You are on page 1of 17

TUGAS

SOSIOANTROPOLOGI KESEHATAN DAN PERILAKU

HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN DALAM UPAYA


PELAYANAN MEDIS DI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh:
Fany Arsad H
101614453013

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
MINAT STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerjasama dokter dengan pasien adalah suatu hubungan yang sangat unik,

dimana dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan pasien sebagai penerima

pelayanan kesehatan. Dokter yang pakar dan pasien yang awam, dokter yang sehat

dan pasien yang sakit. Adanya hubungan tanggung jawab yang tidak seimbang

tersebut, seringkali menyebabkan permasalahan dalam hubungan keduanya.

Seringkali pasien karena keawamannya, tidak mengetahui apa yang terjadi

pada waktu tindakan medik dilakukan, hal ini dimungkinkan karena informasi dari

dokter tidak selalu dimengerti oleh pasien. Seringkali pasien tidak mengerti itu,

menduga telah terjadi kesalahan/kelalaian, sehingga dokter diminta untuk

mengganti kerugian yang dideritanya. Yang seringkali menjadi pendapat yang

salah adalah bahwa setiap kesalahan/kelalaian yang diperbuat oleh dokter harus

mendapat gantirugi. Bahkan kadang-kadang kalau ada sesuatu hal yang diduga

terjadi malpraktek, maka dipakai oleh pasien sebagai kesempatan untuk memaksa

dokter membayar ganti rugi.

Hal tersebut terjadi karena tidak semua dokter dapat menjalin komunikasi

yang baik dengan pasien. Hubungan dokter dan pasien akan terjalin dengan baik

apabila keduanya mengerti fungsi masing-masing, dimana seorang dokter tidak

hanya berperan menghadapi penyakit saja tapi harus berinteraksi sekaligus dengan

yang punya penyakit secara emosional. Pasien juga harus memberikan informasi

1
selengkap mungkin tentang gejala yang dialaminya. Terkadang hanya dengan

komunikasi yang baiklah pasien merasa puas dan merasa lebih baik. Dari sudut

pandang psikologis hal ini sangatlah penting dan harus diperhatikan bahwa

terkadang ada beberapa pasien yang hanya ingin didengarkan keluhannya.

Untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar pribadi (interpersonal

communication) antara dokter dan pasien , inisiatif harus diambil oleh dokter

karena menurut para ahli, dokterlah yang dituntut untuk menciptakan suasana

yang medukung. Akan tetapi waktu kerja dokter sangat sempit dengan pekerjaaan

yang banyak, sehingga tehnik yang dapat diterapkan harus bersifat sederhana,

mudah digunakandan efektif.

B. Tujuan

Menentukan solusi untuk meningkatkan hubungan dokter dan pasien.

2
BAB II

PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

A. Permasalahan

Seringkali kita menemukan adanya pertentangan antara pasien dengan

dokter / rumah sakit (RS) yang pernah merawatnya mengenai banyak hal, antara

lain yang paling sering terjadi adalah tentang kejelasan informasi diagnosa

penyakit dan tentang kepemilikan isi rekam medik. Seharusnya dokter perlu

menjelaskan kondisi dan tindakan medis yang dilakukan pada tubuh pasien.

Karena itu komunikasi yang baik adalah unsur penting dalam proses

penyembuhan pasien. Sayangnya, komunikasi dua arah seringkali tidak terjalin

dalam hubungan dokter dan pasiennya. Pasien seolah takut untuk bertanya dan tak

bisa dipungkiri masih banyak dokter yang tidak bersedia memperlakukan pasien

sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan. Masih banyak oknum dokter yang

bersikap arogan dan terkesan tak mau mendengar pendapat pasiennya.

Di berbagai tempat, mayoritas penyebab masalah antara dokter dan pasien

disebabkan karena salah informasi yang menyebabkan salah interpretasi. Memang

kesalahan dalam praktik medis tidak mungkin dihilangkan, karena manusia

bukanlah mesin dan tidak pernah ada kasus pasien yang benar-benar identik.

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini sudah ada upaya dari kalangan dokter

sendiri untuk memperbaiki komunikasi dokter-pasien, namun sebagai pasien kita

juga wajib mengetahui apa saja yang menjadi hak kita sebagai pasien dan

membekali diri dengan informasi sehingga tidak harus melulu bersikap pasrah.

