
28
dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi
puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas
(pos Unit Kesehatan Kerja).

2.4 ALUR SISTEM RUJUKAN

Alur Rujukan

Karena adanya perbedaan dan persamaan klasifikasi, wilayah dan kemampuan tiap
sarana kesehatan yang ada di Provinsi perlu disusun alur rujukan pasien secara umum,
kecuali bagi rujukan kasus kegawatdaruratan atau rujukan khusus. Ada beberapa
aspek yang harus diperhatikan dalam alur rujukan yaitu:

a. Klasifikasi Fasilitas Kesehatan

Rumah Sakit Umum Provinsi dengan klasifikasi B sebagai rujukan bagi Rumah Sakit
Umum Kabupaten/Kota dengan klasifikasi C atau D atau sarana kesehatan lain,
termasuk Rumah Sakit Angkatan Darat, Rumah Sakit Bhayangkara dan Swasta di
Provinsi . Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten/Kota kelas C yang telah
mempunyai 4 spesialis dasar dapat menjadi tujuan rujukan dari Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten /Kota kelas D terdekat yang belum mempunyai spesialisasi yang
dituju dan Puskesmas. Puskesmas sebagai tujuan rujukan utama Puskesmas
Pembantu, Polindes/ Poskesdes dan masyarakat di wilayahnya.

b. Lokasi / Wilayah Kabupaten/Kota

Berdasarkan hasil pemetaan wilayah rujukan masing-masing Kabupaten/Kota, tujuan


rujukan bisa berdasarkan lokasi geografis sarana pelayanan kesehatan yang lebih
mampu dan terdekat.

c. Koordinasi unsur-unsur pelaksana Teknis

Unsur-unsur pelaksana teknis rujukan lain sebagai sarana tujuan rujukan yang dapat
dikoordinasikan di tingkat, antara lain: Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat
(BLKM), Rumah Sakit Jiwa (RS Jiwa), Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM),
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).

(Petunjuk Teknis Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Prov.NTT ; 2011)


29
Alur rujukan kasus kegawat daruratan:

1. Dari Kader

Dapat langsung merujuk ke:

a. Puskesmas pembantu

b. Pondok bersalin atau bidan di desa

c. Puskesmas rawat inap

d. Rumah sakit swasta / RS pemerintah

2. Dari Posyandu

Dapat langsung merujuk ke:

a. Puskesmas pembantu

b. Pondok bersalin atau bidan di desa

(Meilani, Niken, dkk.2009.Kebidanan Komunitas.Yogyakarta:Fitramaya )

Alur sistem rujukan regional

a. Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan

pelayanan berjenjang yang dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas C, kelas D


selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A.

b. Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap
yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan,
dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit dengan
pasien atau keluarga pasien. yang telah ditetapkan Yang dimaksud denganantar
region yang telah ditetapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan region yang telah
ditetapkan. Misalnya, RS A merujuk pasiennya ke RS B karena pertimbangan waktu,

30
jarak atau karena pertimbangan lainnya yang disepakati antara rumah sakit dengan
pasien atau keluarga pasien.

(Regionalisasi Sistem Rujukan (Pasal 9 Pergub jakarta No.15 Tahun 2008))

SYARAT RUJUKAN

(1) Rujukan harus dibuat oleh orang yang mempunyai kompetensi dan wewenang
untuk merujuk, mengetahui kompetensi sasaran/tujuan rujukan dan mengetahui
kondisi serta kebutuhan objek yang dirujuk.

(2) Rujukan dan rujukan balik mengacu pada standar rujukan pelayanan medis Daerah

(3) Agar rujukan dapat diselenggarakan tepat dan memadai, maka suatu rujukan
hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Adanya unit yang mempunyai tanggungjawab dalam rujukan, baik yang merujuk
atau yang menerima rujukan.

b. Adanya Tenaga kesehatan yang kompeten dan mempunyai kewenangan


melaksanakan pelayanan medis dan rujukan medis yang dibutuhkan.

c. Adanya pencatatan/kartu/dokumen tertentu berupa :

Formulir rujukan dan rujukan balik sesuai contoh.