3
Bila merasa ragu dengan keputusan dokter, pasien berhak mencari

pendapat kedua dari dokter lain. "Pasien yang aktif bertanya dan menyampaikan

pendapat serta kekhawatirannya akan sangat membantu dokter untuk memahami

pasien dan penyakitnya. Selama ini terdapat perbedaan yang besar antara apa yang

diyakini pasien tentang penyakitnya dengan apa yang dokter ketahui," kata

Richard Street Jr, seorang ahli komunikasi dari Texas A&M University, Amerika

Serikat.

Masalah lain yang sering timbul dalam hubungan dokter pasien adalah

mengenai kepemilikan isi rekam medik. Pasien menganggap isi rekam medik

adalah miliknya, sementara RS menganggap pasien hanya berhak atas isi

resume/ringkasannya saja. Kedua pendapat ini memiliki dasar hukum masing-

masing. Pasal 47 UU no.29/2004 dengan jelas menyebutkan bahwa isi medik

milik pasien, sementara pasal 12 Permenkes no.269/2008 mereduksi hak pasien

tersebut menjadi hanya isi ringkasannya saja. Menurut azas preferensi hukum,

peraturan yang lebih tinggi mengalahkan yang lebih rendah (lex superiori derogat

legi inferiori). Masalah ini sebenarnya bukan semata masalah hukum, tetapi

adalah puncak dari gunung es retaknya hubungan antara masyarakat sebagai

pasien dengan dokter/RS. Ini mengakibatkan adanya perbedaan cara pandang

mengenai hubungan pasien dengan dokter/RS. Di satu sisi, masih banyak dokter

beranggapan bahwa hubungannya dengan pasien adalah seperti hubungan

orangtua-anak (paternalistik), dokter lebih mendominasi sehingga pasien dianggap

tidak tahu apa-apa & cukup menurut saja, sedangkan dokter dianggap manusia

setengah dewa yang tahu segalanya. Dalam pola ini, dokter menganggap wajar

jika pasien hanya berhak atas ringkasan rekam mediknya saja. Di sisi lain, sudah

4
banyak pasien yang menganggap hubungannya dengan dokter adalah seperti

klien-teknisi atau konsumen-produsen, di mana konsumen pelayanan kesehatan

adalah raja. Dokter cukup memperbaiki tubuh & melayani kehendak pasien,

karena telah dibayar mahal termasuk untuk mengisi rekam medik. Sehingga wajar

jika pasien berhak meminta semua isi rekam mediknya dalam pola ini.

Kedua jenis hubungan tersebut sebenarnya bukan tipe hubungan yang

tepat untuk pasien dan dokter, karena tidak menjadi hubungan yang setara di

antara keduanya. Pada hubungan paternalistik, dokter terkesan seenaknya dalam

melayani pasien, pasien sering dianggap masalah yang harus cepat diselesaikan

atau semata makhluk biologis yang harus diobati. Pasien hanya dapat pasrah

apalagi dalam pola ini banyak yang biaya pengobatannya ditanggung oleh

perusahaan atau negara. Sedangkan pada hubungan konsumen-produsen, pasien

menjadi konsumen yang senang berbelanja dokter, mencari mana yang paling

memuaskannya, jika diperlukan yang paling ahli sampai ke luar negeri. Jika tidak

sembuh atau dianggap kurang memuaskan pelayanannya, dokter dapat dituduh

melakukan malapraktik. Dalam pola ini, dokter pun menjadi penyedia jasa yang

selektif, hanya mau melayani pasien yang mampu membayar sesuai tarif yang

ditentukannya dan berlomba menyediakan berbagai fasilitas yang diingini pasien.

B. Pembahasan

Hubungan antara pasien dengan dokter termasuk dalam ruang lingkup

perjanjian (transaksi terapeutik) karena adanya kesanggupan dari dokter untuk

mengupayakan kesehatan atau kesembuhan pasien, sebaliknya pasien menyetujui

tindakan terapeutik yang dilakukan oleh dokter tersebut. Perjanjian terapeutik

memiliki sifat dan ciri yang khusus, tidak sama dengan sifat dan ciri perjanjian

5
pada umumnya, karena obyek perjanjian dalam transaksi terapeutik bukan

kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan

pasien. Perjanjian dokter dengan pasien termasuk pada perjanjian tentang upaya

atau disebut (Inspaningsverbintenis) bukan perjanjian tentang hasil atau disebut

(Resultaatverbintenis).