Kartu Jamkesmas, Jamkesda dan kartu Assuransi lain.

Pencatatan dan dokumen hasil pemeriksaan penunjang

d. Adanya pengertian timbal balik antara pengirim dan penerima rujukan.

e. Adanya pengertian petugas tentang sistem rujukan.

f. Rujukan dapat bersifat horizontal dan vertikal, dengan prinsip mengirim ke arah
fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu dan lengkap.

(4) Untuk menjamin keadaan umum pasien agar tetap dalam kondisi stabil selama
perjalanan menuju ketempat rujukan, maka :

a. sarana transportasi yang digunakan harus dilengkapi alat resusitasi, cairan infus,
oksigen dan dapat menjamin pasien sampai ke tempat rujukan tepat waktu;

31
b. pasien didampingi oleh tenaga kesehatan yang mahir tindakan kegawat daruratan;
c. sarana transportasi/petugas kesehatan pendamping memiliki sistem komunikasi;

(5) Rujukan pasien/specimen ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dan
atau lengkap hanya dapat dilakukan apabila :

a. dari hasil pemeriksaan medis, sudah terindikasi bahwa keadaan pasien tidak dapat
diatasi;
b. pasien memerlukan pelayanan medis spesialis dan atau subspesialis yang tidak
tersedia di fasilitas pelayanan semula;
c. pasien memerlukan pelayanan penunjang medis yang lebih lengkap yang tidak
tersedia di fasilitas pelayanan semula;
d. pasien atau keluarganya menyadari bahwa rujukan dilaksanakan karena alasan medis;
e. rujukan dilaksanakan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang diketahui
mempunyai tenaga dan sarana yang dibutuhkan menurut kebutuhan medis atau
penunjang medis sesuai dengan rujukan kewilayahan;
f. rujukan tanpa alasan medis dapat dilakukan apabila suatu rumah sakit kelebihan
pasien ( jumlah tempat tidur tidak mencukupi);
g. rujukan sebagaimana dimaksud huruf f dirujuk ke rumah sakit yang setara atau
sesuai dengan jaringan pelayanannya;
h. khusus untuk pasien Jamkesda dan pemegang Assuransi Kesehatan lainnya, harus
ada kejelasan tentang pembiayaan rujukan dan pembiayaan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tujuan Rujukan
i. khusus untuk pasien Jamkesda hanya dapat dirujuk ke rumah sakit yang setara yaitu
ke PPK1 atau PPK 2 lainnya yang mengadakan kerjasama dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota;

(6) Fasilitas Pelayanan Kesehatan/tenaga kesehatan dilarang merujuk dan menentukan


tujuan rujukan atas dasar kompensasi/imbalan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

(Peraturan Gubernur Jawa Barat,Tahun 2011 Tentang pedoman Pelaksanaan Sistem


Rujukan)

2.5 LANGKAH-LANGKAH RUJUKAN DALAM PELAYANAN


KEBIDANAN

Menentukan kegawatdaruratan penderita

a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat
ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke

32
fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat
menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.

b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan
yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat
kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan
kasus mana yang harus dirujuk.

Menentukan tempat rujukan

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang


mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga

Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan
sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian (termasuk
partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak siap
dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana
tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan.

Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju

a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.

b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama
dalam perjalanan ke tempat rujukan.

c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita
tidak mungkin dikirim.

Persiapan penderita (BAKSOKUDO)

Pengiriman Penderita

Tindak lanjut penderita :

a. Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan)

33
b. Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada tenaga
kesehatan yang melakukan kunjungan rumah

Bagan Alur Rujukan

Sumber: Petunjuk Teknis Sisitem Rujukan Pelayanan kesehatan;40

34

You might also like