Dalam buku Matters of Life and Death, pakar etika kedokteran John

Wyatt menyatakan bahwa pola hubungan yang baik untuk pasien & dokter

sebenarnya adalah suatu hubungan ahli-ahli (the expert-expert relationship), di

mana terjadi suatu hubungan sejajar yang saling menghormati & percaya.

Dasar pemikiran pola ini adalah dokter sebagai ahli dalam bidang

kesehatan sementara pasien tentu ahli (yang paling mengetahui) keluhan,

riwayat kesehatan, sampai gaya hidup pribadinya. Dalam pola ini, pasien tidak

dianggap masalah atau kumpulan trilyunan sel sakit yang dapat diobati

penyakitnya sesuai prosedur standar atau perkembangan teknologi kedokteran

terbaru. Namun pasien adalah manusia seutuhnya yang unik sehingga diperlukan

pendekatan pribadi untuk kondisi kesehatan yang mungkin sama dengan banyak

pasien lain.

Hubungan pasien & dokter dalam pola ini terjadi karena adanya aspek

filantropis (mengasihi orang lain) dari dokter, bukan didasarkan pada aspek

finansial belaka seperti pada pola konsumen-produsen. Sedangkan pasien dalam

pola ini tidak hanya mencari pertolongan dokter ketika dalam kondisi sakit saja

seperti pada pola paternalistik, tetapi juga dalam kondisi sehat untuk mencegah

penyakit, menjaga dan meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan pola ini,

kepemilikan isi rekam medik bukanlah suatu hal yang perlu dipertentangkan dan

6
menjadi rahasia bagi pasien yang kondisi tubuhnya tercatat di dalamnya. Karena

dalam hubungan ini, isi rekam medik menjadi salah satu pengikat hubungan

pasien-dokter, yaitu sejarah hubungan keduanya dalam usaha untuk menjaga &

mencapai kesehatan pasien.

Menurut teori yang dibuat oleh Joseph A. Devito, untuk dapat

menciptakan komunikasi antara personal, terdapat syarat yang harus dipenuhi,

yaitu:

a. Positiveness (sikap positif)

b. Empathy (merasakan perasaan orang lain)

c. Supportiveness (sikap mendukung)

d. Equality (keseimbangan antar pelaku komunikasi)

e. Openess (sikap dan keinginan untuk terbuka)

Dalam tindakan praktisnya, kondisi komunikasi antara dokter

denganpasiennya diharapkan terjadi seperti berikut:

Positiveness

Dokter diharapkan mau menunjukkan sikap positif pada pesan yang

disampaikan oleh pasien (keluhan, usulan, pendapat, pertanyaan). Tidak boleh

seorang dokter selalu menyanggah apapun yang disampaikan pasiennya,

sesederhana bahkan seaneh apapun pesan yang disampaikan, (karena mungkin

menurut pasien, pesan itu merupakan gagasan hebat). Dengan demikian pasien

akan lebih berani menyampaikan pesannya, bukan kemudian menyimpannya

dalam hati dan menyampaikannya, bahkan mengadukan pada orang lain.

7
Empathy

Dari pengalaman sendiri dan hasil pengamatan serta cerita-cerita para

pasien, diketahui bahwa hampir semua pasien yang harus ditangani/diobati oleh

dokter memiliki rasa takut yang besar. Yang terutama adalah ketakutan pada rasa

sakit yang ditimbulkan oleh alat-alat yang digunakan. Rasa takut itu sudah muncul

hanya dengan melihat alat-alat yang sudah siap di meja sebelah kursi, bahkan jika

alat itu tidak menimbulkan kesakitan. Seorang dokter diharapkan menyadari dan

peduli pada perasaan ini (empati) dan menunjukkan pada pasien bahwa ia perduli.

Kejujuran seorang dokter yang mengatakan Anda akan merasakan sakit

sebentar justru akan menenangkan pasien karena pasien merasa tidak sendirian

dalam merasakan sakit. Ada orang lain yang perduli.

Supportiveness

Ketika seorang pasien nampak ragu untuk memutuskan sebuah pilihan

tindakan, dokter diharapkan memberikan dukungan agar keraguan itu berkurang

atau bahkan hilang, sehingga si pasien menjadi percaya diri dan berani saat

memilih keputusan itu. Walaupun akibat keputusan itu akan menimbulkan

derita, dengan dukungan dokter, derita akan dianggap konsekuensi oleh pasien,

bukan resiko (posisi sebagai korban). Akan lebih baik jika dokter mencontohkan

(walaupun hanya karangan) bahwa dia juga akan mengambil keputusan yang

sama dengan pasien jika dia memiliki masalah seperti itu.

Equality

Yang dimaksud dengan kesamaan/kesetaraan adalah bahwa diantara

dokter dan pasien tidak boleh ada kedudukan yang sangat berbeda seperti

misalnya dokter yang menguasai semua keadaan dan pasien yang tidak berdaya.

8
Walaupun dalam relasi ini dokter diakui lebih tahu dan lebih bisa, dia tidak boleh

lalu memperlakukan pasiennya hanya sebagai objek yang bodoh dan tidak boleh

berpendapat atau bahkan bertanya. Lebih lagi pasien tidak boleh diperlakukan

sebagai benda mati yang tidak pernah ditanyai kabar atau kesiapannya menjalani

pemeriksaan/penanganan/pengobatan. Jika memungkinkan, pasien sebaiknya

merasa bahwa dokternya adalah teman, bukan orang asing yang tidak boleh

ditanyai apapun.

Openess

So, the question remains, How can you develop such a healthy doctor-patient

relationship? The key word is trust. Trust is what a good doctor-patient

relationships built on. The best way to establish trust between you and your

doctor is to havegood communications.

Dengan menciptakan suasana yang santai (dengan musik

instrumentallembut di latar belakang) di ruang praktek, keakraban dapat dibangun

dandiharapkan pasien mau menyampaikan apa yang dikhawatirkannya,

tindakanapa yang sebenarnya diinginkan dilakukan oleh dokternya. Sebaliknya

adalahbahwa dokter diharapkan juga lebih bersedia bercerita tentang apa

yangsedang dilakukannya saat demi saat. Jika perlu, dokter dapat

mengatakankesulitan yang dihadapinya saat menangani masalah pasien, masalah

yangbakal dihadapi pasien, dan sebagainya. Dengan keterbukaan komunikasi

inimaka akan terbangun kepercayaan (trust) dari pasien pada dokternya.

Parapengamat mengatakan: salah satu elemen yang akan membawa

hubungan ini adalah komunikasi yangbaik. Dengan menempatkan penanganan

pasien lebih dulu, dokter akanmemeriksa si pasien, mendiskusikan semua opsi

9
yang berhubungan denganperawatan, membuat rekomendasi perawatan dan

menjelaskan hasil yangberhubungan dengan penanganan yang potensial. Di lain

pihak, si pasien, mungkin ingin mengetahui tentang penanganan padanya dan

akibat perawatan jangka panjang atau jangka pendek, berapa biaya yang harus

dikeluarkan, apayang akan atau tidak akan tercakup dalam perawatan dan setiap

tanggung jawab pembayaran yang harus ditanggung pasien.

Kebiasaan umum yang sudah berjalan lama sekali memang sulitdiubah.

Hubungan dokter dengan pasien seolah memang ditakdirkan sepertiitu. Garis

antara dokter sebagai penentu, pengambil keputusan, dan pasiensebagai objek

penderita digambar dengan sangat tebal, hampir menyerupaidinding yang tidak

bisa dirobohkan. Nyaris tidak pernah terjadi komunikasiyang sesungguhnya. Yang

ada hanyalah kalimat pendek, atau bahkan hanyakata yang dianggap perlu saja.

Namun, buruknyakualitas komunikasi antara dokter dan pasien tidak bisa

lagi dibiarkan atautidak diperdulikan oleh dokter yang diharapkan dapat

mengambil inisiatif sebagai pihak yang berkompeten dalam hubungan dokter

dengan pasien.Ini berarti bahwa dokter yang harus belajar lebih dahulu untuk

mampuberkomunikasi secara efektif, sesibuk apapun sang dokter

dalammenjalankan profesinya.

Pola hubungan yang baik ini tentu bukan hanya menjadi kepentingan

pasien dan dokter semata, tetapi menjadi kepentingan pemerintah juga dalam

usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Pemerintah harus ikut mendukungnya

dengan membuat peraturan perundangan yang tentunya tidak saling bertentangan,

kebijakan yang mengutamakan pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan,

tidak menjadikan bidang kesehatan sebagai usaha politis semata untuk mendapat

10
dukungan di pemilu, dan memasukkan pola hubungan yang baik ini dalam inti

kurikulum pendidikan dokter di Indonesia. Dengan hubungan pasien dan dokter

yang lebih baik, maka masyarakat dapat tetap sehat dalam membangun negeri ini.

Tanggung Jawab Dokter Terhadap Pasien

1. Tanggung Jawab Etis

Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter

adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik

adalah pedoman perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan

dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983.

Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan

International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan

landasan strukturil Undang-undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran

Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban

umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter

terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.

Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada

yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan

pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak

selalu berarti pelanggaran hukum, sebaliknya pelanggaran hukum tidak selalu

merupakan pelanggaran etik kedokteran. Berikut diajukan beberapa contoh :

11
a. Pelanggaran etik murni
2. Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga

sejawat dokter dan dokter gigi.

3. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.

4. Memuji diri sendiri di depan pasien.

5. Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran yang berkesinambungan.

6. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.

b. Pelanggaran etikolegal

1. Pelayanan dokter di bawah standar.

2. Menerbitkan surat keterangan palsu.

3. Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter.

4. Abortus provokatus.

2. Tanggung Jawab Profesi

Tanggung jawab profesi dokter berkaitan erat dengan profesionalisme

seorang dokter. Hal ini terkait dengan12 :

Pendidikan, pengalaman dan kualifikasi lain

Dalam menjalankan tugas profesinya seorang dokter harus mempunyai

derajat pendidikan yang sesuai dengan bidang keahlian yang ditekuninya.

Dengan dasar ilmu yang diperoleh semasa pendidikan di fakultas kedokteran

maupun spesialisasi dan pengalamannya untuk menolong penderita.

12
Derajat risiko perawatan

Derajat risiko perawatan diusahakan untuk sekecil-kecilnya, sehingga efek

samping dari pengobatan diusahakan minimal mungkin. Di samping itu

mengenai derajat risiko perawatan harus diberitahukan terhadap penderita

maupun keluarganya, sehingga pasien dapat memilih alternatif dari perawatan

yang diberitahukan oleh dokter.

Berdasarkan data responden dokter, dikatakan bahwa informasi mengenai

derajat perawatan timbul kendala terhadap pasien atau keluarganya dengan

tingkat pendidikan rendah, karena telah diberi informasi tetapi dia tidak bisa

menangkap dengan baik.

Peralatan perawatan

Perlunya dipergunakan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan perawatan,

apabila dari hasil pemeriksaan luar kurang didapatkan hasil yang akurat

sehingga diperlukan pemeriksaan menggunakan bantuan alat. Namun dari

jawaban responden bahwa tidak semua pasien bersedia untuk diperiksa dengan

menggunakan alat bantu (alat kedokteran canggih), hal ini terkait erat dengan

biaya yang harus dikeluarkan bagi pasien golongan ekonomi lemah.

13
BAB III

KESIMPULAN

1. Hubungan antara pasien dengan dokter termasuk dalam ruang lingkup

perjanjian (transaksi terapeutik).

2. Pola hubungan yang baik untuk pasien & dokter sebenarnya adalah suatu

hubungan ahli-ahli (the expert-expert relationship), di mana terjadi suatu

hubungan sejajar yang saling menghormati & percaya.

3. Syarat yang harus dipenuhi dalam komunikasi dokter dan pasien, yaitu:

a. Positiveness (sikap positif)

b. Empathy (merasakan perasaan orang lain)

c. Supportiveness (sikap mendukung)

d. Equality (keseimbangan antar pelaku komunikasi)

e. Openess (sikap dan keinginan untuk terbuka)

4. Pemerintah harus ikut mendukung terciptanya hubungan dokter dan pasien

yang baik dengan membuat peraturan perundangan yang tentunya tidak saling

bertentangan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Edisi Ke-5. Alih Bahasa

Agus Maulana MSM. Jakarta. Proffessional Books.

Wyatt , John. 2009. Matters of Life and Death. Inter-Varsity Press. England

15
16

You might also like